Anda di halaman 1dari 3

CONTOH ISI BEDAH BUKU

Judul          : Demi Agama, Nusa, dan Bangsa (Memaknai Agama, Kerukunan Umat 
Beragama, Pendidikan dan Wawasan Kebangsaan)

Penulis      : Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si.

Penerbit    : Prenadamedia Grup (Divisi Kencana)

Cetakan    : ke-1, Juni 2018

Tebal        : xv + 292 Halaman

ISBN        : 978-602-422-304-5

(Kemenag) - Dalam lintas sejarah, kehadiran Islam kerap menjadi ilham sekaligus
poros kelahiran  peradaban. Ajaran Islam yang pada mulanya bertumpu pada ajaran
monoteisme kemudian menginspirasi perubahan dalam skala luas. Pada titik ini, sejarah
kehidupan Nabi Muhammad SAW di Madinah menjadi relevan diperbincangkan. Nabi
membangun masyarakat madani di atas pondasi ketauhidan dan keyakinan kepada Allah
SWT. Reformasi tauhid mendorong umat Islam di Madinah melakukan langkah-langkah
besar yang jejaknya terekam hingga kini. Aktualitas Islam bertransformasi menjadi energi
yang melahirkan kreasi peradaban. Nilai-nilai agama mewarnai hampir seluruh lapisan
kehidupan saat itu. Tak mengherankan warisan masyakat madinah yang plural, inklusif dan
toleran sering menjadi role model formasi masyarakat muslim saat ini.

Dewasa ini, nyaris tidak mungkin membincangkan agama tanpa melibatkan aspek-
lain. Dalam kacamata Abdurahman Wahid,  Islam  menjadi agama yang kosmopolit, mampu
menjangkau seluruh lapisan dan menepis sekat sosial kultural. Seiring dengan itu, eksistensi
agama dinantikan untuk memecahkan pelbagai problem masyarakat mutakhir. Buku ini
merupakan ikhtiar mendialogkan ajaran agama dengan kompleksitas  kehidupan masyarakat. 
Sebab, ajaran agama dan realitas sekalipun dua hal yang berbeda tetapi saling terkait satu
sama lain. 

Buku berjudul "Demi Agama, Nusa dan Bangsa : Memaknai Agama, Kerukunan umat
Beragama, Pendidikan dan Wawasan Kebangsaan” merupakan pemikiran Nur Syam dalam
merespon isu-isu  aktual dalam kurun waktu 2008-2012.  Buku ini berisi kumpulan artikel 
yang telah tersebar di berbagai media lokal maupun nasional.  Sebagai akademisi sekaligus
birokrat berpengalaman, gagasan Nur Syam membentang dari persoalan agama  dalam makna
teologis hingga sosiologis. Lebih dari itu, ia juga mengelaborasi gagasan yang bersumber dari
isu pendidikan, kebangsaan  hingga realitas kehidupan. Narasi yang dibangun adalah
bagaimana memaknai agama sebagai ajaran sakral mampu secara kontekstual menjadi
petunjuk dan memberikan solusi terhadap pelbagai problem kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sebagai bangsa yang berketuhanan, Indonesia sedang menghadapi pelbagai problem


kebangsaan berupa  radikalisme agama, rendahnya kualitas pendidikan hingga krisis moral.
Energi agama idealnya mampu diaktualisasikan secara positif dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.  Namun, masih tingginya kasus korupsi, tindakan kriminal dan
terorisme menjadi bukti belum maksimalnya pengamalan nilai-nilai agama. Umat beragama
justru kerap bersikap kontradiktif secara diametral dengan ajaran agama. Agama
mengajarkan penghargaan kemanusiaan, sementara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
masih sering terjadi.  Agama menganjurkan persaudaraan, umat seringkali menjadikan agama
sebagai alat bertikai. Tak salah ajaran agama justru kerap disebut kehilangan hakikatnya
sebagai spiritualitas yang menebarkan rahmah (kasih sayang).

Sementara itu, relasi intim antara agama dan demokrasi dalam bingkai NKRI belum
mampu secara simultan melahirkan masyarakat demokratis dan sejahtera berdasarkan nilai-
nilai agama. Fenomena yang kerap terjadi justru politisasi agama yang menjadikan agama
sebagai alat pemuas nafsu kekuasaan semata. Sebagian lainnya menggunakan agama sebagai
alat legitimasi atas aksi intoleran, kekerasan dan terorisme. Padahal jika dikaji, nilai-nilai
Islam sangat  representatif  melahirkan tata kehidupan berbangsa dan dan bernegara yang
sangat baik. Bukankah konsep bernegara seperti keadilan sosial,   masyarakat sejahtera, clean
government  relevan dengan ajaran Islam?          

Dalam konteks ini, ada disparitas antara pemahaman dan pengamalan nilai-nilai
agama, antara substansi dan instrumen agama. Agama seperti terbonsai dalam ritus
instrumental dan simbol akan tetapi kehilangan esensinya. Dengan demikian, realitas
keagamaan ini membutuhkan gagasan pembumian nilai-nilai agama dalam tataran yang lebih
implementatif di masyarakat.  Buku ini setidaknya menguatkan peran agama dalam 3
spektrum sekaligus keislaman, kemanusiaan dan kebangsaan. Buku ini menjadi  sumbangsih
penting dalam menggali makna agama dalam pelbagai dimensi secara kontekstual. Nilai-nilai
agama idealnya tidak hanya mengendap dalam teks keagamaan akan tetapi harus didialogkan
secara terus menerus dengan  realitas. Dengan cara itulah, agama menempati fungsinya
sebagai kompas menuju kemaslahatan manusia.
Melalui buku ini, penulis mendorong eksistensi agama bukan sebatas pesan retoris
akan tetapi ajaran yang membumi, berdaya sosial dalam  mewujudkan masyarakat madani.
Energi agama berkembang menjadi inisiasi dan kreasi positif menebarkan kebaikan bagi
kemanusiaan melalui banyak jalan seperti ibadah, pendidikan, politik kebangsaan dll.
Aktualisasi agama tercermin dalam kesalihan sikap yang berorientasi pada harmonisasi
kehidupan. Buku ini  tidak hanya berlandaskan teori tetapi melengkapinya dengan pelbagai
pengalaman empiris. Pergaulan yang luas dan keterlibatan penulis dalam pelbagai forum
memperkaya perspektif dalam meramu gagasan.

Pesan yang disampaikan adalah revitalisasi makna agama dengan implementasi nilai-
nilai Islam dalam lingkup pribadi, masyarakat dan bangsa.  Sehingga ajaran agama tidak
terbatasi menjadi sesuatu yang melangit akan tetapi hadir sebagai panduan umat manusia.
Tak jarang Nur Syam mengkritik pengamalan agama yang terjebak pada simbol semata.
Kritik terhadap sikap keberagamaan ini bisa jadi bagian dari usaha mengurai persolan-
persoalan agama yang sering menjadi polemik. Ada nuansa kegelisahan dalam setiap kritik
sebagai sebuah kesadaran intelektual terhadap realitas yang dilihatnya.

Selayaknya buku kumpulan artikel, buku ini  memiliki kekurangan berupa kesatuan
tema, pengulangan dan aktualitas isu. Namun sebagaimana sudah disinggung di awal buku,
setiap karya tulis memiliki zamannya sendiri dan zaman tersebut berkorelasi dengan zaman
kekinian. Sehingga buku ini tetap menarik dan bermanfaat bagi pembaca di semua ruang dan
waktu.  Kekayaan spektrum gagasan yang tercermin dalam elaborasi pemaknaan agama yang
beragam menjadi nilai lebih tersendiri.  Hal ini semakin menunjukan bahwa peran agama
tidak dapat disimplifikasi dalam tataran sempit. Sebaliknya, agama merupakan elan vital dan
energi yang kehadirannya dapat bermakna dalam banyak aspek dan lapisan kehidupan.

(Dr. Imam Syafei - Direktur Pendidikan Agama Islam Kemenag RI)

Anda mungkin juga menyukai