Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

AMIRUL HAJ
Dosen pengampuh : Purwanto S.Pd

Disusun Oleh :

1. Ade Julia Ningsih Pua Dawe (21010221)


2. Annisa Wulandari (21010197)
3. Gibran Tanjung (21010204)
4. Rifan Maulana (21010190)
5. Siti Sari Rahayu (21010209)

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
“SYAMSUL ULUM”
2021/2022
KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat
serta salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan alam Nabi besar
Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya hingga akhirul zaman.

Adapun topik dari makalah ini adalah membahas tentang “AMIRUL HAJ”
yang dibuat sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam II.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada dosen pengampuh yang telah memberikan kesempatan berpikir kepada
kami, dan semua pihak yang telah mendukung penulisan makalah ini sehingga
makalah ini dapat dijadikan referensi bagi para pembaca.

Akhirnya dengan penuh kesadaran bahwa susunan makalah ini tentunya


masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat konstruktif sangat dibutuhkan demi penyempurnaan dan juga menjadi
acuan dalam karya-karya ilmiah berikut.

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca.

Kelompok 5

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan
oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat Istitaah, baik secara
finansial, fisik, maupun mental. Negara bertanggung jawab atas
penyelenggaraan Ibadah Haji dan memberi kemudahan kepada orang
orang yang berhaji, yang dikenal dengan istilah “Amirul Haj”. Memberi
kemudahan kepada Jamaah Haji adalah termasuk jabatan Politik dan
Kepemimpinan. Dalam Undang Undang nomor 13 Tahun 2008 tentang
penyelenggaraan Ibadah Haji mengatur mengenai rangkaian kegiatan
pengelolaan pelaksanaan Ibadah Haji yang melipui pembinaan, pelayanan
dan perlindungan jamaah Haji. Adapun tujuan Penyelenggaraan Ibadah
Haji yaitu untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan
yang sebauk baiknya bagi jamaah, sehingga jamaah Haji dapat
menunaikan Ibadahnya sesuai dengan ketentuan Agama Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Amirul Haj memberi kemudahan kepada Orang orang yang
berhaji?
2. Jabatan Amirul Haj dalam Menyelenggarakan Haji?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana jabatan Amirul Haj dalam memberi
kemudahan kepada Orang orang yang berhaji
2. Untuk mengetahui bagaimana Amirul Haj dalam menyelenggarakan
Haji

BAB II

4
PEMBAHASAN

A. Memberi Kemudahan Kepada Orang orang yang Berhaji

Memberi kemudahan kepada orang orang yang berhaji adalah Jabatan


Politik dan Kepemimpinan. Adapun syarat syarat Amirul Haj ialah ditaati, cerdas,
berani, berwibawa dan kemampuan mengarahkan. Amirul Haj juga mempunyai
10 tugas yaitu:

1. Mengumpulkan orang orang yang hendak haji dalam perjalanan mereka


dan persinggahan mereka, agar mereka tidak terpisah pisah dan tidak
dikhawatirkan tersesat ditengah jalan
2. Mengarahkan mereka diperjalanan mereka dan persinggahan mereka
dengan memberikan pemandu jalan bagi setiap kelompok, sehingga jika
setiap kelompok berjalan, mereka mengetahui siapa pemandu jalannya dan
senang dengan tempat pilihannya jika singgah. Mereka tidak
menentangnya, dan tidak tersesat darinya.
3. Berjalan pelan pelan dengan mereka hingga orang yang lemah tidak
kelelahan dan orang yang tertinggal tidak tersesat.
4. Berjalan dengan mereka dijalan yang paling mudah dan paling subur, serta
menghindari jalan yang paling kering dari air dan paling sukar dilalui.
5. Mencarikan air untuk mereka jika persediaan air habis, dan mencarikan
rumput jika persediaannya telah menipis.
6. Menjaga mereka jika mereka singgah, dan melindungi mereka jika
berjalan, agar mereka tidak disergap orang jahat, dan pencuri tidak
mengincar mereka.
7. Mengusir orang yang berusaha menghalang halangi mereka menunaikan
Haji, dengan memeranginya jika ia mampu, atau menyuruh mereka
memberi sesuatu sesuatu kepada orang yang menghalang halangi mereka,
jika mereka mau. Ia tidak boleh memaksa mereka memberikan sesuatu

5
kepada orang oang yang menghalang halangi mereaka, jika mereka
menolak memberikannya, hingga mereka sendiri yang memberikannya
dengan suka rela.
8. Mendamaikan dua pihak yang bersengketa, menjadi penengah diantara dua
pihak yang terlibat konflik dan tidak mengeluarkan keputusan secara paksa
kepada mereka terkecuali jika keputusan perkara tersebut diserahkan
kepadanya. Jika itu yang terjadi, ia termasuk pihak yang berwenang
mengeluarkan keputusan untuk perkara tersebut.
9. Memberi sanksi disiplin kepada orang yang sesat diantara mereka, dan
orang yang berkhianat diantara mereka. Ia tidak boleh berlebih lebihan
dalam memberikan sanksi disiplin, terkecuali jika ia diberi wewenag untuk
itu, kemudian ia menanganinya jika termasuk orang yang mempunyai
syarat menjadi mujtahid. Jika ia memasuki suatu daerah yang didalamnya
terdapat pihak yang bertugas menjalankan eksekusi Hudud (hukuman),
maka permasalahannya dilihat dengan cermat.
10. Memperhatikan kelonggaran waktu hingga tidak hilang, dan waktu yag
sempit tidak harus membuatnya meminta mereka berjalan dengan cepat.

Jika telah tiba di Miqat, ia menangguhkan mereka melakukan Ihram dan


melaksanakan sunnah sunnahnya. Jika waktu masih longgar, ia berangkat
dengan mereka menuju Makkah ke tempat tempat Haji. Jika waktunya sempit,
ia tidak perlu berangkat ke Makkah dan segera berangkat ke Arafah karena
khawatir tidak bisa berada disana dan karenanya ia kehilangan momentum
Ibadah Haji. Waktu berada di Arafah ialah sejak tergelincirnya matahari pada
hari Arafah hingga terbitnya fajar kedua pada hari penyembelihan hewan
kurban. Barangsiapa berada pada Sebagian waktu tersebut; baik malam atau
siang, ia telah menunaikan Haji. Jika ia tidak bisa berada di Arafah hingga
fajar tebit sejak hari penyembelihan hewan kurban, ia kehilangan momentum
Ibadah Haji, dan ia wajib menyempurnakan sisa rukun rukun Haji lainnya.
Sebagai gantinya ia membayar dam dan berhaji pada tahun berikutnya jika
kondisi memungkinkan, dan tahun berikutnya lagi.

6
Jika orang orang Haji telah tiba di Makkah, jika salah seorang dari mereka
tidak ingin pulang ketempat asalnya, maka kekuasaan Amirul Haj telah hilang
daripadanya. Barangsiapa tetap pulang ketempat asalnya, maka kekuasaan
Amirul Haj tetap berlaku dan ia wajib taat kepadanya. Jika mereka telah selesai
menunaikan Ibadah Haji, Amirul Haj memberi kebebasan kepada mereka
beberapa hari untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jika Amirul Haj hendak
pulang ketempat asalnya dengan mereka, ia berjalan melewati Madinah untuk
berziarah ke makam Rasulullah SAW., agar ia bisa melakukan dua Ibadah
sekaligus; Haji ke Baitullah dan berkunjung ke makam Rasulullah SAW.,
menjaga kesucian beliau dan menunaikan hak hak taat kepada beliau. Kendati
hal ini tidak termasuk kewajiban Haji, namu merupakan sunnah syariat dan
tradisi yang baik dari orang orang Haji. Ketika pulang dengan mereka, Amirul
Haj tetap mempunyai hak hak yang sama seperti Ketika ia berangkat haji
Bersama mereka hingga tiba ditempat asal mereka berangkat Haji. Dengan
tibanya mereka di tempat pemberangkatan, kekuasaannya atas mereka
berakhir.

B. Menyelenggarakan Haji

Jika seseorang diangkat untuk menyelenggarakan Haji, maka


kedudukannya sama seperti kedudukan Imam dalam shalat shalat. Di antara syarat
syarat yang harus menjadi Imam ialah harus mengetahui manasik Haji dan hukum
hukumnya, dan mengetahui waktu waktunya dan hari harinya. Masa jabatannya
ialah tujuh hari, sejak sholat dzuhur pada tanggal tujuh bulan Dzulhijjah sampai
hari cukur rambut yaitu hari nafar kedua pada tanggal tiga belas Dzulhijjah.
Sebelum dan sesudah hari hari tersebut, ia menjadi rakyat biasa dan bukan
pejabat. Jika kekuasaannya absolut untuk menyelenggarakan haji,ia diperbolehkan
menyelenggarakan haji setiap tahun, selagi ia tidak diberhentikan dari jabatannya.

7
Jika ia diangkat hanya untuk menyelenggarakan haji satu tahun itu saja, maka ia
tidak boleh menyelenggarakan haji pada tahun yang lain kecuali dengan
pengangkatan yang baru.

Amirul Haj dalam Menyelenggaraakan Haji, mempunyai enam tugas; lima


disepakati para ulama dan satu diperdebatkan mereka. Kelima tugasnya yang
disepakati para adalah sebagai berikut;

1. Memberi pengumuman kepada manusia tentang waktu ihram


mereka dan keluar ke masyair (tempat tempat beribadah haji), agar
mereka mengikuti dan mencontoh semua perbuatannya.
2. Mengajari mereka manasik haji yang digariskan Syariat, karena
syariat adalah acuan dalam manasik haji, agar mereka tidak
mendahulukan apa yang harus diakhirkan dan tidak mengakhirkan
apa yang harus didahulukan; urutannya bersifat wajib atau sunnah.
3. Menentukan tempat tempat dimana orang haji harus berada
didalamnya dan meninggalkannya, sebagaimana shalatnya
makmum itu ditentukan oleh shalatnya Imam.
4. Ia diikuti dalam rukun rukun haji yang disyariatkan syariat, dan
mereka mengaminkan doanya, agar mereka mengikuti ucapannya
sebagaimana mereka mengikuti perbuatannya, dan agar kesatuan
doa mereka lebih mampu membuka pintu pintu Istijabah
(pengabulan doa).
5. Mengimami mereka dalam shalat shalat di hari hari dimana di
dalamnya disyariatkan khutbah haji, dan mengumpulakn semua
orang yang haji di dalam shalat shalat tersebut. Khutbah haji itu ada
empat kali.

Dari Arafah tepatnya setelah Maghrib, ia meneruskan perjalanan menuju


muzdalifah dengan mengakhirkan shalat Maghrib ke sholat Isya. Tiba di
Muzdalifah, jamaah haji mengambil kerikil kerikil sebesar ujung kuku, kemudian
meninggalkan Muzdalifah setelah Shubuh. Jika ia berangkat sebelum Shubuh dan

8
setelah pertengahan malam, maka diperbolehkan. Bermalam di Muzdalifah tidak
termasuk rukun haji, namun jika seseorang tidak mengerjaknnya, ia diperintahkan
membayar dam. Abu Hanifah menjadikan bermalam di Muzdalifah sebagai salah
satu rukun haji yang wajib dikerjakan. Setelah itu, Amirul Haj dan jamaah haji
berjalan menuju masyaril haram, dan singgah di Qizah qizah untuk berdoa, namun
singgah disana tidak diwajibkan. Lalu ia dan jamaah haji berangkat ke Mina.
Disana, ia mulai melempar Jumratul Aqabah sebelum matahari tergelincir
sebanyak tujuh kerikil, kemudian menyembelih hewan yang dibawah jamaah haji,
kemudian mencukur rambut atau menipiskannya tergantung mana diantara
keduanya yang paling disukai, namun mencukurnya itu lebih baik daripada
sekadar menipiskannya. Kemudian ia dan jamaah haji bertolak ke Makkah. Di
Makkah, ia melakukan thawaf yaitu thawaf ifadzah yang merupakan kewajiban
haji. Usai melakukan Thawaf, ia melakukan Sa’i, jika ia tidak melakukan Sa’i
sebelum di Arafah. Ia diperbolehkan melakukan Sa’i sebelum Arafah, namun ia
tidak diperbolehkan melakukan thawaf sebelum Arafah. Setelah itu, ia pulang
Kembali ke Mina.

Amirul Haj tidak boleh meninggalkan Mina pada nafar pertama (dua belas
Dzulhijjah) atau pada hari nafar kedua (tiga belas Dzulhijjah) setelah melakukan
jumrah, karena ia menjadi panutan jamaah hai.

Anda mungkin juga menyukai