Anda di halaman 1dari 17

Bab 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah anjuran Allah SWT bagi manusia untuk

mempertahankan keberadaan dan mengendalikan perkembangbiakan dengan

cara yang sesuai dengan kaidah dan norma agama. Laki – laki dan perempuan

memiliki fitrah yang saling membutuhkan satu sama lain. Pernikahan

dilangsungkan untuk mencapai tujuan hidup manusia dan mempertahankan

kelangsungan jenisnya.

Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata, perkawinan adalah

persatuan seorang lelaki dan perempuan secara hokum untuk hidup bersama –

sama. Hidup bersama – sama disini dimaksudkan untuk berlangsung selama –

lamanya.1

Manusia sebagai makluk sosial tidak dapat hidup menyendiri, dalam arti

memiliki sifat ketergantungan antara laki-laki dengan perempuan demi

kebahagiaan dan kerukunan hidup. Pernikahan mempunyai fungsi sebagai

suatu proses keberlangsungan hidup dari generasi ke generasi, menyalurkan

nafsu birahi yang dimiliki manusia sebagai makhluk Allah SWT dan untuk

menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama, seperti seks bebas

(free sex), prostitusi dan sebagainya. Pernikahan (pernikahan) secara bahasa

mempunyai beberapa makna yaitu ‫وطء‬--‫ ال‬yang diartikan sebagai hubungan

1
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta: PT. BINA AKSARA, 1986), h. 95

1
seksual dan ‫ العقد‬yang diartikan sebagai ikatan atau kesepakatan. Secara istilah

bahwa Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pasangan suami istri untuk

saling menikmati satu sama lainnya.2

Islam di dalam memberikan anjuran untuk menikah terdapat beberapa

motivasi yang jelas, serta memberikan dampak positif yang lebih besar dalam

kehidupan individu maupun masyarakat, karena menikah merupakan bagian

dari nikmat serta tanda keagungan Allah SWT yang diberikan kepada umat

manusia. Dengan menikah berarti mereka telah mempertahankan kelangsungan

hidup secara turun temurun serta melestarikan agama Allah di muka bumi.

Seperti yang dijelaskan di dalam surah Ar – Rum ayat 21:

‫ت لِّقَ ۡو ٖم‬ َ ِ‫ق لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِس ُكمۡ أَ ۡز ٰ َو ٗجا لِّت َۡس ُكنُ ٓو ْا إِلَ ۡيهَا َو َج َع َل بَ ۡينَ ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚةً إِ َّن فِي ٰ َذل‬
ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬ َ َ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِهۦٓ أَ ۡن َخل‬
٢١ َ‫يَتَفَ َّكرُون‬

Artinya:“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia


menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.”3
Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad

yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah. Kecenderungan akan seks adalah suatu hal yang normal

karena Allah memang telah memberikan hasrat itu dalam diri setiap

Armauli Rangkuti dan Rezni Syafitri “Pernikahan Wanita Hamil Karena Zina Menurut
2

Pendapat Imam An – Nawawi dan Ibnu Quddamah,”


http://repository.uinsu.ac.id/3796/1/pernikahan%20wanita%20hamil.pdf (diakses 17 Februari
2019), h. 1.
3
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Jakarta: Insan Media
Pustaka, 2013), hlm. 406

2
makhluk. Namun bukan berarti bahwa hal yang normal tersebut boleh

dengan bebas kita salurkan, seperti yang telah dijelaskan Allah SWT dalam

firman-nyaSurat Al-Isra’ ayat 32:

.٣٢ ‫ُوا ٱل ِّزن ٰۖ َٓى إِنَّهُۥ َكانَ ٰفَ ِح َش ٗة َو َسٓا َء َسبِياٗل‬


ْ ‫َواَل ت َۡق َرب‬

Artinya: “ Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya itu suatu perbuatan


yang keji.Dan suatu jalan yang buruk4
Namun demikian, karena kurangnya pemahaman yang mendalam

tentang norma-norma agama, serta kurangnya penjagaan diri terhadap

rangsangan-rangsangan yang ada, tidak sedikit orang dewasa yang

terjerumus dalam hal perzinaan. Dalam adat timur, hal ini merupakan

suatu hal yang memalukan, apalagi bagi seorang wanita yang bahkan

sampai hamil karena telah berhubungan seks dengan laki-laki dalam

keadaan belum adanya ikatan pernikahan yang sah. Kehamilan yang tidak

diinginkan ini tentunya menimbulkan berbagai permasalahan, baik bagi

yang melakukan ataupun bagi keluarganya. Seperti halnya mengenai sejauh

mana bentuk tanggung jawab pihak laki-laki terhadap perempuan yang

dihamilinya. Apakah pihak laki-laki mau bertanggung jawab dengan

menikahi perempuan tersebut atau malah melarikan diri dan menghindar

dari permasalahan. Tidak jarang yang kemudian melakukan perkawinan dengan

laki-laki yang bukan menghamilinya dikarenakan laki-laki yang

menghamilinya itu tidak bertanggung jawab.5

4
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, hlm. 285
5
Abdullah Yazid Ruhan Lutfi, “Status Hukum Akad Nikah Akibat Zina Dalam Kompilasi
Hukum Islam,” http://digilib.uin-suka.ac.id/2107/1/BAB%20I%2CV%2C%20DAFTAR
%20PUSTAKA.pdf

3
Namun bagaimana ketika seseorang laki – laki yag hendak menikah

namun calon istrinya pernah khilaf melakukan perbuatan zina dan bahkan telah

memiliki anak. Secara umum telah disebutkan dalam Al – Qur’an surat An – Nur

ayat 3:

٢٣ ‫يم‬ٞ ‫وا فِي ٱل ُّد ۡنيَا َوٱأۡل ٓ ِخ َر ِة َولَهُمۡ َع َذابٌ َع ِظ‬


ْ ُ‫ت لُ ِعن‬ ِ َ‫ت ۡٱل ٰ َغفِ ٰل‬
ِ َ‫ت ۡٱل ُم ۡؤ ِم ٰن‬ ِ َ‫ص ٰن‬
َ ‫إِ َّن ٱلَّ ِذينَ يَ ۡر ُمونَ ۡٱل ُم ۡح‬

Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang


berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
mu’min6
Berdasarkan ayat diatas tidak halal bagi seorang mu’min laki-laki maupun

wanita menikah dengan pezina. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Ahmad,

Ibnu Hazm, dan dirajihkan oleh Imam ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim.

Sedangkan Jumhur Ulama berpendapat bahwa ayat tersebut bukan menunjukkan

pengharaman menikah dengan pezina tetapi sekedar celaan terhadap perbuatan

tersebut. Jumhur ulama berhujah dengan hadits:

“Sesungguhnya seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW tentang istrinya:


‘Sungguh istri saya tidak menolak tangan laki-laki yang menyentuhnya (artinya
berzina). Lalu Nabi SAW berkata: ‘Ceraikan istrimu’, kemudian lelaki itu
menjawab: ‘Sesungguhnya aku masih mencintainya Ya Rasul. Rasul berkata:
‘Kalau begitu pertahankan dia (tetap jadi istrimu)”.
Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits munkar dan

Imam Ibnul Jauzi memasukkannya ke dalam hadits-hadits lemah. Demikian pula

(Diakses 18 February 2019)


6
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, hlm. 535

4
Abu Ubaid menyatakan bahwa hadits tersebut bertentangan dengan Al Qur’an dan

Sunnah yang masyhur.7

Ulama Syafi’iah berpendapat, hukumnya sah menikahi wanita hamil

akibat zina,baik yang menikahi itu laki-laki yang menghamilinya maupun bukan

yang menghamilinya. Alasanya karena wanita hamil akibat zina tidak termasuk

golongan wanita yang diharamkan untuk dinikahi. Mereka juga berpendapat

karena akad nikah yang dilakukan itu hukumnya sah, wanita yang dinikahi

tersebut halal untuk disetubuhi walaupun ia dalam keadaan hamil.

Akan tetapi, para ulama sepakat apabila orang yang pernah berzina,

menyesali dosa-dosanya dan bertaubat dengan taubat nashuha, serta bersumpah

untuk tidak akan pernah terjatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya, maka

orang seperti ini tidak bisa disamakan dengan pezina dan insya Allah dosanya

diampuni Allah. Predikat ‘pezina’ hanya disandang oleh orang yang masih aktif

melakukannya. Sedangkan orang yang pernah sekali tercebur dalam dosa itu,

tidak disebut dengan predikat itu. Allah SWT berfirman dalam surat Al Furqan:

68-70:

َ -‫كَ يَ ۡل‬--ِ‫ل ٰ َذل‬-


‫ق‬ ۡ -‫ونَ َو َمن يَ ۡف َع‬
ۚ ُ‫ق َواَل يَ ۡزن‬ َ ‫َوٱلَّ ِذينَ اَل يَ ۡد ُعونَ َم َع ٱهَّلل ِ إِ ٰلَهًا َءا َخ َر َواَل يَ ۡقتُلُونَ ٱلنَّ ۡف‬
ِّ ‫س ٱلَّتِي َح َّر َم ٱهَّلل ُ إِاَّل بِ ۡٱل َح‬
ٓ
َ‫ك‬-ِ‫لِ ٗحا فَأُوْ ٰلَئ‬-‫ص‬
َ ٰ ‫ل َع َماٗل‬- َ ‫ إِاَّل َمن ت‬٦٩ ‫ا‬-ً‫د فِي ِهۦ ُمهَان‬-ۡ ُ‫ ِة َويَ ۡخل‬-‫ف لَهُ ۡٱل َع َذابُ يَ ۡو َم ۡٱلقِ ٰيَ َم‬
َ ‫اب َو َءا َمنَ َو َع ِم‬-َ َ ٰ ُ‫ ي‬٦٨ ‫أَثَ ٗاما‬
ۡ ‫ض َع‬

ٖ ۗ َ‫ِّاتِ ِهمۡ َح َس ٰن‬-َ‫يُبَ ِّد ُل ٱهَّلل ُ َسَٔٔ‍ي‬


ٗ ُ‫ت َو َكانَ ٱهَّلل ُ َغف‬
٧٠ ‫ورا َّر ِح ٗيما‬

Artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
7
Didit, “Hukum Menikah dengan Pezinah,” https://www.rumahzakat.org/hukum-
menikah-dengan-pezina-2/ (diakses 27 February).

5
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa
yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa
(nya). (Yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat
dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” 8
Baginda Nabi SAW bersabda pernah bersabda: “Orang yang bertaubat dari

dosanya seperti orang yang tidak pernah berdosa”. Selanjutnya mereka dianggap

sebagai orang baik-baik (Thayyib/thayyibah).

Jadi laki-laki yang pernah berzina lalu bertaubat boleh menikah dengan

wanita baik-baik, sebaliknya wanita yang pernah berzina kemudian bertaubat pun

boleh menikah dengan laki-laki baik-baik. Demikian pula laki-laki yang pernah

berzina kemudian bertaubat boleh menikah dengan wanita yang pernah berzina

lalu bertaubat (pendapat Jumhur Ulama) sebagaimana firman Allah dalam surat

An-Nur: 26:

ٓ ۚ ٰ َّ
َ --ِ‫ت أُوْ ٰلَئ‬
ۖ ُ‫ َّرءُونَ ِم َّما يَقُول‬--َ‫ك ُمب‬
‫ونَ لَهُم‬-- ِ َ‫ونَ لِلطيِّب‬--ُ‫ت لِلطَّيِّبِينَ َوٱلطَّيِّب‬ ِ ۖ َ‫ونَ لِ ۡل َخبِي ٰث‬--ُ‫ت لِ ۡلخَ بِيثِينَ َو ۡٱل َخبِيث‬
ُ َ‫ت َوٱلطَّيِّ ٰب‬ ُ َ‫ۡٱل َخبِي ٰث‬

٢٦ ‫يم‬ٞ ‫ق َك ِر‬ٞ ‫ة َو ِر ۡز‬ٞ ‫َّم ۡغفِ َر‬

Artinya: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-
laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan
perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki
yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)…”.
Ulama sepakat yang dimaksud ‘yang keji’ disini adalah ‘pezina’ karena

berkaitan dengan kisah Aisyah ra dengan Shafwan bin Mu’attal yang dituduh

berbuat keji sampai kemudian Allah SWT sendiri membatalkan tuduhan keji

tersebut dalam Al Qur’an dan menjelaskan bahwa Aisyah r.a. adalah wanita baik-

8
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, hlm. 561

6
baik yang diperuntukan untuk laki-laki baik-baik bahkan yang terbaik yaitu

Rasulullah SAW.

Ibnu Abbas pernah ditanya oleh seorang lelaki: “Aku sungguh suka

kepada seorang wanita, lalu aku melakukan sesuatu yang diharamkan Allah SWT

(berzina), kemudian Allah membukakan pintu taubat untukku, dan aku ingin

menikahi wanita itu.”

Orang-orang mengatakan: ‘Sesungguhnya pezina tidak menikahi kecuali

pezina atau orang musyrik’. Ibnu Abbas lalu berkata: “Hal itu tidak relevan untuk

orang ini, lalu berkata: ‘Nikahi wanita itu, nanti kalau hal itu berdosa maka

dosanya akan aku tanggung’ (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim).

Ibnu Umar juga pernah ditanya oleh seorang lelaki yang berbuat mesum

dengan seorang wanita, “Apakah aku boleh menikahinya? Beliau berkata: “Ya

apabila kalian berdua bertaubat dan melakukan kebajikan”.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, menikahi wanita zina

sebenarnya sudah terjadi di masa Rasulullah Saw.

Menurut Imam An-Nawawi, perkawinan wanita hamil akibat zina adalah

sah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki yang

bukan menghamilinya. Menurut Ibnu Qudamah, perkawinan wanita hamil akibat

zina tidak sah, karena wanita hamil itu sedang dalam ‘iddah sampai lahir

7
kandungannya. Pendapat yang rojih diantara kedua pendapat itu adalah pendapat

Imam An-Nawawi.9

Dalam Kitab Undang – undang Hukum Perdata Burgelijk Wetbook pasal

32: mengenai larangan kawin karena berzina disebutkan bahwa orang yang

dengan keputusan Hakim telah dinyatakan berzina tidak boleh kawin dengan

kawannya berzina. Mengenai putusan Hakim tadi perlu dijelaskan bahwa itu

berlaku baik di dalam bidang pidana maupun perdata ataupun dengan putusan

Hakim asing. Nama orang yang berzina itu cukup jika disebut dalam keputusan

Hakim tidak perlu orang itu dituntut sendiri.10

Menurut Kompilasi Hukum Islam bahwa hukumnya sah menikahi wanita

hamil akibat zina bila yang menikahi wanita itu laki-laki yang menghamilinya.

Bila yang menikahinya bukan laki-laki yang menghamilinya, hukumnya menjadi

tidak sah karena pasal 53 ayat 1 KHI tidak memberikan peluang untuk itu. Secara

lengkap, isi pasal 53 KHI itu adalah sebagai berikut:

“Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya.”

Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat

dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan

9
Armauli Rangkuti dan Rezni Syafitri “Pernikahan Wanita Hamil Karena Zina Menurut
Pendapat Imam An – Nawawi dan Ibnu Quddamah,”
http://repository.uinsu.ac.id/3796/1/pernikahan%20wanita%20hamil.pdf (diakses 17 Februari
2019), h. 2
10
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta: PT. BINA AKSARA, 1986), h. 109.

8
dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan

perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di

atas terdapat perbedaan pendapat antara para ulama madzhab dan beberapa

ketentuannya dalam perundang – undangan mengenai hukum menikahi wanita

hamil karena zina, oleh sebab itu penulis berkeinginan untuk membahas dalam

karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul:

HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL KARENA ZINA:

TELAAH PENDAPAT KALANGAN ULAMA DAN KETENTUANNYA

DALAM PERUNDANG – UNDANGAN DI INDONESIA

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat penulis

rumuskan masalah-masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pendapat para ulama dari kalangan empat madzhab besar

dan ulama – ulama lain serta dalil masing – masing mengenai Hukum

Menikahi Wanita Hamil Karena Zina.

2. Bagaimana perbedaan di kalangan ulama - ulama tersebut mengenai

Hukum Menikahi Hamil Karena Zina

3. Bagaimana ketentuannya dalam Perundang – undangan di Republik

Indonesia tentang Menikahi Wanita Hamil Karena Zina.

9
4. Bagaimana Qaul mukhtar (pendapat terpilih) dari ulama – ulama

madzhab tersebut dan relevansinya dengan Perundang – undangan di

Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui Pendapat para ulama dari kalangan empat madzhab

besar dan ulama – ulama lain serta dalil masing – masing mengenai

Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina.

2. Untuk mengetahui Apa sebab perbedaan di kalangan ulama - ulama

tersebut mengenai Hukum Menikahi Hamil Karena Zina.

3. Untuk mengetahui bagaimana ketentuannya dalam Perundang –

undangan di Republik Indonesia tentang Menikahi Wanita Hamil

Karena Zina.

4. Untuk mengetahui Qaul mukhtar (pendapat terpilih) dari ulama –

ulama madzhab tersebut dan relevansinya dengan Perundang –

undangan di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

10
1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang

berguna bagi penulis khususnya dalam menyumbangkan sikap ilmiah

menuju profesionalisme sebagai Sarjana Hukum Islam.

2. Selain itu, skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih

kepada masyarakat Indonesia guna mengetahui bagaimana Hukum

Menikahi Wanita Hamil Karena Zina dan Ketentuannya dalam

Perundang – undangan di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif lebih tertarik untuk melakuka pemahaman secara mendalam

terhadap suatu masalah daripada melihat masalah untuk kepeningan generalisasi.

Metodologi lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (in – depth

analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus per kasus karena metodologi

kualitatif yakin bahwa sifat suat masalah yang satu berbeda dengan sifat masalah

lainnya. Temuan yang dihasilkan dari metodologi kualitatif bukan generalisasi,

tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah atau fenomena.11

1. Jenis Penelitian.

11
Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: CAPS (Center of
Academic Publishing Service, 2014), h. 9 – 10.

11
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan

(Library Research) yaitu jenis penelitian yang sumber datanya diperoleh dari

kepustakaan. Pada tinjauan pustaka ini, peneliti akan mngkaji ulang,

menganalisis dan menyimpulkan literature yang brkaitan dengan masalah

yang akan diteliti. Kemampuan yang diperlukan untuk menyusun tinjauan

pustaka terutama adalah kemampuan mengumpulkan sumber yag relevan dan

yang menunjang pemecahan masalah ini.12

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan dua

sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer

Adalah referensi pokok dalam suatu penelitian, atau data yang

langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk

tujuan khusus. Sumber data primer yang penulis gunakan adalah hasil

penelitian yang dilakukan oleh Armauli Rangkuti dan Rezni Syafitri

“Pernikahan Wanita Hamil Karena Zina Menurut Pendapat Imam An

– Nawawi dan Ibnu Quddamah,” dan Kompilasi Hukum Islam/ KHI.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah buku-buku lain yang menunjang materi

yang dibahas, atau data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan

12
Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: CAPS (Center of
Academic Publishing Service, 2014), h. 27.

12
dilaporkan orang diluar diri penyelidik. Di antaranya adalah Undang

-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Hukum perdata islam di

Indonesia, studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih. Serta

buku-buku dan tulisan yang mengandung penjelasan dan

berhubungan dengan pembahasan pernikahan.

c. Analisis Data

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara menganalisa

pendapat ulama dengan melihat dalil-dalil yang digunakan. Data-data

tersebut diolah dengan metode berfikir induktif yaitu dengan cara

menganalisa yang diambil dari fakta yang khusus untuk menemukan

hasil kesimpulan yang bersifat umum. Analisa yang digunakan dengan

cara melihat dalil yang digunakan oleh kedua imam tersebut kemudian

dikomparasikan antara keduanya dan ditarik kesimpulan mengenai

hukum menikahi wanita hamil akibat zina.

F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Untuk mendukung permasalahan terhadap bahasan, peneliti berusaha

melacak berbagai literature dan penelitian terdahulu (prior research) yang masih

relevan terhadap masalah yang menjadi obyek penelitian saat ini. Selain itu yang

menjadi syarat mutlak bahwa dalam penelitian ilmiah menolak yang namanya

plagiatisme atau mencotek secara utuh hasil karya tulisan orang lain. Oleh karena

itu, untuk memenuhi kode etik dalam penelitian ilmiah maka sangat diperlukan

eksplorasi terhadap penelitian – penelitian terdahulu yang relevan. Tujuannya

13
adalah untuk menegaskan penelitian, posisi penelitian dan sebagai teori

pendukung guna menyusun konsep berpikir dalam penelitian.

Berdasarkan hasil eksplorasi penelitian – penelitian tedahulu, peneliti

menemukan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.

Meskipun terdapat keterkaitan pembahasan, penelitian ini masih sangat berbeda

dengan penelitian terdahulu. Adapun beberapa penelitian terdahulu tersebut yaitu:

1. Penelitian “Pernikahan Wanita Hamil Karena Zina Menurut

Pendapat Imam An – Nawawi dan Ibnu Quddamah, oleh Armauli

Rangkuti dan Rezni Syafitri.

Penelitian ini terfokus kepada studi kasus yang terjadi di masyarakat

masyarakat di kecamatan Percut Sei Tuan kabupaten Deli Serdang.

2. Pendapat Imam Malik Dan Imam Syafi’i Tentang

Menikahkan Wanita Hamil Karena Zina Serta Relevansi Dengan

Pasal 53 KHI yang ditulis oleh Bahauddin mahasiswa Universitas

Islam Bandung pada tahun 2016

3. Dan penelitian atas nama Muhammad Tamyiz Ridho pada tahun

2014 jurusan Perbandingan Madzhab Dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan judul : Perkawinan Wanita Hamil

Akibat Zina ( Menurut Undang-Undang Tahun 1974 Dan Fatwa

MUI DKI Jakarta Tahun 2000).

14
4. Penelitian yang dilakukan oleh Aladin, Mahasiswa pascasarjana

Universitas Nusa Cendana dengan judul Pernikahan Hamil di Luar

Nikah Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Fiqih

Islam di Kantor Urusan Agama (Studi Kasus di Kota Kupang).

5. Jurnal yang ditulis oleh Mochamad Nasichin tentang Perkawinan

Wanita Hamil Dalam Hukum Islam dan Kitab Undang – Undang

Hukum Perdata.

6. Jurnal yang ditulis oleh Wahyu Wibisana tentang Perkawinan

Wanita Hamil di Luar Nikah Serta Akibat Hukumnya Perspektif

Fikih dan Hukum Positif.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan dan pembahasan dalam skripsi ini, maka

penulis membuat sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan

uraian sebagai berikut:

1. BAB I :PENDAHULUAN

berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian,metode penelitian, penelitian

terdahulu yang relevan dan sistematika penulisan.

2. BAB II :KAJIAN PUSTAKA

15
Dalam pembahasan bab kedua ini terdapat dua sub

bab sebagai berikut: yang Pertama adalah tinjauan

umum teori terkait yang meliputi, pengertian

perkawinan, pengertian zina, pengertian ulama dan

pengertian perundang – undangan.

Yang kedua adalah tinjauan umum obyek yang

dikaji meliputi hukum menikahi wanita hamil

karena zina, pendapat para ulama tentang menikahi

wanita hamil karena zina, dasar yang menguatkan

hujjah mereka dan ketentuan mengenai masalah

trsebut dalam perundang – undangan di Indonesia.

Pada sub bab ini peneliti mngambil referensi

pustaka dari tulisan tentang Pernikahan Wanita Hamil

Karena Zina Menurut Pendapat Imam An – Nawawi dan

Ibnu Quddamah yang ditulis oleh Armauli Rangkuti dan

Rezni Syafitri

3. BAB III :HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penulis menyajikan pembahasan hasil

penelitian yang sesuai dengan fokus dan subfokus

penelitian. Pembahasan penelitian bebentuk narasi

berdasarkan hasil analisis terhadap suatu fokus

penelitian. Pembahasan temuan penelitian sesuai

dengan fokus penelitian merupakan interpretasi atau

16
verifikasi temuan dengan menghubungkan dengan

konsep dan teori – teori yang ada. Temuan

dinarasikan dalam bentuk proposisi, yaitu

pernyataan dalam ntuk kalimat yang memiliki arti,

mempunyai nilai benar atau salah, tidak boleh kedua

duanya.

4. BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini terdapat dua sub bab sebagai berikut:

Yang Pertama kesimpulan yaitu peneliti

mendeskripsikan kesimpulan yang merupakan

jawaban perumusan masalah penelitian

Yang kedua adalah saran yaitu peniliti menuliskan

saran yang berkaitan kepada berbagai pihak terkait

dengan masalah penelitian.

17

Anda mungkin juga menyukai