Anda di halaman 1dari 19

BAB I

SKENARIO

Skenario 2

Mrs. A 38 tahun dibawa ke Poliklinik Umum RSUP, Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
dengan keluhan : penurunan BB, demam sudah lebih dari 1 bulan, diare kronis, batuk
menetapa, kelemahan tubuh, berkeringan malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit, dan ada
tuberkulosis paru.

A. Klasifikasi Kata-Kata Kunci


1. Penurunan BB
Penurunan berat badan dapat diartikan sebagai turunnya massa dan lemak
tubuh. Dalam kasus-kásus yang ekstrim Kondisi ini juga mencakup hilangnya
protein, massa tubuh tak berlemak dan substrat lain dalam tubuh.
2. Deman lebih dari satu bulan
Demam adalah peningkatan suhu tubuh berada diatas angka 37°C.
Diare kronis Diare Kronis adalah diare yang berlangsung lama yatu lebih dari
2 minggu. Diare sendiri merupakan gejala gangguan sistem pencemaan.
3. Batuk menetap
Batuk adalah reaksi tubuh akibat adanya benda asing yang masuk kedalam
tubuh.
4. Kelemahan tubuh
Kondisi dimana tubuh mengalami kelemahan sehingga sulit digerakkan
5. Berkeringat malam
Salah satu proses alami tubuh untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh dengan
lingkungan sekitar.
6. Hilang nafsu makan
Anoreksia atau hilang nafsu makan adalah kondisi dimana yang ditandai
dengan penolakan untuk makan sehingga sulit untuk mempertahankan berat
badan.
7. Infeksi kulit suatu gangguan pada kulit yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, dan parasite.
Ada tuberkulosisi paru TB paru ada penyakit yang disebabkan oleh infeksi
mikro bakterium Tuberkulosis
B. Kata/Problem Kunci
HIVIAIDS
C. Pertanyaan-pertanyaan Penting
1. Apakah orang yang terinfeksi HIV sudah pasti terkena AIDS ?
2. Pada fase klinik HIV terdapat empat fase dan dapat di deteksi mengidap
penyakt AIDS antara lima sampai sepuluh tahun, apakah ada pemeriksaan dini
yang dapat dilakukan?
3. Apakah nyamuk yang telah menggigit pasien AIDS dapat menyebarkan virus
HIV ke tubuh kita jika terkena gigitan?
D. Jawaban Penting
1. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah Virus yang menyerang sistim
kekebalan tubuh dengan menghancurkan sel CD4 (sel T). sel CD4 adalah
bagian dari sistem imun yang spesifik bertugas melawan infeksi. AIDS
(Acquired Immune Defisiency) adalah penyakit berat yang di tandai oleh
kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV).
Jika virus HIV masuk ke dalam tubuh maka akan menyrang sel CD4, dimana
jika CD4 tdk cukup kuat untuk melawan HIV maka sel CD4 di dalam tubuh
akan menurun dengan menurunnya jumlah sel CD4 ini maka jumlah virus
HIV di dalam tubuh akan meningkat sehingga dapat menimbulkan AIDS, jadi,
kesimpulannya pasien yang terinfeksi HIV belum tentu terkena AIDS km
tergantung dari kekuatan sel CD4.
2. Pemeriksaan dini yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pemeriksaan diagnostik HIVIAIDS setelah terinfeksi oleh pasien HIV
misalnya Tes ELISA hasil dapat keluar dalam waktu 2-3 bulan.
3. Virus HIV tidak akan tersebar oleh nyamuk hal ini disebabkan Virus HIV
tersebar bukan di hemoglobin (Sel darah merah), tapi di leukosit (sel darah
putih).
E. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
1. Mahasiswa dapat memahami konsep medis HIV AIDS
2. Mahasiswa mampu memahami konsep Asuhan Keperawatan pada pasien yang
mengidap penyakit HIV AIDS
3. Mahasiswa mampu mendapatkan informasi terbaru mengenal HIV AIDS
F. Informasi Tambahan
Penggunaan intervensi yoga dalam penangan pasien HIVIAIDS memiliki penganuh
positif terkait dengan kecemasan, stress, depresi serta peningkatan kualitas hidup.
G. Klarifikasi Informasi
Informasi tambahan diambil dari jurnal :
Eugene M. Dunne. Dkk. 2019. The Benefits of yoga for People Living With
HIVIAIDS : A systematic review and meta-analysis. Diakses pada tanggal 31 Maret
2019 httn:/ww.elsevier.com/locate/ctep : Makassar.
H. Analisa dan Sintesis Informasi
Didalam jumal telah dibahas rincian intervensi yoga termasuk gaya yoga :
Hatha, Sudarshan Kriya, Lyengar, Asthanga Vinyasa, dan Integratif praktik.
Komponen intervensi yang paling umum adalah pranayama (latihan nafas), Asanas
(postur), dan Dhyana (Meditasi) praktik. Dengan disertai komponen tambahan
dukungan sosial dan bini spiritual.
Hasil dari yoga yang dilakukan adalah adanya pengaruh positif pada pasien
dengan HIV/AIDS dengan manfaat kondisi kesehatan pada kejiwaan (stress), nyeri
kronik, dan penyakit jantung.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis HIVIAIDS


1. Definisi HIVIAIDS
HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus,
disebut human (manusia) karena virus ini hanya dapat menginfeksi manusia,
immune-deficiency karena efek virus ini adalah menurunkan kemampuan
system kekebalan tubuh, dan termasuk golongan virus karena salah satu
karakteristiknya adalah tidak mampu mereproduksi diri sendiri melainkan
memanfaatkan sel-sel tubuh. Virus HIV menyerang sel darah putih manusia
dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terserang
penyakit. Virus ini merupakan penyebab penyakit AIDS.
AIDS adalah penyakit berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit ( Carolyn, M.H.1996:601).
AIDS (Acquaired immunodeficiency syndrome) adalah sekumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (kuman immunodefidency virus) yang termasuk
family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo
Aru, Dkk.2009).
2. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell leukimia virus
(HTL-Illyang juga disebut human D-celi lymphotropic virus (retrovirus).
Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
deksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu.
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi hepatitis B. pada
homoseksual pria, anal intercourse atau anal manipulation akan meningkatkan
kemungkinan trauma pada mukosa rectum dan selanjutnya memperbesar
peluang untuk terkena virus HIV lewat secret tubuh.
Penularan melalui pemakai obat bius intra vena terjadi lewat kontak
langsung darah dengan jarum dan sempirit yang terkontaminasi. Meskipun
jumlah darah dalam sempirit relative kedil, efek komulatif pemakaian bersama
peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut meningkatkan resiko
penularan.
Darah dan produk darah, yang mencakup transfuse yang diberikan
pada penderita haemophilia, dapat menularkan HIV kepada reşiden, Saat ini
resiko yang berkaitan dengan transfuse sudah menurun sebagai hasil
pemeriksaan serologi secara sukarela atas permintaan sendiri. Pemerosesan
konsentrak factor pembekuan dengan pemanasan, dan cara-cara inaktifasi
virus yang efektif.
Berikut ini beberapa hal seputar penularan HIVIAIDS antara lain:
a. Virus HIV dapat ditemukan dicalran tubuh darah, spema, cairan
vagina, dan di ASI. Akan tetapi, virus ini tidak dapat menular melalui
cairan tubuh seperti ludah, keringat, tinjai, urin, dan air mata.
b. Virus HIV ditularkan melalui hub seks, transfusi darah, penggunaan
jarum suntik secara bersamaan, dan dari ibu ke bayinya.
1) Hubungan seksual HIV dapat menular melalui hubungan
seksual yang tidak aman. Penularan ini terjadi melalui sperma
dan cairan vagina.
2) Transfusi darah Kemungkinan penularan melalui darah dan
produk darah yang tercemar virus HIV sangatlah besar, yaitu
lebih dari 90%. Oleh karena itu, untuk menjaga agar darah
bebas dari HIV dan virus lainnya, calon pendonor darah dan
yang tersedia harus diperiksa terlebih dahulu.
3) Berbagi jarum atau infus yang tercemar
Pemakaian atau berbagai jarum dan infus sangat beresiko
menularkan HIV. Resiko penularan ini dapat dikurangi dengan
menggunakan jarum atau infus baru atau sekali pakai.
4) Penularan dar ibu ke bayi
Virus HIV dapat menular bayi seorang ibu yang mengidap HIV
saat kehamilan, persalinan, dan ketika menyusui.
c. Kemungkinan penularan virus HIV melalui bibir sangtalah kecil. Akan
tetapi, resiko ini akan meningkat tajam jika terdapa luka disekitar bibir
atau di dalam rongga mulut.
d. Sebaliknya, penularan meluli tindik dan tato sangat mungkin terjadi,
térutama jika jarum yang digunakan tercemar virus AIV, tidak steril,
serta dipakai bersama-sama.
e. Virus HM tidak dapat menular melalui udara, makanan, minuman,
ataupun sentuhan. Bahkan perlu kalian ingat virus ini cepat mati jika
berada di luar tubuh. Karena itu, hidup bersama orang HIV positif
bukanlah hal yang perlu ditakuti dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa viru HIV tidak menular melalui kontak biasa seperti berikut :
1) Bersalaman
2) Berpelukan
3) Berciuman
4) Batuk
5) Bersin
6) Gigitan nyamuk
7) Bekerja, bersekolah, makan, dan berkendara bersama
8) Memakai fasilitias misalnya kolam renang, wc umum, telpon
umum dsb.
9) Memakai tempat tidur atau peralatan rumah tangga bersama
3. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambar klinik (WHO 2006)
Tanpa Gejala : Fase Klinik 1
Ringan :Fase Klinik 2
Lanjut : Fase Klinik 3
Parah :Fase Klinik 4
Fase Klinik HIV
a. Fase Klinik 1.
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh
limfe) menetap dan menyeluruh.
b. Fase Klink 2.
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan
atas (sinusitis, tonsilitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpez
zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritic
eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
c. Fase Klinik 3.
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab
sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan).
Kandidiasis oral menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut,
infeksi bakteri berat misalnya : pneumonia, empyema (nanah dirongga
tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi sendi atau
tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik,
aaute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis
anemia yang penyebabnya tidak di ketahui (<8 g/dl), neutropenia (<
0,5 x 101) dan atau trombositopenia kronik (<50x10).
d. Fase Klink 4.
e. Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis
pneumonia (pneumonia karena pneumocystis carinii), pneumonia
bakteri berulang, infeksi herpes simplex kronik (orolabial, genital atau
anorektal >1 bulan) Oesophageal candidiasis, TBC ekstrapulmonal,
Cytomegalovirus, Toksoplasma di SSP, HIV encephalopaty,
meningitis, infektion progresive multivocal, lympoma, invasive
cervical carsinoma, leukoencephalopathy.

Fase Lama Antibodi Gejala-gejala Dapat


fase yang dikeluarkan
terdeteksi

Periode 4-6 Tidak Tidak ada Ya


jendela minggu

Infeksi 1-2 Mungkin Sakit seperti flu Ya


primer akut minggu

Infeksi 1-15 Ya Tidak ada Ya


asimptomati th/lebih
k
Supresi imun Sampai 3 Ya Demam, keringat Ya
simptomtik tahun pada malam hari,
BB turun, diare,
neuropatik,
keletihan, ruam
kulit,
limadenopati,
perlambatan
kognotif, lesi oral

AIDS 1-5 th Ya Infeksi Ya


dari oportunistik berat
pertama dan tumor,
penentuan menifestasi
AIDS neurologik

4. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang
mencangkup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan
responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan
dengan perkembangan penyakit.mekanisme infeksi HIV yang menyababkan
penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan
CD4, yang bekerja sebagai resptor viral. Subset limfosit ini, yang mencangkup
Timfosit penolang dengan peran kritis dalam mempertahankan responsitivitas
imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencangkup
infeksi litik sel CD4 itu sendirn; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang
dapat bekerja sebagai super antigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui
mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor
limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit infeksi HIV pada monosit, tidak seperti
infeksi pada limfosit CD4, tidak menybabakan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperan sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat
diindukasi, dan dapat membawa virul keorgan, terutama otak, dan menetap
diotak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan aam nukleat viral pada sel-sel
kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemulihan virus yang opaling konsisten adalah dari otak, hati,
dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit
untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus
local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir,
meskipun "periode inkubasi" atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV,
secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi
HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat
tes, terutama berkenaan dengan fungsi Sel B; hipergameglobulinemia dengan
produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang
terinfeksi HIV daripada dewasa, sering meningkat pada usia 3-6 bulan.
Ketidakmampuan untuk berespons terhadap antigen baru ini dengan
produksi immunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan
antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri
yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CDA sering
merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tdk berkorelasi dengan status
simtomatik. Bayl dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah
limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk
beberapa alas an menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relative
ensofalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (polimerase chain reaction)
b. Tes ELSA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi
c. Hasi Ipositif dikonfirmasi dengan pemeriksaan westem blot
d. Serologis : skrinning HIV dengan ELISA, tes western blot, limfosit T.
e. Pemeriksaan darah rutin
f. Pemeriksaan neurologis
g. Tes fungsi paru, broskoscopi.
h. Viral Load
i. Pap Smear
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan suportif
1) Pemberian nutrisi yang baik
2) Pemberian multi vitamin
b. Pengobatan simptomatik
c. Pencegahan infeksi opurtunistik, dapat digunakan antibiotik
kotrimokzasol
d. Pemberian ARV Antiretroviral ARV dapat diberikan saat pasien sudah
siap terhadap kepatuhan berobat seumur hidup indikasi dimulainya
pemberian ARV dapat dilihat pada table berikut

WHO 2019 Amerika serikat dillid 2008


Untuk negara berkembang

Stadium 3 Riwaya diagnosa AIDS

Tb paru HIV ssciated nefropathy/HIVAN

Pneumonia berulag Asimptomatik CD4<350

Stadium I dan III bila CD4<350 Ibu hamil

7. Pencegahan
a. Hindari tranfusi, dengan selalu berhati-hati. Bila terpaksa ditranfusi,
yakinkan bahwa darah yang ditranfusi adalah darah yang telah
diperiksa oleh unit kesehatan tranfusi darah (UKTD) PMI sebagai
darah bebas HIV (juga bebas hepatitis, malaria dan sifilis).
b. Hindari suntik-menyuntik. Sebagian besar obat sama atau lebih efektif
diminum daripada disuntikkan. Bila terpaksa disuntik, yakinkah jarum
dan tabung suntiknya baru dan belum dipakal orang lain.
c. Berhati-hatilah dalam menolong orang luka dan berdarah. Gunakan
prosedure P3K yang baku dan aman.
d. Tempatkan benda-benda tajam yang tidak terpakai dalam wadah anti
tembus
e. Di lingkungan rumah buang dan siramlah darah serta cairan tubuh
dengan sabun dan air.
f. Bila ada sesuatu tanda atau gejala yang meragukan, secepatnya
memeriksakan diri.
Telah dikembangkan konsep ABC untuk mencegah HIVIAIDS, yakni :
A = Abstinence (Menghindari), metode pencegahan yang paling efektif
dengan cara menghindari hubungan seks dan perilaku berisiko tinggi.

B = Be Faithful (Setia), berganti-ganti pasangan meningkatkan risiko


terinfeksi HIVIAIDS

C = Condoms (menggunakan kondom), melakukan hubungan seksual


dengan perlindungan untuk mencegah penularan penyakit termasuk
HIV.

8. Komplikasi HIVIAIDS
a. Respiratorius
Pneumonia pneumocytis carinii. Gejala napas yang pendek,
sesak napas (dispnea), batuk-batuk nyeri dada dan demam akan
menyertai berbagai infeksi opurtunis, seperti yang disebabkan oleh
micobacterium avium intacellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV),
dan legionella. Pneumonia pneumocytis carinii (PCP) merupakan
penyakit oportunis pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan
AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi pendahuluan penyakit
AIDS pada 60% pasien. Tanpa terapi profilaktik, PCP akan terjadi
pada 80% orang-orang yang terinfeksi HIV.
b. Gastrointestinal Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup
hilangnya selerah makan, mual, vimutus, kandidiasis oral serta
esofagus, dan 11 diare kronik. Diare dapat membawah akibat yang
serius yang sehubungan dengan terjadinya penurunan berat badan yang
nyata (lebih dari 10 % berat badan), gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, ekskoriasi kulit perianal, kelemahan dan
ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kanker Penderita AIDS memiliki insidensi penyakit kanker yang lebih
tinggi dari pada insidens biasa terjadi. HIV terhadap sel-sel kanker
yang sedang tumbuh atau berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang
memungkinkan substansi penyebab kanker, seperti virus, untuk
mengubah bentuk sel-sel rentan menjadi sel-sel maligna. Sarkoma
kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainan malignitas yang
berkaittan dengan HIV yang paling sering ditemukan, merupakan
penyakit yang melibatkan lapisan endotel pembuluh darh dan limfe.
Pada penderita AIDS, sarkoma kaposi epidemik paling sering dijumpai
diantara para biseksual dan homoseksual laki-laki.
d. Neurologik Diperkirakan ada 80% dari semua pasien AIDS yang
mengalami bentuk kelainana neurologik tertentu selama perjalanan
infeksi HIV komplikasi neorologik dapat terjadi akibat efek langsung
HIV pada jaringan sistem saraf, efeksi oportunis, neoplasma, primer
atau metastok, perubahan serebrovaskuler, ensefalopati metabolik atau
metabolik atau kompkikasi sekunder karena terapi. Ensefalapi HIV
disebut pula sebagai komlek demensia AIDS. Cryptococcus
neofarmas, merupakan infeksi oportunis sering keempat yang terdapat
diantara AIDS yang penyebab infeksi paling sering ketiga yang
menyebabkan kelainan neorologik. Struktur integumen, manifestasi
kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunis serta malignasi yang
mendampinginya, dermatitis akan disertai ruam yang malignasi yang
mendampinginya, dermatitis akan disertai ruam yang difus, nesisik
dengan indurasi yang mengenai kulit, kepala, serta wajah. Penderita
AIDS yang dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai
kult yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atpoik seperti
aczema atau psoriasis.
9. Penyimpanan KDM

 Kontak dengan HIV masuk kedalam HIV berikan limfosit T,


darah tubuh monosit, makrotag
 Kontak seks

HIV berdifusi demgan


Neutropenia Netrofil
CD4

Neutropenia RNA Virus DNA Inti virus masuk


kedalam sitip plasma

Neutropenia Neutropenia

Prot. virus

Tunas virus

Virion HIV baru


terbentuk (dilimfoid)
 CD 8
 Rangsangan
pembentukan
AIDS Infeksi sel T lain
sel-sel B

Respon imun Definisi pengetahuan Penurunan IL-2

Humoral Seluler

Sel B dihasilkan antibodi


spesifik intelorasiaktifitas APC aktifitas AC4

Diferensiasi dalam
plasma Penurunan aktifitas Terinfeksi virus
B. Konsep Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
Penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV-AIDS sangatlah
penting, karena dengan melaksanakan lima tahapan proses keperawatan akan dapat
membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya. Langkah- langkah asuhan
keperawatan tersebut bias dilihat di bawah ini:
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / Istirahat
1) Gejala:
 Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelahan/malaise.
 Perubahan pola tidur
2) Tanda:
 Kelemahan otot, menurunnya massa otot.
 Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan
dalam tekanan darah, frekuensi jantung, pernapasan.
b. Sirkulasi
1) Gejala:
 Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia),
perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi).
2) Tanda:
 Takikardia, perubahan Tekanan darah postural
 Menurunnya volume nadi perifer
 Pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas Ego
1) Gejala:
 Factor stress yang berhubungan dengan kehilangan,
misalnya dukungan keluarga, hubungan dengan orang
lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distress
spiritual.
 Mengkhawatirkan penampilan: alopesia, lesi cacat, dan
menurunnya berat badan
 Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus
asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehiangan control diri,
dan depresi.
2) Tanda:
 Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.
 Perilaku marah, postur tubuh mengelak menangis dan
kontak mata yang kurang.
 Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa
dengan gejala yang sama.
d. Eliminasi
1) Gejala:
 Diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan
atau tanpa disertai kram abdominal
 Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
2) Tanda:
 Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus atau darah
 Diare pekat yang sering.
 Nyeri tekan abdominal.
 Lesi atau abses rektal, perineal.
 Perubahan dalam jumlah, wama dan karakteristik urine.
e. Makanan/Cairan
1) Gejala:
 Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan
mengenali makanan, mual Imuntah.
 Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.
 Penurunan berat badan yang cepat / progresif
2) Tanda:
 Dapat menurunkan adanya bising usus hiperaktif
 Penurunan berat badan: perawakan kurus, menurunnya
lemak subkutan / massa otot.
 Turgor kulit buruk
 Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan
perubahan warna
 Kesehatan gig/gusi yang buruk, adanya gigi yang
tanggal.
 Edema (umum, dpenden)
f. Hygiene
1) Gejala:
 Tidak dapat menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari
2) Tanda:
 Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi
 Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri,
aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensory
1) Gejala:
 Pusing/pening, sakit kepala Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk
mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan
konsentrasi menurun.
 Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran.
 Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman
penglihatan. Kebas, kesemutan pada ekstermitas (kaki
tampak menunjukkan perubahan paling awal).
2) Tanda:
 Perubahan status mental dengan rentang antara kacau
mental sampai demensia,lupa, konsentrasi buruk,
tingkat kesadaran menurun, apatis, retardasi
psikomotor/respons melambat
 Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan
yang tidak realistis.
 Timbul refleks yang tidak nomal, menurunnya kekuatan
otot, dan gaya berjalan ataksia,
 Tremor pada motoric kasar/halus, menurunnya motoric
fokalis, hemiparetis, kejang.
 Hemoragi retina dan eksudat (renitis
Cymtomergalovirus).
h. Nyen / Kenyamanan
1) Gejala:
 Nyeri umum atau local, sakit, rasa terbakar pada kaki
 Sakit kepala (keterlibatan Sistem Saraf Pusat) > Nyeri
atau pleuritis.
2) Tanda:
Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
 Penurunan rentan gerak, perubahan gaya
 berjalan/pincang
 Gerak otot melindungi bagian yang sakit.
i. Pemapasan
1) Gejala:
 Napas pendek yang progresif
 Batuk (mulai darisedang sampai parah), produktif/non-
produktif sputum (tanda awal dari adanya Pneumocystic
Carini Pneumonia mungkin batuk spasmodic saat napas
dalam).
 Bendungan atau sesak pada dada
2) Tanda:
 Takipnea, distress pernapasan
 Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas adventisius.
 Sputum: kuning pada pneumonia yang menghasikan
sputum).
j. Keamanan
1) Gejala:
 Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat
proses penyembuhannya.
 Riwayat menjalani transfuse darah yang sering atau
berulang (misahya hemophilia, operasi vaskuler mayor,
insiden traumatis).
 Riwayat penyakit defisiensi imun, vakni kanker tahap
laniut.
 Riwayat/berulangnya infeksi dengan penyakit hubungan
seksual,
 Demam benulang suhu rendah, peningkatan suhu
intermiten/memuncak, berkeringat malam.
2) Tanda:
 Perubahan integritas kulit: terpotong, ruam, misalnya
eczema, eksantem, psoriasis, perubahan warna,
perubahan ukuranwama mola, terjadi memar yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
 Rectum, luka-luka perianal atau abses.
 Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada
dua area tubuh atau lebih (misalnya leher, ketika, paha).
 Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan
pada gaya berjalan.
k. Seksualitas
1) Gejala:
 Riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual dengan pasangan yang positif HIV,
pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak
terlindung, dan seks anal.
 Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan
hubungan seks.
 Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
 Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan
kerentanan terhadap virus pada wanka yang
diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan
kekeringan/friebilitas vagina)
2) Tanda:
 Kehamilan atau risiko terhadap hamil.
 Genetalia: manifestasi kulit (misalnya herpes, kutil),
rabas.
l. Interaksi Sosial
1) Gejala:
 Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, misanya
kehilangan kerabat/orang terdekat, teman, pendukung.
Rasa takut untuk mengungkapkannyapada orang lain,
takut akan penolakan/kehilangan pendapatan.
 Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual
yang meninggal kerena AIDS.
 Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri,
tidak mampu membuat rencana.
2) Tanda:
 Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat
 Aktivitas yang tak teroganisir, perubahan penyusunan
tujuan.
m. Penyuluhan / Pembelajaran.
1) Gejala:
 Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan
perilaku berisiko tinggi (misainya seksual ataupun
penggunaan obat intravena).
 Penggunaan/penyalahgunaan obatoobatan intravena,
saat ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
2) Pertimbangan Rencana Pemulangan:
 Diagnosis related group menunjukkan rerata lama
dirawat: 10,2 hari
 Memertukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan,
perawatan kulitluka, peralatan/bahan, transportasi,
belanja makanan dan persiapan, perawatan diri,
prosedur keperawatan teknis, tugas
perawatan/pemeliharaan rumah, perawatan anak,
perubahan fasilitas hidup.
Diagnosa Keperawatan Menurut Amin Huda dan
Hardhi Kusuma (2015) masalah yang lazim muncul
pada klien dengan AIDS adalah : a. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d pneumonia carinii (PCVP),
peningkatan sekresi bronkus dan penurunan
kemampuan untuk batuk menyertai kelemahan serta
keadaan mudah letih. b. Ketidakefektifan pola napas b.d
jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernapasan dan penurunan ekspansi paru. c.
Ketidakefektifan temogulasi b.d penurunan imunitas
tubuh d. Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih,
kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral f.
Gangguan harga dri g. Resiko infeksi b.d
imunodefisiensi h. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
1. Defisiensi pengetahuan b.d cara - cara mencegah
penularan HIV dan perawatan mandiri.

Anda mungkin juga menyukai