DAN METABOLIK
Disusun oleh:
NIM : 2001913
No. Absen : 17
Kelas : 1B
Prodi : D3 Keperawatan
Kelenjar pituitari atau hipofisis merupakan salah satu kelenjar pada sistem endokrin
yang berukuran kecil (500-1000 mg), berbentuk seperti kacang merah dan terletak di
dasar tengkorak di bagian tulang sphenoid yang disebut sela tursika (saddle Turki).
Kemudian terdapat optik kiasma, sekitar 5 sampai 10 mm di superior dari diafragma sela
dan bagian anterior dari tangkai hipofisis. Kelenjar pituitari memiliki dua bagian lobus
yaitu bagian lobus anterior dan posterior. Hipofisis anterior (adenohipofisis) berasal dari
kantong Rathke, yaitu sebuah evaginasi ektodermal dari orofaring, dan bermigrasi untuk
bergabung dengan neurohipofisis yang merupakan bagian posterior dari hipofisis.
Adenohipofisis memiliki fungsi dalam sintesis dan mengeluarkan sejumlah hormon, yang
sebagian besar bekerja untuk mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya. Enam hormon
utama yang dihasilkan oleh hipofisis anterior yaitu : growth hormone (GH, atau
somatotropin), dua jenis hormon gonadotropin yaitu follicle-stimulating hormone (FSH)
dan luteinizing hormone (LH), thyroid-stimulating hormone (TSH), adrenocorticotrophin
(ACTH, atau kortikotropin) dan prolaktin (PRL). Sedangkan bagian posterior dari
kelenjar pituitari atau neurohipofisis berfungsi dalam menyimpan dan mengeluarkan dua
hormon yang disintesis di dalam hipotalamus yaitu, hormon antidiuretik (ADH;
vasopressin) dan oksitosin. Lobus ini secara langsung berhubungan dengan hipotalamus
melalui tangkai hipofisis (infundibulum). Berkaitan dengan beberapa hormon yang
dihasilkan oleh masing – masing lobus tersebut, dapat terjadi gangguan atau kelainan
secara fungsional maupun nonfungsional (anatomi) pada kelenjar hipofisis.
1.1 Hipopituitarisme
Hipopituitarisme adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan sekresi yang tidak
mencukupi dari semua atau sebagian hormon di lobus anterior atau posterior kelenjar
pituitari, atau tidak adanya keduanya. Ada beberapa jenis penyakit yang dapat
menyebabkan hipopituitarisme. Penyebab tersering adalah penyakit keganasan seperti
hipofisis atau autoterapi (pasca operasi dan / atau terapi radiasi). Craniopharyngioma
sendiri merupakan tumor parasela dan sel, tumor intrakranial tersering pada anak-anak,
dan tumor tersering di hipotalamus dan kelenjar pituitari. Tumor ini adalah tumor jinak
yang tumbuh lambat, paling sering di sella (kelenjar pituitari) dan jarang di nasofaring.
Gambaran klinis hipopituitarisme bergantung pada usia pasien, jenis hormon dan
tingkat keparahan defisiensi hormon (1) Hipopituitarisme terutama disebabkan oleh
kerusakan kelenjar hipofisis anterior atau defisiensi faktor perangsang hipotalamus
akibat kondisi normal Setelah ditemukan fenomena yang disebabkan oleh aksi pada
hipofisis. Biasanya rangkaian hormon GH, LH / FSH, TSH, ACTH dan PRL akan
menyebabkan hilangnya fungsi hipofisis anterior.
Manifestasi klinis yang terjadi antara lain disfungsi reproduksi (gejala sekunder
dan displasia genitalia eksterna), pertumbuhan kuat (tubuh kerdil / displastik),
penurunan kepadatan tulang, dan hipoglikemia akibat defisiensi kortisol, Sekresi
kortisol dirangsang oleh ACTH kelenjar pituitari. Penyebab hipopituitarisme antara
lain: infeksi atau peradangan, penyakit autoimun, tumor adenoma, fungsi umpan balik
abnormal dari organ target, seperti penurunan TSH akibat sekresi TH yang berlebihan
oleh tiroid, dan penurunan aliran darah / oksigenasi. Nekrosis hipoksia atau nekrosis
hipotalamus..
1.2 Hiperpituitarisme
Hiperpituitarisme adalah kondisi sekresi berlebihan hormon hipofisis anterior.
Hiperpituitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Penyebab hiperpituitarisme sekresi hipofisis anterior adalah adenoma primer salah
satu jenis sel penghasil hormon, biasanya terjadi hipersekresi GH, ACTH, atau
hipersekresi prolaktin. Adenoma yaitu suatu tumor yang disebabkan oleh hipersekresi
hormon pertumbuhan (growth hormon), disertai dengan keadaan Akromegali pada
orang dewasa atau Gigantisme pada anak-anak. Gigantisme ditandai oleh peningkatan
ukuran tubuh secara menyeluruh dengan lengan dan tungkai yang memanjang secara
tidak proporsional. Jika peningkatan GH terjad pada orang dewasa, yang timbul
adalah akromegali dengan pembesaran kepala tangan, kaki, rahang, lidah, dan
jaringan lunak Prolaktinoma menyebabkan terjadinya hipersekresi prolactin. Dampak
peningkatan prolaktin pada wanita menyebabkan amenorrhea, galactorrhea, hirsutism,
dan osteopenia, sedangkan pada pria menyebabkan kypogonadiam, disfungsi ereksi,
gangguan libido, oligospermia, dan penurunan volume ejaculate. Penyebab lain yaitu
tidak adanya umpan balik dari kelenjar target misalnya peningkatan TSH dapat terjadi
sebagai respon penurunan sekresi TH oleh kelenjar timid, Manifestasi klinis
hiperpituitarisme antara lain nyeri kepala dan lemas perubahan penglihatan,
hiposekresi hormon lain yang berdekatan.
2. GANGGUAN KELENJAR TIROID
2.1 Hipotiroldisme
Ini adalah kondisi di mana tiroid terlalu aktif dan tidak dapat menghasilkan
hormon tiroid, sehingga terlalu banyak tiroksin dalam darah. Penyebab adenoma
tiroid adalah tumor yang tumbuh di jaringan tiroid dan mengeluarkan hormon tiroid
dalam jumlah besar. Gejala ini biasanya terkait dengan peningkatan laju metabolisme
tubuh. Gejala umum hipertiroidisme meliputi keringat berlebihan, tremor,
peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin, intoleran panas, pergerakan-
pergerakan usus besar yang meningkat, gemetar, gelisah; agitasi, denyut jantung
cepat, kehilangan berat badan, kelelahan, konsentrasi yang berkurang. aliran
menstrual yang tidak teratur dan sedikit. Pada pasien-pasien yang lebih tua, irama-
irama jantung yang tidak teratur dan gagal jantung dapat terjadi. Pada bentuk yang
paling parahnya, hipertiroid yang tidak dirawat mungkin berakibat pada "thyroid
storm," suatu kondisi yang melibatkan tekanan darah tinggi, demam, dan gagal
jantung.
a. faktor genetik. Ada kerentanan genetik terhadap jenis antigen HLA (antigen leukosit
manusia) tertentu, yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab untuk
antigen transplantasi dan proses kekebalan lainnya.
a. Faktor imunologis. Reaksi abnormal saat antibodi bekerja langsung pada jaringan
normal pankreas dengan membuat jaringan bereaksi seperti benda asing. Faktor
lingkungan. Virus atau toksin tertentu dapat menyebabkan proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
b. Usia. Manusia mengalami penurunan fisiologis secara dramatis menurun dengan
cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Obesitas. Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas
untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
d. Riwayat Keluarga. Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar subjek
(usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarga.
Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes yang terjadi akibat sejumlah
kerusakan genotif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-
masing lingkungan.
e. Gaya hidup (stres). Stres cenderung cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja
pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak
pada penurunan insulin
1. Hiperglikemia
Didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada rentang kadar
puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160
mg/100 ml darah..
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam
tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa
itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang
dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati
dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan
glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada
penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik
sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). Secara rinci
proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada
perubahan metabolik sebagai berikut :
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b. Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c. Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa hepar dicurahkan dalam darah secara
terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat)
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hepar yang tercurah ke dalam
darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan penurunan konsentrasi glukosa
serum dengan atau tanpa adanya gejala sistem autonom dan neuroglikopenia.
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <70 mg/ dl
(,4,0 mmol/L) dengan atau adanya whipple’s triad, yaitu terdapat gejala-gejala
hipoglikemia, seperti kadar glukosa darah yang rendah, gejala berkurang
dengan pengobatan. Hipoglikemia sering dialami oleh pasien DM tipe 1,
diikuti oleh pasien DM tipe 2 yang diterapi dengan insulin dan sulfonylurea.
Gejala dan tanda hipoglikemia tidaklah spesifik antar individu.
Hipoglikemia dapat ditegakkan dengan adanya Whipple’s Triad. Gejala
hipoglikemia dikategorikan menjadi neuroglikopenia, yaitu gejala yang
berhubungan langsung terhadap otak apabila terjadi kekurangan glukosa
darah. Otak sangat bergantung terhadap suplai yang berkelanjutan dari
glukosa darah sebagai bahan bakar metabolisme dan support kognitif. Jika
level glukosa darah menurun maka disfungsi kognitif tidak bisa terelakkan.
Gejala hipoglikemia kedua, adalah autonom, yaitu gejala yang terjadi sebagai
akibat dari aktivasi sistem simpato-adrenal sehingga terjadi perubahan
persepsi fisiologi.
Tanda Gejala
Autonom Gemetar, palpitasi, Pucat, takikardia,
berkeringat, gelisah, widened pulse
lapar, mual, kesemutan pressure
paresthesia, palpitasi,
Tremulousness
Neuroglikopenia Kesulitan konsentrasi, Cortical-blindness,
bingung, Lemah, lesu, hipotermia, kejang,
dizziness, Pandangan koma
kabur, pusing,
perubahan sikap,
gangguan kognitif,
pandangan kabur,
diplopia
DAFTAR PUSTAKA
Rusdi, M. S. (2020). Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa Sciences and
Clinical Research, 2(2), 83-90.