Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN


NILAI KEMANUSIAAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen pengampu: Sifa Rini Handayani, S.S., M.Si.

Kelompok 2
Anggota: 1. Siti Nur Aisyah Pratama Bintang (2001908)
2. Anggi Mahardila (2001909)
3. Jeje Jajuli (2001910)
4. Sindi Apriliani (2001911)
5. Hilda Tira Puspita (2001912)
6. Rissa Amalia (2001913)
7. Diana Kulsum (2001914)
8. Kelia Rani Dewi (2001915)
9. Sri Wulandhari (2001916)
10. Hilmi Nabila Chosiyah (2001919)
11. Yusy Yus Sinta Dewi (2001922)

PRODI D3 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS DI SUMEDANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wata ala
Tuhan yang maha esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah NYA kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pancasila Sebagai Dasar
Pengembangan Nilai Kemanusiaan” dengan tepat waktu.
Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas Pendidikan Pancasila,
selain itu untuk mengetahui tentang bagaimana Pancasila sebagai dasar
pengembangan nilai kemanusiaan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Meskipun tidak sempurna, kami harap makalah ini dapat bermanfaaat
untuk kita semua. Tentunya masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun kami terima. Kritik dan saran tersebut akan
menjadi bahan perbaikan untuk kami kelak.

Sumedang, April 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HAM .................................................................................3

2.2 Piagam Madinah .................................................................................4

2.3 Piagam PBB .......................................................................................11

2.4 UU No 39 Tahun 1999 .......................................................................13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................21

3.2 Saran ...................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dulu, Ilmu Pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas


berpikir manusia. Istilah Ilmu Pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda
makna, Ilmu dan Pengetahuan. Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan
definisi pengetahuan, sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara sistematis menurut metode tertentu. Sikap kritis dan cerdas
manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya, berbanding lurus
dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya,
timbul gejala penurunan derajat manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk
yang dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi menjadi lebih
bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus
diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan ilmu
pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam posisinya yang substansial bagi kehidupan umat manusia, ilmu
pengetahuan telah menampilkan diri baik dalam bentuknya sebagai proses,
produk, maupun masyarakat. Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan
diri sebagai aktifitas atau kegiatan kelompok ilmuwan dalam upayanya untuk
menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen, ekspedisi,
dan sebagainya. Penelitian dan percobaan dilakukan oleh para ilmuwan untuk
memahami dunia alamai sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang
dikehendaki (Saswinadi Sasmojo dkk (eds), 1991: 94). Ilmuwwan bukan orang
yang mempelajari ilmu untuk mengembangkan teknologi. Motivasi ilmuwan yang
sebenarnya adalah nafsu ingin tahu, bukan manfaatnya kepada masyarakat.
Keterlibatan pada ilmu memang dapat membuatnya mengesampingkan
dampak sosial ilmu pengetahuan, Oleh karena itu ilmuwan juga harus
mengembangkan suatu tanggung jawab sosial, karena ia juga warga umat manusia
(Franz Magnis-Suseno, 1992, 60).

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan HAM?
2) Jelaskan maksud isi dari Piagam Madinah?
3) Jelaskan maksud isi dari Piagam PBB?
4) Jelaskan isi UU No 39 Tahun 1999?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui tentang pengertian HAM
2) Untuk mengetahui tentang Piagam Madinah
3) Untuk mengetahui tentang Piagam PBB
4) Untuk mengetahui tentang UU No 39 tahun 1999.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HAM

HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodratif
dan fundamental sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Sedangkan dalam UU
tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa pengertian Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah
dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). Hak Asasi
Manusia sudah memiliki cabang ilmu sendiri untuk mempelajarinya. Untuk itu
ada beberapa pengertian Hak Asasi Manusia dari para ahli yang mengemukakan
cabang ilmu tentang hak asasi manusia.
1. Menurut C. De Rover mengemukakan: hak asasi manusia adalah hak
hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut
bersifat universal dan dimiliki oleh setiap orang, baik kaya maupun
miskin, laki ataupun perempuan. Hak asasi manusia dlindungi oleh
konstitusi dan hukum nasional pada semua negara di dunia.
2. Menurut A. Mansyur Effendi Hak Asasi Manusia adalah hak dasar/
mutlak/kudus/suci pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa yang dimiliki
oleh setiap manusia serta menempel/melekat untuk selamanya. Demi
terciptanya suasana yang nyaman serta harmonisasi antar warga negara,
masyarakat, maka direalisasikan hak dasar atau hak pokok tersebut dengan
penuh kebijakan.
3. Menurut Koentjoro Poerbapranoto Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak
yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut

3
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya
suci.

Hakekat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia


secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab
bersama anatara individu, pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun
militer) dan negara. Adapun beberapa ciri pokok hakikat HAM adalah sebagai
berikut:
1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang kelamin, ras, agama,
etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar.

2.2 Piagam Madinah

Piagam Madinah berisi pernyataan bahwa para warga muslim dan non-
muslim di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani,
serta non-muslim lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan
gangguan.

Dalam Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi Muhammad SAW


tersebut, terdapat 47 pasal yang mengatur sistem perpolitikan, keamanan,
kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan
pertahanan.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah
piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, untuk kalangan mukminin dan
muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti
mereka, menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka.

Dengan mengkaji Piagam Madinah dalam konteks kehidupan beragama


dan bernegara, kita akan menemukan bahwa otoritas negara terhadap masyarakat

4
yang beragam suku dan keyakinan adalah sebatas pemberian jaminan untuk
keberlangsungan dan kebebasan memilih atau memeluk agama, menjaga keutuhan
negara dan merawat perdamaian dalam kehidupan bersama. Hal ini dapat dilihat
dari isi konstitusi yang dirancang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai
nabi dan rasul yang sekaligus sebagai pemimpin pemerintahan.

Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.

Pasal 2

Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan
tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3

Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4

Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 5

Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 6

5
Bani Jusyam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7

Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu


membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8

Bani ‘Amr bin ‘Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu
membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9

Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu


membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10

Bani Al ‘Aus sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11

Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung


utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran
tebusan atau uang tebusan darah.

Pasal 12

Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu


mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.

6
Pasal 13

Orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang di antara mereka


yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan
atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam
menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14

Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran


membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir
untuk membunuh orang beriman.

Pasal 15

Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan
lain.

Pasal 16

Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan
santunan, sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Pasal 17

Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat


perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan
Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18

Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu-membahu satu sama lain.

Pasal 19

Orang-orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di


jalan Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang
terbaik dan lurus.

7
Pasal 20

Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang
musyrik Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21

Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya,
harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah.
Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22

Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah
dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman
kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi
pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak
diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23

Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan


Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW.

Pasal 24

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 25

Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum
Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan
ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim
dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

Pasal 26

Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

8
Pasal 27

Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 28

Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 29

Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 30

Kaum Yahudi Bani Al ‘Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 31

Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 32

Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani
‘Auf.

Pasal 33

Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 34

Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).

Pasal 35

Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36

Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad
SAW. Ia tidak boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat
orang lain. Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan

9
menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat
membenarkan ketentuan ini.

Pasal 37

Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban
biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi
musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji
lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan
sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 39

Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam
ini.

Pasal 40

Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak
bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42

Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang
di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut
ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya
Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung
mereka.

10
Pasal 44

Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota
Yatsrib (Madinah).

Pasal 45

Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi


perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus
dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib
memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang
menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing
sesuai tugasnya.

Pasal 46

Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban
seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan
penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu
berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas
perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi
piagam ini.

Pasal 47

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang
keluar bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang
zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa.
Dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah.

2.3 Piagam PBB

Pada awalnya negaralah yang memiliki yurisdiksi secara mutlak dan


ekslusifitas teritorialnya. Namun dalam perkembangannya, karena adanya
keinginan bekerjasama dalam hal ini adalah kerjasama internasional untuk saling
memenuhi kebutuhan antar negara yang satu dengan negara yang lain maka
muncullah organisasai internasional. Organisasi internasional tumbuh karena

11
adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antar-bangsa sebagai wadah serta
alat untuk melaksanakan kerjasama internasional. Organisasi internasional akan
menghimpun negara-negara di dunia dalam suatu sistem kerjasama yang
dilengkapi dengan organ-organ yang dapat mencegah atau menyelesaikan
sengketa-sengketa yang terjadi diantara mereka. Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam
sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor
kehidupan internasional. Oleh sebab itu sebagai salah satu fungsi daripada PBB
adalah untuk menyelesaikan kasus-kasus internasional yang terjadi. Sebagaimana
yang tercantum di dalam pembukaan Piagam PBB :

“We the peoples of the united nations determined to save succeeding generations
from the scourage of war…”

(PBB bertujuan hendak menyelamatkan generasi penerus dari ancaman terhadap


perang). Oleh sebab itu PBB berperan aktif di dalam menyelesaikan setiap
sengketa-sengketa yang terjadi diantara negara-negara di dunia. Salah satu prinsip
yang dipegang PBB di dalam menyelesaikan setiap sengketa yang ditangani
seperti yang tecantum di dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB: “All members shall
settle their international disputes by peaceful means in such manner that
international peace and security, and justice, are not endangered” (Setiap anggota
harus menyelesaikan sengketa internasional dengan cara damai yang tidak
membahayakan keamanan dunia).

Sengketa state immunity antara Jerman dengan Italia sebenarnya sudah


muncul pada tahun 2008. Kedua negara yang bersengketa tersebut merupakan
anggota dari PBB yang mana bersepakat untuk membawa kasus tersebut
diselesaikan dalam kerangka PBB melalui Mahkamah Internasional. Sengketa
antara Jerman dengan Italia ini merupakan masalah ganti rugi yang berkaitan
dengan yurisdiksi sebuah negara yang timbul karena peristiwa kejahatan perang
NAZI bukanlah mengenai tindakan kejahatan internasional sehingga kasus ini
diselesaikan melalui Mahkamah Internasional dalam kerangka PBB.

12
PBB sebagai forum organisasi internasional yang terbesar diharapkan
mampu untuk menjembatani penyelesaian sengketa Negara anggotanya. Dengan
fungsinya sebagai organisasi internasional yang melindungi perdamaian dan
keamanan dunia seperti yang tertuang dalam Piagam PBB yang pada hakekatnya
menekankan upaya secara damai dalam penyelesaian sengketa negara anggotanya.
Peran PBB sebagai forum organisasi internasional dalam penyelesaian sengketa
yurisdiksi negara dalam kasus state immunity antara Jerman dengan Italia ditinjau
dari landasan serta instrumen hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa
secara damai menjadi pokok utama penelitian ini.

Isi dari Piagam PBB, yaitu :

Pembukaan Piagam PBB

KAMI MASYARAKAT PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA BERTEKAD

1. menyelamatkan generasi penerus dari bencana perang, yang dua kali dalam
hidup kita telah membawa kesedihan yang tak terhitung kepada umat manusia,
dan
2. menegaskan kembali keyakinan akan hak asasi manusia, atas martabat dan
nilai pribadi manusia, dalam persamaan hak laki-laki dan perempuan dan
bangsa-bangsa besar dan kecil, dan
3. membangun kondisi di mana keadilan dan penghormatan terhadap kewajiban
yang timbul dari perjanjian dan sumber hukum internasional dapat
dipertahankan, dan
4. meningkatkan kemajuan sosial dan standar hidup yang lebih baik dalam
kebebasan yang lebih besar,

DAN BERSAMA INI MENYELESAIKAN

1. mempraktekkan toleransi dan hidup bersama dalam damai satu sama lain
sebagai tetangga baik, dan
2. menyatukan kekuatan kita untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional, dan

13
3. memastikan, dengan penerimaan prinsip dan institusi metode, bahwa kekuatan
bersenjata tidak boleh digunakan, kecuali untuk kepentingan umum, dan
4. menggunakan mesin internasional untuk mempromosikan kemajuan ekonomi
dan sosial bagi semua bangsa,

TELAH MEMUTUSKAN MENGGABUNGKAN USAHA KITA UNTUK


MEMENUHI TUJUAN INI

Dengan demikian, Pemerintah kita masing-masing, melalui wakil-wakil yang


berkumpul di kota San Francisco, telah menunjukkan kekuatan penuh mereka
menjadikan dalam bentuk yang baik dan siap , telah sepakat untuk Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa ini dan dengan ini mendirikan sebuah organisasi
internasional untuk menjadi dikenal sebagai Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Isi Piagam PBB

1. Bab I menetapkan tujuan PBB, termasuk ketentuan-ketentuan penting dari


menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
2. Bab II mendefinisikan kriteria keanggotaan negara-negara di Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
3. Bab III membahas mengenai Badan-Badan yang ada pada PBB
4. Bab IV membahas mengenai Majelis Umum PBB
5. Bab V membahas mengenai Dewan Keamanan PBB
6. Bab VI membahas penyelesaian pertikain Pasifik
7. Bab VII membahas mengenai tindakan yang berhubungan dengan
ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan agresi
8. Bab VIII memungkinkan pengaturan regional untuk memelihara
perdamaian dan keamanan di wilayah mereka sendiri
9. Bab IX membahas kerjasama internasional di bidang ekonomi dan sosial
10. Bab X membahas mengenai Dewan Ekonomi dan Sosial
11. Bab XI membahas pernyataan tentang wilayah perwalian
12. Bab XII membahas tentang sistem perwalian internasional
13. Bab XIII membahas tentang Dewan Perwalian internasional

14
14. Bab XIV membahas tentang Mahkamah Internasional
15. Bab XV membahas tentang sekretariat PBB
16. Bab XVI membahas tentang ketentuan-ketentuan lainnya
17. Bab XVII membahas tentang ketentuan-ketentuan keamanan peralihan
18. Bab XVIII membahas tentang kemungkinan perubahan-perubahan yang
mungkin akan terjadi
19. Bab XIX membahas tentang ratifikasi dan penandatanganan piagam
2.4 UU No. 39 Tahun 1999

A. Alasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999


Tentang Hak Asasi Manusia Ini Dibuat
Jika merunut kembali kepada historis pembentukan negara Republik
Indonesia pada tahun 1945, masalah HAM telah mendapatkan perhatian dan
menjadi bahan perdebatan. Hanya saja ketika zaman Soeharto ini, dengan
negara totaliternya sudah mencerminkan tidak akan terwujudnya perhatian
terhadap masalah hak asasi manusia yang mana hak asasi manusia ini lebih
mengedepankan eksistensi manusia dalam hidup dan berkehidupan. Dengan
langgam totaliternya sangat tidak mungkin pemerintah dapat mengedepankan
masalah HAM itu sendiri. Dengan kata lain pemerintah tidak ingin monopoli
kekuasaannya terbagi oleh pelayanan dan penghormatan terhadap HAM itu
sendiri. Ketika HAM ditegakkan maka monopoli dan otoriternya penguasa
pada waktu itu bisa dikatakan akan pudar. HAM yang menempatkan harkat
dan martabat manusia sebagai hak dan kodrat manusia diciptakan akan
menghalangi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mewujudkan paradigma
pembangunannya.
Penafsiran Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 oleh pemerintah
Soeharto pada masa itu hanya sebatas tanggung jawab negara untuk
menyediakan sarana dan prasarana dalam mewujudkan hidup bernegara, dan
ini sangat jelas dengan hanya menyediakan beberapa undang-undang
mengenai perkawinan, pembangunan sekolah-sekolah, pembangunan sarana
pekerjaan bagi warga negara berupa pembangunan pabrik-pabrik dan lainnya.

15
Akan tetapi perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak humanis sering terjadi
dalam mendapatkan wilayah untuk penyediaan lahan untuk sarana dan
prasarana itu. Di sinilah sebenarnya titik tolak salah asumsi pemerintah
mengenai hak hidup manusia sesungguhnya.jadi dapat dikatakan tidak
lahirnya undang-undang yang bersifat khusus dalam menangani masalah
HAM ini selain yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945 dikarenakan
penafsiran yang berbeda terhadap setiap pasal yang menyangkut hak asasi
manusia dan yang lebih penting adalah bahwa dengan tidak memperhatikan
masalah HAM sedetil mungkin akan lebih memuluskan jalannya segala
kebijakan pemerintah dalam mencapai monopoli kekuasaan yang
sesungguhnya.
Tujuan dari semua itu tidak lain adalah pemusatan kekuasaan oleh
eksekutif, sehingga wacana HAM tidak merupakan wacana yang mendesak
dan bisa dikatakan merupakan hal yang dilupakan. Dari definisi totaliter itu
sendiri dapat dikatakan bahwa penguasa berhak ”menghancurkan” orang-
orang yang tidak ikut aturan dari mereka. Menghancurkan ini bisa diartikan
bahwa hak hidup seseorang itu berada ditangan penguasa, sepanjang
masyarakat ataupun warga negaranya patuh maka penguasa itu akan
memberikan kemudahan dan fasilitas bagi mereka dalam menjalani hidup.
Setelah era Orde Baru jatuh melalui reformasi pada bulan Mei tahun
1998 semua produk hukum era ORBA yang berwatak konservatif segera
diubah. Sesuai dalil bahwa sebagai produk politik maka hukum-hukum akan
berubah sejalan dengan perubahan politik. Masuknya materi jaminan HAM
pada masa Reformasi merupakan kerangka membangun solidaritas
perjuangan menegakkan HAM di Indonesia yang selama ini tidak pernah
tersentuh oleh hukum. Hukum-hukum yang diubah sebagian besar dari
produk politik mengenai hubungan kekuasaan yang perubahannya dari watak
sentralistik dan otoriter menjadi partisipasif dan demokratis. Hukum
mengenai kekuasaan kehakiman yang terlalu banyak memberi peluang besar
terhadap campur tangan eksekutif pada masa ORBA maka pada masa
reformasi diganti dengan politik hukumnya menyatuatapkan kekuasaan

16
kehakiman dibawah Mahkamah Agung. Perubahan-perubahan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah era reformasi yaitu kearah hukum yang memuat
dan memancarkan nilai-nilai pancasila.
Gerakan reformasi yang berhasil menjatuhkan kejayaan rezim Soeharto
sebenarnya merupakan implementasi ketidakpuasan masyarakat dalam
penegakan hukum dan pelaksanaan pemerintahan seperti Korupsi, Kolusi,
Nepotisme (KKN) dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Era
reformasi membuat agenda perubahan seperti perubahan undang-undang di
bidang politik, pencabutan dwifungsi militer, otonomi seluasluasnya dan lain-
lain yang dari sudut formalnya sudah terealisasikan.
Masuknya materi jaminan HAM sebagai standar sebuah konstitusi adalah
bukti konkret tersebut. Oleh karena HAM adalah hak-hak yang diakui secara
konstitusional, maka pelanggaran atas HAM merupakan pelanggaran atas
konstitusi. Isu-isu HAM telah mengemuka ketika mulai jatuhnya kekuasaan
rezim Soeharto. Kediktatoran presiden Soeharto membawanya kejurang
kehancuran dan kenistaan. Pemerintahannya diturunkan secara paksa oleh
rakyatnya sendiri dengan cara melakukan demodemo yang dimotori oleh para
mahasiswa diseluruh penjuru bangsa, seluruh wilayah Indonesia. Mereka
menginginkan presiden Soeharto mundur karena tidak sanggup mengatasi
krisis moneter serta konflik kemanusian yang merajalela.
Selain permasalahan ekonomi dan moneter perubahan yang mendasar
dari rezim Orde Baru ke era Reformasi ada permasalahan lain yang
dikondisikan dan dibentuk oleh keadaan-keadaan historis yang terbangun
pada masa Orde Baru. Keadaan yang dikondisikan dan dibentuk secara
historik itu membuat rezim Soeharto runtuh. Kenyataan menunjukkan
semenjak isu-isu HAM mengemuka dalam agenda internasional telah
membuat perubahan-perubahan politik diberbagai negara yang selama ini
dikenal karena pola-pola pelanggaran HAM berat tidak terkecuali dengan
Indonesia Perubahan politik hukum di Indonesia dari masa ORBA ke era
Reformasi telah menuju demokrasi. Hanya saja tetap saja ada permasalahan
yang ditinggalkan rezim Soeharto yang pada saat ini yaitu era Reformasi

17
tidak semuanya dapat dituntaskan. Hal ini disebabkan oleh adanya pro dan
kontra terhadap penyelesaian masalah itu karena banyak menyeret pejabat,
petinggi dan elit politik.
Dapat dikatakan bahwa latar belakang lahirnya undang-undang mengenai
HAM di Indonesia Era Reformasi adalah sebagai Berikut :

1. Krisis ekonomi dan moneter.

2. Globalisasi di segala bidang kehidupan.

3. Isu-isu hak asasi manusia yang diagendakan secara internasional.

4. Merosotnya ekonomi dan sosial.

5. Munculnya paham-paham baru demokrasi oleh para aktivis sosial yang


memiliki massa.

6. Tuntutan penegakan hukum dan keadilan oleh masyarakat.

7. Pergolakan politik praktis di masyarakat.


Dalam era reformasi, pembangunan HAM di Indonesia memperoleh
landasan hukum yang signifikan semenjak diberlakukannya Keputusan
Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 129 tahun 1998 Tentang
”Rencana Aksi Nasional Hakhak Asasi Manusia Indonesia 1998-2003”, atau
yang lebih dikenal dengan istilah RAN HAM, yang ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 15 Agustus 1998.
Kemudian Keppres Nomor 129 Tahun 1998 ini diikuti dengan
dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 26 Tahun 1998 tentang
penghapusan kata Pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan
penyelenggaraan kebijakan pemerintahan. Eksistensi kedua peraturan-Kepres
dan Inpres tersebut kemudian diikuti dengan pemberlakuaan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1998 Tentang pengesahan”Convention againstTorture and
Other Cruel, Inhuman, Or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Peerlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,
Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia)”.

18
Dari uraian diatas dapat dikatakan dasar terbentuk dan diberlakukannya
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM tidak lain karena adanya desakan
semua lapisan masyarakat dan desakan Dunia Internasional untuk
menegakkan dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di
Indonesia tujuannya untuk mencegah tindakan yang sewenang-wenang
pemerintah dalam menjalalnkan pemerintahan serta menjamin terlaksananya
penegakan HAM yang sesungguhnya di Indonesia.
Jadi jelaslah bahwa hak asasi manusia sebagai pembahasan yang penting
pada era reformasi, hal ini disebabkan agar tidak terjadi lagi tragedi
kemanusian yang terjadi pada masa Orde Baru. Selain itu adanya tekanan dari
dunia internasional yang mengharuskan setiap anggota organisasi
internasional melakukan ratifikasi terhadap konvensi-konvensi internasional
mengenai HAM. Selain itu HAM menjadi penting karena memang hak asasi
manusia itu sebenarnya memang melekat pada tiap individu yang merupakan
karunia Tuhan Yang Maha Esa. Seyokyanya hak asasi setiap warga negara
diakui dan dilindungi oleh negaranya.
Segala pertimbangan yang dilakukan oleh pemerintah era Reformasi
untuk memikirkan politik hukum mengenai HAM tak lain adalah sudah
saatnya keberadaan suara-suara rakyat didengar dan diakomodir menuju
keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu dapat dikatakan alasan
mengapa HAM menjadi agenda utama dalam penentuan kebijakan
pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Adanya perubahan yang mendasar didalam konfigurasi politik hukum di


Indonesia.

2. Tekanan Internasional untuk meratifikasi konvensi-konvensi internasional


mengenai HAM terhadap anggotanya.

3. Tekanan masyarakat yang menginginkan demokrasi di segala bidang


kehidupan.

4. Perubahan pola kepemimpinan.

19
5. Pengaruh arus globalisasi.
B. Materi Yang Diatur Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Sampai saat ini banyak agenda reformasi yang salah satu politik hukum
pemerintah adalah mengenai HAM. Politik hukum HAM di sini diartikan
sebagai kebijakan hukum (legal policy) tentang HAM yang mencakup
kebijakan negara tentang bagaimana hukum tentang HAM itu telah dibuat
dan bagaimana pula seharusnya hukum tentang HAM itu dibuat. Masalah
pelanggaran HAM di Indonesia bukan hanya terjadi dalam kasus-kasus
politik saja melainkan juga terjadi dalam penegakan hukum lain contohnya
dalam penanganan masalah kriminal serta mengenai pemberitaan di media
massa oleh wartawan. Mengenai hak berorganisasi pun demikian. Dengan
permasalahan-permasalahan diatas maka pada era reformasi politik hukum
mengenai HAM menjadi pembahasan yang penting dan sangat mendesak.
Pelanggaran HAM pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh sistem politik
yang tidak demokratis yang dibangun dengan menggunakan alasan-alasan
UUD 1945, maka untuk jangka panjang politik hukum HAM harus memberi
landasan konstitusional bagi keharusan munculnya sistem politik yang
demokratis melalui perubahan atau amandemen atas UUD 1945. Dapat
dikatakan reformasi yang terjadi salah satunya adalah menyuarakan aspirasi
yang sangat kuat mengenai penyelesaian dan mengadili pelanggaran HAM
dan KKN yang terjadi di era Orde Baru. Dengan kata lain era Reformasi ini
telah terjadi perubahan arus penegakan HAM dari yang penuh pelanggaran
dan sangat refresif oleh aparat penegak hukum menjadi lebih berpihak kepada
perlindungan HAM. Ini dapat dilihat dengan banyaknya konvensikonvensi
Internasional yang diratifikasi oleh pemerintah mengenai HAM.

Adapun hal-hal yang diatur dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999


berdasarkan sistematika maka dapat dikategorikan kepada :

20
1. Bab sebanyak 11 (sebelas) dengan jumlah Pasal sebanyak 106(seratus
enam).

2. Bab I mengenai ketentuan umum, berupa definisi atau terminologi kata


yang berkaitan erat dengan hak asasi manusia, Pasal 1.

3. Bab II mengenai asas-asas dasar, berupa landasasan hukum dan asal usul
hak asasi sehingga adanya pengakuan hak asasi tersebut, mulai pasal 2-8.

4. Bab III mengenai pembagian atau jenis-jenis hak yang diakui oleh
konstitusi atau undang-undang, mulai pasal 9-66

5. Bab IV mengenai kewajiban manusia, mulai pasal 67-70

6. Bab V mengenai kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, mulai pasal


71-72

7. Bab VI mengenai pembatasan berlakunya hak asasi dan larangan, mulai


pasal 73-74

8. Bab VII mengenai Komisi Nasional HAM, mulai pasal 75-99.

9. Bab VIII mengenai partisipasi masyarakat dalam melindungi HAM, mulai


pasal100-103

10. Bab IX mengenai Pengadilan HAM, pada pasal 104.

11. Bab X mengenai ketentuan yang berlaku pada pasal 105.

12. Bab XI mengenai ketentuan penutup pada pasal 106. Jadi dapat dikatakan
bahwa banyaknya jenis atau macam-macam hak yang diatur didalam
undangundang ini diharapkan mampu memberikan jaminan yang sepenuhnya
atas penegakan HAM di Indonesia. Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)) yang merupakan salah satu bagian
dari hak untuk hidup. Hak untuk hidup yang diatur dalam UU HAM terdiri
dari: hak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya; hak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan
batin; dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak untuk hidup

21
juga dijamin dalam instrumen internasional antara lain DUHAM dan ICCPR.
Pasal 3 DUHAM menyatakan : ‘setiap orang mempunyai hak atas kehidupan,
…’ dan Pasal 6 ayat (1) ICCPR menyatakan : ‘setiap manusia memiliki
melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak
seorang pun manusia yang secara gegabah boleh dirampas hak
kehidupannya.’. Selain itu, UUD RI Tahun 1945 juga menjamin hak untuk
hidup yang tertuang dalam Pasal 28 UUD RI Tahun 1945. Selain itu yang
sangat signifikan perubahan hak asasi manusia mengenai kebebasan
berpolitik. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 23 Ayat
1 dan 2, berbunyi:

1. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan


menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan
melalui media cetak maupun elektonik dengan memperhatikan nilai-nilai
agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Beberapa poin yang dapat dijadikan kesimpulan dalam pembahasan di atas


adalah sebagai berikut:

1. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
sifatnya kodratif dan fundamental dan merupakan anugerah dari Tuhan
yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu,
masyarakat, negara, hukum, serta pemerintah sehingga dapat tercipta suatu
kehormatan dan perlindungan bagi seluruh manusia.
2. Piagam Madinah menyatakan bahwa Muslim dan non-Muslim di Yathrib
(Madinah) adalah satu bangsa, dan seluruh non-muslim akan dilindungi
dari segala bentuk penistaan serta gangguan. Ada 47 pasal dalam "Piagam
Madinah" yang diumumkan Nabi Muhammad SAW yang isinya mengatur
tentang persamaan sistem politik, keamanan, kebebasan beragama,
kesetaraan dimuka hukum, serta perdamaian dan pertahanan.
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah organisasi internasional yang akan
menghimpun atau menjembatani penyelesaian sengketa negara anggotanya
sehingga tetap terjaga perdamaian dan keamanannya seperti yang sudah
tertera dalam piagam PBB yang menekankan upaya secara damai dalam
penyelesaian sengketa negara anggotanya.
4. Awal mula diberlakukannya UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia yaitu karena adanya desakan dari masyarakat untuk
menegakkan dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi
di Indonesia sehingga mencegah pemerintah dalam bertindak sewenang-
wenagn dalam menjalankan pemerintahannya serta dengan adanya UU

23
Nomor 39 Tahun 1999 dapat lebih terjamin terlaksananya penegakan
HAM yang lebih baik di Indonesia.

3.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus
bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM.
2. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan
tentunya kami akan terus memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih
baik lagi, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
tentang pembahasan makalah ini.
1.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, M. L. (2005). Konsep Negara dalam Perspektif Piagam Madinah dan


Piagam Jakarta. Al-Mawarid Journal of Islamic Law, 13, 26029.

Itasari, E. R. (2015). Memaksimalkan Peran Treaty of Amity and Cooperation in


Southeast Asia 1976 (TAC) Dalam Penyelesaian Sengketa di ASEAN.
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 1(1).

Misrawi, Z. (2009). Madinah: kota suci, piagam Madinah, dan teladan


Muhammad SAW. Penerbit Buku Kompas.

Nurjalal, N. (2018). ANALISIS UU. NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM.


Jurnal Pahlawan, 1(1), 30-35.

Sianturi, MH, Arif, A., & Leviza, J. (2014). Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa
sebagai Organisasi Internasional dalam Menyelesaikan Perselisihan atas
Yurisdiksi Negara Anggotanya dalam Kasus Kekebalan Negara Antara
Jerman dan Italia Terkait Kejahatan Perang Nazi. Jurnal Hukum
Internasional , 2 (1)

Sulisworo, T., Wahyuningsih, T., & Baehaqi, D. (2012) “Hak Asasi Manusia”

Syamsudin, (2015). “Pancasila Sebagai Dasar Nilai Ilmu Pengetahuan”

Tri Suprastomo Nitirahardjo, (2015) ,Hak Asai Manusia ( Pengertian HAM, Ciri
khusus HAM,Teori Tentang HAM, Prinsip Kerangka HAM, Perbedaan
HAM DAN Hak Kasus HAM ).

Anda mungkin juga menyukai