Anda di halaman 1dari 13

RESENSI BUKU POLITIK KAUM SANTRI DAN ABANGAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Ujian Akhir Semester


Pengantar Ilmu Politik
Dosen Pengampu : Aang Rahmatulloh, S.IP., MM., M.Si

DISUSUN OLEH

Ade Julia Ningsih Pua Dawe 21010221


Cahya Nur Aulia 21010197
Fitria Dewi Kusumah 21010215
Gibran Tanjung 21010204
Hafiza Tul’ain 21010212
Tazkia Aulia 21010214
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
STISIP SYAMSUL’ULUM SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Judul Buku : POLITIK KAUM SANTRI DAN ABANGAN

Pengarang : Dhurorudin Mashad

Penerbit : Pustaka Al-Kautsar

Tanggal Penerbit : Pertama, Juni 2021

ISBN : 978-979-592-937-6

Tebal Halaman : 255 Halaman

Sinopsis :

Buku ini menceritakan tentang perseteruan ideologis antara kaum santri dan abangan
yang mewarnai perjalanan sejarah bangsa indonesia. Bahkan terjadi pula perseteruan yang
berujung pada konflik fisik yang menimbulkan banyak korban. Pengertian dari santri sendiri
adalah kelompok masyarakat yang dipengaruhi secara dominan oleh nilai-nilai islam kyai
merupakan kelompok kecil elit yang dipengaruhi hinduisme dan tradisi kraton. Sedangkan
abangan adalah rakyat kecil yang mayoritas jumlahnya yang dipengaruhi nilai-nilai
animisme, kepercayaan lokal. Dalam buku ini “islam memainkan peran penting dalam noktah
maupun arus sejarah bangsa. Perannya telah membentuk raut prototype eksitensi
keindonesiaan, jauh sebelum republik ini diproklamirkan. Peran yang dimainkan itu tidak
terkecuali dalam bidang politik, mengalami pasang surut yang mengharu biru. Persaingan
politik kalangan islam dengan kalangan non islam tak terelakan. Salah satu episode yang
sangat penting adalah perseteruan antara kelompok islam (dalam hal ini NU) dan komunis
(yang diwakili PKI).

Perseteruan itu terasakan hingga level akar rumput dan relung-relung budaya, yang
kemudian berujung pada pembelahan anak bangsa dan sejatinya sesama kalangan muslim itu
sendiri. Buku yang dituliskan saudara Dhurorudin MashD ini sangat baik memotret episode-
episode awal berdirinya publik yang juga momen krusial bagi bangsa kita. Sebuah proyek
pencerahan dalam meninjau masa lalu yang kami yakin akan membuat kita semakin bijak
dalam memahami dan melihat situasi kehidupan politik bangsa saat ini maupun dimasa masa
yang akan datang.

Isi resensi :

BAGIAN I

Pada bagian ini, penulis menelaah ulang Realitas Sejarah Keagamaan di Nusantara.

Politik Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI). Kajian sejarah ini tentang pembelah
kultural muslim Indonesia yang merupakan reafleksis storis perseteruan antara NU dan PKI.
Buku kajian sejarah ini memaparkan akar konflik pembelahan kultural, yang tentu saja
berdampak pada perjalanan bangsa negara ini. Sejarahwan NU, penulis buku Atlas Wali
Songo (2016), Agus Santoyo dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa Nusantara Pra
Islam sebagai besar pendudukny adalah penganut agama lokal. Satu lini dengan pendapat
Sanyoto, filolog Prancis L.C.Damais ditahun 1960 an bahkan sudah lebih dahulu menggugat
berbagai tesis sejarah nusantara yang disebutnya sebagai karya seajarahwan kolonial. Bahkan
faktanya tak pernah ada peninggalan Bahasa lisan kaum hindu india (kuno) dalam kosa kata
masyarakat jawa, karena yang menonjol kenyataannya adalah kosa kata sansekertayang telah
mempercaya bahsa melayu jawa, jawa kuno, maupon balai kuno. Padahal sansekerta,
menurut damais, asalnya bukan dari para pendatang india kuno, tetapi dari berbagai macam
kitab kuno pada jaman nya.

Sanskerta era itu adalah bahasa internasional untuk menyebutkan berbagai hal yang
luhur-agung-tinggi-suci-mulia, sebagai mana tertera dalam kitab-kitab sanskerta kuno yang
tidak semuanya merupakan ajaran Hindu ataupun Budha. Bahasa peradaban sanskerta atau
sanskertam banyak dipakai di jawa dan bali sejak ribuan tahun, sehingga literasi kata Bahasa
(bahasa) menunjukkan bahwa sanskerta merupakan logat bicara asli leluhur bangsa
Indonesia. Bahasa sanskerta ini pula yang diserab dan dipergunakan di nusantara, bahkan
sampai termasuk muslim dikawasan ini, seperti dalam gelar-gelar kesultanan islam di era
berikut (pada era itu telah menguasai nusantara) seperti Hamengkubuwono, Pakubuwono,
Mangkunegoro, Pakualam.
Raja Majapahit (bahkan juga singasari yang telah lebih dahulu ada) ternyata dalah
penganut buddisme dan bukan hindu, sebagai mana selama ini biasa ditulis dalam buku-buku
sejarah mainstream. Namun demikian, kepercayaan terhadap budha di lingkungan elit
majapahit ini pun ternyata masih terisi secara kental oleh unsur agama lokal, animisme, yang
kala itu masih dominan.

Karakter keagamaan penguasa majapahit ternyata bersifat “fanatik-ekslusif” sehingga


mereka tidak suka jika ada anggota keluarga raja majapahit pindah agama. Jika lapisan elit
majapahit sebagian besar menganut ajaran hindu dan budha, maka di level masyarakat
ternyata mayoritas penganut animisme (agama lokal). Realita bahwa agama dijawa ternyata
domin an animisme (agama lokal) ini secara tak langsung juga bisa di dapat dari interprestasi
atas karya Geertz berupa konsep abangan, Priyayi, dan Santri. Karya Geertz memang
mendiskusikan tentang jawa era islam, bahkan secara khusus mencabar pembelahan kultural
muslim jawa yang justru mayoritas statusnya. Namun, naskah itu justru memberi sebuah
reksfleksi bahwa sebelum masa islam ternyata jawa dominan dengan agama lokal, bukan
hindu budha.

Dua kelompok, abangan dan santri tradisionalis lah yang justru mayoritas jumlah nya
sesuatu yang berbeda dengan Priyayi, kaum elit yang lebih sedikit, yang oleh Geertz disebut
masih menyisakan kesan kecenderungan bernuansa Hinduistis yang bermuara para tradisi
keraton. Dari diskurus studi tampak bahwa agama yang dominan di nusantara pra islam
ternyata agama lokal, bukan hindu budha, bahkan sampai di penghujung era mojopahit yang
sering kali disebut sebagai kerajaan bercorak hindu terakhir di nusantara.

Merujuk pada realitas sosio-historis akhirnya menjadi tidak tepat menjadi eksistensi
dominan dari Islam di Nusantara dewasa ini secara makro yang merupakan keberhasilan
ulama Islam dalam mengkonversi dominasi Hindu-Budha, sebab pada kenyataannya dua
agama tersebut memang tak pernah dominan dalam masyarakat di Nusantara. Terdapat dua
hal penting terkait keberhasilan para wali mngubah Jawa menjadi dominan Muslim, yaitu :

1. Mayoritas penduduk bukan beragama Hindu-Budha, tetapi masih beragama lokal

2. Dalam masyarakat Hindu, Islamisasi akan mengalami problem akut

3. Agama lokal Pulau Jawa meskipun secara umum disebut sebagai animisme

Adapapun dialog kultural dalam penyebaran Islam dengan cara mempertahankan wadah
lama, yang dapat dilihat dari cara Walisongo menyebarkan Islam.Dengan demikian dalam
waktu yang relatif singkat , Islam telah dapat mewarnai Nusantara tanpa harus
menimbulkan gejolak, tanpa memancing kegaduhan akibat perlawanan.

BAGIAN II

Paham Keagamaan dan Identitas Kultur

Adanya 3 corak tekanan utama dalam gaya dan tata kehidupan antara petani (pedesaan),
pedagang ( pasar), dan pegawai( kantor pemerintah), tetapi juga melihat sistem perilaku
sosial dan bahkan Individu yang ternyata juga berbeda beda. Adapun sistem simbol yang
diwujudkan dalam pola perilaku yang memancarkan keragaman dan nuansa keagamaan.

Golongan santri secara sosiologis dapat dikatakan kaum penguasa pasar yang dapat
dikategorikan taat dalam menjalankan ajaran islam. Adapun golongan abangan struktur
kehidupan sosial, orientasi, sekaligus prilaku yang memancarkan hubungan keagamaan dari
kelompok sosial yang memantulkan suasana dan tahta kehidupan pedesaan, dengan pola
prilaku keagamaan yang berkecrendrungan animistis sementara itu golongan itu priyayi
mendapat kesan kecendrungan bernuansa Hinduistis.

-Paham Keagamaan Sebagai Basis Lahirnya.

Identitas dan Kepentingan, yang diawali dari akbat nilai nilai Primordial dan pada
perkembangan waktu diikuti Identitas nilai sakral ( kepercayaan Agama). Agama ketika
dihubungkan dengan konstruksi

- Politiko Kultural: Manifestasi Identitas dan Kepentingan

Politik punya pengertian bervariasi yang setiap definisi menekankan unsur pentingnya secara
spesifik, antara lain; kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
pembagian ( distribution), alokasi( alocation), negara ( state), dan kebijakan
(policy).Mengenai politik, dalam konteks ideal memang merupakan upaya untuk
mewujudkan public policy (Kebijakan Umum) dalam bernegara, kebijakan umum yang
didalamnya terdapat keharusan moral yang dibebankan pada negara untuk menyelengarakan
kesejahteraan masyarakat. Adapun Diskursus tentang politik bagi Muslim Santri yang
merujuk pada politik dengan memakai nilai nilai normatif Islam yang dalam terminologi
umum yang lantas dinamakan Politik Islam.
Dalam tataran ini seperangkat nilai (agama dan atau ideologi) milik pemegang otoritas akan
diupayakan menjadi tolak ukur dalam menentukan kelayakan dan atau kebaikan dari
kebijakan tertentu. Pada titik inilah acapkali terejadi pencabran atau bahkan penolakan, dan
sangat mungkin menimbukan komplik. Akibatnya, Ketika kelompok tertentu berusaha
mewujudkan kelebihan relatif terhadap kelompok lain, maka yang lahir bisa berupa komplik
dalam perspektik inilah kaum santri akhirnya juga berusaha memperjuangkan nilai-nilai
yang diyakini untuk bertarung melawan kaum abangan dalam proses membangun kebijakan
(policy), apalagi kebijakan dalam membangun ideologi negara indonesia.

BAGIAN III

Pembelahan Kultur Keagamaan; Mengembangkan Pemikiran, Clifford Geerts

Tak ada yang paling ditentang kaum santri kecuali anggapan bahwa islam hanyalah
persoalan individu dengan tuhan, atau hanya doktrin meta fisik, atau bahkan kelompk upacara
(cult association) saja. Islam adalah jalan hidup utuh (kaffah). Tak ada aspek hidup yang
otonom dari islam, dan semua yang otonom dari islam berarti diluar islam. Bagi kaum santri
islam bukan sekedar ritualisme, melainkan penerimaan tuhan sebagai sasaran loyalitas
tertinggi dan pusat ketundukan.

- Kultur Santri; Antara Modernis dan Tradisional

Dalam proses menjalankan tugas dakwah diantara pendakwah islam (baca:santri)


ucap kali mengalami keterbelahan dalam theoretical expression atau paham/tafsir
keagamaan. Realitas semacam ini hakekatnya merupakan fenomena global, terjadi
dimanapun didunia. Dalam komtek Indonesia misalnya, hal itu termanisfestasi dalam dua
kubu, yakni: (1) santri modernis-reformis, yang eksistensinya ingin melakukan purifikasi
islam, atau mengarah pada universalisme islam.adapun (2) santri tradisionalis, yang dalam
pehamahan islam nya pada tataran tertentu mengarah pada adaptasi kultural dengan lokalitas .

Bagi kaum tradisioanalis, teks agama tidak mudah dimengerti, sehinga untuk
memahaminya diperlukan berbagai persyaratan khusus seperti ilmu Bahasa, sejarah dan
lokal. Pembelahan antara santri tradisionalis dan modernis di indonesia misalnya
termanisfestasi dalam banyak organisasi, namun secara makau tetap dapat diklasifikasikan
dalam salah satu dari keduannya; paham modernis atau paham tradisonalis. Jejak historis
realsi santri modernis dan tradisionalis

- Kultur Abangan Antara Marginalis dan Sekularis


Istilah Marginalis pada sub kultur Abangan bahkan bukan semata mata tertuju pada
pengalaman keagamaan, tetali acapkali berpilin dengan marginal ( pinggiran) dari segi
ekonomi. Dijelaskan bahwa sub kultur Abangan Marginalis, sentimen Agama dan sentimen
ekonomi ( status kelas sosial ekonomi) berkelindan menjadi satu.

BAGIAN IV

Di Balik Lahirnya Politik Aliran

Muslim Jawa mengalami empat pembelahan sub kultur yaitu; Santri Tradisionalis;
Santri Modernis; Abangan Sekularis; Abangan marginalis. Adapu Pola Relasi Antar Kultur
dan Sub- kultur. Perbedaan

(1).

(2).

(3).

(4).

sebagaimana dijelaskan, keterbelahan muslim di Indonesia faktanya bukan saja


termanifestasi dalam kultur santri dan abangan bahkan masing-masing kultur pun masih
mengalami keterbelahan internal. Khusus dilingkungan kultur santri di dalam nya terdapat
keterbelahan antara santri sub kultur tradisionalis dan santri sub kulutur modernis namun
perlu digaris bawahi bahwa kedua sub kultur santri (tradisionalis dan modernis) tetap
memiliki kesamaan tujuan yakni ontentisitas islam.

BAGIAN VI

Relasi santri dan abangan sukularis ini rangkaian pengkhianatan. BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) berhasil membangun sebuah Gentlemen’s
Agrrement berupa piagam Jakarta yang dijadikan sebagi dasar negara dan kontitusi. Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan setelah menyelesaikan tugas akhirnya di bubarkan.
Realitas itu memperlihatkan bahwa meskipun kultur santri dan abangan memiliki perbedaan
faktanya mereka bisa berpadu mempersiapkan dan atau menunjukkan kemerdekaan
Indonesia, meskipun santri tradisionalis dan santri modernis acak kali mengalami fragmentasi
namun sekali lagi penting untuk doigaris bawahi bahwa perselisihan secara umum hanya
bersarang pada level kecenderungan dalam pemaknaan atau sesekali bergeser ke level
kepentingan soal Tarik menarik posisi oleh karena itu tidak sulit untuk memahami bahwa
Ketika santri di hadapkan pada realitis politik dimana perselihan sudah mengarah pada
persoalan nilai, sehingga memperhadapkan santri Veast Abangan.

Pada saat merancang kontitusi negara misalnya tentu muncul pertanyaan mendasar
tentang landasan filosofis yang akan digunakan Indonesia merdeka. Hal ini menjadi maha
penting sebab landasan filososfis (Weltanschaung atau philopshisce Grondslag) bagi negara
adalah pondasi pundamental, sebuah filsafat, alasan mendasar, sebuah spirit yang kuat dan
hasrat yang mendalam yang akan mendasari struktur negara merdeka yang hendak di bangun.
Para santri mempunyai usulan namun usulan itu di tentang kaum nasionalis secular alias
Abangan meskipun Sebagian besar mereka secara formal adalah kaum muslim juga, bahkan
sebagian juga rajn melakukan ritual islam doktrin islam, terutama sekali penafsiran moral
sosial inilah yang membedakan kaum santri (Nasionalis islam dengan kaum Abangan)
(Nasionalis non agama).

BAGIAN VII

Relasi Santri dan Abangan Marginalis; Rangkaian Permusuhan

. isi dari bagian ini ,adanya penerapan demokrasi terpimpin yang telah di rancang
SOEKARNO sebelum dektit presiden 5 juli 1959.

Seiring dengan kekuasaan tersentral pada tangan SOEKARNO ,presiden yang di tasbihkan
sebagai pemimpin besar revolusi ,akhirnya melahirkan tiga situasi penting dalam konstelasi
politik Indonesia kala itu

- Pertama ,perkembangan politik yang di gelar soekarno menjadi ke arah progresif


revolusioner berhasil mendorong masyarakat untuk memiliki kesadaran politik sangat
tinggi .
- Kedua ,seiring kebijakan politik sebagai panglima kualitas kehidupan rakyat semakin.

INFILTRASI KOMUNIS DALAM SEREKAT ISLAM .

Tercabiknya persatuan kaum muslimin merosot


Sebelum 1914 sebenarnya tak ada indikasi bahwa dalam beberapa tahun berikutnya di
hindia belanda akan eksis partai komunis berbasis massa buruh yang pertama di dunia
kolonia . sebab,kala itu di hindia belanda kelas buruh tak mempunyai organisasi
politik dan hanya beberapa serikat buruh yang semuanya lemah .
Kongres AL-Islam 1 di Cirebon pada tahun 1922,kaum komunis yang telah
menyusup dalam SI dan sudah merasa cukup kuat di dalamnya melakukan “serangan
terus terang”
Terhadap islam yang justru dilakukan di dalam organisasi islam ,SI.
Kala itu memang sudah terancam perpecahan akibat benturan SI merah dan SI putih,
sebuah realitas yang menjadi hambatan bagi pengembangan pan islam (persatuan
islam)di Indonesia.

PEMILU 1955 DAN PROVAKASI TERHADAP SANTRI .

Siasat PKI Menghadang laju politik santri

Pemberontakan PKI Madiun memang berhasil di gagalkan (umumkan resmi melalui


RRI,30 September 1948),namun partai ini tidak di larang dan bahkan akhirnya diberikan
amnesti.melalui kebijakan lunak oleh presiden SOEKARNO itu ,PKI akhirnya melakukan
konsolidasi diri setelah terpuruk akibat pemberontakan .

Adapun pembunuhan karakter partai -partai islam terutama dilakukan dengan cara
mengeksploitasi hantu negara islam .

Cara PKI memandang Pancasila sebagai ideologi (falsafah negara :

1. Pancasila hanya alat penting untuk mencapai tujuan .

2. PKIsedang berada pada periode konsolidasi (1952-1959)dengan mengikuti garis kanan


(stalin )dengan program front persatuan .

Setelah berhasil konsolidasi diri,PKImemang merajalela Kembali dengan mengembangkan


pola politik agitasi dan pengarahan massa ,dengan membangun militansi lewat lagu genjer -
genjernya .kehadiran PKI secara bingar dalam konstelansi politik Indonesia ini tentu
menimbulkan keresahan luar biasa bagi kaum santri ,sebab .

Pertaman ,secara sosiologis kultural kaum abangan margialis memang memiliki Bsis historis
yang berbeda bahkan berseberangan dengan kaum santri .

Kedua ,PKI memang menganut paham sekularisme Ia diniyah,sehingga apapun


argumentasinya kaum santri dan PKI pasti berseberangan secara ideologis ,dan pada akhinya
akan bersikap saling menililkan.

Ketiga ,sejarah PKI mrmang senantiasa merugikan umat islam .

BAGIAN VIII

NU ,PKI,DAN G.30 S 1965

Semua partai enggan menerima PKI (kecuali PNI,Murba ,dan PKI sendiri )dengan alasan
dan PKI sendiri )dengan alasan perilaku negatif PKI yang senantiasa curang dan agitatif
dalam mencari dukungan massa dan mencapai kemenangan .

NU Menyikapi Tragedi1965 :Gotong Royong Membasmi PKI.

Dalam kostelansi demokrasi terpimpin ,mereka sempet memperjuangan ideologi islam namun upaya
itu gagal .bersama PSII dan perti ,NU putar halwan memberi dukungan pada demokrasi
terpimpin ,sebuah sikap yang berlawan dengan masyumi yang tetap pada menentang rezim karna
berpegang pada ideologi demokrasi .

Dalam situasi terbelah ini kekuatan politik santri akhirnya mudah di pojokkan.

NU,meskipun memperlihatkan sikap loyal pada demokrasi terpimpin, walaupun dimasukkan dalam
lingkar kekuasaan ,tetapi di tempatkan pada sebuah posisi yang oleh Syafi’I Ma’arif dinilai hanya
untuk meramaikan jargon kerja sama yang di paksakan ,yakni Masakom).

Perlu di garisbawahi bahwa keputusan NU untuk terlibat dalam rezim demokrasi terpimpim dan
nasakom sebenarnya mendapat tantangan dari banyak kiayi NU sendiri.

NU terbukti tetap memiliki sikap tegas

1- PKI oleh NU dilihat sebagai peradaban sekular Ia diniyah yang berlawanan dengan islam bahkan
semua agama .

2- bagi NU dan semua partai islam, komunisme (sekularisme estrem Ia diniyah )adalah musuh dan
ancaman bagi negara .

Kaum santri sejak awal Meletusnya G.30.S. 1965 langsung meyakini bahwa perilaku dalam peristiwa
itu adalah pkI.terdapat analisis dibalik kesimpulan cepat yang diambil NU:

1-alesan dewan jendral seperti dikemukakan letkol untung ,hakikatnya hanya penegasan dari
pernyataan para tokoh PKI,sebab isu dewan jendral memang sudah agak lama dimunculkan DKI.

2- Pernyataan lekol untung bahwa peristiwa ini merupakan “problem internal TNI “,bagi kaum santri
justru telah membuka topeng siapa yang bergerak dibaliknya .

3- pada tragedi 1965,kaum santri paham betul figure letkol untung ,yakni perwira yang dalam
pemberontakan madiun memang berjuang dipihak komunis .

4- Beberapa sebelum hari sebelum G.30.S.,pimpinan komunis telah mengeluarkan berbagai


pernyataan sebagai indikasi persiapan untuk melakukan ‘penyerangan ‘.
Terjadi tragedi di Madiun 1948 : imanivestasi kerusuhan historis-ideologis

Diawal kemerdekaan Indonesia ekstitensi kaum komunis telah menjadi trauma


tersendiri terutama bagi kaum santri. Sebab kekejaman kaum komunis telah dirasakan sejak
awal kemerdekaan terutama di wilayah Jawa Timur. Ketika pemerintah mengeluarkan
maklumat X pada November 1945 tentang seruan mendirikan partai politik, PKI langsung
mendeklerasikan diri sebagai partai politik terbuka. Sebagai partai ber ideologi proletariat
propaganda kaum komunis diarahkan ke wilayah minus secara ekonomi ditambah wilayah
yang keislamannya masih terbelakang. Dengan posisi seperti itu PKI mulai berani melakukan
provokasi. Di berbagai wilayah Basis untuk membuat kecemasan dan disintegrasi sosial,
mereka melakukan terror memunculkan berbagai perampokan. Secara pembukaan seperti
kriminal biasa, tetapi setelah diselidiki akhirnya kelihatan bahwa para gromocorah itu adalah
anggota (atau minimal mendapat restu pimpinan) PKI setempat. Bagi orang yang ingin
selamat dari perampkan, pencuarian, penganiayaan maka dia harus menjauhi tokoh agama
dan akan lebih baik bila gabung dengan PKI. Realitas ini menjadi bukti bahwa kaum santri
menjadi target dan agama menjadi sangat dimusuhi.
Dalam rangka membangun ketenangan umat sekaligus mencegah perluasan manuver
PKI, NU (kala itu masih menjadi bagian dalam partai Masiumi) menyelenggarakan muktamar
ke 17 di Madiun pada 24 Mei 1947. Menyikapi gebrakan NU ini Muso dan Amer Syarifudin
Harahap pada Agustus 1948 mengadakan serangkaian raopat umum di berbagai kota dijawa
timur-jawa tengah sementara penjagaan madiun di percayakan kepada kader PSI-PESindo
Soemarsono dan kawan kawan. Pertama sekali PKI menemukan markas tentara, kantor polisi
lalu menyerang kantor-kantor pemerinntahan. Langkah berikutnya menjebol penjara untuk
membebaskan para bromocorah untuk dijadikan pasukan PKI, berikutnya perhatian PKI
tertuju pada melumpuhkan Kyai dan pesantren PKI sadar bahwa: pesantren merupakan
saingan terberat dalam melakukan revolusi sosial, karena mereka laebih dipercaya di banding
PKI yang cenderung ditakuti, yaitu; pesantren merupakan benteng strategis untuk
mempertahankan NKRI darin perspektif kaum santri ada indikasi kuat pemberontakan PKI
ini di dukung belanda sebagai wujud politik devide at impera. Terbukti pada ahad 19
Desember1948 ketika PKI sedang berontak Belanda melakukan agresi 2 menduduki Ibu Kota
RI Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Sejak Mei 1947 NU
sebenarnya sudah mulai berkonsulidasi namun gerak cepat dan besarnya ppendukung PKI
tampaknya menyebabkan pemberontaakan kaun komunis ini sulit dibendung. Yusuf
Hasimyang kala itu di Madiun bahkan terpaksa harus keluar sebab PKI berkeliaran dengan
senjata. Konsulidasi di Ngawi oleh Kyai Waha Hasbulloh juga terpaksa ditutup sebab
anggota Hizbulloh harus segera kembali ke daerah masing-masing untuk memimpin jihad,
pesantren dan kyai yang tidak mendapat pengawalan telah menjadi sasaran PKI. Banyak kyai
kos menjadi korban disamping masih banyak kyai kampung menjadi sasaran pembantaian

Kelebihan : Buku ini sangat baik dan bagus untuk dibaca karena memotret episode-
episode awal berdirinya Republik yang juga momenkrusial bagi bangsa kita, bahasanya yang
mengalir disertai kekayaan data dan kekuatan analisis membuat buku ini menaarik dan patut
dibaca oleh siapa saja.

Kekurangan : Terdapat banyaknya kata asing yang sulit dipahami.

Anda mungkin juga menyukai