Anda di halaman 1dari 36

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kekuatan Otot Dada (Pektoralis Mayor)

Otot merupakan salah satu bagian di tubuh yang memiliki peranan sangat

penting, sehingga sangatlah dianjurkan untuk menjaga agar tetap sehat dan terjaga

dengan baik yang akan memberikan dampak yang baik bagi tubuh. Masalah

memiliki kekuatan otot dada yang kuat biasanya cenderung melibatkan kaum pria,

dimana mereka berlomba-lomba melatih otot dada agar memiliki badan yang

istilahnya dikenal dengan tubuh yang atletis. Tubuh yang atletis dengan otot dada

yang berisi, berbentuk yang baik terkesan menunjukkan kejantanan bagi kaum

pria.

Memiliki kekuatan otot dada yang baik untuk menambah kekuatan tubuh,

pada otot dada dimana otot dada yang terjaga dan terlatih tidak hanya mampu

melakukan gerakan dan memiliki kekuatan yang besar, tetapi juga memberikan

stabilitas pada bagian bahu dan struktur kerangka tubuh . Dengan stabilnya bahu

dan kerangka tentu akan memberikan tambahan kekuatan pada tubuh. Contohnya

pada cabang olahraga gulat, kekuatan otot dada sebagaimana diketahui seorang

pegulat memiliki kekuatan otot yang baik dan kuat pasti akan memberikan

kemampuan saat melakukan gerakan bantingan. Peningkatan kekuatan otot dada

tersebut terjadi disebabkan oleh latihan beban yang dilakukan dengan bentuk

pelatihan yang tepat sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai. Bentuk

pelatihan yang dapat digunakan untuk melatih otot dada yaitu bentuk pelatihan

8
9

periodization system dan pyramid system. Kedua pelatihan tersebut dapat

digunakan dalam melakukan latihan beban dalam meningkatkan kekuatan otot

dada dengan memberikan pembebanan pada sekelompok otot dengan menerapkan

set, repetisi, kemudian diselingi dengan istirahat guna mencapai hasil yang

maksimal tanpa terjadinya kelelahan otot dan cedera.

2.2 Pengertian Kekuatan Otot

Kekuatan berasal dari kata kuat artinya bertenaga, berkesanggupan,

berkemampuan (Badudu dan Zain, 2001). Kekuatan otot adalah kemampuan otot

membangkitkan tenaga terhadap suatu tahanan ( Harsono, 2003). Menurut

Mylsidayu (2015) kekuatan adalah salah satu komponen biomotor yang

diperlukan dalam setiap cabang olahraga dan sangat penting dalam mencetak atlet.

Pelatihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot adalah pelatihan dengan

pembebanan yang cukup, tanpa menggunakan beban pelatihan otot tidak akan

bertambah.

Kekuatan yaitu tenaga yang dihasilkan dari kontraksi otot atau sekelompok

otot yang dipakai untuk mengangkat, memindahkan, mendorong benda dari satu

tempat ke tempat yang lainnya. Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh

untuk melakukan kontraksi atau tegangan maksimal dan menerima beban sewaktu

melakukan aktivitas (Nala, 2002). Kekuatan otot-otot melukiskan kontraksi

maksimal yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot dan kemampuan

otot-otot yang dimulai pada umumnya adalah otot-otot tangan, lengan, bahu,

dada, perut, tungkai kaki dan punggung, kekuatan otot tangan dan lengan penting

untuk memegang, mengangkat, mengayun, menarik, melempar, mendorong dan

menolak (Javer, 2005).


10

Kekuatan adalah tenaga yang dipergunakan untuk mengubah keadaan

suatu gerak atau bentuk dari suatu benda, gerakan menarik, mengangkat, atau

mendorong dapat mengakibatkan suatu benda berhenti atau berubah arah yang

tergantung pada sifat fisik benda dan besarnya kekuatan dari titik tumpuan dan

arah kekuatan yang dilakukan (Pate et.al, 1993). Kekuatan (strength) dalam

olahraga diartikan suatu kemampuan atlet/seseorang untuk mengeluarkan semua

tenaga secara keseluruhan untuk mencapai suatu prestasi yang tinggi. Dan dalam

pelatihan kekuatan diartikan sebagai hasil dari kemampuan kekuatan kontraksi

otot untuk membangkitkan suatu tegangan terhadap tahanan yang diperoleh

selama pelatihan (Harsono, 1988). Kekuatan otot merupakan tenaga atau tegangan

yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi

maksimal (Thomas,et.al, 2000). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa kekuatan otot yaitu kemampuan kontraksi maksimal dari otot

atau sekelompok otot yang digunakan seseorang untuk menahan, melawan,

mendorong, menarik, mengangkat ataupun memindahkan beban dari satu tempat

ke tempat lain. Kekuatan otot dada yaitu kemampuan dada dengan mengerahkan

semua tenaga dari otot-otot skeletal dada didukung oleh otot-otot skeletal

punggung bagian belakang atas, bahu serta lengan atas dan bawah, bahkan

didukung oleh semua otot skeletal anggota gerak atas dalam satu kali kontraksi.

2.3 Sistem kerja otot

Otot merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh

seseorang untuk bergerak, otot mempunyai ujung-ujung yang terdiri dari jaringan

ikat yaitu disebut urat atau tendon. Otot yaitu jaringan yang kuat dan elastis terdiri

dari serat-serat. Khusus untuk dapat mengerut (kontraksi) dan mengendor


11

(relaksasi), dalam serabut otot terdapat mitondria yang menghasilkan ATP.

Serabut otot mempunyai bahan bakar sendiri, dalam sarkoplasma terdapat

glikogen dan lemak. Menurut Dinata (2004) seluruh otot diselimuti oleh jaringan

ikat yang disebut epimysium, ikatan otot atau fasciculus juga dikelilingi oleh

jaringan ikat yang disebut perimysium. Satu ikatan otot berisi satu lebih serabut

otot. Setiap serabut otot deselimuti oleh jaringan ikat yang disebut endomysium.

Jaringan ikat memberikan kekuatan dan keutuhan otot. Jaringan ikat juga sering

menyebabkan rasa sakit otot akibat pelatihan. Menurut Nala (2002) otot adalah

daging, skeletal adalah tulang. Jadi otot skeletal adalah daging yang menempel

pada tulang. Menurut Sherwood (2001) kontraksi otot rangka menyebabkan

tulang tempat otot tersebut melekat bergerak, sehingga memungkinkan tubuh

untuk bergerak dan dapat melaksanakan berbagai aktivitas motorik. Apabila

seseorang berlatih dengan teratur, maka massa ototnya akan bertambah besar

sehingga kekuatan otot pun akan bertambah kuat. Pembesaran otot disebut dengan

hipertrofi (hypertrophy), yang berarti otot bertambah besar.

2.4 Perubahan Otot

Hypertropy otot adalah menambahnya ukuran atau massa otot, hal ini

disebabkan meningkatnya jumlah flamen aktin dan myosin dalam setiap serat otot

dan menyebabkan bertambah besarnya serat-serat otot yang ada (Guyton dan Hall,

1997). Serat-serat otot yang memang sudah ada sejak lahir. Myofibri merupakan

protein yang halus actin dan myosin didalam serat bertambah sehingga membuat

serat yang lebih besar. Akibatnya kolektif dari bertambah besarnya didalam

masing-masing serat merupakan penyebab dari perubahan ukuran otot yang

terlihat. Pembesaran pada serat-serat yang sudah ada disebut hypertropy otot
(Thomas dan Barney, 2003). Menurut Rai (2006) hypertropy otot merupakan

pertumbuhan massa otot dimana serabut otot bertambah besar atau tebal.

Perekrutan serabut otot yang maksimal ( maximum muscle fibre recruitmen )

terjadi saat seluruh serabut otot yang dilatih benar-benar terpakai semua untuk

menggerakan tekanan beban yang di tempatkan pada bagian otot tersebut.

Perekrutan serabut otot yang maksimal harus terjadi untuk biasa mendapatkan

pertumbuhan otot yang maksimal, karena tanpa perekrutan seluruh serabut otot

pada bagian tubuh dilatih maka potensi perkembangan otot hanya sekecil jumlah

serabut otot yang dipakai. Artinya semakin banyak atau semakin maksimal

serabut otot direkrut dalam satu sesi latihan, maka semakin besar potensi

perkembangan massa otot (hypertrophy). Menurut Rai, Hamid dan Tsiang (2007)

mengatakan bahwa hipertrofi otot adalah pertumbuhan massa otot dimana serabut

otot bertambah besar atau tebal. Hipertrofi istilah untuk serabut otot rangka yang

membesar dari ukuran aslinya. Serabut otot rangka membesar melalui pembesaran

diameter dari serabut ototnya (muscle fibre). Ade Rai (2011)

Menurut Giriwijoyo (2007/a) hypertrophy otot merupakan latihan yang

ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis, akan terutama

menyebabkan terjadinya hipertrofi otot. Hipertrofi ini disebabkan oleh karena

bertambahnya unsur kontraktil (actin dan miosin) di dalam otot, menebalnya dan

menjadi lebih kuatnya sarcolemma, bertambahnya jumlah jaringan ikat di antara

sel-sel otot (serabut-serabut otot) dan jumlah kapiler di dalam otot khusunya yang

dilatih untuk daya tahan. Otot-otot yang tidak terlatih akan mengecil (atrofi) dan

melemah. Dengan latihan maka otot-otot akan membesar (hypertrophy).

Pembesaran terjadi oleh karena bertambahnya unsur kontraktil di dalam serabut


otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan kontraksi otot (kekuatan aktif

otot), menebalnya sarcolemma dan bertambahnya jaringan ikat diantara serabut-

serabut otot yang menyebabkan meningkatnya kekuatan pasif dan aktif otot serta

tahan terhadap regangan.

Giriwijoyo dan Dikdik (2010) mengatakan bahwa struktur anatomi dan

fisiologi terdiri dari tiga komponen yaitu:

1) Anatomi dan fisiologi molecular otot fungsi otot adalah memahami dinamika

perubahan intraselular otot. Oleh karena itu perlu lebih dahulu dibahas antomi

dan fisiologi molekular otot, agar perubahan-perubahan terjadi di dalam sel-

sel otot yang menjalani pelatihan dapat mudah dipahami.

2) Fungsi Otot (Fisiologi Otot) Pada tingkat Molekular, kontraksi otot adalah

serangkaian peristiwa reaksi fisiko kimia antara filamen actin dan myosin.

Latihan otot akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam

otot yaitu perubahan anatomis, kimiawi dan fisiologis. Pada perubahan anatomis,

latihan otot akan menyebabkan pembesaran otot karena membesarnya serabut-

serabut otot (hipertrofi otot), bertambahnya jumlah kapiler didalam otot

(kapilarisasi otot), dan bertambahnya jumlah jaringan ikat di dalam otot

(Giriwijoyo, 2007/b). Tujuan dari latihan kekuatan yaitu untuk meningkatkan

ukuran besarnya serabut otot atau disebut hypertrophy otot. Hypertrophy akan

terjadi setelah melakukan latihan beban selama 6 minggu atau lebih sehingga

ukuran otot akan kelihatan ada perubahan otot (Sukadiyanto, 2005).

2.4.1 Hipertropi sebagai Hasil Latihan Otot

Latihan beban akan mengaktifkan jalur transduksi sinyal yang mengatur

sintesis protein otot, degradasi protein, transkripsi dan perilaku sel satelit. Jalur
transduksi ini mengubah sinyal mekanik yang muncul saat latihan menjadi sinyal

kimiawi yang menginduksi respon pertumbuhan otot terutama melalui sintesis

protein. Penelitian menunjukkan bahwa jalur mTOR adalah titik pusat dimana

otot akan mengintegrasikan input dari berbagai sumber dan menentukan derajat

sintesis protein dan hipertropi otot yang terjadi. Jalur yang berlawanan dengan

mTOR dan pertumbuhan otot adalah jalur myostatin – Smad. Defek genetik akan

menekan jalur ini yang berakibat besar pada ukuran otot. Namun demikian jalur

ini belum banyak dipahami (Wackerhage, 2014).

Prinsip yang mendasari latihan otot adalah prinsip pembebanan yang

menyatakan bahwa kekuatan otot akan muncul sebagai akibat dari latihan yang

sistematik dan progresif dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup

mengakibatkan adaptasi. Sehingga, rencana suatu latihan otot akan terdiri dari

beban (%1RM), volume latihan (set dan repetisi), waktu istirahat dan perubahan-

perubahan progresifnya. Selain itu, kita nyatakan pula tujuan latihan (kekuatan,

daya tahan, hipertropi), jenis latihan yang dilakukan, dan sifat kontraksi yang

terjadi (eksentrik, konsentrik, isometrik, kecepatan kontraksi) (Wackerhage,

2014). Pertumbuhan ukuran otot dapat terjadi melalui mekanisme hipertropi yaitu

kondisi dimana ukuran dan masa sel yang bertambah dan bukan diakibatkan oleh

pertambahan jumlah sel atau hiperplasia. Hipertropi hanya akan dapat terjadi

apabila tubuh berada dalam keseimbangan protein positif yang artinya sintesis

protein lebih besar dibandingkan pemecahannya (Wackerhage, 2014). Penelitian

menunjukkan bahwa latihan otot dapat meningkatkan sitesis protein hingga 72

jam setelah latihan (Miller, 2005). Masa sintesis protein ini dapat mebohemanjang

apabila seseorang berada pada kondisi sesudah makan, hipertropi hanya dapat
terjadi pada kondisi keseimbangan protein positif, terjadi ketika jumlah asam

amino tinggi yang terjadi setelah waktu makan, dimana protein dipecah menjadi

asam amino (Bohé, 2001).

2.4.2 Konsep Periodization

Periodisasi adalah fondasi dari program latihan seorang atlet.

Termonologi periodizatiation adalah berasal dari kata period, yang dapat

menggambarkan porsi atau pembagian waktu. Dalam periodisasi terdapat fase

penurunan beban yang dapat memberikan otot untuk pemulihan dan beradaptasi

dan berkembang.

2.4.3 Konsep pyramid

Pyramid adalah latihan beban dengan metode untuk meningkatkan

pertumbuhan otot dan melatih kekuatan otot, pada system pirmid ini beban

pelatihan dari waktu ke waktu beban yang diterapkan terus meningkat.

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelatihan kekuatan otot

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot yaitu : ukuran otot, jenis

serabut otot, system metabolism energi, panjang awal otot, jumlah motor unit

yang bekerja, kecepatan gerakan, aspek biomekanik dan kinesiology yang

meliputi sudut sendi, interaksi posisi antara bagian tubuh dengan system mekanik

gaya secara keseluruhan dan aspek fisiologi. Suharno (1995), menyebutkan ada

tujuh factor yang mempengaruhi kekuatan otot yaitu :

1. Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang

tergantung dari proses hipertropi otot).


2. Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin banyak

fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.

3. Inervasi otot baik pusat maupun perifer.

4. Keadaan zat kimia dalam otot.

5. Tergantung besar kecilnya otot rangka, makin besar otot rangka makin

besar pula kekuatannya.

6. Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berarti kekuatan otot

tersebut saat bekerja makin besar.

7. Umur dan jenis kelamin.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan

otot, perbedaan tersebut terjadi terutama karena adanya perbedaan kekuatan otot

antara pria dan wanita. Secara biologis terdapat perbedaan proporsi otot dan besar

otot dalam tubuh seseorang yang dimana pada umumnya kekuatan otot pria lebih

kuat daripada kekuatan otot seorang wanita (Dinata, 2004).

Umur permulaan berolahraga secara spesialisasi dan prestasi top untuk

cabang olahraga bela diri seperti : tinju, gulat, pencak silat, yudo 13-14 tahun

permulaan berolahraga, dan umur 15-16 tahun spesialisasi dan mencapai prestasi

top di umur 24-28 tahun (Rogi, 2004).

2.6 Pelatihan Olahraga

Pelatihan dapat diartikan sebagai proses pembelajaran atau proses

kepelatihan dimana terjadi interaksi antara pelatih dan atlet atau guru dengan

siswa (Depdiknas, 2005). Suatu yang dilatih adalah atlet atau siswa sedangkan

yang melatih adalah guru atau pelatih (Mangoenprasodjo, 2005). Bentuk-bentuk

pelatihan sangat banyak, masing-masing puya tujuan tersendiri sehingga program


pelatihan pun berbeda-beda. Dengan perbedaan tersebut maka pengertian atau

batasan pelatihan turut berbeda (Menpora, 2000). Pelatihan adalah suatu proses

yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang

dengan kian hari meningkatkan jumlah beban latihan atau pekerjaan (Iskandar,

2011). Pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang

dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu

(durasi) lama dengan pembebanan meningkat secara progresif (Nala, 2002).

Pelatihan merupakan suatu kinerja atau aktivitas dari atlet dalam

melakukan pelatihan dalam durasi yang panjang dan secara sistematis. Pada

dasarnya latihan itu merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, yaitu

untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh (PPS

UP Bandug dkk, 1994). Pelatihan dilakukan secara (repetitive) dalam jangka

waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progressive, memiliki

tujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar

pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang

optimal (Nala, 2011). Pelatihan adalah memberikan stimulus (rangsangan) untuk

menciptakan kebutuhan bagi tubuh untuk menyesuaikan diri (Rai, 2006).

Pelatihan merupakan suatu proses perubahan kearah lebih baik, yaitu untuk

meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas

psikis anak latih (Sukadiyanto, 2011). Pelatihan yaitu sebuah aktivitas olahraga

dalam waktu yang lama dan secara progresif, sistematik dan individual,

yang mana mengarah ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk

mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, 2005).


Pelatihan sebagai suatu persyaratan dalam upaya untuk memperbaiki

sistem organ tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan

penampilan kinerja atlet (Nala, 2002). Pelatihan juga menyebabkan peningkatan

terhadap control otot fleksor dan ekstensor selama gerakan yang cepat

(Nala,

2002). Menurut Rogi (2004) pelatihan harus dilakukan secara sistematis, dimana

secara sistematis itu ialah dilakuan secara terencana, terjadwal, dari tahap

mudah ke tahap yang lebih sulit. Dengan berlatih secara sistematis dengan

pengulangan yang konstan akan menyebabkan organisasi mekanisme

neurofisiologis tubuh akan bertambah baik. Pelatihan yang tepat yaitu pelatihan

yang dapat meningkatkan besarnya kekuatan otot. Secara khusus pelatihan itu

diartikan sebagai pelatihan yang sistematis dari berlatih yang dilakukan dengan

berulang-ulang dengan memakai takaran dan tipe yang tepat. Pelatihan secara

sistematis adalah pelatihan yang berencana, sesuai jadwal, menurut pola dan

sistem tertentu, motodis, dari mudah ke sukar, pelatihan yang teratur dari yang

sederhana ke lebih kompleks (Rogi, 2004). Menurut Nala (2002) Pelatihan adalah

suatu usaha untuk memperbaiki system organ atau tubuh dan fungsinya dengan

tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atlet, dengan berlatih secara sistematis

dengan pengulangan. Maka organisasi mekanisme neurofisiologis tubuh akan

bertambah baik. Dan gerakan-gerakan yang awalnya sukar akan menjadi mudah,

lama kelamaan gerakan akan menjadi kuat, otomatis dan reflex dibandingkan

dengan gerakan sebelumnya. Pelatihan yang baik itu adalah pelatihan yang aman

dan tepat bagi atletnya dan membawa atletnya ke tubuh yang sehat.

Berdasarkan penjelasan mengenai pelatihan di atas, untuk mencapai

peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga dengan memperhatikan

proses
penyempurnaan kemampuan, dan dilakukan secara sistematis dan

berkesinambungan. Pelatihan dalam tesis ini yaitu perbedaan hasil pelatihan

kekuatan otot dada dengan model pelatihan bench press pyramid system dan

periodization system pada member pemula.

2.7 Pelatihan fisik

Menurut Sukadiyanto (2005) latihan berasal dari kata yang mengandung

beberapa makna seperti: practice, exercises, dan training. Pengertian dari kata

practise adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran)

berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan

kebutuhan cabang olahraganya, exercises adalah perangkat utama dalam proses

latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi sistem organ tubuh

manusia, sehingga mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya,

dan training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan

kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek, metode, dan

aturan pelaksanaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Dalam

memulai suatu pelatihan dasar fisik setiap pelatih harus memperhatikan

kemampuan secara individual atlet itu sendiri, karena kemampuan setiap

seseorang tersebut tidaklah sama. Dalam merancang suatu program pelatihan

pelatih harus mempertimbangkan dan mengukur dengan tepat mengenai beban

pelatihan yang akan diberikan, karena apabila takaran dan dosis tidak tepat maka

pelatihan yang dilakukan tidak akan tercapai. Karena apabila beban pelatihan

terlalu berat itu dapat menyebabkan kelelahan pada otot, nyeri otot dan bahkan

jatuh sakit. Tetapi apabila beban terlalu ringan juga itu tidak akan ada

pengaruhnya dalam tujuan untuk meningkatkan kekuatan otot.


20

Pelatihan yang tepat adalah pelatihan yang menimbulkan peningkatan

yang besar dan cepat pada kekuatan otot, melalui pengamatan pendahuluan

diperkirakan peningkatan kekuatan otot jika diberikan pelatihan beban selama 6

minggu akan mencapai peningkatan kekuatan sebesar 10-25%. Untuk

menghindari kelebihan dosis pelatihan, maka kekuatan otot akan menigkat

sebagai reaksi dari pelatihan yang disebabkan oleh penyesuaian dari otot yang

dilatih dan sistem saraf yang mengaturnya.

2.7.1 Latihan Beban (weight training)

Pelatihan beban adalah suatu pelatihan yang menggunakan beban alat

atau beban luar yang digunakan sebagai pemberat. Pelatihan beban sangat

mempengaruhi peningkatan kinerja organ tubuh yaitu biomotorik, karena

pelatihan beban merupakan salah satu metode yang dipakai untuk dapat

meningkatkan kekuatan otot (Nala, 2002). Untuk meningkatkan kekuatan otot

dada maka perlu dilakukan pelatihan (weigth training ) sehingga otot mampu

melakukan berbagai pekerjaan atau aktivitas fisik yang lebih berat, karena

semakin berat beban pelatihannya maka semakin ringan seseorang untuk

melakukan pekerjaannya (Nala, 2002). Latihan beban adalah latihan yang

menggunakan beban dari luar (pemberat), dalam latihan beban tubuh akan dipaksa

menyesuaikan diri dengan membesarkan jaringan otot yang dilatih, dalam latihan

aerobic tubuh akan beradaptasi dengan cara meningkatkan efisiensi fisiologis

yang menyebabkan peningkatan stamina (Rai, 2006). Latihan beban merupakan

rangsangan motorik (gerak) yang dapat diatur dan di kontrol untuk memperbaiki

kualitas fungsional berbagai organ tubuh, dan biasanya berhubungan dengan

komponen-komponen latihan yaitu intensitas, volume, recovery, dan interval


(Sukadiyanto, 2005). Latihan beban sangat berpengaruh terhadap peningkatan

kinerja organ tubuh baik fisik maupun biomotorik dikarenakan latihan beban

merupakan metode untuk meningkatkan kekuatan otot (Nala, 2002). Menurut

Suharjana (2007) prinsip-prinsip latihan beban tersebut meliputi : (a) beban

berlebih (overload), (b) peningkatan secara progresif, (c) pengaturan latihan, (d)

kekhususan, (e) individu, (f) berkebalikan (reversibilitas), dan (g) pulih asal.

Menurut Thomas (2000) latihan beban merupakan aktivitas olahraga

menggunakan dumbell, barbell, peralatan mekanis dan lain sebagainya dengan

tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan memperbaiki penampilan fisik.

Latihan beban merupakan suatu bentuk latihan yang menggunakan

media alat beban untuk menunjangproses latihan dengan tujuan untuk

meningkatkan kebugaran, kekuatan otot, kecepatan, pengencangan otot,

hypertropi otot, rehabilitasi, maupun penambahan dan pengurangan berat badan

(Pekik, 2003). Latihan beban adalah salah satu bentuk latihan tahanan untuk

meningkatkan kekuatan. Latihan tahanan tersebut harus dilakukan sedemikian

rupa sehingga atlet harus mengeluarkan tenaga untuk menahan beban. Beban

tersebut sedikit demi sedikit bertambah berat agar perkembangan otot terjamin.

Oleh karena itu, latihan tahanan harus dilakukan secara progresif dan tidak

berhenti pada satu berat beban atau bobot tertentu (Komarudin, 2007). Latihan

beban adalah jenis olahraga umum untuk mengembangkan kekuatan yang

menggunakan gaya berat gravitasi, untuk menentang gaya yang dihasilkan oleh

otot melalui kontraksi konsentris atau eksentrik. Bentuk latihan tersebut di mana

otot-otot tubuh mengalami kontraksi menggunakan berat badan atau perangkat

lain untuk merangsang pertumbuhan/ kerja otot, kekuatan dan daya tahan, dengan
menargetkan kelompok otot tertentu dan jenis gerakan. Latihan beban juga disebut

'resistance training' dan 'latihan kekuatan'. Dasar keberhasilan latihan beban

adalah kombinasi dari faktor penting dalam mempertimbangkan dosis latihan,

disebut “FITT”( Aahperd, (1999).

1. Frekuensi Latihan (Frequency of training)

2. Intensitas Latihan (Intensity of training)

3. Durasi Latihan (Time spent)

4. Tipe Latihan (Type of exercise)

1. Frekuensi Latihan (Frequency of training)

Sama halnya dengan volume latihan, frekuensi latihanpun memiliki

hubungan dengan intensitas dan lamanya latihan. Makin tinggi intensitas dan

makin lama waktu tiap latihan maka frekuensi latihannyapun makin sedikit. Hal

ini merupakan indikasi bahwa banyaknya pertemuan atau ulangan latihan

menunjukan frekuensi latihannya. Frekuensi menunjuk pada jumlah latihan per

minggunya. Frekuensi latihan beban bisa berlangsung antara 2-5 kali per minggu.

Untuk menjaga kesehatan, 3 kali perminggu.

2. Intensitas Latihan (Intensity of training)

a. Intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan

dalam waktu tertentu. Untuk mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan

adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Intensitas latihan dapat diukur

dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadu

maksimum (DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jika seseorang yang berumur 20

tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.


b. Takaran intensitas latihan

Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur

20 tahun tersebut taakaran intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah

80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut nadi/menit.

c. Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% dari DNM. Jadi untuk orang

yang berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik,

takaaran intensitas latihannya sebaiknya adalah70%-85% kaali (220 – 40), sama

dengan 126 s/d 153 denyut nadi/menit.

3. Durasi Latihan (Time spent)

Waktu atau durasi yang diperlukan dalam satu kali latihan. Durasi

menunjukan pada waktu, atau kalori yang digunakan selama latihan. Kalori

menunjuk pada jumlah energi yang digunakan selama latihan. Latihan beban

biasanya dilakukan antara 40-60 menit per sesi latihan

4. Tipe Latihan (Type of exercise)

Tipe latihan adalah bentuk atau model yang dipilih untuk latihan yang

disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan tujuan latihan. Tipe latihan menunjuk

pada alat latihan yg digunakan: barbel, dumbel atau mesin beban.

2.7.2 Fase Latihan

Dalam prosesi melakukan olahraga ada 3 fase, yaitu sebagai berikut

1. Pemanasan (Warm-Up)

Pemanasan merupakan kegiatan sebelum memasuki latihan yang

sebenarnya. Pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan fisik dan psikis dalam

menghadapai latihan inti. Pemanasan juga bertujuan untuk menghindari cedera.


Pemanasan diawali dengan aktivitas jogging ringan,atau jalan kaki, jalan di

tempat. Kemudian dilanjutkan peregangan (Stretching) statis. Berikutnya

dilanjutkan dengan peregangan dinamis. Diakhiri dengan aktivitas formal, yaitu

aktivitas sesuai dengan gerakan yang akan dilakukan pada latihan inti.

2. Latihan Inti

Pada latihan inti ini berisi serangkaian latihan yang sudah disiapkan sesuai dengan

tujuan latihan. Misalnya latihan ingin mengembangkan kekuatan, maka latihan

yang dipilih adl dgn beban 80-100%RM.

3. Pendinginan (Cooling-down)

Pendinginan dilakukan segera setelah latihan inti. Tujuan untuk mengembalikan

kondisi fisik dan psikis anak seperti keadaan semula. Lakukan gerakan relaksasi

secukupnya.

2.7.3 Manfaat Pelatihan Beban

Manfaat dari pelatihan beban yaitu untuk menigkatkan komponen fisik

yang dominan pada cabang olahraga tergantung dari takaran pelatihan yang akan

diberikan dalam pelatihan beban, untuk meningkatkan daya tahan otot, selain

mengikuti takarannya juga sebagai garis besarnya adalah dengan jumlah beban

yang rendah dengan pengulangan yang banyak (Nala, 2001).

2.7.4 Efek Pelatihan Beban

Efek dari latiha beban yaitu akan terjadi perubahan pada tubuh,

kekuatan otot, system kardiovaskular, system pernafasan, dan kebugaran fisik.

Perubahan permanen yang terjadi pada otot yaitu :


a. Perubahn biokimia berupa konsentrasi creatin meningkt, konsentrasi

creatin phosphate meningkat, konsentrasi ATP meningkat, konsentrasi

glikogen meningkat, aktivitas wnzim glikolisin meningkat.

b. Perubahan anatomi otot berupa myofibril, peningkatan jumlah total protein

kontraktif khusnya myosin, peningkatan kepadatan pembuluh kapiler.

2.7.5 Tipe dan Takaran Pelatihan

Tipe pelatihan adalah jenis, bentuk atau model pelatihan yang akan

diberikan untuk orang coba. Tipe pelatihan dapat mencapai sasaran apabila

program latihan yang diberikan sudah meliputi :

a. Jenis pelatihan yang dipilih

b. Intensitas (kecepatan dan besar beban)

c. Volume pelatihan (durasi, repetisi, dan jarak)

d. Densitas (frekuensi) latihan (Nala, 2002; Brown and Weir 2001).

Sebelum memberikan pelatihan, hal pertama yang harus diketahui

adalah jumlah berat beban yang akan diberikan kepada orang coba agar pelatihan

yang diberikan mencapai peningkatan hasil kekuatan otot yang maksimal. Karena

kuantitas pelatihan ditentukan oleh persentase (%) yang menentukan kemampuan

maksimal seseorang. Menurut Nala (2001), intensitas berat beban dalam pelatihan

itu adalah :

a. Dibawah 30% (intensitas rendah) dari kemampuan maksimal seseorang.

b. 30-60% (intensitas sedang) dari kemampuan maksimal seseorang.

c. 60-90% (intensitas besar) dari kemampuan maksimal seseorang.

d. 90-100% (intensitas sangat besar) dari kemampuan maksimal seseorang.


2.7.6 Alasan pemilihan besar takaran dan tipe pelatihan

Dalam penelitian ini takaran pelatihan dengan intensitas tiga kali dalam

seminggu untuk menghindari terjadinya waktu senggang lebih dari 2 hari berturut-

turut yang dapat menyebabkan efek pelatihan yang hilang. Dan penelitian yang

dilakukan selama 6 minggu ini akan menunjukan hasil yang maksimal, dengan

repetisi dan set yang akan menyebabkan meningkatnya kekuatan otot dada.

2.8 Pengertian Bench Press

Bench press adalah latihan tubuh bagian atas atau yang bisa kita sebut

Torso, sebenarnya latihan ini ditujukan untuk binaraga tetapi kita tetap bisa

menggunakan metode latihan yang satu ini untuk memperoleh kesehatan. Latihan

ini berfokus pada pengembangan dari otot pectoralis utama serta otot-otot

pendukung lainnya termasuk deltoids anterior, serratus anterior, coracobrachialis,

skapula pemecah masalah, trapezii, dan trisep.

Gambar 2.1 Otot-otot yang terlibat dalam bench press (Mackenzie, 2005)
2.8.1 Tipe Gerakan Bench Press

1. Flat Bench Press

Flat Bench press adalah latihan dada dengan posisi tidur terlentang/datar

di atas bangku, lakukan pegangan sedikit lebar dari lebar bahu, namun jangan

terlalu lebar karena membebani sendi terlalu berat. Angkat beban luruskan lengan

ke atas, lalu turunkan perlahan samapai menyentuh dada.Jangan mendorong

keatas tegak lurus, buat sedikit sudut.

2. Incline Bench Press

Incline Bench Press adalah latihan dada dengan posisi badan duduk

bersandar di bangku yang tujuannya untuk memberi beban pada dada bagian atas.

Incline Bench Press yang dilakukan dengan kemiringan sekitar 30 derajat adalah

salah satu latihan otot dada yang terbaik. Latihlah otot dengan fokus untuk

menambah massa otot bukan sekedar untuk menambah beban latihan yang

memamerkan ego pribadi kepada orang-orang di sekitar tempat latihan.

Berkonsentrasilah untuk merasakan kontraksi otot dada. Rasakan regangan pada

otot dada saat menurunkan beban. Doronglah beban naik dengan menggunakan

otot dada dan bukan otot bahu. Pectoralis mayor (otot dada) pada dasarnya terdiri

atas 2 (dua) otot yang terpisah, yaitu sternal (bawah), yang bekerja ketika

melakukan flat dan decline bench press, dan clavicular (atas) yang bekerja ketika

melakukan incline bench press.

3. Decline Bench Press

Decline Bench Press adalah latihan dada dengan posisi tidur terlentang di

atas bangku badan miring dengan posisi kepala lebih rendah daripada badan,
lakukan pegangan sedikit lebar dari lebar bahu, namun jangan terlalu lebar karena

membebani sendi terlalu berat. Angkat beban luruskan lengan ke atas, lalu

turunkan perlahan samapai menyentuh dada.Jangan mendorong keatas tegak

lurus, buat sedikit sudut dan turunkan beban pada dada bagian bawah latihan ini

bertujuan untuk memberi beban pada dada bagian bawah.

2.8.2 Cara pengambilan Bench Press

Gambar 2.3. Penggunaan bench press (Mackenzie, 2005)

Cara melakukan gerakan bench press:

1. Berbaring di atas bangku dengan kaki rata di atas lantai.

2. Punggung bagian atas menjadi tumpuan pada bangku.

3. Punggung dikunci agar saat melakukan gerakan mengangkat beban otot bahu

tidak cedera.

4. Pinggang sedikit melengkung ke atas, pantat tetap menempel pada bangku.

5. Pegang sebuah barbell dengan posisi di atas dada.

6. Posisi pegangan tangan pada grip barbell sedikit selebar bahu.

7. Dorong bebannya ke atas dada, rentangkan lengan dan luruskan siku.

8. Turunkan beban sampai menyentuh dada secara perlahan dengan menahannya,

bukan dengan menjatuhkan barbell tersebut kembali ke dada.

9. Lakukan gerakan secara berulang.


2.8.3 Kesalahan- Kesalahan Melakukan Gerakan Bench Press

1. Mengangkat pinggul saat mulai mengangkat beban

Pada saat melakukan angkatan, pinggul harus tetap menempel pada

bangku agar tidak terjadi cedera yang fatal, namun terkadang anda

memaksakan diri untuk mengangkat beban yang yang menyebabkan anda

menambah tenaga dengan mengangkat pinggul anda. Hal ini akan

membuat tubuh anda menjadi melengkung, dan apabila tidak diperbaiki

kesalahan gerakan ini dapat menyebabkan cedera yang fatal pada bagian

bahu dan punggung.

Gambar 2.4 Kesalahan mengangkat pinggul

(dokumentasi)

2. Memantulkan bar ke dada

Gerakan memantulkan bar ke dada itu dapat menyebabkan sakit pada

dada dan akan menyebabkan kurangnya kontraksi pada otot dada yang

merangsang kekuatan otot dada, gerakan yang tepat yaitu menurunkan bar
30

dengan perlahan dan merasakan kontraksi pada otot dada sentuhkan bar ke

dada namun tidak di pantulkan untuk mencapai posisi maksimal, kemudian

naikkan beban dengan lebih cepat daripada saat menurunkan karna cara ini

akan lebih merangsang kekuatan otot dada yang berkontraksi secara

maksimal.

Gambar 2.5 Kesalahan memantulkan bar (Dokumentasi)

3. Partner terlalu banyak memberikan bantuan

Dalam melakukan latihan seorang partner memang sangat penting

keberadaannya, karena saat melakukan latihan beban yang lerbih berat kita

bisa dibantu oleh partner. Namun seorang partner harus mengerti cara

membantu agar beban yang kita angkat tidak terlalu banyak di angkat oleh

partner kita.

Gambar 2.6 Partner terlalu memberi bantuan (Dokumentasi)


4. Penempatan bahu yang salah

Gerakan bahu yang tepat saat melakukan gerakan bench press yaitu

bahu selalu berada di bawah atau di belakang, kesalahan yang sering

terjadi yaitu ketika mengangkat beban anda menaikkan bahu secara

maksimal. Hal ini akan mematikan kontraksi pada otot dada dan akan

membuat kontraksi pada bahu, sehingga yang lebih berkembang yaitu otot

bahu bukan otot dada.

Gambar 2.7 Kesalahan penempatan bahu

5. Tidak menurunkan bar sampai ke batas maksimal

Gerakan yang ideal saat menurunkaan beban yaitu bar menyentuh

dada, namun yang sering terjadi yaitu diturunkan hanya setengah saja dan

tidak sampai menyentuh dada. Yang akan menyebabkan bahu dapat

mengalami cedera karna mendapat beban yang berlebih.

Gambar 2.8 Kesalahan menurunkan bar (Dokumentasi)


2.9 Prinsip-prinsip pelatihan

Menurut Pekik (2000) untuk mencapai tujuan latihan atau fitness Secara

optimal, maka perlu mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam latihan fitness yang

memiliki peranan yang sangat penting terhadap aspek fisiologis maupun

psikologis. Adapun prinsip-prinsip dalam latihan menurut Pekik (2000) yaitu :

a. Pilih latihan yang efektif dan aman

Latihan-latihan yang dipilih haruslah mampu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan secara efektif dan aman, artinya latihan yang dipilih dapat mencapai

tujuan lebih cepat dan aman.

b. Kombinasi latihan dan pola hidup

Kombinasi latihan, pengaturan makan, dan istirahat akan sangat

mempengaruhi keberhasilan latihan.

c. Latihan harus mempunyai sasaran atau tujuan yang jelas

Konsep awal harus sudah ditentukan untuk mengetahui tujuan yang akan

dicapai dan pola latihan yang akan dipergunakan.

d. Pembebanan yang berlebih (overload) dan progressif (meningkat)

e. Prinsip interval

Pada prinsip ini sangat penting dalam rencana suatu pelatihan yang

bersifat harian, mingguan, bulanan dan tahunan yang berguna untuk ketahanan

jasmani dan rohani seseorang dalam menjalankan pelatihan.Juga merupakan


irama jalannya suatu pelatihan yang pelaksanaannya dalam penelitian program

mingguan (Nala, 2003)

f. Latihan bersifat specifik (khusus) dan individual

Model latihan yang dipilih harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak

dipakai, bersifat khusus dan tidak boleh disamakan antara satu orang dengan yang

lainnya.

g. Reversible (kembali asal)

Tingkat kebugaran atau pelatihan yang telah dicapai oleh olahragawan

akan hilang atau kembali ke asal karena latihan yang tidak berkelanjutan atau

tidak dilakukan secara teratur.

h. Continuitas (terus dan berkelanjutan)

Latihan sebaiknya dilakukan secara teratur dan terus menerus secara

berkelanjutan agar mempunyai fungsi pertahanan kondisi kebugaran agar tidak

menurun dan malah bisa meningkat.

i. Prinsip latihan jangka panjang (long term training)

Prestasi olahraga tidak akan dapat dicapai ibarat orang menggigit

cabai, yaitu digigit langsung terasa pedasnya. Untuk meraih prestasi terbaik

diperlukan proses latihan dalam jangka waktu yang lama. Pengaruh beban

latihan tidak dapat diadaptasi oleh tubuh secara mendadak, tetapi

memerlukan waktu dan proses yang harus dilakukan secara bertahap dan

kontinyu. Untuk itu diperlukan waktu yang lama dalam mencapai

kemampuan maksimal, kemampuan maksimal harus didukung oleh berbagai

kemampuan dan ketrampilan gerak (Sukadiyanto, 2010)


2.9.1 komponen-komponen pelatihan

Setiap aktivitas fisik dalam latihan olahraga selalu mengakibatkan

terjadinya perubahan pada keadaan anatomi, fisiologi, biokimia, dan psikologis

pelakunya (Sukadiyanto, 2011)

Adapun beberapa jenis komponen-komponen pelatihan yaitu :

a. Frekuensi Pelatihan

Frekuensi atau kekerapan pelatihan dalam penelitian perminggu atau

sering pula kekerapan melakukan pelatihan adalah suatu gerakan aktivitas disebut

dengan pengulangan (repetition) (Nala, 2002).

Adapun frekuensi pelatihan dalam penelitian ini adalah 3 kali setiap

minggunya, yaitu : hari Senin, Rabu, Jumat.

b. Intensitas Pelatihan

Intensitas adalah kesungguhan berat ringannya suatu aktivitas yang

dilakukan yang sering dinyatakan dengan waktu, beban,pengulangan, dan denyut

jantung (Nala, 2002).

c. Lamanya pelatihan (Duration)

Durasi adalah lamanya aktivitas pelatihan (termasuk istirahat) yang harus

di lakukan dalam satu sesion, sekali pelatihan atau lamanya berada dalam satu

keadaan (Nala, 2002).

d. Tipe pelatihan

Tipe pelatihan yaitu tipe aktivitas atau olahraga yang di pilih untuk

meningkatkan maupun memelihara kekuatan otot, adalah gerakan berulang

dengan mempergunakan repetisi dan set tertentu.


e. Volume pelatihan

Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan

selama pelatihan yang terdiri atas durasi atau lama waktu yaitu detik, menit, jam,

hari, minggu, bulan (Nala, 2002). Dalam pelatihan ini volume latihan adalah

pelatihan kekuatan otot dada dengan model pelatihan bench press A dan B dengan

waktu istirahat 1 menit tiap set dan pelatihan dilakukan selama 6 minggu.

f. Repetisi dan Set

Repetisi adalah jumlah ulangan yang menyangkut suatu beban, jumlah

ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan dalam satu seri pelatihan

atau jumlah seri yang dilakukan selama pelatihan (Nala, 2002).

2.9.2 Komponen biomotorik

Komponen biomotorik yaitu komponen yang penting dalam memperbaiki

dan menyempurnakan kemampuan-kemampuan biomotor yang khusus, dan

sangat berpotensi untuk meningkatkan kekuatan secara khusus sesuai dengan

olahraga yang digelutinya (Bompa, 2005).

Komponen biomotorik merupakan komponen yang diperlukan oleh semua

atlet dengan kadar tingkatan yang berbeda-beda (Nala, 1998). Pelatihan

biomotorik ini merupakan pelatihan yang langsung untuk pengembangan kondisi

fisik dengan pemberian pelatihan untuk mempertinggi keterampilan teknik dan

sistem kerja organ tubuh. Ada 10 komponen biomotorik yaitu :

2.9.1 Kekuatan (Strength)

Kekuatan adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang

kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban


sewaktu bekerja (Syaifudin, 2012). Kekuatan adalah kemampuan otot

untuk membangkitkan tenaga terhadap suatu tahanan dimana kekuatan

itu adalah antara kontraksi otot secara maksimal sesuai dengan kebutuhan

gerak yang digunakan, meskipun banyak aktivitas olahraga memerlukan

kelincahan atau kelenturan, kecepatan.

2.9.2 Daya Tahan (Edurance)

Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk

bekerja dalam waktu yang lama, tanpa kelelahan yang berlebihan setelah

menyelesaikan suatu kegiatan. Daya tahan terdiri dari dua macam, daya

tahan umum mencangkup kerja jantung dan pembuluh darah. Sedangkan

daya tahan otot adalah kemamapuan otot dalam melakukan gerakan atau

aktivitas berulang-ulang dalam waktu yang lama (Nala, 2002)

2.9.3 Daya Ledak (Explosive Power)

Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara

ledakan (tiba-tiba dan kuat), daya ledak ini sering pula disebut kekuatan

eksplosif ditandai adanya gerakan atau perubahan tiba-tiba yang cepat.

Dimana tubuh terdorong ke atas atau vertical baik dengan cara melompat

(satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki menapak), atau

terdorong kedepaan (horizontal, lari cepat, lompat jauh) dengan

mengerahkan kekuatan otot maksimal (Nala, 2002).

2.9.4 Kecepatan (Speed)

Kecepatan adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu

aktivitasberulangyang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang


sesingkat-singkatnya. Komponen kecepatan gerak (speed movement) ini

erat sekali kaitannya dengan komponen kekuatan, kelincahan,

keseimbangan, koordinasi dan daya tahan. Kecepatan gerak diukur

dengan cara mengukur jarak yang ditempuh dan waktu yang dibutuhkan

untuk menempuh jarak tersebut (meter per detik) (Nala, 2002).

Kecepatan adalah kemampuan otot untuk menjawab rangsang dalam

waktu secepat / sesingkat mungkin (Sukadiyanto, 2010). Jadi, dapat

dinyatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan seseorang

melaksanakan setiap gerakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

2.9.5 Kelentukan (Flexsibility)

Kelentukan adalah kesanggupan tubuh atau anggota gerak tubuh

untuk melakukan gerakan pada sebuah atau menempuh beberapa sendi

seluas-luasnya. Biasanya dikaitkan dengan gerakan kelompok otot

skeletal yang besar (tungkai, lengan, punggung, perut) dan kemampuan

kinerjanya (Nala, 2002). Kelentukan adalah kesanggupan tubuh atau

anggota gerak tubuh untuk melakukan gerakan pada sebuah atau

menempuh beberapa sendi seluas - luasnya (Nala, 2011).

2.9.6 Kelincahan (Agility)

Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk

mengubah arah gerakan secara mendadak dalam kecepatan yang tinggi,

kelincahan merupakan faktor yang penting untuk melakukan gerakan-

gerakan (Nala, 2002). Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau bagian

tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam kecepatan

yang tinggi (Nala, 2011). Kelincahan adalah kemampuan mengubah


arah/dalam posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu begerak,

tanpa kehilangan dan kesadaran akan posisitubuhnya (Adiatmika, 2002).

2.9.7 Ketepatan (Accurasy)

Ketepatan adalah kemampuan tubuh untuk mengendalikan gerakan

bebas menuju ke suatu sasaran. Sasaran ketepatan dapat berupa jarak atau

objek langsung yang harus di kenai atau di sasar. Pada olahraga “bela

diri, bertarung” seperti tinju, pencak silat dan sejenisnya dalam

mengarahkan gerakan lengan atau tungkainya diperlukan gerakan khusus

agar tepat mengenai objek yang disasar (Nala, 2002).

2.9.8 Waktu Reaksi (Reaction Time)

Waktu Reaksi adalah kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk

bereaksi secepat mungkin ketika mendapat rangsangan yang di terima

oleh reseptor somatic,kinestetik, atau vestuibular. Komponen reaksi ini

lebih dikenal dengan reaction time yakni waktu yang dibutuhkan oleh

otot skeletal untuk mengadakan reaksi akibat adanya rangsangan yang

diterima oleh reseptor atau panca indera.Reaksi ini merupakan

kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas kinetis secepatnya akibat

rangsangan yang diterima oleh reseptor (Nala, 2002).

2.9.9 Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi

atas setiap perubahan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil terkendali.

Keseimbangan ini terdiri atas : keseimbangan statik (tubuh dalam posisi

diam) dan keseimbangan dinamik (tubuh dalam posisi bergerak) (Nala,


2002). Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap dan

posisi tubuh secara tepat pada saat berdiri (static balance) atau pada saat

melakukan gerakan (dynamic balance) (Wahjoedi, 2000).

2.9.10 Koordinasi (coordination)

Kordinasi adalah kemampuan tubuh untuk mengintregasikan

berbagai gerakan yang terbeda menjadi gerakan tunggal yang harmonis

dan efektif. Komponen koorninasi bersama komponen keseimbangan

merupakan unsur penunjang utama manusia agar dapat berdiri, berlari,

melompat, melempar, menendang, dan berbagai gerakan lainnya yang

dilakukan (Nala, 2002). Koordinasi merupakan kemampuan untuk

melakukan gerakan dengan tepat, efisien atau kemampuan untuk

mengintegrasikan gerakan system sensorik kedalam gerak yang efisien.

Jadi koordinasi menyatakan gerak yang harmonis berbagai factor yang

terjadi pada suatu gerak (Rhedana, 2000).

2.10. Komponen biomotorik yang di sentuh dalam pelatihan kekuatan otot

dada dengan model pelatihan bench press

2.10.1. Kekuatan (Strength)

Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan

kontraksi atau tegangan maksimal dan menerima beban sewaktu

melakukan aktivitas (Nala, 2002). Dalam pelatihan ini kekuatan

diperlukan saat melakukan gerakan naik turun dalam pelatihan kekuatan

otot dada dengan model bench press A dan B.


40

2.10.2. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi

atas setiap perubahan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil dan

terkendali (Nala, 2011).

2. 10.3. Koordinasi (coordination)

Koordinasi adalah Kordinasi adalah kemampuan tubuh untuk

mengintregasikan berbagai gerakan yang terbeda menjadi gerakan

tunggal yang harmonis dan efektif.

2. 10.4. Daya Tahan (Endurance)

Daya tahan merupakan keadaan atau kondisi tubuh yang mampu

untuk bekerja dalam waktu yang lama, tanpa kelelahan yang berlebihan

setelah yang menyelesaikan suatu kegitan. Daya tahan terdiri dari dua

macam, yaitu: daya tahan umum dan daya tahan otot. Daya tahan umum

mencakup kerja jantung dan pembuluh darah. Sedangkan daya tahan

otot adalah kemampuan otot dalam melakukan gerakan atau aktivitas

berulang- ulang dalam jangka waktu yang lama (Nala, 2011).

2.10.1 Pengukuran

Yang dimaksud dengan pengukuran adalah suatu cara mendapatkan

data dengan cara menentukan jumlah dari pada sesuatu. Dalam hal ini

yang diukur adalah selisih raihan jumlah angkatan beban, baik dalam

pengukuran awal maupun dalam pengukuran akhir. Perlakuan ini

dilakukan terhadap kedua kelompok eksperimen. Alat ukur yang

dipergunakan adalah gym machine/bench prees (mesin beban)


2.10.2 Cara pengukuran kekuatan otot dada

1. Sampel berbaring di atas bangku dengan kaki rata di atas lantai.

2. Punggung bagian atas menjadi tumpuan pada bangku.

3. Punggung dikunci agar saat melakukan gerakan mengangkat beban otot

bahu tidak cedera.

4. Pinggang sedikit melengkung ke atas, pantat tetap menempel pada

bangku.

5. Pegang sebuah barbell dengan posisi di atas dada.

6. Posisi pegangan tangan pada grip barbell sedikit selebar bahu.

7. Dorong bebannya ke atas dada, rentangkan lengan dan luruskan siku.

8. Turunkan beban sekitar 2 cm di atas dada secara perlahan dengan

menahannya, bukan dengan menjatuhkan barbell tersebut kembali ke

dada.

9. Hasil repetisi yang berhasil dilakukan di catat sebagai data dari tes awal

maupun tes akhir, sehingga diketahui selisih repetisi yang mampu

dilakukan antara tes awal dan tes akhir.

2.10.3 Mekanisme peningkatan kekuatan otot dengan latihan beban

Adaptasi adalah karakteristik utama pada otot skeletal sebagai respon dari

latihan, perubahan akut yang terjadi pada sistem, organ atau sel. Adaptasi selular

secara umum dapat meningkatkan atau menurunkan kemampuan rata-rata

sintesis pada komponen selular. Sel otot dapat mengalami sintesis dan degradasi.

Jika rata-rata sintesis melebihi rata-rata degradasi, maka terjadi peningkatan

komponen selular. Perubahan pada sintesis protein memerlukan signal selular,


salah satunya adalah faktor biologis dan fisiologis yang melanjutkan proses

komunikasi pada otot yang berbeda sehingga menyebabkan perubahan selular.

Pada latihan strength dengan resistance exercise akan memberikan

dampak atau respon terhadap otot. Adaptasi yang dapat terjadi setelah latihan

diantaranya adalah adaptasi neurological, adaptasi struktural dan adaptasi

metabolik.

1. Adaptasi Neurological

Pada orang tidak terlatih yang memulai program latihan penguatan

pertama kali akan merasakan sebuah peningkatan kekuatan otot secara

dramatis. Peningkatan ini akan berlanjut secara linear selama 6-12 minggu.

“Mekanisme yang mendominasi pada awal latihan penguatan adalah adaptasi

neurologi secara alami. (Morianti, 1979; Sale, 1988).” Adaptasi ini dapat

terjadi dengan atau tanpa peningkatan cross sectional area.

2. Adaptasi Struktural
Adaptasi structural pertama pada resistance exercise untuk meningkatkan

kekuatan otot adalah meningkatnya kekuatan jaringan itu sendiri. Hypertropi

otot atau peningkatan ukuran otot skeletal dengan resistance exercise dapat

dilihat sebagai adaptasi struktural yang utama. Kompensasi ini merupakan

penyesuaian untuk meningkatkan kapasitas otot dalam menghasilkan tegangan

sehingga kekuatan otot dapat meningkat.

3. Adaptasi Metabolik

Pada adaptasi metabolik terdapat tiga enzim kompleks yang terlibat dalam

adaptasi resistance exercise, yaitu: phosphocreatine ATP kompleks,

glycolysis/ glycogenolosis kompleks dan lypolysis kom-pleks. Adaptasi ini


merupakan adaptasi yang berkaitan dengan sistem energi yang digunakan

selama pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai