Anda di halaman 1dari 13

TUGAS U1

HUKUM AGRARIA

MAGISTER KENOTARIATAN
FIAN FARDIANTO
I2L020014
2

PRINSIP-PRINSIP PEMBARUAN AGRARIA YANG SESUAI DENGAN

TAP MPR NO IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia

Tuhan Yang Maha Esa bagi Bangsa Indonesia yang mampu memberikan kesejahteraan

dan kemakmuran bagi rakyat. Tanah menjadi begitu berarti terlebih lagi bagi manusia

karena tanah mempunyai banyak manfaat diantaranya adalah tempat kita memperoleh

sumber makanan dan terkandung di dalamnya sumber daya alam yang tidak terbatas

peruntukannya bagi manusia.

Penggunaan tanah bagi manusia dimulai sejak manusia dilahirkan hingga

peristirahatan terakhir manusia masih memerlukan tanah, oleh karenanya tidaklah

berlebih jika tanah kita sebut sebagai sumber kehidupan. Tanah sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa, menjadi hak asasi bagi setiap manusia sehingga menjadi hak kodrati

baginya.1 Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu

sumber daya utama, selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat

Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan rakyat yang

makin beragam dan meningkat, baik dalam tingkat nasional maupun dalam

hubungannya dengan dunia Internasional.

Meskipun dalam perkembangannya sebagai pengaruh dari pemikiran kapitalis

maka tanah pun bergeser maknanya menjadi suatu komoditi yang dapat diperjualbelikan

dengan mudah dan menjadi objek investasi bahkan spekulasi. Bagi rakyat Indonesia tanah

1
Boedi Harsono, Menuju Kesempurnaan Hukum Tanah Nasional, Universitas Trisakti, Jakarta, 2003,
hlm. 3
3

memiliki makna yang lebih dalam dari pada sekedar komoditi, tanah dipandang sebagai

anugerah yang digunakan sebesar-besarnya untuk kelangsungan hidup rakyat menuju

kemakmuran dan kesejahteraan bangsa2

Tanah mempunyai peran penting dalam pemenuhan kehidupan manusia,

sehingga banyak manusia yang berusaha untuk menguasai dan memiliki tanah seluas-

luasnya, namun penguasaan tanah tersebut tidak diikuti dengan pengusahaan,

pemanfaatan, dan penggunaan tanahnya, serta tidak memperhatikan batas minimum

dan maksimum yang ditentukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,

sehingga terjadi pembiaran atas tanah yang menyebabkan tanah tidak terawat yang

berakibat tanah menjadi terindikasi terlantar bahkan bisa menjadi terlantar.

Pembaruan agraria atau yang lebih dikenal dengan nama reforma (agrarian

reform) merupakan idea atau gagasan terbaik yang pernah lahir dalam rangka

mengatasi persoalan tanah dan masalah pengelolaan sumber daya alam. Pada

hakikatnya, tujuan dilaksanakannya reformasi agrarian adalah meningkatkan

kesejahteraan bagi masyarakat.

Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 menghasilkan sebuah ketetapan yang

penting bagi masa dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Dengan disahkan TAP MPR RI NO. IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber data Alam, ada titik harapan dari proses reformasi di bidang

agrarian dan pengelolaan sumber daya alam,yang sebelumnya tidak pernah

mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan. Didasarkannya permasalahan

ini menjadi agenda MPR RI, melewati proses yang cukup panjang dimana inisiasinya

antara dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang terus mengawal proses perumusan

kebijakan ini, sampai menjadi sebuah ketetapan MPR.

2
Ibid, hlm. 4
4

Secara substansial, keluarnya ketetapan ini dilandasi kesadaran pemikiran

tentang kegagalan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup

sebelumnya. Dalam konsideran TAP MPR tersebut dijelaskan beberapa peta

permasalahan yang membuat keputusan politik ini lahir, diantaranya :

a) sumber daya agraria dan sumber daya alam harus dikelola dan dimanfaatkan

secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka

mewujudkan masyarakat adil dan makmur;

b) adanya persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial ekonomi

rakyat serta kerusakan sumber daya alam;

c) pengelolaan sumber daya agaria dan sumber daya alam selama ini telah

menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan

berbagai konflik;

d) peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber

daya agraria dan sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan;

serta;

e) pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam yang adil,

berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara

terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta

masyarakat, serta menyelesaikan konflik;

Selain daftar panjang permasalahan sebagaimana disebutkan dalam konsideran

TAP MPR, terdapat kecemasan kuat dari berbagai pihak bahwa bencana ekologis tetap

menghantui dibalik kecendrungan yang bersifat global maupun nasional. Pada tataran

global, terdapat peningkatan kecendrungan yakni :


5

1. bersikukuhnya negara maju untuk memposisikan Indonesia sebagai negara

pengutang yang baik, konsumen yang baik, penanggung beban ekologi yang

sabar, bahkan sebagai entitas baru yang memiliki kemampuan competibility

yang tinggi dengan kebutuhan sistem ekonomi, politik dan ideologi global

yang eksploitatif,

2. menguatnya kekuatan sindikasi permodalan internasional yang memiliki

mobilitas permodalan yang tinggi, dan mampu menjangkau sekaligus hingga

ke basis-basis sumber daya alam maupun pasar domestik.

Pada tataran nasional dan lokal, ada kecendrungan ketidakpastian proses

demokratisasi dan menguatnya gejala bad governance pada semua tingkatan

kelembagaan Negara dan, orientasi dan pilihan sumber-sumber pembiayaan dalam

negeri dan pembayaran hutang yang berasal hasil eksploitasi sumber daya alam.

Sejalan dengan otonomi daerah, menimbulkan ancaman dalam pengelolaan sumber

daya alam dan lingkungan hidup, diantaranya :

1. kebijakan pengelolaan sumber daya alam daerah tertentu mempengaruhi atau

merugikan daerah lain,

2. konflik penguasaan sumber daya alam antar daerah dan atau antar kelompok

masyarakat,

3. eksploitasi sumber daya alam untuk mengejar target pendapatan asli daerah

(PAD)

Paska Ketetapan MPR RI No. IX/MPR-RI/2001 tersebut, selanjutnya

menimbulkan beberapa pertanyaan dari publik. Dapatkah TAP MPR tersebut dijadikan

sebagai pijakan yang optimistis dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan

sumber daya alam sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang tertuang dalam

konsideran kebijakan di TAP MPR tersebut dan menjadi awal proses keterlibatan
6

publik yang lebih luas dalam proses-proses legislasi bagi perubahan kebijakan agraria

dan pengelolaan sumber daya alam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah prinsip-prinsip pembaruan agraria yang sesuai dengan TAP MPR

NO IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya

Alam dan Asas-Asas Yang Terkandung didalamnya?

BAB II
PEMBAHASAN

Dalam konteks pembaruan agraria, hal tersebut ditujukan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pembaruan agraria adalah restrukturisasi (penataan ulang susunan)

kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria (khususnya tanah).

Tujuannya adalah untuk mengubah susunan masyarakat warisan stelsel feodalisme dan

kolonialisme menjadi susunan masyarakat yang adil dan merata.

Dalam Pasal 2 TAP MPR NO IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam dijelaskan bahwa:

“pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan


dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya
kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia”

Kemudian dalam pelaksanaan pembaruan agraria harus selaras dengan prinsip-

prinsip dan arah kebijakan pembaruan agraria yang terdapat dalam TAP MPR NO

IX/MPR/2001 tentang Pembaruan agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Adapun

prinsip-prinsip tersebut termaktub dalam Pasal 4 TAP MPR NO IX/MPR/2001 tentang

Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yaitu : Pembaruan agraria dan

pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip:


7

1. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

2. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

3. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi

keanekaragaman dalam unifikasi hukum;

4. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber

daya manusia Indonesia;

5. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan

optimalisasi partisipasi rakyat;

6. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan,

pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya

agraria atau sumber daya alam;

7. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal,

baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap

memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan;

8. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai

dengan kondisi sosial budaya setempat;

9. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan

dan antar daerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan

sumber daya alam;

10. Mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat

dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria atau sumber

daya alam;
8

11. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah

(pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat),

masyarakat dan individu;

12. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat

nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas tampak bahwa pembaruan agraria dan

pengeloalaan sumber daya alam dilaksanakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Pembaruan agraria hampir secara universal dipandang sebagai suatu keniscayaan untuk

membenahi persoalan sosial mendasar masyarakat. Sebelum lahirnya TAP MPR NO

IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ini, UUPA

telah mengamanatkan agar politik, arah, dan kebijakan agraria di Indonesia harus

memberikan kontribusi nyata dalam proses mewujudkan keadilan sosial dan sebesar-

besarnya kemakmuran bagi seluruh rakyat. Untuk itu, maka politik, arah, dan kebijakan

agraria harus diarahkan pada 4 (empat) prinsip pengelolaan, yakni:

1. Agraria, khususnya pertanahan harus berkontribusi nyata meningkatkan

kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber baru kesejahteraan rakyat.

2. Agraria, khususnya pertanahan harus berkontribusi nyata meningkatkan

tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya

dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah.

3. Agraria, khususnya pertanahan harus berkontribusi nyata menjamin

keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan

Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan

datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat, dalam hal ini tanah.

4. Agraria, khusus pertanahan harus berkontrubusi nyata menciptakan

tatanan kehidupan yang secra harmonis dengan mengatasi berbagai


9

sengketa dan konflik pertanagan di seluruh tanah air dan menata system

pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik

dikemudian hari.

Adapun arah dan kebijakan pembaruan agraria berdasarkan Pasal 5 TAP MPR NO

IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi

kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan

yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4

Ketetapan ini

2. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan

memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian

maupun tanah perkotaan.

3. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan

registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah

secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan

landreform.

4. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria

yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik

dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan

didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan

ini.
10

5. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka

mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-

konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.

6. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan

agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang

terjadi.

Dalam Konteks TAP MPR No.IX/MPR/2001, terdapat sejumlah asas yang seharusnya

menjadi sumber bagi perumusan norma hukum pertanahan. Artinya ketentuan-ketentuan

perundang-undangan di bidang pertanahan seharusnya merupakan penjabaran dari asas

hukum terdapat dalam TAP MPR tersebut. Setiap norma dalam peraturan perundang-

undangan pertanahan harus dapat dilekatkan pada salah satu asas hukum dalam TAP MPR.

Untuk dijadikan pedoman kongkret bagi perumusan norma, setiap asas hukum perlu

dilakukan kongkretisasi. Proses kongkretisasi asas hukum harus didahului dengan

pendefinisian dan pengidentifikasian perilaku-perilaku yang dinilai menjadi bagian yang

dicakup oleh suatu asas hukum. Asas-asas hukum yang terdapat dalam TAP MPR yakni :

1. Asas Fungsi Sosial dan Ekologi

Fungsi social dan ekologi hak atas tanah adalah fungsi yang dilekatkan pada

pemanfaatan tanah agar mengarah pada terciptanya keseimbangan antara

kepentingan individu pemilik hak atas tanah dengan kepentingan masyarakat dan

keseimbangan antara kepentingan capaian hasil produksi dari tanah dengan

kepentingan pemeliharaan atau konservasi tanah.

Dari defines diatas ada 3 komponen atau unsur yang terkandung didalamnya, yaitu

: Kesatu, fungsi social dan ekologi hak atas tanah berkaitan dengan pemanfaatan

tanah yaitu suatu proses penggunaan tanah yang dapat memberikan nilai manfaat

atau keuntungan secara ekonomis, social, dan ekologis; Kedua, Keseimbangan


11

antara kepentingan individu pemilik hak atas tanah dengan kepentingan

masyrakat, sebagai salah tujuan dari setiap pemanfaatan hak atas tanah; Ketiga,

Keseimbangan antara kepentingan untuk mengoptimalkan capaian hasil produksi

dengan kepentingan pemeliharaan sumberdaya tanah.

2. Asas keseimbangan Hak dan Kewajiban

TAP MPR IX/MPR/2001 Pasal 5 huruf k yang menyebutksn bahwa prinsip-

prinsip pembaharuan agrarian meliputi juga : mengupayakan keseimbangan hak

dan kewajiban Negara, pemerintah (pusat,daerah provinsi, Kabupaten/Kota , dan

desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu. Di dalam prinsip ini

terkandung asas yang sangat mendasar yakni asas kesimbangan hak dan

kewajiban tiap individu sebagai bagian dari masyarakat terhadap Negara. Hak dan

Kewajiban tiap individu sebagai bagian dari masyarakat terhadap Negara.

Hak dan Kewajiban tersebut umunya dituangkan dalam berbagai produk hukum

yang beralaku di Negara yang bersangkutan. Dengan kata lain harus ada

keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dan akhirnya tujuan hukum dan

perundang-undangan sebagaimana yang disampaikan oleh filfus Inggris Jeremy

Bentham3 adalah kebahagian dapat terwujud. Unsir-unsur yang terkandung dalam

asas ini adalah Hak dan Kewajiban

3. Asas Keadilam Dan Kesetaraan Gender

Selanjutnya, dalam TAP MPR IX/MPR/2001 Pasal 5 huruf F menyebutkan bahwa

prinsip-prinsip pembaharuan agrarian meliputi juga : Mewujudkan keadilan

termasuk kesetraan gender dalam penguasaan, pemilikan,

penggunaan,pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agrarian/sumber alam.

Prinsip ini dalam UUPA telah diakomodir dalam Pasal 9 ayat (2) bahwa tiap-tiap

3
W. Friedmam, Teori dan Filsafat huku,, Idelisme Filosofis dan Probelema Keadilan, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta 1994.,hlm 112.
12

warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan

yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan

hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

4. Asas Transparan (Terbuka)

Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 PP 24 Tahun 1997 Asas transparan/

terbuka adalah dapatnya masyarakat memperoleh keterangan mengenai

data pendaftaran tanah yang berupa daftar umum (kecuali daftar nama) di

Kantor Pertanahan.

Dari Definisi di atas, ada 2 komponen atau unsur yang terkandung

didalamnya, yaitu Kesatu, Dapatnya masyarakat mengetahui data yang ada

di Kantor Pertanahan, berkaitan dengan hak atas tanah; dan atau Kedua,

dapatnya masyarakat mengetahui kebijakan yang telah diputuskan oleh

pemerintah yang berkaitan dengan hak atas tanah.

5. Asas Pluralisme dalam Unifikasi Hukum

Asas ini mencakup tiga prinsip, yaitu : Kesatu, memelihara dan menjaga

keutuhan NKRI; Kedua, menghormati sumpremasi hukum dengan

mengkomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum; dan Ketiga,

mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman

budaya bangsa atas SDA.

BAB III
PENUTUP
13

Kesimpulan ;

Pengelolaan SDA dapat mengidentifikasi dengan jelas pihak-pihak yang

berkepentingan yang terlibat, hubungan antar pihak berkepentingan dengan kondisi SDA.

Kebijakan juga seharusnya dapat meminimumkan hal-hal yang bersifat distortif atau multi-

interpretatif baik dalam substansi, interpretasi maupun implementasi sehingga unsur-unsur

ketidakpastian dan penyimpangan dapat dihindari. Sehingga prinsip-prinsip pembaruan

agraria yang sesuai dengan TAP MPR NO IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam diterapakan dikehidupan masyrakat yang mendapatkan

Keadilan dibidang Pertanahan dan didalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 ini mentapkan

beberapa asas-asas yang dijadikan landasan dalam agrarian reform.

Anda mungkin juga menyukai