Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FISIOLOGI OLAHRAGA

Diajukan untuk memenuhi mata Fisiologi Olahraga


Dosen pengampuh : Alfian Yahya, M.Pd

Disusun Oleh::
1. Ande Alif Bactiar Yudistira
2. Ade Elfina U.
3. Achmad Syamsul Arifin
4.Zahwa Mei Rezi
Bab 1

1.1 latar belakang

Latihan fisik dapat mengakibatkan peningkatan fungsi sistem tubuh , khususnya pada
sistem musculoskeletal. Salah satunya dapat dilihat dari kekuatan daya rentang tendon.
Tendon adalah struktur jaringan ikat padat yang berbentuk silinder , kadangkala pipih, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Latihan yang secara berulang sesuai dosis, ritme,
frekwensi dan intensitas dari tiap indvidu akan berpengaruh terhadap jumlah sel fibroblast
dan tebal serat sharpey pada tendon. Di balik mekanisme otot yang secara eksplisit hanya
merupakan gerak mekanik itu, terjadilah beberapa proses kimiawi dasar yang berseri demi
kelangsungan kontraksi otot. Dalam makalah ini, dengan tujuan akhir pada penjelasan
lengkap tentang proses di balik kontraksi otot, akan dibahas dahulu mengenai zat-zat kimia
penyusun filamen-filamen tebal dan tipis yaitu aktin dan miosin. Akhirnya, penjelasan
tentang model “perahu dayung” sebagai fasilitator pemahaman mekanisme kontraksi otot
dapat tercapai.

1.2 rumusan masalah

1. Pengetahuan Terhadap Sistem Otot Manusia


2. Pengertian Pengaruh Latihan Terhadap Sistem Otot Manusia
3. Pengertian latihan beban
4. Pengertian tendon
5. Pengaruh latihan fisik terhadap tendon

1.3 Tujuan

2. Agar kita bisa tau sistem otot pada tubuh manusia


3. Agar kita bisa mengerti otot dari setiap penggerak bagian tubuh
4. Agar kita bisa tau pengaruh latian pada sistem otot
5. Agar kita bisa tahu anatomi tendon
6. Agar kita bisa tau teori dasar latihan beban
DAFTAR ISI

1. Latar belakang.............................................................................................................1
2. Rumusan masalah........................................................................................................1
3. Tujuan masalah............................................................................................................1
4. Pembahasan..................................................................................................................4
A. Latihan ...............................................................................................................4
B. Anatomi tendon..................................................................................................4
C. Pengaruh latihan fisik terhadap tendon .............................................................5
D. Teori teori dasar tentang latihan beban .............................................................7
E. Petunjuk tentang latihan beban ........................................................................10
F. Otot rangka ......................................................................................................11
G. Perubahan otot rangka akibat olahraga ...........................................................12
H. Struktur otot lurik ............................................................................................14
I. Mekanisme kontraksi otot ...............................................................................16
5. Kesimpulan.................................................................................................................18
6. Daftar pustaka............................................................................................................19
BAB 2
PEMBAHASAN

LATIHAN FISIK
Aktivitas fisik adalah semua bentuk gerakan otot, Latihan fisik adalah aktivitas fisik
yang spesifik, dan pelatihan fisik adalah latihan yang dilakukan secara berulang. (harjanto,
2003, Setyawan, 1995). Komponen (dosis) latihan fisik yang terdir i dar i intensitas, frekuensi
dan ritme (contoh; interval dan kontinyu), durasi dan modus atau jenis latihan (Wilmore,
1994, Harjanto, 2003). Dosi s latihan merupakan takaran dar i pemberian beban latihan
terhadap tubuh . Factor yang mempengaruhi latihan antara lain: intensitas latihan, frekuens i
latihan, dan duras i latihan

a. Intensitas latihan
Intensitas menunjukka n sebuah kualita s elemen latihan. Menurut ^omp a (1994)
Berdasarkan berat badan intensitas fisik dapat dibagi menjadi: 1) latihan fisik intensitas
ringan (dengan pemberian beban sebesar 3 % berat badan), 2) latihan fisik intensitas sedang
(dengan pemberian beban sebesar 6% berat badan) dan latihan fisik intensitas berat (dengan
pemberian beban sebesar 9 % berat badan). Car a menentukan intensitas latihan dapat
dilakukan dengan metode denyut nadi dan metode yang berkonsep pada nilai ambang aerobic
(Fox, 1993).
b. Frekuensi latihan
Frekuensi latihan dapt dilakukan 1 kali, 2 kali , 3 kali, 4 kali • dan 5 kal i perminggu,
tergantung tujuan yang ingin dicapai.
c. Durasi (lama) latihan
Lam a latihan dpat diartikan sebagai rentang wakt u yang dapat berupa berapa menit
atau berapa ja m latihan diiakukan dalam setiap kali latihan dan dapat pul a diartikan berapa
minggu atau berapa bulan suat u program latihan. Berlangsung
ANATOMI TENDON
Tendon adalah struktur jaringan ika t padat yang berbentuk silinder , kadangkalah
pipih, yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon meneruskan gerakan kontraksi otot
pada tempatnya melekat. Tendon merupakan jaringan ikat berwarna puti h mengkilat, dan
fleksibel, i a melekat pada tulang sehingga dapat langsung menggerakkan sendi . Tendon
achiles merupakan tendon paling kua t dan paling besar dalam tubuh . Tendon achiles terletak
d i punggung kak i Bagian bawah. Tendon ini menghubungkan otot soleus dan gastronemius
menuju ke calcaneus . Pad a saat seseoang melakukan latihan flsik, tendon achilles aktif
bergerak Woo (1994) menyatakan bahwa sebagai jaringan ikat untuk menghubungkan otot
pada tulang da n untu k mewujudkan efek kontraks i otot, tendon tidak dapat membangkitkan
kekuatan tetapi merupaka n transmitte r yang baik bagi daya otot. Tiap unit areanya lebih kua
t dar i pada otot, daya rentangnya sebaik daya rentang tulang , meskipun sangat fleksibel,
serabutnya mamp u menaha n tegangan sehingga energi kontrakti l otot tidak hilang selama
pengiriman ke insers i atau pelekatan.

1. Stuktur tendon
Tendon termasuk dalam klasifikas i jaringan ikat padat, dimana ditemukan serat-serat
kolagen dan terdapat sel-sel fibroblast diantaranya (Craigmyle, 1986). Menurut Tubiana
(1988) tendon memilik i struktur jaringan ikat yang terorganisasi, terdir i dar i kumpula n
seratserat kolagen yang tersusun parallel yang dipisahkan oleh septa penghubung yang
disebut endotendineum, septa-septa membawa pembuluh darah dan syaraf, beberapa serat
kolagen atau berkas-berkas tendon prime r membentuk suatu fascicle atau berkas tendon
sekunde r yang dibungkus oleh jaringan ikat, dinamakan peitendineum. Tendon sendir i terdir
i dar i sejumlah fascicle dan diliputi oleh jaringan ikat yang relatif tebal serta mengandung
pem.buluh-pembuluh darah, saraf, lemak yang disebut epitendineum.
2. Kolagen
Kolagen dapat dibedakan atas lima jenis atau tipe yang masing-masing berbeda dala
m komposis i rantai alphanya, yaitu 1) tipe I, original collagen sebagian besar terdapat pada
organ kapsula , jaringan trabekular , kulit, tendon dan tulang, 2) tipe II, terdapat pada tulang
rawan elastin dan hialin, 3) Tipe III, terdapat pada dinding arteri, 4) tipe IV, terdapat pada
membran basal, 5) Tipe V, tersebar tidak menentu. Kolagen merupakan protein yang terdir i
dar i tiga asam amino, i a merupaka n konstituen utam a sebagian besar jaringan ikat kolektif.
Pada tendon konstituen utam a adalah kolagen tipe 1 (original collagen), kolagen
mengandung kosentrasi glisin yang tinggi (33%), prolin (15%) dan hydroxpoline (15%)
sehingga hampi r 2/3 struktur primer rantai kolagen mengandung tiga asam amino
tersebutSerat kolagen sangat kuat dan tahan terhadap regangan, tetapi sedikit fleksibel dan
berkas tersebut sering terlihat bergelombang (Craigmyle, 1986). Kolagen berfungsi
menyediakan kekuatn a dan integritas structura l dar i berbagai Jaringan serta organ dalam
tubuh . Untuk putus atau rupturnyaserabut kolagen yang berdiameter 1 m m saja memerlukan
beban 10 kg hingga 40 kg
PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP TENDON
Tujuan utama dari latihan adalah untukmengembangkan fungsi ogan tubuh dan
kemampuan biomotor, oleh karena itu latihan akan mempengaruhi organorgan dalam tubuh .
Beberapa ahli mengemukakan bahwa , secara morphologis latihan fisik mempengaruhi
perubahan yang nyata selama pertumbuhan organisme. Jumlah dari inti sel fibroblast dan
berat dari tendon tikus meningkat. Perubahan secara biokimia juga dilaporkan bahwaa latihan
mempengaruhi peningkatan aktvitas enzi mitogenik, demikian juga sintesa kolagen pada
tendon . Selanjutnya Fox (1993) menyatakan latihan fisik memperlihatkan peningkatan
terhadap perubahan kekuatan tendon. Birc h (^1997) pada penelitiannya menyatakan bahwa
tendon menyimpan energi panas selama bergerak dalam latihan meskipun suh u yang terjadi
sangat cepat, diman a fraksi sel fibroblast tendon sangat tahan terhadap panas dan tidak
mungki n terjadi kematian sel fibroblast selama latihan fisik. Sedangkan menurut Thibadecu
(1994) latihan fisik dapat menimbulkan stress mekanis . Stress mekani s dapat menyebabkan
mekanisme penting yaitu mekanotansuks i pada sel dan memula i intraselular sinyaling,
meningkatkan pertumbuhan sel dan menentukan morfologi da n arsitektur Pada beberapa tipe
sel. Beberapa sel menunjukka n respon yang berbeda tehadap stress mekani s dan dasa r
molekule r untu k mekanotransduksi. Pada tendon, respon mekanotrasduks i akibat stress
mekani s adalah menstimulas i integrin untu k mentransmisikan sinyal tranduks i dai lua r ke
dalam sel fibrolas. Sel fibroblast merupaka n sel penting fungsinya dalam mensintes i kolagen
(Kjaer, 2004). Ditinjau dar i konsep factor pertubuhan fibroblast dasar , akibat dar i
rangsangan latihan fisik terjadinya peningkatan aktifitas sistem vaskularisas i dan
kardiorespirasi, latihan mengakibatkan fibroblast pada tendon aktif mengabsorbsi pemakaian
nutris i dan unsur e pembangun kimiawi yang dibutuhka n melalui pembuluh darah, sehingga
sel lebih banyak menghasilkan substans i inter sel, kebutuha n oksigen yang diperlukan untu
k memperoleh energi essensial sangat cuku p gun a mengoksidas i bahan makana n dengan
respiras i sel akibat dar i latihan. Ha l in i sejalan dengan factor pertumbuh an fibroblast dasar
(bFGF), diman a latihan merangsang aktifitas enzim hyaluronidas e sehingga meningkatkan
jumla h mitogenik, peptide dan asa m amino yang merupaka n factor dasar pertumbuha n
fibroblast. Dengan melalui beberapa proses akhirny a sel fibroblast berkembang dengan
menghasilkan substans i intersel sendir i yaitu terjadinya peristiwa pertumbuha n sel akibat
dar i rangsangan latihan (Chandrasoma, 1991). Latihan intensitas berat sinyal transduks i
yang dtransmisikan dar i lua r ke dalam sel fibroblast lebih tinggi dibandingkan dengan
latihan intensitas ringan, sehingga efek sinyal tersebut jug a lebih tinggi pada latihan
intensitas berat. Sel fibroblast dan tebal serat sharpey memperlihatkan ada kontribus i
bermakn a respon perubahan akibat perlakuan, sedangkan lua s area potongan melintang
tidak menujukkan kontribus i yang bermakna respon perubahan akibat latihan

Rangsangan Persyarafan
Sistem persyarafan dirancang seperti layaknya sistem komunikasi elektronik modern
masa kini, katakanlah seperti sistem telepon yang kita kenal sekarang ini. Syaraf sebagai
penerima rangsangan (receptors) yang memuat signal-signal penting; otot sebagai efektor
(effectors) yang mampu, apabila diperintah untuk melaksanakan semua kegiatan yang
direncanakan dan melakukan interkoneksitas dengan syaraf-syaraf (neurons) yang begitu
banyak memberikan hubungan tanpa batas dari reseptor dengan efektor dan karena itu
informasi mengalir dari satu bagian jaringan kerja ke bagian yang lain. Otot Rangka (Otot
Skelet)Brooks dan Fahey (1983) menyatakan, bahwa hampir seluruh sel-sel tubuh, terutama
di dalam sel otot rangka, konversi energi dapat dibagi ke dalam dua kategori umum. Pertama,
melibatkan reaksi kimia sehingga energi kimia yang ada sebagai hasil dari mencerna
makanan yang kemudian dikonversi menjadi zat ber-energi tinggi yang dapat dipergunakan
oleh tubuh, yaitu adenosine triphosphate (ATP). Kedua, transfer energi yang melibatkan
konversi energi kimia ATP menjadi kerja sel. Kemudian beberapa kerja sel terjadi, seperti
kontraksi otot, sintesis protein dan pemompaan ion. Aktivitas fisik dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kelompok berdasarkan sistem energi yang mendukungnya, seperti daya ledak
dalam tolak peluru, kecepatan dalam lari cepat dan daya tahan dalam lari maraton. Dalam
kegiatan tersebut keberhasilan seseorang tergantung pada semangat dan pengembangan yang
tinggi sistem energi seluler yang berbeda. Untuk kegiatan yang sangat cepat dan memerlukan
pengerahan tenaga maksimal serta hanya berlangsung dari beberapa detik sampai satu menit,
otot sangat tergantung kepada nonoksidatif atau glikolitik yang sumber energinya sama
dengan sumber energi cepat. Untuk kegiatan yang berlangsung dari 90 menit atau lebih
mekanisme oksidatif menjadi sangat penting.ATP diperlukan sebagai energi dalam kontraksi
otot dan untuk daur ulang (recycling) cross-bridge selama proses kontraktil. Reaksi ini terjadi
di tempat yang secara enzimatik aktif di cross-bridge myofilament myosin dan
memungkinkan cross-bridge bergerak. Tanpa ATP actin thin filament tidak dapat meluncur
mendekati, bahkan melewati myosin thick filament. Simpanan ATP di dalam otot hanya
dalam jumlah yang sangat terbatas dan cukup untuk menyediakan kontraksi otot maksimal
selama kurang lebih satu detik. Untungnya tubuh mempunyai kemampuan untuk mengganti
ATPhampir secepat pecahnya. Penggantian ATP ini dapat dilakukan apabila cadangan
molekul bahan bakar seperti karbohidrat dan lemak dipecah untuk menyediakan energi bebas
yang dapat dipergunakan untuk menyatukan ADPdan Pi untuk membentuk ATP..
Simpanan bahan bakar seperti karbohidrat dan lemak tidak dapat diubah
menjadi molekul ATP. Cadangan bahan bakar pertama yang akan dipakai apabila ATP sudah
dipakai adalah molekul PC (phosphocreatine) yang disimpan di dalam serabut otot. Oleh
karena itu para ahli sependapat bahwa energi untuk kontraksi otot selama latihan fisik atau
dengan katalain mekanisme untuk regenerasi ATPmelibatkan tiga proses atau tiga sumber
yang saling ketergantungan, yaitu: (1) sistem fosfagen (sistem ATP – PC atau phosphagen
system), (2) sistem glikolisis anaerobik atau sistem asam laktat (Anaerobic Glycolysis system
atau Lactic acid system), dan (3) sistem aerobik atau sistem oksigen atau sistem oksidatif
(Aerobic system atau Oxygen system atau Oxydative system) (Junusul: 2003). Dua dari tiga
sistem energi tersebut yaitu sistem fosfagen dan sistem asam laktat diklasifikasikan ke dalam
sistem anaerobik, yang berarti tanpa oksigen dan metabolismenya berhubungan dengan
berbagai rangkaian reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh (dalam sel otot). Jadi
metabolisme anaerobik atau produksi ATP anaerobik berhubungan dengan resintesis ATP
melalui reaksi kimia yang tidak memerlukan adanya oksigen yang dihisap; dan yang satu lagi
sistem aerobik, yaitu produksi ATP memerlukan adanya oksigen.

Teori Dasar Tentang Latihan Beban


Latihan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan secara sistematis dan terencana
dalam meningkatkan fungsional tubuh. Dalam kegiatan olahraga, latihan berguna untuk
meningkatkan keterampilan. Harsono (1988) menyatakan bahwa latihan adalah suatu proses
yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan lama kelamaan
bertambah jumlah bebannya. Sedangkan Bompa (2000) mengatakan bahwa latihan adalah
cara untuk mencapai tujuan perbaikan sistem organisma dan fungsinya untuk
mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraga. Selanjutnya Imran (2003) menyatakan
bahwa latihan yang baik dan berhasil adalah yang dilakukan secara teratur, seksama,
sistematis, serta berkesinambungan/kontinyu, sepanjang tahun, dengan pembebanan latihan
(training) yang selalu meningkat dan bertahap setiap tahun.Berdasarkan dari beberapa
pengertian diatas tentang latihan maka dapatlah disimpulkan bahwa metode latihan adalah
suatu cara yang sistematis dan terencana yang fungsinya sebagai alat menyajikan kegiatan
olahraga yang betujuan untuk suatu keterampilan gerak atau prestasi olahraga. Mengingat
pentingnya peningkatan pada setiap latihan, maka kedudukan latihan beban sangatlah
strategis dalam upaya meyusun program latihan yang efektif. Latihan beban sebagai model
latihan yang mampu menjadi acuan dalam setiap sesi latihan. Beban dapat diartikan dalam
jumlah perkilogram atau dengan waktu serta yang lainnya, sehingga latihan pembebanan
sangatlah Penting dalam proses latihan itu sendiri. Peningkatan bebannyapun secara bertahap
seperti yang di ungkapkan oleh Bompa (1999) peningkatan beban latihan didasarkan pada
frekwensi mingguan. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan keterampilan olahraga
dan pemeliharaan kesegaran jasmani. Sedangkan bentuk latihan yang sedang berkembang
dan sering dilakukan atlet untuk mengembangkan daya ledak otot dan kekuatan otot adalah
latihan beban (weight training). Latihan ini disamping meningkatkan daya ledak otot dan
kekuatan otot juga mempertinggi daya tahan otot dan menjaga kondisi fisik lainnya.Baechle
and Groves (2001) mengemukakan bahwa weight taining (latihan beban) adalah latihan-
latihan yang dilakukan terhadap penghalangan atau tahanan untuk meningkatkan kualitas
kerja dari otot-otot yang sedang dilatih pada seseorang yang berlatih untuk meningkatkan
kebugaran. Kemudian Setiawan (1999) menyatakan bahwa weight training (latihan beban)
merupakan metode latihan tahanan dengan menggunakan beban sebagai alat untuk
meningkatkan kondisi fisik, termasuk kesegaran jasmani dan kesehatan umumnya.Dari
beberapa batasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa latihan beban adalah suatu bentuk
latihan tahanan yang memanfaatkan suatu beban sebagai alat bantu untuk meningkatkan
kondisi fisik pada umumnya. Bila latihan beban dilakukan secara teratur dan disertai
kebiasaan makan yang baik, berbagai sistem tubuh akan berubah secara positif. Otot-otot
akan menjadi kuat dan dapat memikul kerja yang lebih besar dan akan memperlihatkan
berkurangnya rasa lelah dengan bertambahnya setiap masa latihan.Bompa (2000)
mengungkapkan bahwa, latihan beban disamakan dengan angkat beban, dimana beban
sebagai alat bantu latihan yang bertujuan untuk melatih kekuatan. Latihan kekuatan untuk
olahraga harus menjadi dasar secara khusus dalam perubahan fisiologi dan dengan sendirinya
dapat mengembangkan daya ledak dan daya tahan otot.Latihan beban akan menunjukkan
gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik dari kontraksi otot tersebut
pada tubuh. Pada dasarnya kontraksi otot terjadi karena otot itu memendek, memanjang atau
tetap seperti dalam keadaan tidak berkontraksi. Fox (1993) mengemukakan bahwa tipe
kontraksi otot dapat dibagi sebagai berikut: 1) Isotonik, yaitu otot memendek pada saat terjadi
tegangan meningkat, 2) Isometrik (statik), yaitu otot menegang tetapi tidak memanjang dan
tidak berubah, 3) Eksentrik, yaitu otot memanjang pada saat tegangan meningkat, 4)
Isokinetik, yaitu otot memendek pada saat terjadi tegangan melalui ruang gerak dalam
kecepatan konstan. Sedangkan dalam latihan beban dalam penelitian ini yang dipergunakan
adalah latihan beban isotonik.Untuk dapat menjalankan suatu kegiatan dengan baik tentunya
harus sesuai dengan berbagai prosedur, salah satunya adalah mengikuti prinsi-prinsip yang
ada. Demikian juga dalam latihan beban, memiliki prinsip, menurut Fox (1992) bahwa
prinsip latihan beban dibagi menjadi 4 prinsip dasar tentang program latihan beban, yang
meliputi:
a. Prinsip Beban berlebih (Overload principle)
Kekuatan otot hanya akan dapat berkembang bila diberikan latih beban sedikit diatas
kemampuannya. Tujuannya adalah untuk beradaptasi secarafungsional, sehingga dapat
meningkatkan kekuatan otot. Latihan yang menggunakan beban dibawah atau sama dengan
kemampuannya akan menjaga kekuatan supaya tetap stabil, tapi tidak untuk
meningkatkannya.Penambahan beban yang dianjurkan Bompa (1999) dalam menyusun
rancangan program hendaknya dalam microcycle. Penambahan beban ini dibagi menjadi tiga
kategori yaitu:
b. Prinsip Peningkatan secara bertahap
Bila atlet telah kuat, beban yang berat akan terasa ringan. Pembebanan terhadap otot
yang bekerja harus ditambah secara bertahap selama pelaksanaan program latihan beban.
Yang menjadi dasar kapan beban itu ditambah adalah dengan menghitung jumlah
repetisi/angkatan yang dapat dilakukan sebelum datangnya kelelahan. Sebagai contoh; atlet
pada permulaan mengangkat beban 80 pound sebanyak 8 kali. Setelah atlet dapat megangkat
beban tersebut sebanyak 12 kali tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Itulah saat yang
tepat untuk menaikkan beban sampai atlet mampu mengangkat 8 kali. Otot akan bekerja pada
daerah sedikit diatas kemampuannya di sebut dengan prinsip peningkatan secara bertahap.
c. Prinsip Spesialisasi
Spesialisasi (pelatihan khusus) untuk cabang olahraga tertentu atau kejuaraan,
menimbulkan perubahan morpologis dan fungsional yang berhubungan dengan kekhususan
cabang olahraganya. Bagaimanapun juga organisme manusia beradaptasi dengan segala
aktivitas yang mereka lakukan. Adaptasi tidak hanya tertuju kepada perubahan fisiologis saja,
tetapi juga terjadi pada teknik, taktik dan sifat-sifat psikologis. Spesialisai bukan merupakan
suatu proses sepihak, tetapi merupakan proses yang komplek yang berdasarkan kepada asas-
asas pengembangan segala aspek yang kokoh. Sejak awal kegiatan pelatihan bagi pemula
sampai kepada keunggulan atlet yang sudah matang, volume pelatihan secara menyeluruh
dan jumlah pelatihan khusus meningkat secara bertahap dan konstan.Sejauh spesialisasi
menjadi perhatiannya, disarankan agar alat-alat pelatihan, atau lebih spesifik lagi gerakan-
gerakan motorik dipergunakan khusus untuk rnencapai efek pelatihan harus memperhatikan
dua sifat dasar, yaitu (1) Pelatihan khusus cabang olahraganya dan (2) Pelatihan yang
dilakukan untuk mengembangkan kemampuan biomotorik. Dari semula telah dikatakan
bahwa pelatihan yang dilakukan atlet harus paralel dan tidak boleh berlawanan dengan
gerakan-gerakan yang diperlukan oleh olahraga yang menjadi spesialisasinya. Rasio antara
kedua sifat-sifat tadi berbeda untuk setiap cabang olahraga, tergantung kepada
karakteristiknya. Untuk beberapa cabang olahraga volume pelatihan terdiri dari sifat pertama;
sedangkan yang lain seperti lompat tinggi, pelatihan untuk lompat tingginya hanya dilakukan
sebanyak 40%. Sedangkan sisanya yang 60% dipergunakan untuk pengembangan kekuatan
tungkai dan power untuk melompat, seperti pelatihan berbeban dan sebagainya.Prinsip-
prinsip spesialisasi ini harus betul-betul dipahami untuk anak-anak dan yunior dalam
pengembangan berbagai aspek yang lebih mendasar dari pada pengembangan berbagai aspek
dengan pengembangan spesialisanya.Jadi rasio pelatihan antara pengembangan berbagai
aspek dengan pengembangan spesialisasinya harus direncanakan dengan hati-hati sekali,
karena berdasarkan pada kenyataan bahwa olahraga modern memiliki kecenderungan
kematangan berprestasi pada umur yang lebih muda (terutama pada senam dan renang). Pada
zaman sekarang tak seorang pun merasa heran, apabila melihat anak berumur 3 - 4 tahun
sudah berenang atau anak 6 tahun jungkir balik di matras senam. Begitu juga anak berumur 8
tahun mulai main basket.Secara umum, umur seseorang untuk memulai olahraga, saat
seseorang memulai pelatihan spesialisasinya serta umur untuk mencapai puncak prestasinya
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

d. Prinsip pengaturan latihan


Program latihan beban harus dibuat dengan baik, agar kelompok otot besar dapat
dilatih terlebih dahulu sebelum melatih kelompok otot yang kecil, sebab kelompok otot kecil
lebih cepat lelah dibanding dengan kelompok otot besar. Contoh; melatih kelompok otot
tungkai dan pinggul terlebih dahulu sebelum melatih otot lengan . Membuat program latihan
harus diatur agar otot yang sama tidak dilatih secara berturut-turut dengan dua jenis latihan
yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar otot ada saat istirahat setelah melakukan aktivitas.
e. Prinsip Kekhususan
Membuat program latihan beban harus didesain secara khusus., yaitu dengan
mengikuti pola keterampilan geran yang spesifik agar pengembangan kekuatan otot akan
diikuti dengan pola gerakan yang sudah mengarah pada keterampilan yang spesifik tersebut.
Untuk mendapatkan hasil yang spesifik,program latihan beban harus disesuaikan dengan
karakteristik cabang olahraga dan tujuan yang akan dicapai. Contoh; program latihan beban
untuk cabang olahraga bolavoli harus dibuat dengan baik, agar bentuk latihan yang
diperguakan kelihatan khusus maka dianalisis terlebih dahulu otot-otot yang terlibat dan
diperlukan pada cabang olahraga tersebut.Keterampilan gerak khusus ini akan lebih dapat
dirasakan pada atlet yang mempunyai jadwal pertandingan yang padat. Beberapa kelompok
otot dipakai untuk beberapa keterampilan olahraga dan menghasulkan gerakan yang berbeda.

2. Petunjuk tentang Latihan Beban


Petunjuk dari latihan beban menurut Fox (1992) adalah; a) otot dapat diberi beban
lebih sedikit diatas kemampuannya, b) beban harus ditingkatkan secara bertahap selama
program berlangsung, c) Kelompok otot besar harus dilatih terlebih dahulu sebelum otot kecil
atau sebaliknya. Dua jenis otot yang melibatkan kerja otot yang sama jangan dilakukan
berurutan, d) bentuk latihan beban harus disesuaikan dengan karakteristik cabang olahraga
yang diharapkan dan harus melibatkan otot-otot yang diperlukan.Untuk menjalani latihan
beban, yang perlu dilakukan adalah menentukan jumlah beban awal dari tiap individu. Untuk
menentukan jumlah beban awal dapat dilakukan melalui: Repetisi maksimum artinya beban
maksimal yang diangkat oleh sekelompok otot dalam jumlah tertentu sebelum lelah Fox
(1992). Tentang beban latihan yang akan dilakukan, Nossek (1982) mengatakan bahwa beban
latihan 75-80% dari beban maksimum atau disebut Repetisi Maksimum (RM), jumlah repetisi
10 kali dan jumlah set 3-5, dan istirahat antar set 3-5. Sedangkan Mc Ardle (1982)
mengemukakan bahwa peningkatan kekuatan akan dapat dicapai apabila berat beban latihan
60-80% dari kapasitas maksimum dengan jumlah ulangan 10 kali, namun bagi pemula
disarankan sebaiknya dengan jumlah beban sedikit lebih ringan tetapi jumlah ulangan antara
12-15 kali dan jumlah rangkaian 2-3. Jadi pemanfaatan beban awal dalam penelitian ini
adalah 60% dari repetisi maksimal.Selanjutnya tentang frekwensi latihan per minggu,
McArdle (1986) mengemukakan sebaiknya 2-5 kali. Kemudian Fox (1992) mengemukakan
bawa latihan cukup efektif bila dilakukan dengan progran tiga kali dalam seminggu.
Selanjutnya Baechle (2003) menyarankan bahwa latihan beban hendaknya dilakukan 3-4 kali
dalam seminggu.Selanjutnya, setelah ditentukan beban awal maka lakukan penambahan atau
peningkatan beban secara bertahap. Peningkatan beban bertahap sesuai dengan anjuran
Bompa (2000) membagi tipe repetisi pada terhadap beban dapat dikelompokkan pada:
a. untuk 100% angkatan dapat dilakukan 1 repetisi
b. Jika beban 95%, 2-3 repetisi.
c. 90%, 3-4 repetisi jika memungkinkan
d. 85%, 5-6 repetisi
e. 80%, 8-10 repetisi
f. 75%, atlet normal 12 repetisi
g. 70%, atlet dapat mengangkat 12-15 repetisi
h. Antara 60-70%, dapat dilakukan 18-20 repetisi
i. 50%, maka dilakukan 25 repetisi per set.

OTOT RANGKA
Sekitar 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka yang dibentuk oleh
sejumlah serat otot berdiameter 10-80 mikrometer.Otot rangka bekerja secara volunter.Ada
beberapa bagian dari otot rangka, antara lain jaringan otot,pembuluh darah sebagai penyuplai
nutrisi dan oksigen penghasil energiuntuk proses kontaksi, saraf sebagai penyalur rangsang
dan pengaturkontraksi, serta jaringan ikat.Secara mikroskopis, tiap serabut otot rangka terdiri
atas miofibril. Miofibril berisi miofilamen yang terdiri dari pita A (bagian tebal) dan pita I
(bagian tipis). Pita A dibentuk oleh protein miosin dan terlihat lebih gelap. Sedangkan pita I
yang dibentuk protein aktin terlihat Lebih terang. Batas keduanya disebut dengan sarkomen.
Sarkomen akan memendek ketika terjadi kontraksi.

Kontraksi Otot Rangka


A.MACAM KONTRAKSI
Otot dengan ketahanan yang baik dapat secaramaksimum melakukan kontraksi-kontraksi
berikut ini:
1. Kontraksi isotonis
Disebut juga kontraksi konsentris atau dinamis.Dalam kontraksi ini terjadi perubahan panjang
otot.Kontraksi ini dapat berupa konsentrik (otot memendek)seperti ketika mengangkat barbel,
maupun eksentrik (otot memanjang) seperti saat menurunkan barbel.
2. Kontraksi isometris
Disebut juga kontraksi statis. Dalam kontraksi initidak terlihat adanya gerakan, seperti ketika
mempertahankan sikap tubuh atau mendorong benda.
3. Kontraksi isokinetis
Kontraksi ini ditampilkan pada kecepatan tetapterhadap beban luar yang beragam sebanding
dengan tenaga yang digunakan. Hanya dengan alat khusus kontraksi ini dapat terjadi, seperti
ekstensi lutut maksimal pada dinamometer isokinetik Cybex.
B. Mekanisme Kontraksi
Secara umum, timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi melalui tahap-tahap berikut:
1. Adanya rangsang menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi di sepanjang sebuah saraf
motorik dan berakhir pada 1 serabut otot.
2.Vesicle synaps menyekresi neurotransmiter, yaitu asetilkolin, ke neuromuscular junction
dalam jumlah sedikit.
3.Asetilkolin bekerja pada membran serat otot untuk membuka Na+-K+ channel.
4.Terbukanya Na+-K+channel memungkinkan sejumlahbesar ion natrium mengalir ke bagian
dalam membran serat otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi dalam
serabut otot.
5.Potensial aksi berjalan sepanjang bagian dalam membran otot dengan cara yang sama
seperti potensial aksi di sepanjang saraf motorik.

PERUBAHAN OTOT RANGKA AKIBAT OLAHRAGA


Olahraga sebenarnya bukan hanya memengaruhi otot, tetapi juga memengaruhi
keseluruhan sistem pergerakan, yaitu: tulang, sendi, ikat sendi, otot, tendo, saraf, dan
pembuluh darahnya secara berimbang. Perubahan yang terjadi sesuai dengan beban latihan.
Sepanjang latihan itu tidak melampaui batas kemampuan penyesuaian tubuh, pada umumnya
tidak akan terjadi cedera akibat latihan. Dengan latihan yang teratur semua sistem akan
menjadi makin baik mutu kerjanya dan kekuatannya.9-13Melalui latihan, ukuran serat otot
bertambah besar (hipertrofi otot), dengan demikian diameter otot menjadi besar. Jadi
ketahanan dan kekuatan otot bertambah baik, sehingga otot akan dapat melindungi sendi
terhadap cedera yang disebabkan oleh beban tambahan yang mendadak dari luar.9-13Pada
dasarnya perubahan yang terjadi pada latihan adalah bertambahnya jumlah pembuluh darah,
diameter serat otot, dan organel intrasel. Bertambahnya kekuatan otot yang diperoleh melalui
latihan tidak dapat diperoleh begitu saja. Memerlukan waktu latihan rutin selama dua bulan
barulah akan didapat peningkatan yang bermakna. Peningkatan kekuatan ini harus dipelihara
terus sebab peningkatan yang telah dicapai dalam waktu dua bulan itu akan hilang sama
sekali jika tidak berlatih selama lima bulan berikutnya.Tubuh cepat menyesuaikan diri
dengan kebutuhan jasmani. Bila kebutuhan berkurang maka massa otot akan berkurang
(atrofi otot), dan volume darah yang mengalir ke otot juga berkurang. Akibatnya efisiensi
pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan juga menurun dan akhirnya pasokan energi ke
ototpun ikut menurun.9-13Jenis latihan otot bermacam-macam. Secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua kegiatan. Pertama, latihan statis, artinya otot berkontraksi tetapi
tidak menghasilkan gerakan. Kedua, latihan dinamis, artinya terjadi kontraksi otot yang
menghasilkan gerakan pada sendi. Dalam latihan dinamis terdapat dua jenis gerakan, yaitu
gerakan konsentrik, anggota badan mendekati tubuh, dan gerakan eksentrik anggota badan
menjauhi tubuh. Pada kedua gerakan dinamis ini terjadi pemanjangan dan pemendekan
sekaligus.9-13Kedua jenis latihan di atas mempunyai pengaruh yang berbeda pada sifat otot,
sekalipun dasar perubahannya sama. Latihan statis biasanya digunakan pada latihan awal
untuk rehabilitasi pascacedera, sedangkan latihan dinamis dilakukan setelah pemulihan
dianggap sempurna. Latihan dinamis dapat memperbaiki kekuatan otot atau memelihara
tingkat kekuatannya
pada taraf tertentu tanpa mengurangi kecepatan geraknya, sedangkan latihan statis
dapat mengurangi kecepatan gerak, artinya gerak otot yang bersangkutan menjadi lamban.9-
13Pada saat istirahat volume darah total yang mengalir ke otot hanya 15-20%, setelah 10-20
menit pemanasan, jumlah darah yang mengalir ke otot meningkat sampai 70-75%. Di sini
terlihat betapa besarnya otot mengambil pasokan darah agar dapat berfungsi normal. Otot
akan memperlihatkan kemampuan maksimal jika seluruh pembuluh darahnya berfungsi.
Dengan begitu artinya pemanasan sangat membantu mempertinggi kemampuan otot dan
sekaligus mencegah kemungkinan cedera.
CEDERA OTOT
Cedera otot dapat terjadi akibat kecelakaan olahraga ataupun latihan berlebihan.
Latihan yang tidak mengikuti tatacara dapatberakibat cedera. Cedera otot dapat beragam
bentuknya dan beratringannya. Penyebabnya yang umum ialah tarikan berlebijhan atau
gerakan kuat mendadak, yang dapat merobek fascia atau bahkan otot atau tendonya. Selain
itu cedera dapat pula timbul akibat tekanan kuat misalnya pada benturan.14,15 Dalam hal
cedera ini, yang penting ialah mengenal secara dini cedera yang memerlukan penanganan
medis. Jika cedera itu ringan, nyeri akan hilang segera atau berangsur dalam beberapa hari.
Memaksa latihan pada otot yang cedera dapat dipastikan akan menurunkan kekuatannya dan
mengundang cedera ulang di masa mendatang setelah sembuh. Agar lebih mudah memahami,
lihatlah bagan di bawah ini yang pada dasarnya menekankan adanya lingkaran setan pada
otot cedera yang tidak diistirahatkan, akibatnya cedera otot semakin
Cedera otot yang paling ringan adalah nyeri otot pasca latih. Nyeri semacam ini dapat
terjadi pada setiap orang pasca latihan. Kadang dapat timbul pembengkakan otot dan muncul
beberapa jam setelah latihan berat. Nyeri dapat berasal dari satu atau sekelompok otot. Rasa
nyeri itu timbul pada saat bergerak ataupun diam; dan otot yang tersebut akan terasa lemah.
Cedera seperti ini dapat terjadi pada „start‟ yang terlalu kuat dan mendadak, pada latihan
yang sekaligus memanjang dan memendekkan otot, dan pada orang yang sudah lama tidak
berlatih. Selain itu, juga dapat terjadi pada latihan yang lain dari biasanya.Sebenarnya cedera
itu terjadi pada unit kontraksi yang paling kecil yaitu sistem miofilamen, miofibril, dan dapat
pula disertai pecahnya pembuluh kapiler darah. Akibatnya terjadi reaksi radang dan
pembengkakkan yang menjadikan aliran darah terhambat dan timbulnya rasa nyeridan kaku.
Namun demikian keadaan ini tidak berbahaya dan akan berangsur hilang dalam beberapa
hari.
Untuk menghindari kejadian seperti itu perlu dilakukan langkah-langkah berikut:
• Sesuaikan program latihan dengan hasil yang hendak dicapai dan gunakanlah peralatan
yang sesuai.
• Jika nyeri ringan, latihan dapat diteruskan tetapi sedikit diubah. Intensitas latihan dinaikkan
bertahap, terutama pada tahap awal.
• Gerakan yang kalem tidak akan menambah nyeri. Lingkungan yang hangat dapat membantu
penyembuhan.Cedera dapat pula berat misalnya putusnya tendo, robekan fascia, robekan otot,
dan hematom. Cedera seperti ini biasanya akan semakin sakit jika digunakan untuk bergerak,
dan sakitnya tidak mereda dalam waktu 24-48 jam.Terdapat beberapa keadaan yang
memudahkan terjadinya cedera. Hal-hal tersebut di bawah ini perlu diwaspadai dan jika
ditemukan langkah khusus harus diambil agar cedera dapat dihindari. Keadaan tersebut ialah:
• Kurang persiapan, kurang pemanasan.
• Otot yang melemah akibat cedera yang terjadi sebelumnya, dan rehabilitasi yang salah.
• Bekas cedera dengan jaringan parut yang luas.
• Otot yang kelelahan dan tarikan yang berlebihan.
• Otot yang terlalu pendek lebih mudah cedera pada olahraga yang mengandalkan kelenturan.
• Otot yang terlalu lama kedinginan, kurang kontraktil.

I. Struktur Otot Lurik


Otot pengisi atau otot yang menempel pada sebagian besar tulang kita
(=skeletal) tampak bergaris-garis atau berlurik-lurik jika dilihat melalui mikroskop. Otot
tersebut terdiri dari banyak kumpulan (bundel) serabut paralel panjang dengan diameter
penampang 20-100µm yang disebut serat otot. Panjang serat otot ini mampu mencapai
panjang otot itu sendiri dan merupakan sel-sel berinti jamak (=multinucleated cells). Serat
otot sendiri tersusun dari kumpulankumpulan paralel seribu miofibril yang berdiameter 1-
2µm dan memanjang sepanjang sebuah serat otot. Struktur ini dapat dilihat pada
gambar1.Garis-garis pada otot lurik disebabkan oleh struktur miofibril-miofibril yang saling
berkaitan. Pada gambar 2, terlihat bahwa lurik itu merupakan daerah dengan densitas /
kepadatan yang silih berganti (antara padat dan renggang) dengan sebutan luriklurik A dan
lurik-lurik I. Pola-pola itu berepetisi dengan teratur sehingga tiap satu unit pola dinamakan
sarkomer. Sarkomer memiliki panjang 2.5 - 3.0 µm pada otot yang rileks dan akan
memendek saat otot berkontraksi. Antara sarkomer satu dengan lainnya, terdapatlah lapisan
gelap disebut disk Z (=piringan Z).Lurik A terpusat pada daerah terang yang dinamakan
daerah H yang peusatnya terletak pada lurik/ disk M.Jika kita melihat gambar 2 lebih teliti
lagi, maka terdapat sekelompok filamen yang tebal dan filamen tipis. Filamenfilamen tebal
dengan diameter 150 Angstrom itu tertata secara paralel heksagonal dalam daerah yang
disebut daerah H. Sementara itu filamen-filamen tipis dengan diameter 70 Angstrom
memiliki ujung yang terkait langsung dengan disk Z. Daerah yang terlihat gelap pada ujung-
ujung daerah A merupakan tempat relasi-relasi antara filamen tebal dan filamen tipis. Relasi-
relasi ini berupa cross-bridges (=jembatan-silang) yang berselang secara teratur.

a. Filamen-filamen tebal tersusun


dari Miosin
Filamen-filamen tebal pada vertebrata (makhluk hidup bertulang belakang) hampir
sebagian besar tersusun dari sejenis protein yang disebut Miosin. Molekul miosin terdiri dari
enam rantai polipeptida yang disebut rantai berat dan dua pasang rantai ringan yang berbeda
(disebut
rantai ringan esensial dan regulatori, ELC dan RLC). Miosin termasuk protein yang
khusus karena memiliki sifat berserat (=fibrous) dan globular. Struktur tersebut dapat dilihat
pada gambar 3. Secara umum, molekul miosin dapat dilihat sebagai segmen berbentuk batang
sepanjang 1600 Angstrom dengan dua kepala globular. Miosin hanya berada dalam wujud
molekul-molekul tunggal dengan kekuatan ioniknya yang lemah. Bagaimanapun juga,
protein-protein ini berkaitan satu sama lain menjadi struktur yang dapat dilihat pada gambar
4. Struktur tersebut ialah struktur dari filamen tebal yang telah dibicarakan sebelumnya. Pada
struktur itu, filamen tebal merupakan suatu bentuk yang bipolar dengan kepala-kepala miosin
yang menghadap tiap-tiap ujung filamen dan menyisakan bagian tengah yang tidak memiliki
kepala satupun (=bare zone / jalur kosong). Kepalakepala miosin itulah yang merupakan
wujud dari cross-bridges dalam perhubungannya dengan miofibrilmiofibril. Sebenarnya,
rantai berat miosin berupa sebuah ATPase yang menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi
dalam suatu reaksi yang membuat terjadinya kontraksi otot. Jadi, otot merupakan alat untuk
mengubah energi bebas kimia berupa ATP menjadi energi mekanik. Sementara itu, fungsi
rantai ingan miosin diyakini sebagai modulator aktivitas ATPase dari rantai berat yang
bersambungan dengannya. Di tahun 1953, Andrew Szent-Gyorgi menunjukkan bahwa
miosin yang diberi tripsin secukupnya akan memecah miosin menjadi dua fragmen (Gambar
5) yaitu Meromiosin ringan (LMM) dan Meromiosin berat (HMM). HMM dapat dipecah
dengan papain menjadi dua bagian lagi yaitu dua molekul identik dari subfragmen-1 (S1) dan
sebuah subframen-2 (S2) yang berbentuk mirip batang.
b. Filamen-filamen tipis tersusun dari Aktin, Tropomiosin dan Troponin
Komponen penyusun utama filamen tipis ialah Aktin. Aktin merupakan protein
eukariotik yang umum, banyak jumlahnya, dan mudah didapati. Aktin didapati dalam wujud
monomer-monomer bilobal globular yang disebut G-aktin yang secara normal mengikat satu
molekul ATP untuk tiap-tiap monomer. G-aktin itu nantinya akan berpolimerisasi untuk
membentuk fiber-fiber yang disebut F-aktin. Polimerisasi ini merupakan suatu proses yang
menghidrolisis ATP menjadi ADP dengan ADP yang nantinya terikat pada unit monomer F-
aktin. Sebagai hasilnya, F-aktin akan membentuk sumbu rantai utama dari filamen tipis
dengan struktur yang tergambar pada gambar 6. Tiap-tiap unit monomer F-aktin mampu
mengikat sebuah kepala miosin (S1) yang ada pada filamen tebal. Mikrograf elektron juga
menunjukkan bahwa F-aktin merupakan deretan monomer terkait dengan urutan kepalaekor-
kepala. Maka dari itu, F-aktin memiliki wujud yang polar. Semua unit monomer F-aktin
memiliki orientasi yang sama dilihat dari sumbu fiber. Filamen-filamen tipis itu juga
memiliki arah yang menjauhi disk Z. Sehingga kumpulan-kumpulan filamen tipis yang
menjulur pada kedua sisi disk Z itu memiliki orientasi yang berlawanan. Komposisi miosin
dan aktin masing-masing sebesar 60-70% dan 20-25% dari protein total pada otot. Sisa
protein lainnya berkaitan dengan filamen tipis yakni Tropomiosin dan Troponin. Troponin
terdiri dari tiga subunit yaitu TnC (protein pengikat ion Ca), TnI (protein yang mengikat
aktin), dan TnT (protein yang mengikat tropomiosin). Dari sini, dapat disimpulkan bahwa
kompleks tropomiosin - Troponin mangatur kontraksi otot dengan cara mengontrol akses
cross-bridges S1 pada posisiposisi pengikat aktin.
c. Protein minor pada Otot yang mengatur jaringan-jaringan Miofibril
Disk Z merupakan wujud amorf dan mengandung beberapa protein berserat (fibrous).
Protein-protein lain itu ialah α-aktinin (untuk mengikatkan filamen-filamen tipis pada disk
Z), desmin (banyak terdapat pada daerah perifer / tepi disk Z dan berfungsi untuk menjaga
keteraturan susunan antar sesama miofibril), vimentin (Bersifat sama dengan desmin), titin
(merupakan polipeptida dengan massa terbesar, berada sepanjang filamen tebal sampai disk
Z, dan berfungsi seperti pegas yang mengatur agar letak filamen tebal tetap di tengahtengah
sarkomer), dan nebulin (berada di sepanjang filamen tipis dan berfungsi untuk
mempertahankan panjang filamen). Sementara itu, disk M yang merupakan hasil penebalan
akibat sambungan filamenfilamen tebal itu juga mengandung C-protein dan Mprotein.
Peranan kedua protein itu ada pada susunan atau perkaitan antara filamen-filamen tebal pada
disk M.
II. Mekanisme Kontraksi Otot
Setelah struktur otot dan komponen-komponen penyusunnya ditinjau, mekanisme
atau interaksi antar komponenkomponen itu akan dapat menjelaskan proses kontraksi otot.
a. Filamen-filamen tebal dan tipis yang saling bergeser saat proses kontraksi
Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih
pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata-rata sekitar
sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihat sebagai
konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung,
panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A
dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami
reduksi yang sama besarnya. Berdasar pengamatan ini, Hugh Huxley, Jean Hanson, Andrew
Huxley dan R.Niedergerke pada tahun 1954 menyarankan model pergeseran filamen
(=filament-sliding). Model ini mengatakan bahwa gaya kontraksi otot itu dihasilkan oleh
suatu proses yang membuat beberapa set filamen tebal dan tipis dapat bergeser antar
sesamanya. Fenomena ini terlihat pada gambar 7.
b. Aktin merangsang Aktivitas ATPase Miosin
Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika Kontraksinya dan bukan
asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, SzentGyorgi kembali menunjukkan mekanisme
kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kom-pleks bernama
Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang cukup besar.
Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin.
Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas miosin terhadap aktin. Selanjutnya,
untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu,
kita memerlukan studi kinetika kimia. Daya kerja ATPase miosin yang terisolasi ialah
sebesar 0.05 per detiknya. Daya kerja sebesar itu ternyata jauh lebih kecil dari daya kerja
ATPase miosin yang berada dalam otot yang berkontraksi. Bagaimanapun juga, secara
paradoks, adanya aktin (dalam otot) meningkatkan laju hidrolisis ATP
KESIMPULAN
Dari hasil kajian pustaka diatas tentang pengaruh latihan fisik terhadap jumlah sel fibroblast
dan tebal serat sharpey pada tendon achiles didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Latihan fisik dapat meningkatkan jumlah sel fibroblast dan tebal serat sharpey
2. Peningkatan jumlah sel fibroblast dan tebal serat sharpey tergantung dari intensitas
latihan, lama latihan dan dosis latihan.
DAFTAR PUSTAKA

Bomp a TO, 1994. Theory and Metodology of Training The Key to Athletic Performance. Dubuque
Iowa: Kendal/Hun t Publishing , pp 14-20.

Birc h HL, Wilson H M and Goodship AE , 1997. The Effect of Execise-Induced Localised
Hypertermia on Tendon Cel Survival. J . Ex . Biol. 200: pp. 1703-1708

Brunke r P, Kha n K, 1993. Clinical Sport Medicine. Sydney: McGra w Hil l Book Company . Pp 12-
14.

Chandrasom a P, 1991. Concise Pathology, a lange medical book. Prentice-Hall International Inc.
California, PP. 81-85 Craign^l e MBL , 1986. Coloring atlas Histologi. Nethelands: Wolfe Medical
Publication Med. Ass , Vo l 81 No.7. pp 353-363.

Fox, 1993. Human Psyiology. 6 ^ edition. Boston: McGraw-Hil l Companies . Harjanto, 2003.
Petanda Biologis dan Faktor yang mempengaruhi Derajat Stres Oksidatif pada latihan olahraga
aerobic sesaat. Surabaya: Disertas i Program Doktor Pascasarjana Universitas Airlangga. Ha l 1-3.

Kjaer Michael, 2004. Role of Extracellular matrix in adaption of tendon and skeletal muscle to
mechanical Loading. J Phyaiol rev 84. pp 651-661.

http: / / physrev. phvsiologv.org / cgi / content / full784/2/649 diakse s tanggal 21 Jul i 2008.

Kusum o J.S , 1991. Keempat jaringan pokok tubuh. Surabaya :

Laboratorium Anatomi dan Histologi Fakulta s Kedokteran Universitas Airlanggas

Lester gayle, 2003. Tendon Biology.

http://vA\w•sunvallev^^^orkshop•org diaktes tanggal 21 jul i 2008.

Newmeyer WL, 1979. Primary Care of Hand Injury. Lea 85 febiger. Philadelphia. Pp 160-162.

Baechle, Thomas, R dan Grove Barney R. Latihan Beban, Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2003.

Berger, R.A. Applied exercise physiology. Phyladelphia; Lea & Febiger, 1982.

Bompa, T.O. c, Theory and methology of training, the key to atletics performance.

2nd.ed. Iowa; Kenal/Hunt Publishing Company, 1999.

Bompa, Tudor O. Total Training for Yaoung Champoins. York University: Human

Kinetics, 2000.

Bowers, R.W & Fox, E.L, Sports Physiology 3rd.ed. Iowa Wm.C Brown Publisher, 1992.

Brooks, G:A., & Fahey, T.D. Fundamentals of human performance. New York:

Macmillan Publishing Company, 1987.

Cox, H. Richard, Sport Psychology: Concepts and Aplication, Dubuque Iowa: Wm.

C. Brown Publisher, 1985.Depdiknas, Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga bagi
Pelatih Olahragawan Pelajar, Jakarta: Depdiknas, PPKJ, 2000.

deVries, H.A. & Housh, T.J. Physiology of exercise for physical education, athletics and exercise
science. 5 th. ed. Iowa: Wm. .C. Brown Communications, Inc, 1994.

Fox, E.L., Kirby, T.E and Fox, A.N. Bases of fitness. New York: Macmillan

Publishing Company, 1992.Harsono. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching.


Bandung. Pioner jaya. 1988.

Iwan Setiawan, dkk, Manusia Dalam Olahraga; Prinsip-Prinsip Pelatihan, Bandung: ITB dan FPOK
IKIP Bandung, 1991

Junusul Hairy, . Fisiologi olahraga. Jilid I. Jakarta: Depdinas, 2003.

1. Cormack DH. Muscle Tissue. Ham‟s Histology (Ninth Edition). Sydney: J.B. Lippincott Company,
1987; p. 389-422.

2. Fawcett DW. Muscle. A Textbook of Histology (Twelfth Edition). London: Chapman & Hall, 1994;
p. 266-92.

3. Wynsberghe DV, Noback CR, Carola R. Human Anatomy and Physiology (Third Edition). Toronto:
McGraw-Hill Inc, 1995.

4. Mescher AL. Junqueira‟s Basic Histology Text & Atlas (Twelfth Edition). New York: Mc GrawHill,
2010.

5. Gartner P, Hiatt JL. Color Textbook of Histology (Third Edition). Philadelphia: Saunders Elsevier,
2007.

6. Ross MH, Wojciech P. Histology A Text and Atlas with Correlated Cell and Molecular Biology
(Sixth Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Wolters Kluwer, 2011.

7. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology (Thirteenth Edition). Danvers: John
Wiley & Sons Inc, 2012.
8. Buckley PD, Grana WA, Pascale MS. The biomechanical and physiological basis of rehabilitation.
In: Grana WA, Kalenak A,editors. Clinical Sports Medicine. Tokyo: WB Saunders Company, 1991; p.
239-42.

9. Wonodirekso S. Pengaruh latihan pada jaringan otot rangka. Simposium Perubahan Struktur,
Faal, dan Biokimia Jaringan Otot Rangka karena Latihan. KONI DKI JAYA. Jakarta, 10 Januari 1992.

10. Davis RJ, Bull CR, Roscoe JV, Roscoe DA. Physical Education and the Study of Sports(Second
Edition). Toronto Wiesbaden: Mosby, 1994 (1995); p. 24-47.

11. Hazeldine R. Fitness for Sport. Wiltshire: The Crowood Press, 1985 (1994); p. 66-7.

12. Newsholme E, Leech T, Duester G. Keep

Anda mungkin juga menyukai