Anda di halaman 1dari 43

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN UROLITHIASIS

OLEH:
KELOMPOK 4
1. Desak Nyoman Riska Krismayanti (193223110)
2. I Komang Suastika (193223119)
3. Luh Putu Nita Meliandari (193223127)
4. Merlina Sofiani (193223130)
5. Ni Kadek Mita Selviani (193223134)
6. Ni Luh Putu Ari Puspitarini (193223141)
7. Ni Made Dwi Cahyani (193223143)
8. Ni Nyoman Sri Novirantini (193223144)
9. Ni Putu Mia Devi Hapsari (193223148)
10. Ni Putu Nopidrawati (193223149)
11. Ni Wayan Novia Kristina (193223151)
12. Ni Wayan Sinta Aprillia (193223153)
13. Ni Kadek Sukraeni Pebreyanti (193223068)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang widhi Wasa karena
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan Urolithiasis” tepat pada
waktunya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan
makalah berikutnya.
Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu.Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melancarkan segala
usaha kita.

Denpasar, 11 Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
1.4 Manfaat................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi Urolithiasis................................................................. 3
2.1.2 Klasifikassi batu........................................................................... 3
2.1.3 Etiologi......................................................................................... 6
2.1.4 Tanda & Gejala............................................................................ 7
2.1.5 Komplikasi................................................................................... 9
2.1.6 Manifestasi Klinis........................................................................ 9
2.1.7 Patofisiologi................................................................................. 10
2.1.8 Pathway........................................................................................ 13
2.1.9 Pemeriksaan diagnostik............................................................... 24
2.1.10 Penatalaksanaan....................................................................
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian.................................................................................... 32
2.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................ 35
2.2.3 Prencanaan................................................................................... 36
2.2.4 Implementasi................................................................................ 43
2.2.5 Evaluasi........................................................................................ 44
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 45
3.2 Saran .................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA 46

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batuyang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (Batu ginjal ) maupun di dalam
kandung kemih ( batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
Batu saluran kemih adalah batu yang terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu uretra, dan batu kandung kemih. Komposisi dari batu saluran
kemih ini bisa terdiri dari batu kalsium, batu struvit, batu asam urat dan
batu jenis lainnya yang didalamnya terkandung batu sistin, batu Xanthin,
dan batu silikat. Penyebab tersering terjadinya batu saluran kemih ini
adalah adalah sumbatan pada saluran kemih baik itu terjadi secara
herediter maupun karena factor dari luar. (Purnomo, 2011 ed.3)
Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang berada di
ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Penyakit batu saluran kemih
sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah
satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang
mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama
di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai
pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai
penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh
status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10%
penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata
terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi
disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna (Netter,
2006).

4
Kemajuan dalam bidang endourologi telah secara drastis
mengubah tatalaksana pasien dengan batu simtomatik yang membutuhkan
operasi terbuka untuk pengangkatan batu. Perkembangan terapi invasif
minimal mutakhir, yaitu retrograde ureteroscopic intrarenal surgery
(RIRS), ureteroskopi (URS) danextracorporeal shock wave lithotripsy
(ESWL) telah memicu kontroversi mengenai teknik mana yang paling
efektif..

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah yang penulis angkat adalah:
1. Bagaimanakah konsep penyakit Urolithiasis?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada penyakit Urolithiasis?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar penulis mampu mempelajari konsep penyakit Urolithiasis, sehingga
mampu mencapai hasil yang terbaik dalam mengatasi masalah pada
pasien dengan Urolithiasis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep penyakit Urolithiasis
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien Urolithiasis

1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui konsep penyakit Reumatik dan konsep asuhan keperawatan pada
pasien dengan Urolithiasis.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.2.1 Pengertian Urolithiasis
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu
terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender,
2015).Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal
urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau
zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah (Moe, 2006;
Pearle, 2005).
Urolithiasis adalah obstruksi benda zat padat yang dibentuk oleh faktor
presipitasi berbagai zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat
berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium,
amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%),
asam urat (5%), dan sistin (1%).( Grace &Borley 2006).

2.2.2 Klasifikasi Batu


Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure kalsium
oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat(MAP),
Xanhyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai
kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk
usaha pencegahan terhadap timbulnya batu residif. Jenis-jenis batu terdiri
dari (Purnomo, 2011 ed. 3):
a. Batu kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaotu kurang lebih 70-80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas
kalsium oksalat , kalsium fosfat, atau campuran kedua unsure tersebut.
Factor terjadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkalsiuria
2. Hiperoksaluri
3. Hiperurikosuria

6
4. Hipositraturia
5. Hipomagnesuria
b.   Batu struvit
Disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu tersebut
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.  Kuman golongan
pemecah urea atau urea splitter yang menghasilkan urease dan merubah
urin menjadi basa melalui proses hidrolisis urea menjadi amoniak
merupakan penyebab terjadinya batu struvit tersebut.
c.   Batu Asam Urat
5-10% batu saluran kemih adalah batu asam urat. 75-80% dari batu
asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat.
d.   Batu jenis lain
Batu sistin, batu Xanthin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sisten terjadi karena kelainan metabolism sistin dalam
absorbs sistin di mukosa usus, batu xanthin terjadi akibat penyakit
bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis
hipoxanthin menjadi xanthin kemudian menjadi asam urat. Selain itu
pemakaian silikat yang berlebihan dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo, 2011 ed.3).

Klasifikasi Batu Berdasarkan Lokasinya:


a. Batu Ginjal dan Batu Ureter
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada
dikaliks infudibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua
kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga
disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada system pelvikalis
ginjal akan mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Selain itu,
batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot system
pelvikalis dan turun ke ureter menjadi batu ureter (Purnomo, 2011
ed.3).            

7
b. Batu Kandung Kemih
Batu kandung kemih sering terjadi pada pasien yang mengalami
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi
terjadi pada pasien dengan hyperplasia prostat, striktura uretra,
divertikal buli-buli atau buli-buli neurogenik. Selain itu, batu kandung
kemih juga bisa disebabkan oleh batu ginjal atau batu ureter yang turun
ke kandung kemih. Jika penyebabnya infeksi, biasanya komposisi batu
kandung kemih ini terdiri atas asam urat atau struvit
c. Batu Uretra
            Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra
biasanya terjadi karena batu ginjal, ureter dan kandung kemih yang
turun ke uretra. Keluhan yang biasa di sampaikan pasien adalah miksi
tiba-tiba berhenti sehingga terjadi retensi urin yang mungkin
sebelumnya didahului nyeri pinggang.

Klasifikasi batu lain berdasarkan X ray characteristic (Turk, C, T. Knoll, A


petrik, K. Sarika, C. Seitz, A. Skolarikos, M. Straub, 2013 Urolithiasis) :
1.    Radioopaque: calcium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat,
calcium fosfat
2.    Poor radiopaque: magnesium ammonium fosfat, cystin
3.    Radiolucent: asam urat, ammonium urate, Xanthin, 2.8
dihidroxiadenin, drug stone.
Berdasarkan Etiologi:
1.      Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat
2.     Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit,
ammonium urat
3.     Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
4.     Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh
(indinavir)

2.2.3 Etiologi

8
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik).  Secara epidemologi terdapat beberapa factor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Factor-
faktor itu adalah factor intrinsic , yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan factor intrinsic yaitu pengaruh dari lingkungan sekitarnya.
(Purnomo,2011 ed.3)
a.       Factor intrinsic
1.  Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya
2.   Umur: sering pada usia 30-50 tahun
3.   Jenis kelamin : pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan
4.  Gangguan Metabolik : Hiperparatiroididsme, Hiperkalsiuria,
Hiperuresemia.
b.      Factor ekstrinsik
1.   Geografi: beberapa daerah menunjukan kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
dengan  stone belt (sabuk batu) sedangkan daerah bantu afrika
selatan tidak dijumpai batu saluran kemih
2.   Iklim dan temperature
3.    Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden
batu saluran kemih
4.    Diet: diet banyak purin , oksalat dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih
5.    Pekerjaan: sering dijumpai pada klien dengan pekerjaan banyak
duduk atau kurang activitas atau sedentary life

Etiologi berdasarkan klasifikasi : (Turk, C, T. Knoll, A petrik, K. Sarika,


C. Seitz, A. Skolarikos, M. Straub, 2013 Urolithiasis):
1.      Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat

9
2.     Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit,
ammonium urat
3.      Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
4.      Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone)
2.2.4 Tanda dan Gejala Urolithiasis
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak
batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Brooker,
2009). Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien
urolithiasis:
1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri
kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu
pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada
jaringan sekitar (Brooker, 2009). Nyeri kolik juga karena adanya
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri (Purnomo, 2012).
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Purnomo, 2012) sehingga
menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2
ginjal (O’Callaghan, 2009). Rasa nyeri akan bertambah berat apabila
batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian
distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria
dan labia mayora pada wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas
dari urolithiasis, khsusnya nefrolithiasis (Brunner & Suddart, 2015).
2. Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine
flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara
spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di
ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria mengalami

10
penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis, obstruksi urin terjadi
di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk mengeluarkan urin ada
namun hambatan pada saluran menyebabkan urin stagnansi (Brooker,
2009). Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan
setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter
menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli
(Purnomo, 2012).
3. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering
mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar.
Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu
sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria)
(Brunner & Suddart, 2015). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien
urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal
maka seringkali menimbulkan hematuria yang masive, hal ini
dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensitivitas
yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada sisinya
(Brooker, 2009)
4. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga
pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada
lambung (Brooker, 2009). Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan
karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal
biasanya tidak ada (Portis & Sundaram, 2001)
5. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat
lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi
pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis.
Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang urologi, dalam hal ini harus
secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang

11
mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotik (Purnomo, 2012)
6. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria
akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu,
akan teraba bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada
regio vesika (Brooker, 2009).

2.2.5 Komplikasi
1. Sumbatan : akibat pecahan batu.
2. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum
pengobatan dan pengangkatan batu ginjal.

2.2.6 Manifestasi Klinis

Batu di ginjal itu sendiri bersifat asimtomatik kecuali apabila batu


tersebut menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi (J. Corwin,  2007).
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Iritasi batu yang terus-menerus
dapat mengakibatkan terjadinya infeksi (pielonefritis dan sistitis) yang
sering disertai dengan keadaan demam, mengggil dan disuria.
1.    Batu di piala ginjal (Purnomo, 2011)
a. Menyebabkan rasa sakit yang dalam dan terus-menerus di area
kostovertebral.
b.   Dapat dijumpai hematuria dan piuria.
c.  Kolik renal : Nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di
seluruh area kostovertebral, nyeri pinggang, biasanya disertai mual
dan muntah
2.    Batu di ureter (Purnomo, 2011)

12
a.    Nyeri luar biasa, akut, kolik yang menyebar ke paha & genitalia
b.   Sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang
keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu.
3.    Batu di kandung kemih (Purnomo, 2011)
a.    Nyeri kencing/disuria hingga stranguri
b.    Perasaan tidak enak sewaktu kencing
c.  Kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali
perubahan posisi tubuh
d.   Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis,
skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
4.    Batu di uretra (Purnomo, 2011)
a.         Miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin.
Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada.
Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di
perineum atau rektum
b. Batu yang terdapat di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh
pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun
pendularis atau kadang-kadang tampak di meatus uretra eksterna

2.2.7 Patofisiologi
Urolithiasis terjadi akibat adanya obstruksi pada saluran kencing yang
menyebabkan aliran urin (urine flow) mengalami penurunan sehingga sulit
untuk miksi secara spontan. Adanya stagnansi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi iribilitas pada jaringan sekitar. Batu yang
terperangkap didalam ureter (kolik ureter) menyebabkan desakan untuk
lebih sering berkemih. Adanya lesi dan inflamasi dapat disebabkan oleh
karakteristik batu yang tajam pada sisinya yang menyebabkan robekan
vaskuler dan mengakitbatkan hematuria yang massive sehingga muncul
masalah keperawatan risiko ketidakseimbangan volume cairan, dalam
usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih akan terjadi peningkatan
peristaltic yang menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga

13
terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri,
sehingga muncul masalah keperawatan nyeri akut (Brooker, 2009).
Hal tersebut merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan
pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami
stress yang tinggi dan memacu sekresi HCI pada lambung yang
menyebabkan terjadinya nausea dan vomiting yang menyebabkan absorbs
nutrisi tidak adekuat (Brooker,2009). Selain itu, hal ini juga dapat
disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus sehingga muncul
masalah keperawatan Nausea berhubungan dengan faktof fisiologis
nyeri.
Stagnansi urine pada VU menyebabkan obstruksi total pada ginjal
menyebabkan haluran tidak adekuat, pasien yang ada pada tahap ini dapat
mengalami restensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan
hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut dapat menyebabkan gagal
ginjal, sehingga muncul masalah keperawatan gangguan eliminasi urine.
Stagnansi urine pada VU menyebabkan kolonisasi bakteri meningkat
sehingga muncul masalah keperawatan risiko infeksi.

14
2.2.8 Pathway

UROLITHIASIS

Penurunan urine flow


UROLITHIASIS Stagnansi urine pada VU

Iritabilitas mukosa ureter Regangan otot m. detrusor meningkat

Lesi & Inflamasi Sensifitas meningkat

Nyeri Akut

Stress ulcer HCL meningkat Nausea Vomiting

Nausea berhubungan
dengan faktof fisiologis nyeri
Robekan vaskuler

Hematuria/gross hematuria Kebocoran plasenta

Resiko ketidakseimbangan Absorbs nutrient tidak


volume cairan adekuat

Haluran tidak adekuat

Retensi urine

Gangguan eliminasi Kolinisasi bakteri


urine meningkat

Resiko infeksi

15
2.2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Umamy (2007) Pemeriksaan diagnostik yang bisa
dilakukan untuk mengetahui adanya batu ureter (urolithiasis) adalah
sebagai berikut:
1.    Uji Laboratorium
A. Analisa urin (Urinanalisis)
Analisa ini digunakan untuk menemukan faktor risiko pembentukan
batu selain itu juga dapat menunjukkan hasil secara umum terkait
dengan hal-hal berikut ini:
1) Tes urin lengkap
Warna urin mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara
umum menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat,
kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium
fosfat) (Borley 2006).
Pemeriksaan ini dikenal dengan pemeriksaan urin rutin dan
lengkap yaitu suatu pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan
kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa.
Sedangkan yang dimaksud dengan  pemeriksaan urin lengkap
adalah pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan
pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar
dan nitrit. Warna urin, adanya eritrosit, bakteri yang ada di
dalam urin
2) Kultur urin
Pemeriksaan ini dilakukan dengan indikasi kecurigaan pada
klien dengan adanya ISK karena berguna untuk mendeteksi
adanya infeksi sekunder ataupun infeksi saluran kemih (ISK)
akibat adanya pertumbuhan kuman pemecah vena seperti
(Stapilococus aureus, Proteus, Klebsiela, Pseudomonas).
3) Tes urin 24 jam

16
Pengumpulan urin 24 jam ini dilakukan saat klien di rumah pada
lingkungan yang normal. Hal ini berguna untuk mengetahui
kadar pH urin, kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau
sistin yang mungkin meningkat. Kadar normal pH urin adalah
4,6-6,8. Jika pH asam maka akan meningkatkan sistin dan batu
asam urat. Sedangkan, apabila pH alkali maka dapat
meningkatkan magnesium, fosfat amonium (batu kalsium
fosfat). Kadar BUN normalnya mencapai 5-20 mg/dl, pada
pemeriksaan tujuannya untuk melihat kemampuan ginjal dalam
ekskresi sisa yang bernitrogen. BUN menjelaskan secara kasar
perkiraan Glomerular Filtration Rate (GFR). Hal yang
mempengaruhi perubahan kadar BUN adalah diet tinggi protein
serta darah dalam saluran pencernaan yang mengalami
katabolisme (cedera dan infeksi). Sedangkan untuk Kreatinin
Serum memiliki tujuan yang sama dengan pemeriksaan BUN.
Kadar normal laki-laki adalah 0,85-15 mg/dl sedangkan
perempuan 0,70-1,25 mg/dl. Jika pada serum tinggi dan atau
urin rendah maka dapat dikatakan sebagai keabnormalitasan
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal yang
dapat menyebabkan terjadinya iskemia/ nekrosis.
4) Kadar klorida, bikarbonat serum, serta hormon paratiroid
Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat
menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal. Selain itu, kadar
hormon paratiroid (PTH) juga mungkin meningkat jika terdapat
gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin).
B. Tes darah lengkap (DL)
Leukosit kemungkinan dapat meningkat, hal ini disebabkan adanya
infeksi/septikemia, namun berbeda dengan eritrosit yang biasanya
dalam kadar normal. Sedangkan Hb/Ht menjadi abnormal bila klien
mengalami dehidrasi berat atau polisitemia (mendorong presipitasi

17
pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi/ gagal ginjal). Periksa
juga kadar protein plasma darah serta laju endap darah.
C. Analisa batu
Analisa ini digunakan untuk pemeriksaan adanya batu pada saluran
perkemihan dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik sendimen
urin. Pemeriksaan ini juga disebut dengan tes mikroskopik urin, dimana
survei ini berguna untuk menunjukkan adanya sel dan benda berbentuk
partikel lainnya seperti bakteri, virus maupun bukan karena infeksi
(perdarahan, gagal ginjal). Pemeriksaan ini juga dapat dipakai untuk
mengetahui ada atau tidaknya leukosituria, hematuria dan kristal-kristal
pembentuk batu seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1) Kalsium oksalat
Kalsium ini dapat dijumpai pada klien yang sehat. Terjadi pada urin
dari setiap pH terutama jika pH asam. Kristal berbentuk amplop atau
halter, ukuran bervariasi dan  tidak berwarna ini dapat muncul
setelah seseorang mengonsumsi makanan tertentu (seperti asparagus,
kubis, dll) serta ketika keracunan ethylene glycol. Jika kristal Ca-
oxallate ini berjumlah 1-5 (Positif 1) per LPL masih dinyatakan
normal, tetapi jika lebih dari 5 (Positif 2 atau 3) sudah dinyatakan
abnormal.
2) Triple fosfat
Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dijumpai pada klien
yang sehat. Kristal ini dapat ditemukan pada pH netral ke basa.
Kristal berbentuk prisma empat persegi panjang (seperti tutup peti
mati) dan kadang-kadang berbentuk daun atau bintang ini dapat
muncul setelah mengonsumsi makanan tertentu seperti buah-buahan.
Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease (Proteus
vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal ini dengan
meningkatkan pH dan amonia bebas.
3) Asam urat
Kristal ini berbentuk belah ketupat atau jarum yang menyerupai
bunga mawar serta berwarna kuning kecoklatan. Kristal ini

18
memberikan nilai klinis pada metabolisme zat sampah atau sisa
metabolisme normal. Namun, jumlahnya tergantung dari beberapa hal
seperti: jenis makanan, jumlah makanan, kecepatan metabolisme, dan
konsentrasi urin.
4) Sistin (Cystine)
Kristal berbentuk heksagonal dan  tipis ini muncul akibat dari cacat
genetik atau penyakit hati yang parah. Dapat dijumpai pada cystinuria
dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika
konsentrasinya > 300 mg. Kristal ini sering membingungkan dengan
kristal asam urat. Sistin Crystalluria merupakan indikasi cystinuria,
diaman merupakan kelainan metabolisme bawaan yang melibatkan
reabsorbsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.
5) Leusin dan tirosin
Merupakan  kristal asam amino yang sering muncul bersama-sama
dalam penyakit hepar kronis. Leusin muncul dengan berminyak bola
dengan radial dan konsentris striations, sedangkan tirosin tampak
sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas dan berwarna kuning.
Kristal ini sangat jarang terlihat pada pemeriksaan mikroskopis
sendimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit
keturunan seperti tyrosinosis dan Maple Syrup.
6) Kristal kolesterol
Kristal ini tampak regular atau iregular, transparan, seperti pelat tipis
empat persegi panjang. Penyebabnya tidak jelas, namun hal ini diduga
memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kristal ini sangat jarang
dan biasanya disertai proteinuria.
7) Kristal lain
Kristal lain yang dapat ditemukan  pada pemeriksaan mikroskopik
sendimen urin, misalnnya adalah:
a.    Kristal dalam urin asam
a)    Natrium urat: tidak berwarna, berbentuk batang irregular
tumpul, berkumpul membentuk roset.

19
b)   Amorf urat: berwarna kuning atau coklat, terlihat sebagai
butiran dan berkumpul.
b.    Kristal dalam urin alkali
a)     Amonium urat (biurat): berwarna kuning-coklat, berbentuk
bulat irregular berduri atau bertanduk.
b)    Ca-fosfat: tidak berwarna, berbentuk batang panjang,
berkumpul membentuk roset.
c)     Amorf fosfat: tidak berwarna, berbentuk butiran-butiran dan
berkumpul.
d)    Ca-karbonat: tidak berwarna, berbentuk bulat kecil dan halter.
c.       Kristal akibat sekresi obat dalam urin
a)     Kristal sulfadiazin
Kristal ini terbentuk akibat konsumsi obat sulfadiazine
yang biasanya digunakan untuk obat antibakteri. Obat ini
terdapat sulfa yang sukar larut dalam urin dan sangat asam
sehingga dapat menimbulkan kristaluria dan komplikasi ginjal
lainnya. Tindakan pencegahannya yaitu klien dianjurkan
minum banyak air putih (≥ 1200 ml/hari) atau diberikan
sediaan alkalis (Na-Bikarbonat untuk menaikkan pH urin).
b)    Kristal sulfonamida
Kristal ini terjadi akibat konsumsi obat sulfonamida yang
digunakan secara sistemik untuk pengobatan dan  pencegahan
penyakit infeksi pada manusia. Kristal ini dapat terjadi karena
tidak dikombinasikan dengan Na-Bikarbonat (natrium sitrat)
sehingga tidak dalam suasana alkalis yang mengakibatkan
sulfa-sulfa akan menghambur dalam saluran kemih secara
bebas.
2. Tes Radiologi
A. Foto polos abdomen (BOF, KUB)
Radiologi ini dapat dipakai untuk menunjukkan adanya kalkuli
dan atau perubahan anatomik pada area ginjal maupun sepanjang
ureter. Plain-film radiografi dari ginjal, ureter, dan kandung kemih

20
(KUB) hanya dapat mendokumentasikan ukuran dan lokasi batu
kemih radiopak pada batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
karena memiliki kandungan kalsium mereka paling mudah dideteksi
oleh radiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menunjukkan adanya kalkuli
dan/atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah
menganjurkan klien untuk dilakukan Lavement dengan dulcolax
sebagai persiapan pemeriksaan. Selain itu, pemeriksaan ini berperan
untuk menilai kandung kemih dan ginjal, dimana ditentukan dari:
a. Distribusi udara di dalam usus rata atau tidak.
b. Bentuk ginjal.
c. Bayangan batu : dimana dilihat radiopak, radiolusent.
d. Garis M. Psoas simetris. Jika tidak simetris harus
dilakukan transplantasi ginjal.
B. IVP (Intra Vena Pielografi) / IVU (Intravenous Urography)

Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti


penyebab nyeri abdomen atau panggul. Tes ini juga dapat
menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter)
dan garis bentuk kalkuli. Saat ini, IVU/IVP memiliki peran yang
terbatas dalam manajemen. IVU/IVP menyediakan informasi yang
berguna mengenai ukuran batu, lokasi, dan radiodensity. Anatomi
Calyceal, derajat obstruksi, serta unit ginjal kontralateral juga dapat

21
dinilai dengan akurasi. IVU/IVP tersedia secara luas, dan
interpretasinya baik standar. Selain itu, IVU/IVP memungkinkan
untuk kalkuli saluran kemih dapat dengan mudah dibedakan dari
radiografi non-urologi. Keakuratan IVU/IVP dapat dimaksimalkan
dengan persiapan usus yang tepat, dan efek ginjal merugikan dari
media kontras dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa
klien terhidrasi dengan baik. Langkah-langkah persiapan
membutuhkan waktu dan sering tidak dapat dicapai ketika kondisi
klien dalam situasi darurat. Dibandingkan dengan ultrasonografi
abdomen dan KUB radiografi, IVU/IVP memiliki sensitifitas yang
lebih besar (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk mendeteksi
batu ginjal. Kontras diperlukan untuk melakukan IVU/IVP. Efek
nefrotoksik kontras didokumentasikan dengan baik dari literatur
IVU dan dibahas secara singkat untuk memudahkan pembaca
tentang kesepakatan klinis dengan situasi di mana penggunaan
kontras masih di pertanyaan.

Indikasi pemeriksaan ini yaitu pada klien dengan:

a. Hematuria
b. ISK yang berulang
c. Batu saluran kemih
d. Anomali anatomi sistem urinary
e. Nyeri pinggang yang tidak bisa diterangkan penyebabnya
f. Nyeri kolik ginjal
g. Dicurigai terdapat tumor yang mengganggu fungsi saluran
kencing-ginjal, ureter, kandung kemih, dan atau uretra

Kontraindikasi pemeriksaan ini adalah:


a. Kadar kreatinin >1,5
b. Alergi terhadap kontras (Aziz 2008).

Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah


menyarankan kepada klien agar melakukan puasa selama 6-8 jam

22
agar pemeriksaan berjalan dengan lancar, selain itu juga dilakukan
lavage. Syarat-syarat pemeriksaan ini adalah klien tidak memiliki
alergi kontras dan fungsi ginjal baik.

C. Sistoureteroskopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan atau efek obstruksi (Borley 2006).
D. CT-scan
Pemindaian CT-scan akan menghasilkan gambar yang lebih jelas
tentang ukuran dan lokasi batu. Pemeriksaan ini dipakai untuk
mengidentifikasi kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter, dan distensi
kandung kemih. Sangat akurat mendiagnosa ureteral kalkuli, sensitifitas
sangat tinggi untuk mengidentifikasi obstruksi. Selain itu, CT-scan juga
sebagai Gold Standart dari pemeriksaan trauma urinari. Mengidentifikasi
atau menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter, dan distensi
kandung kemih (Borley 2006).
Indikasi:
a. Obstruksi saluran kemih
b. BSK (Batu saluran kemih)
c. Trauma urinary
d. Kalkuli ureter
e. Distensi bladder
E. Ultrasound ginjal (USG)

23
Ultrasonografi Doppler berwarna transabdomen untuk
mendeteksi hilangnya “daya pancaran” ureter ke dalam kandung kemih
juga dianjurkan sebagai pemeriksaan diagnostik pada klien dengan
suspek urolithiasis (Leveno 2009).
USG ginjal digunakan untuk menunjukkan perubahan
obstruksi, lokasi batu. Namun Saat ini, USG memiliki penggunaan yang
terbatas dalam diagnosis urolithiasis dan stone of lower urinary.
Ultrasonografi adalah teknik yang dapat membaca dengan cepat yang
memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi batu ginjal. Penggunaan
rutin USG paten pada klien yang mengalami kolik ginjal akut terbatas.
Menariknya, jika batu ureter divisualisasikan oleh USG, temuan ini
dapat diandalkan dengan spesifisitas dilaporkan 97%. Meskipun peran
untuk diagnostis terbatas, USG dapat memainkan peran penting untuk
manajemen dan tindak lanjut untuk klien dengan urolithiasis. USG
sangat sensitif terhadap hidronefrosis yang mungkin merupakan
manifestasi dari obstruksi saluran kemih. Selain itu, ultrasonografi
abdomen adalah modalitas penggambaran pilihan untuk evaluasi nyeri
ginekologi, yang lebih umum daripada urolithiasis pada wanita usia
subur. Klien dalam kelompok usia anak serta klien dengan riwayat batu
nooradio calculi (asam urat) juga dapat dikelola radiografi dengan USG
(Pearl dan Nakada, 2009).
Indikasi:
a. Suspek urolithiasis
b. Kolik ginjal
c. Batu ginjal
d. Hidronefrosis
e. Obstruksi saluran kemih
f. Batu asam urat
g. Nyeri ginekologi
F. Sistoskopi

24
Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan menyisipkan
sebuah tabung kecil fleksibel melalui uretra, yang memuat sebuah lensa
dan sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian
dalam uretra dan kandung kemih untuk mengetahui kelainan dalam
kandung kemih dan saluran kemih bawah. Dengan prosedur ini, batu
ginjal dapat diambil dari ureter, kandung kemih atau uretra, dan biopsi
jaringan dapat dilakukan. Retrograde pielografi adalah pemasukan zat
kontras melalui kateter ke dalam ureter dan pelvis ginjal, yang dapat
dilakukan selama sistoskopi. Dan berguna untuk mengetahui kerusakan
dari serabut-serabut otot pada kandung kemih (Chang 2009). Indikasi
pemeriksaan ini yaitu klien dengan kelainan anomali bladder, saluran
kemih, dan batu ginjal.

G. Uroflowmetry dan Urodinamik


Berguna untuk mengukur kecepatan pengeluaran urin, tekanan
bladder dan tekanan abdominal. Serta untuk mendeteksi pancaran
kencing sehingga dapat mengetahui ada tidaknya kelainan pada saluran
kencing bawah, seperti adanya kelainan prostat (BPH) maupun kelainan
striktur uretra. Interpretasi yang bisa dilakukan yaitu dengan cara
melihat nilai kecepatan pengeluaran urin (minimal 100 cc urin) sebagai
berikut:
a. 0 – 10 ml/s : Obstruksi
b. 10-15 ml/s : Border lin
c. (3) >15 ml/s : Normal

Indikasi:

a. BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


b. Striktur uretra
c. Kelainan saluran kencing bagian bawah
Urodinamik yaitu dengan dua kali tes uroflowmetry dengan volume
urin <100cc.
H. Magnetic Resonance Urography (MRU)

25
Magnetic resonance urography (MRU) memiliki peran minimal
dalam diagnosis dan manajemen urolithiasis. MRU memberikan
alternatif untuk NCCT dalam pengaturan klinis tertentu, termasuk klien
anak-anak dan ibu hamil. MRU memberikan gambaran yang luar biasa
dari saluran kemih dan telah terbukti memiliki akurasi diagnosis batu
dari 92,8%. Peran sekarang dari MRU masih berkembang dan belum
dianggap sebagai standar perawatan (Pearl dan Nakada, 2009).
Indikasi:
a. Hidronefrosis
b. Batu saluran kemih (BSK)
c. Obstruksi saluran kemih
d. Striktur uretra
I. Renogram
Pemeriksaan yang dikhususkan untuk klien yang terkena staghorn
stone. Berguna untuk menilai fungsi ginjal (Umamy 2007).

2.2.10 Penatalaksanaan
A. Terapi Konservatif
1. Terapi diet
Terapi diet ini terdiri dari terapi nutrisi dan terapi cairan. Terapi
nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan
cairan yang adekuat serta menghindari makanan tertentu dalam diet
juga dapat mencegah pembentukan batu. Setiap klien yang
memiliki riwayat batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air
(+ 2-3 liter) dalam sehari untuk mempertahankan urin encer,
kecuali dikontraindikasikan. Natrium selulosa fosfat telah diteliti
lebih efektif dalam mencegah batu kalsium.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi antara lain:
a. Makanan kaya vitamin D meningkatkan reabsorbasi kalsium;
b. Garam meja dan makanan tinggi natrium, karena Na+ bersaing
dengan Ca2+ dalam reabsorbasinya diginjal.

26
c. Makanan yang banyak mengandung purin penyebab asam urat
adalah JAS BUKET (Jerohan, Alkohol, Sarden, Burung dara,
Unggas, Kaldu, Emping, dan Tape), maupun BENJOL (Bebek,
Emping, Nangka, Jerohan, Otak, dan Lemak).

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) Daftar makanan dan


minuman yang harus dihindari adalah sebagai berikut:
a. Produk susu : Semua jenis keju, susu dan produk susu lainnya,
krim asam.
b. Daging, ikan.
c. Sayuran : Lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.
d. Buah : Kismis, semua jenis beri, anggur.
e. Roti : Roti murni, gandum, catmeal, beras merah, jagung
giling, sereal.
f. Minuman : Teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua
minuman yang dibuat dari susu atau produk susu.
2. Terapi Farmakologi
a. Antispasmodik
Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terdapat infeksi saluran
kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah dikeluarkan, batu ginjal dapat dianalisis dan
obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya. Urin yang asam harus dibuat basa
dengan preparat sitrat (Chang 2009).
c. Analgesik
Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida) atau obat
AINS (NSAID’s) seperti ketorolak dan naproxen dapat diberikan
tergantung pada intensitas nyeri.

27
3. Terapi Kimiawi
a. Mempertahankan pH urin agar tidak terjadi kristalisasi batu
1) NaCO3- : Membuat urin lebih alkali pada asam
2) Asam askorbat : Membuat urin lebih asam pada alkali
pencetus
b. Mengurangi ekskresi dari substansi pembentuk batu
1) Diuretik (tiazid) : Menurunkan eksresi kalsium ke dalam urin
dan menurunkan kadar parathormon. Efek samping gangguan
metabolik, dermatitis, purpura.
2) Alupurinol (zyloprim): Mengatasi batu asam dengan
menurunkan kadar asam urat plasma dan ekskresi asam urat ke
dalam urin. Efek samping mual, diare, vertigo, mengantuk,
sakit kepala.
4. Herbal
Jus kulit manggis dan daun sirsak penghancur batu ginjal paling
ampuh tanpa menimbulkan efek samping. Daun sirsak berfungsi
sebagai diuretik alami penghambat terjadinya pembentukan batu yang
baru dan penghancur batu yang telah terbentuk dengan sangat efektif.
Selain itu juga sebagai antioksidan yang sangat tinggi berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat mencegah infeksi dan
melancarkan peredaran darah sehingga urin (hasil buangan akhir lebih
sempurna). Serta banyak lagi kandungan daun sirsak seperti
acetogenin, annocatin, annocatalin, annohexocin. annonacin,
annomuricin, anomourine, anonol, caclourine, gentisic acid,
gigantetronin, linoleid acid, muricapentosin yang sangat baik untuk
penderita batu ginjal.
Selain daun sirsak, khasiat kulit manggis tidak kalah pentingnya. Kulit
manggis mengandung suatu senyawa xanthone, yaitu zat antioksidan
yang dapat melawan radikal bebas. Senyawa ini baik untuk mengikis
endapan di dalam tubuh seperti batu ginjal, leburan batu ginjal akan
terbuang bersama aliran urin.

28
B. Terapi Non Invasif
1. Pelarutan Batu
Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah jenis batu asam urat.
Batu ini hanya terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam
(pH 6,2) sehingga hanya dengan pemberian Natrium
Bikarbonat (NaCO3-) disertai dengan makanan alkalis maka
batu akan larut bersama urin. Namun, beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa dengan pemberian NaCO3- bersamaan
Allopurinol akan memberikan hasil yang baik dengan
menurunkan kadar asam urat air kemih. Batu struvit tidak dapat
dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan
pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian
antiurease. Bila terdapat kuman, harus segera ditindaklanjuti.
Akan tetapi, infeksi pada urolithiasis sukar dihilangkan karena
kuman ini berada di dalam batu yang tidak pernah dapat
dicapai oleh antibiotik. Solutin G merupakan obat yang dapat
diberikan langsung ke batu di kandung kemih. Selain Solutin
G. juga dipakai obat Hemiasidrin untuk batu di ginjal dengan
cara irigasi, tetapi hasilnya kurang memuaskan kecuali untuk
batu sisa pasca bedah yang dapat diberikan melalui nefrostomi
yang terpasang. Kemungkinan penyulit dengan pengobatan
seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih berat
(Sjamsuhidajat 2004).
2. Penghancuran batu (Litotripsi)
Batu kandung kemih dapat dipecahkan dengan memakai
litotriptor secara mekanis melalui sistoskopi atau dengan
memakai gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik.
Sedangkan untuk batu ureter, digunakan ureteroskopi dan batu
dapat dihancurkan memakai gelombang ultrasonik,
elektrohidrolik, atau sinar laser. Beda halnya dengan batu ginjal
yang menggunakan litotripsi dilakukan dengan bantuan

29
nefroskopi perkutan untuk membawa transduser melalui sonde
ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi
perkutan. Terapi yang sering dipakai pada kasus ini adalah
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL).
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah
prosedur dimana batu ginjal dan ureter dihancurkan menjadi
fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut.
Terapi non-invasif ini membuat klien terbebas dari batu tanpa
pembedahan ataupun endoskopi. ESWL merupakan alat
pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut
antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan
ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, namun masih
perlu ditinjau efektifitas dan efisiensi dari alat ini. ESWL hanya
sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang
dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis batu
apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu
beberapa kali tindakan.
Menurut Sjamsuhidajat (2004) Terdapat 3 teknik yang
digunakan untuk membangkitkan gelombang kejut, yaitu:
a. Elektrohidrolik
Teknik ini paling sering digunakan untuk
membangkitkan gelombang kejut. Pengisian arus listrik
voltase tinggi terjadi melintasi sebuah elektroda spark-
gap yang terletak dalam kontainer berisi air. Pengisian
ini menghasilkan gelembung uap, yang membesar dan
kemudian pecah, membangkitkan gelombang energi
bertekanan tinggi.
b. Pizoelektrik

30
Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan keramik atau
kristal pizo dirangsang dengan denyut listrik energi
tinggi. Ini menyebabkan vibrasi atau perpindahan cepat
dari kristal sehingga menghasilkan gelombang kejut.
c. Elektromagnetik
Aliran listrik di alirkan ke koil elektromagnet pada
silinder berisi air. Lapangan magnetik menyebabkan
membran metalik di dekatnya bergetar sehingga
menyebabkan pergerakan cepat dari membran yang
menghasilkan gelombang kejut.

Indikasi ESWL:

1) Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala


yang mengganggu.
2) Lokasi batu di kaliks ginjal atau ureter distal
3) Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu
4) Kondisi kesehatan klien memenuhi syarat (lihat
kontraindikasi ESWL)
5) Ukuran batunya tidak >10mm
6) Terfiksir di saluran kemih

Kontraindikasi ESWL:

1) Kontraindikasi Absolut
Adanya ISK akut, gangguan perdarahan yang tidak
terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi batu distal.
2) Kontraindikasi Relatif

Kontra indikasi relatif untuk terapi ESWL adalah:

1) Status mental, meliputi kemampuan untuk bekerja sama dan


mengerti prosedur.

31
2) Berat badan >300 lb (150 kg) tidak memungkinkan
gelombang kejut mencapai batu, karena jarak antara F1 dan
F2 melebihi spesifikasi lithotriptor. Pada klien seperti ini
sebaiknya dilakukan simulasi lithotriptor terlebih dahulu
3) Klien dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal
ektopik dan atau malformasi ginjal (meliputi ginjal tapal
kuda) mungkin mengalami kesulitan dalam pengaturan posisi
yang sesuai untuk ESWL. Selain itu, abnormalitas drainase
intrarenal dapat menghambat pengeluaran fragmen yang
dihasilkan oleh ESWL
4) Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan
dapat diatasi dengan anestesi.
5) Klien dengan pacemaker aman diterapi dengan ESWL, tetapi
dengan perhatian dan pertimbangan khusus.
6) Klien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan
peningkatan insidens hematom perirenal pasca terapi.
7) Klien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat
mengalami eksaserbasi pasca terapi walaupun jarang terjadi.

Persiapan sebelum ESWL:

1) Harus melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium baik


darah maupun urin untuk melihat fungsi ginjal, jenis batu,
dan kesiapan fisik klien
2) Pemeriksaan yang paling penting adalah rontgen atau USG
untuk menentukan lokasi batu dan kemungkinan jenisnya.
3) Berikan analgesik untuk untuk sedatif ringan
4) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi dan puasa
minimal 4 jam sebelumnya.

Tindakan pasca ESWL:

1) Evaluasi pemecahan dapat diketahui langsung (real time)


baik dengan x ray dan atau USG

32
2) Hidrasi yang baik untuk memperlancar keluarnya batu yaitu
minimal 2 liter air sehari.
3) Berikan Health Education mengenai keadaan nyeri saat post
tindakan karena pecahan batu keluar spontan bersama urin
terkadang sedikit tidak nyaman waktu kencing.
4) Jika dianjurkan untuk analisa maka pecahan batu
dikumpulkan untuk dianalisa dalam melihat komposisi batu
dengan cara disaring untuk mencegah relaps.
3. RS (Ureter Resection Cytoscopy/ Ureterorenoskopi)
Ureteroskopi adalah pengembangan dari sistoskopi dan
berangsur-angsur menjadi bentuk teknik utama untuk diagnosis
dan terapi kelainan di dalam ureter atau bahkan dengan
ureterorenoskop fleksibel dapat dicapai semua kaliks dalam
ginjal. Ureteronoskopi (URS) atau ureteropieloskopi adalah
tindakan endoskopi ureter sampai pelvis renalis dengan
menggunakan alat ureteroskop atau ureterorenoskop, dan
digunakan untuk tujuan diagnostik dan intervensi terapetik.
Sebenarnya URS merupakan pengembangan dari teknik
sistoskopi. Alat URS dapat dimasukkan secara retrograde lewat
orifisium ureter atau secara antegrade melalui trek nefrotomi.
URS adalah alat pemecah batu saluran kemih yang menggunakan
power ultrasonik atau pneumatik. URS merupakan tindakan
invasif secara minimal. Geratan yang digunakan high frequency
sehingga hanya akan merusak batu namun aman bagi jaringan
lunak. URS ini berguna untuk pemeriksaan batu yang letaknya di
saluran kemih bagian bawah ureter dan kandung kemih. Cara
penggunaan alat ini dimasukkan melalui penis. Pada prosedur
URS suatu endoskopi semi rigid atau fleksibel dimasukkan ke
dalam ureter bagian lewat buli-buli di bawah anastesi umum atau
regional. Dengan ureteroskop yang flaksibel dapat mencapai batu
dalam kaliks ginjal dan dapat dapat diambil atau dihancurkan
dengan semua elektrohidroulik atau laser.

33
Indikasi URS yaitu besar batu > 4mm sampai 15mm.
4. Metode endurologi
Bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi
dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan
mayor. Nefrostomi perkutan dilakukan dan nefroskopi
dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam
parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forceps atau jaring,
tergantung dari ukurannya.
5. Pengangkatan batu dengan pembedahan terbuka
Jika lokasi batu di dalam ginjal, pembedahan dapat dilakukan
dengan nefrolitotomi, atau nefrektomi jika ginjal tidak berfungsi
akibat infeksi atau hidronefrosis. Pembedahan yang sering
dilakukan dengan laparoskopi. Pembedahan jenis ini digunakan
untuk mengambil batu saluran kemih. Cara ini banyak dipakai
untuk mengambil batu ureter diantaranya bedah terbuka:
a. Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di
saluran ginjal
b. Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
c. Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria
d. Ureterolitotomi : mengambil batu di uretra.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
   Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2000) yang terdiri dari :
a. Identitas Klien
Identitas klien terdiri atas nama, jenis kelamin (sering kali terjadi
pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan
karena pola hidup, aktifitas, dan geografis. (Prabowo E, dan

34
Pranata, 2014: hal 121)), usia, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu,
ukuran batu, dan penyulit yang ada. Nyeri akibat adanya
peningkatan tekanan hidrostatik di daerah abdomen bagian
bawah yakni berawal dari area renal meluas secara anterior dan
pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan
pada pria mendekati testis. Nyeri yang dirasakan bisa berupa
nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri kolik hilang timbul akibat
spasme otot polos ureter karena peningkatan aktivitas untuk
mengeluarkan batu. Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ureter karena hidronefrosis atau infeksi pada
ureter. Apabila urolithiasis disertai dengan adanya infeksi maka
demam juga akan dikeluhkan. Keluhan kencing seperti disuria,
retensi urin atau gangguan miksi lainnya dikeluhkan klien saat
pertama datang ke tenaga kesehatan
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi
urin yang dialami (oliguria, disuria, hematuria). Biasanya
seiring berjalannya waktu dan tingkat keparahan penyakit maka
nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif. Respon
dari nyeri itu sendiri yakni munculnya gangguan
gastrointestinal, seperti keluhan anoreksia, mual, dan muntah
yang menimbulkan manfestasi penurunan asupan nutrisi
umum. Mengkaji berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut
dirasakan, apa yang dilakukan, kapan keluhan tersebut muncul
adalah penting untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami
gangguan haluaran urin sebelumnya, riwayat ISK, riwayat

35
hiperkalsemia ataupun hiperkalsiuria, riwayat
hiperparatiroidisme, riwayat penyakit kanker (berhubungan
dengan adanya malignansi), dan riwayat hipertensi yang bisa
menjadi faktor penyulit pada kasus urolithiasis, penderita
osteoporosis yang menggunakan obat dengan kadar kalsium
yang tinggi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK,
riwayat hipertensi, riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit
ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus, riwayat bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
c. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a)   Amati pembesaran pada daerah pinggang dan abdomen
yang mungkin terlihat karena adanya hidronefrosis.
b)   Pemeriksaan eliminasi urin
Perubahan yang terjadi biasanya adalah perubahan pancaran
miksi akibat dari obstruksi pada saluran kemih atau kelainan
neurologis atau pascatrauma pada saluran kemih.
2. Auskultasi
Kaji adanya bruit renal dan paling terdengar tepat di atas
umbilikus sekitar 2cm dari sisi kanan atau sisi kiri garis tengah.
3. Perkusi
Memberikan ketokan pada sudut kostovertebra (CVA). Pada
klien dengan pielonefritis, batu ginjal pada pelvis, dan batu
ureter akan terasa nyeri.
4. Palpasi
Pemeriksaan kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
kandung kemih dilakukan untuk menentukan batasnya dan
adanya nyeri tekan pada area suprasimfisis. Perhatikan adanya
benjolam atau masa atau jaringan parut di suprasimfisis. Masa

36
yang teraba mungkin merupakan kandung kemih yang penuh
sebagai akibat dari retensi urin yang dialami
d. Pola aktivitas dan latihan
a.       Pekerjaan (banyak duduk).
b.      Keterbatasan aktivitas.
c.       Gaya hidup kurang (olah raga).
e. Pola tidur dan istirahat
a.       Demam, menggigil.
b.      Gangguan tidur akibat rasa nyeri.

f. Pola persepsi kognitif


a.       Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi
b.      Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.
c.       Penanganan tanda dan gejala yang muncul.

g. Pola reproduksi dan seksual


Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya
nyeri pada saluran kemih.

h. Pola persepsi dan konsep diri


a.       Perubahan gaya hidup karena penyakit.
b.      Cemas terhadap penyakit yang diderita.

i. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres


a.       Adakah pasien tampak cemas
b.      Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.
2.2.2 Diagnosa Keperwatan
1. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan penurunan
kapasitas kandung kemih dibuktikan dengan adanya desakan
berkemih (urgensi), urin menetes, sering buang air kecil,

37
nokturia, mengompol, enuresis, distensi kandung kemih,
berkemih tidak tuntas dan volume residu urin meningkat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan
darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir berubah, menarik diri, berfokus pada diri sendiri
dan diaforesis
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder : supresi respon inflamasi
2.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Interven


Gangguan Eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminas
berhubungan dengan penurunan keperawatan selama 3x 24 jam dengan Observasi
kapasitas kandung kemih kriteria hasil 1. Identifikasi tanda
dibuktikan dengan adanya 1. Sensasi berkemih meningkat urin.
desakan berkemih (urgensi), urin 2. Distensi kandung kemih menurun 2. Identifikasi factor
menetes, sering buang air kecil, 3. Berkemih tidak tuntas menurun inkontinensia urin
nokturia, mengompol, enuresis, 4. Volume residu urin menurun 3. Monitor eliminasi
distensi kandung kemih, 5. Frekuensi BAK membaik aroma, volume da
berkemih tidak tuntas dan 6. Karakreristik urin membaik Terapeutik
volume residu urin meningkat. 4. Catat waktu-waktu
5. Batasi asupan cair
6. ambil sampel urin
Edukasi
7. Ajarkan tanda dan
8. Ajarkan menguku
9. Anjurkan minum y
tidak ada kontrain
Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
agen pencedera fisiologis selama 3 x 24 jam tingkat nyeri Observasi
dibuktikan dengan mengeluh menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokas

38
nyeri, tampak meringis, bersikap 1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas
protektif, gelisah, frekuensi nadi 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala n
meningkat, sulit tidur, tekanan 3. Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon
darah meningkat, pola nafas 4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor
berubah, nafsu makan berubah, 5. Kesulitan tidur menurun nyeri
proses berpikir berubah, menarik 6. Frekuensi nadi membaik 5. Identifikasi penge
diri, berfokus pada diri sendiri 7. Tekanan darah membaik 6. Identifikasi penga
dan diaforesis 7. Monitor keberhas
diberikan
8. Monitor efek samp
Terapeutik
9. Berikan teknik no
nyeri (mis. TENS
biofeedback, terap
terbimbing, komp
10. Kontrol lingkunga
suhu ruangan, pen
11. Fasilitasi istirahat
12. Pertimbangkan jen
strategi meredakan
Edukasi
13. Jelaskan penyebab
14. Jelaskan strategi m
15. Anjurkan memoni
16. Anjurkan menggu
17. Ajarkan teknik no
nyeri
Kolaborasi
18. Kolaborasi pembe

Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi


selama 3 x 24 jam tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan
menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik

39
1. Demam menurun 2. Batasi jumlah pen
2. Kemerahan menurun 3. Cuci tangan sebelu
3. Nyeri menurun dan lingkungan pa
4. Bengkak menurun 4. Pertahankan tekni
5. Kadar sel darah putih membaik Edukasi
5. Jelaskan tanda dan
6. Ajarkan cara menc
7. Ajarkan cara mem
8. Anjurkan meningk
9. Anjurkan meningk
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Aziz Alimul (2009), implementasi adalah proses
kepeawaratan dengan melaksanakan berbagai strategis keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan
penyakit. Pemulihan kesehatan dan memfasilitas koping perencanaan
tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap
tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan
keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik
komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang
diberikan kepada pasien

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir yang merupakan
perbandingan sistematis yang terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan serta kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Asmadi, 2008). Pada evaluasi, menggunakan SOAP (Subyektif,
Objektif, Assessment, Planning). Komponen SOAP yaitu data S
(subjektif) dimana perawat menulis keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah di lakukan tindakan keperawatan, O (objektif) dimana
adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

40
langsung pada pasien dan yang di rasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (assesment) adalah interpretasi dari data subjektif dan
objektif, P (planning) dalah perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana
tindakan keperwatan yang telah ditemukan sebelumnya (Rohmah &
Saiful, 2012)

41
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batuyang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (Batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Untuk penatalaksanaan
Urolithiasis menggunakan beberapa teori, yaitu Konserfatif, terapi
farmakologi dan terapi kimiawi
3.2. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang pembaca,
terutama mahasiswa keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Borley, P. A. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga

Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006

Purnomo, Basuki.2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto

Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis.
Informa: UK

Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit FKUI:
Jakarta

Umamy, V. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga by Pierce A. Grace &
Neil R. Borley. Jakarta: Penerbit Erlangga

http://klikfebyanadwi.blogspot.com/2016/05/askep-batu-saluran-kemih-
urolithiasis.html?m=1. Diakses pada tanggal 11 Desember 2019

http://makalahlistavanny.blogspot.com/2017/08/makalah-askep-batu-saluran-
kemih.html Diakses pada tanggal 11 Desember 2019

43

Anda mungkin juga menyukai