MODUL MUSKULOSKELETAL
Kelompok C1:
Fithriyyah I1011151001
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan makalah Laporan Praktikum Fisiologi Sistem Muskuloskeletal. Pada
laporan kali ini kami sangat berterima kasih terhadap dokter-dokter selaku
pembimbing selama pelaksanaan kegiatan praktikum.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang
dikarenakan terbatasnya kemampuan yang kami miliki. Tak ada gading yang tak
retak, maka dari itu kami mengharapkan partisipasi pembaca dengan memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah laporan ini dapat lebih
terkonsep dengan baik. Harapan besar dari kami semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan terimakasih.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER
3
BAB I
PENDAHULUAN
Otot merupakan unit gerak aktif yang penting bagi kehidupan. Hampir
seluruh aktivitas manusia memerlukan tenaga yang diperoleh dari otot.
Seseorang yang aktif akan dapat mencapai tingkat kesehatan yang baik karena
terpeliharanya kesehatan tulang, otot dan persendian serta tercapainya
kapasitas daya tahan jantung dan paru yang baik. Gangguan pada sistem otot,
sekecil apapun dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemandirian seseorang.
Kontraksi otot terjadi akibat suatu potensial aksi yang berjalan adalah
spesialis kontraksi pada tubuh. Secara umum mekanisme kontraksi otot
berkaitan dengan pergeseran aktin dan miosin. Asetil kolin yang dikeluarkan dari
ujung terminal neuron motorik mengawali potensial aksi di sel otot yang
merambat ke seluruh permukaan tubuh. Pelepasan potensial aksi ke tubulus.T
mencetuskan pelepasan simpanan Ca++ dari kantung lateral retikulum
++
sarkoplasma. Ca berikatan dengan Troponin. Troponin-Tropomiosin tergeser
ke samping dan membuka tempat pengikatan jembatan silang aktin. Terjadi
pengikatan jembatan silang ke molekul aktin. Penekukan jembatan silang
menghasilkan suatu gerakan mengayun yang kuat yang menarik filamen tipis ke
arah dalam. Setelahnya maka terjadilah kontraksi otot. Proses kontraksi
dihentikan ketika asetilkolinesterase menyingkirkan ACh dari taut
neuromuskulus, yang menyebabkan potensial aksi di serat otot berhenti. Apabila
tidak ada lagi potensial aksi lokal yang mencetuskan pengeluaran Ca++, aktifitas
pompa Ca++ reticulum sarkoplasma akan mengembalikan Ca++ ke kantung
lateral. Pembersihan Ca++ sitosolik ini memungkinkan kompleks troponin-
tropomiosin bergeser kembali ke posisi menghambatnya sehingga miosin dan
aktin tidak lagi dapat berikatan di jembatan silang. Untuk berkontraksi otot
memerlukan energi berupa ATP.[1]
4
Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah kekuatan
dan daya tahan. Kekuatan sebuah otot terutama ditentukan oleh ukurannya,
dengan suatu daya kontraktilitas antara 3 dan maksimum 4 kg/cm2 pada satu
daerah potongan melintang otot. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet
akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan
yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan,
yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir
pertandingan. Kekuatan dibutuhkan agar otot mampu membangkitkan tenaga
terhadap suatu tahanan. Sedangkan daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam
durasi yang panjang. Kekuatan otot ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin,
ukuran cross sectional otot, jenis serabut otot, tipe kontraksi otot, ketersedian
energi dalam aliran darah, hubungan antara panjang dan tegangan otot pada
waktu kontraksi dan recruitmen motor unit (footnote). Daya tahan otot sendiri
merupakan perpaduan antara kekuatan dan daya tahan. Daya tahan fisik
menghasilkan perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia pada otot, sehingga
daya tahan secara umum bermanifestasi melalui daya tahan otot. Daya tahan
otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan
kontraksi pada periode atau jangka waktu yanglama dan mampu pulih dengan
cepat setelah lelah.
Salah satu otot yang memiliki peran penting dalam praktikum ini adalah otot
Biceps Brachialis. Otot ini memiliki fungsi utama sebagai pengerak sendi siku
untuk gerakan fleksi. Gerakan fleksi sendiri memiliki peran penting dalam
5
beberapa cabang olah-raga seperti tenis, bulutangkis, bahkan berlari. Otot yang
memiliki dua caput (kepala) yang berorigo pada tuberculum supraglenoidalis
dan processus coracoideus dan berinsertio pada tuberositas radii. Otot biceps
brachialis adalah otot yang dominan memiliki serabut otot tipe II atau tipe fast
twicth. Otot tipe fast twicth adalah otot yang memiliki serabut otot putih sehingga
memiliki kontraksi otot sepat dan tajam. Sebagai otot tipe I yang merupakan
penggerak sendi maka otot tersebut akan dapat dengan mudah mengalami
peningkatan kekuatan otot bila di berikan latihan khususnya latihan beban.[3]
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
1. Tipe I
Disebut juga serat otot berkontraksi lambat (slow-twitch fiber). Jenis
otot ini paling lambat untuk berkontraksi, tetapi lebih tahan terhadap
kelelahan otot. Terdapat banyak mitokondria dan mioglobin dan sedikit
glikogen danenzim glikolisis.
2. Tipe IIA
Serat oksidatif kontraksi cepat (serat merah). Jenis ini lebih banyak
mitokondria dan mioglobin daripada tipe IIB tetapi lebih sedikit dari tipe I dan
berkontraksi lebih cepat dari tipe I.
3. Tipe IIB
Serat glikolisis kontraksi cepat (serat putih). Tipe ini juga berkontraksi
cepat tetapi lebih mudah mengalami kelelahan otot.
4. Tipe IIC
Serat menengah mengandung kedua jenis serat kontraksi cepat
(serat merah dan putih).
5. Tipe IIM
Serat sangat cepat (superfast fiber) dengan suatu miosin unik yang
tidak terlihat pada serat otot jenis lain. Tipe serat otot ini ditemukan pada
otot-otot rahang.
Bentuk otot rangka bervariasi, yaitu bentuk fusiform (berbentuk
gelendong) dan bentuk pennate (berbentuk seperti bulu). Bentuk otot
pennate terdiri dari multipennate, bipennate, dan unipennate.
8
ukuran serat otot bertambah besar (hipertrofi otot), dengan demikian
diameter otot menjadi besar. Jadi ketahanan dan kekuatan otot bertambah
baik, sehingga otot akan dapat melindungi sendi terhadap cedera yang
disebabkan oleh beban tambahan yang mendadak dari luar. Pada dasarnya
perubahan yang terjadi pada latihan adalah bertambahnya jumlah pembuluh
darah, diameter serat otot, dan organel intrasel [6].
Bertambahnya kekuatan otot yang diperoleh melalui latihan tidak
dapat diperoleh begitu saja. Memerlukan waktu latihan rutin selama dua
bulan barulah akan didapat peningkatan yang bermakna. Peningkatan
kekuatan ini harus dipelihara terus sebab peningkatan yang telah dicapai
dalam waktu dua bulan itu akan hilang sama sekali jika tidak berlatih selama
lima bulan berikutnya.Tubuh cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan
jasmani. Bila kebutuhan berkurang maka massa otot akan berkurang (atrofi
otot), dan volume darah yang mengalir ke otot juga berkurang. Akibatnya
efisiensi pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan juga menurun dan
akhirnya pasokan energi ke ototpun ikut menurun [6].
Jenis latihan otot bermacam-macam. Secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua kegiatan. Pertama, latihan statis, artinya otot
berkontraksi tetapi tidak menghasilkan gerakan.
Kedua, latihan dinamis, artinya terjadi kontraksi otot yang
menghasilkan gerakan pada sendi. Dalam latihan dinamis terdapat dua jenis
gerakan, yaitu gerakan konsentrik, anggota badan mendekati tubuh, dan
gerakan eksentrik anggota badan menjauhi tubuh. Pada kedua gerakan
dinamis ini terjadi pemanjangan dan pemendekan sekaligus. Kedua jenis
latihan di atas mempunyai pengaruh yang berbeda pada sifat otot, sekalipun
dasar perubahannya sama. Latihan statis biasanya digunakan pada latihan
awal untuk rehabilitasi pascacedera, sedangkan latihan dinamis dilakukan
setelah pemulihan dianggap sempurna. Latihan dinamis dapat memperbaiki
kekuatan otot atau memelihara tingkat kekuatannya pada taraf tertentu tanpa
mengurangi kecepatan geraknya, sedangkan latihan statis dapat mengurangi
kecepatan gerak, artinya gerak otot yang bersangkutan menjadi lamban [6].
9
Pada saat istirahat volume darah total yang mengalir ke otot hanya
15-20%, setelah 10-20 menit pemanasan, jumlah darah yang mengalir ke
otot meningkat sampai 70-75%. Di sini terlihat betapa besarnya otot
mengambil pasokan darah agar dapat berfungsi normal. Otot akan
memperlihatkan kemampuan maksimal jika seluruh pembuluh darahnya
berfungsi. Dengan begitu artinya pemanasan sangat membantu
mempertinggi kemampuan otot dan sekaligus mencegah kemungkinan
cedera [7].
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil kekuatan dan tingkat tegangan dari
otot manusia:
1. Faktor intrinsik
Terdapat tiga jenis faktor intrinsik, yaitu
a. Faktor neurofisiologis
Respon neurofisiologi otot terhadap peregangan bergantung
pada struktur muscle spindle dan golgi tendon 39 organ. Ketika otot
diregang dengan sangat cepat, maka serabut afferent primer
merangsang α-27 motor neuron pada medulla spinalis dan
memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal yaitu meningkatkan
ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan
monosynaptik stretch refleks. Tetapi jika peregangan dilakukan
secara lambat pada otot, maka golgi tendon organ terstimulasi dan
menginhibisi ketegangan pada otot sehinggga memberikan
pemanjangan pada komponen elastik otot yang paralel
b. Faktor biomekanik
Faktor ini pada dasarnya menentukan kekuatan sejati otot dan
berhubungan dengan sistem skeletal seseorang meliputi panjang tuas
otot, sudut fraksi sendi dan momen inersia beban.
10
c. Faktor emosional
Faktor emosional dapat meningkatkan tingkat kekuatan yang
digunakan dalam menggerakkan serat otot yang biasanya tidak
dirangsang. Kapasistas maksimum yang dapat dikembangkan dari
kekuatan otot adalah 60-70%.
2. Faktor ekstrinsik
Kekuatan juga tergantung pada beberapa faktor eksternal. Yang
paling penting di antara mereka adalah suhu, makanan, pelatihan, cuaca,
usia dan jenis kelamin.
a. Perubahan kekuatan berdasarkan umur:
Kekuatan berlipat ganda antara usia 11 dan 16 tahun Pada
usia 16 tahun, kekuatan mencapai 80-85% dari puncak
maksimumnya Kekuatan maksimum tercapai antara usia 20 dan 25
tahun, setelah perkembangan otot selesai Mulai usia 30 tahin, jika
kualitas ini tidak dilatih secara khusus, terjadi penurunan yang lambat
tapi progresif Antara usia 50 dan 60 tahun, sebuah atrofi bertahap
dari massa otot mulai berkembang
b. Perbedaan kekuatan berdasarkan jenis kelamin:
Perbedaan antara pria dan wanita mulai muncul dari remaja
dan seterusnya, berusi sekitar 12-14 tahun, periode ketika anak laki-
laki mengembangkan kekuatan lebih cepat Pria lebih kuat dari wanita
karena ia memiliki jumlah yang lebih dari jaringan otot: 36-44% pada
pria dibandingkan dengan 25-29% pada wanita.[8]
11
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
12
b. Praktikum Muscle Performence ( Sit Up dan Push up)
1) Sit Up
a) Kaki ditahan agar tetap menempel di matras.
b) Lutut dibengkokkan membentu sudut 90o.
c) Kedua tangan diletakkan di belakang leher.
d) Siku diangkat mencapai atau menyentuh lutut.
e) Punggung harus kembali ke matras.
f) Gerakan tersebut diulangi hingga satu menit dan dicatat
banyaknya sit up untuk setiap propandus.
2) Push Up
Laki-laki:
a) Siku diluruskan.
b) Jari kaki diletakkan di atas matras; pinggul, kaki, punggung
diluruskan.
c) Gumpalan tangan diletakkan di bawah dada kemudian bagian
dada dan bagian tubuh di atas digenjot naik turun.
d) Jumlah push up yang dapat dilakukan selama 1 menit dihitung
dan disajikan dalam tabel.
e) Data diolah dengan menggunakan aplikasi di internet.
Perempuan:
a) Lutut diletakkan di atas matras.
b) Posisi tungkai bawah diangkat kira-kira setinggi 450 dan
disilangkan.
c) Pinggul dan punggung diluruskan.
d) Push up dilakukan dengan posisi bahu sama tingginya dengan
siku.
e) Jumlah push up yang dapat dilakukan selama 1 menit dihitung
dan disajikan dalam tabel.
f) Data diolah dengan menggunakan aplikasi di internet.
13
3) Vertical Jump
a) Propandus berdiri pada sisi dinding dengan tumit merapat ke
dinding, selanjutnya tangan diangkat hingga ekstensi maksimal
dan diukur jangkauan tangan maksimal propandus tersebut.
b) Probandus melompat setinggi mungkin.
c) Jangkauan lompatan propandus setelah melompat diukur.
d) Jangkauan lompatan dicatat pada tabel.
14
BAB IV
4.1. Push Up
4.1.1. Hasil
4.1.2. Pembahasan
15
Daya tahan otot adalah kemampuan otot dalam mempertahankan
kerjanya untuk beberapa waktu. Daya tahan otot seesorang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, dan berdasarkan penelitian, pada laki-laki terdapat
lebih banyak faktor yang dapat meningkatkan daya tahan otot dibandingkan
pada perempuan. Adapaun perbedaan tersebut terletak pada peran dan
kadar hormon, distribusi jenis serat otot, serta besarnya simpanan
cadangan tenaga dalam otot. Hal ini penting untuk karena daya tahan otot
adalah salah satu komponen dari kebugaran (physical fitness), yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan daya tahan otot.[1,2]
Otot tipe slow oxidative lebih banyak digunakan pada kegiatan daya
tahan. Pada kegiatan yang meningkatkan daya tahan , terjadi perubahan
penggunaan otot tipe fast glycolytic dan fast oxidative-glicolitic, yang
digunakan pada awal kegiatan, lalu beralih ke tipe slow-oxidative setelah
periode waktu tertentu.[9]
16
Pectoralis major dan triceps brachii, serta otot scapular yang berperan
sebagai stabilitator. [11]
17
[13,14]
mengurangi kebutuhan pasokan darah ke otot. Hal ini lah yang
mungkin bisa menjelaskan mengapa probandus II dan III yang merupakan
wanita memiliki kemampuan repetisi push up yang sedikit lebih banyak
dibandingkan probandus IV yang merupakan seorang laki-laki. Hal-hal
tersebut sebenarnya juga dipengaruhi faktor lain selain jenis kelamin,
seperti keadaan fisik, nutrisi dan seringnya latihan.
18
Grafik
10
5
Kanan
Kiri
0 Kiri
20
45 Kanan
60
90
120
10
5
Kanan
Kiri
0 Kiri
20 Kanan
45
60
90
120
19
4.2.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum diatas dapat kita simpulkan
bahwa otot bicep memiliki keterbatasan dalam mengangkat beban.
Pada beberapa titik sudut seperti sudut 200, 45o dan 60o otot belum
mencapai maksimum. Sedangkang pada sudut 90o dan 1200 otot
telah bekerja secara maksimal pada hasil percobaan Muhammad
Amin sedangkan pada hasil percobaan Muthia Alya Fadhila otot
bekerja secara maksimal pada sudut 90o. Hal ini dikarenakan terdapat
perubahan panjang otot dan mekanisnya.
20
M x MA = R X RA M = R X RA/MA
Dengan :
M = besar gaya otot bisep(N)
MA = jarak otot ke siku (cm)
R = massa beban yang diangkat (kg)
RA = jarak beban ke siku (cm)
21
karena MA ditentukan oleh jarak tegak lurus dari garis aksi kekuatan
otot kepada sambungan. RA juga berubah karena RA adalah jarak
tegak lurus dari sambungan ke berat/beban. [15]
Ada keuntungan mekanis dan fisiologis dalam kontraksi otot
dan tegangan maksimum yang dihasilkan oleh otot terjadi pada
beristirahat. Ada sudut-sudut optimal dimana momen gaya atau
tenaga putaran yang maksimum dapat dihasilkan sepanjang suatu
cakupan yang berhubungan dengan gerakan. terjadi keuntungan
dalam mengangkat beban saat beban tangan berada di sudut 90
karena di sudut tersebut, otot mengalami kontraksi lebih besar
dibandingkan sudut lain semakin banyak tenaga yang dihasilkan
dalam otot sehingga peraga dapat mengangkat beban lebih
maksimal.
Hasil praktikum juga menunjukkan bahwa kekuatan otot
biseps dalam mengangkat beban lebih besar pada pria daripada
wanita. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa pria pada
umumnya memiliki lebih banyak jaringan otot daripada wanita karena
ukuran otot meningkat akibat adanya hormone testosterone, hormone
seks pria. Semakin besar massa otot, semakin besar kekuatan orang
tersebut
4.3.1. Hasil
22
4.3.2. Pembahasan
23
pada sendi pergelangan kaki. Aktivitas otot umumnya eksentrik
selama fase persiapan, dengan gravitasi yang memberikan kekuatan
pendorong. Selama fase ini, kekuatan sendi umumnya positif, yang
menunjukkan aktivitas didominasi konsentris satu otot sendi. [16]
24
Otot-otot yang bekerja pada saat melakukan vertical jump:[17]
25
4.2. Sit Up
4.2.1. Hasil
Fithriyyah 33 Poor
Ullya Aisyafitri 34 Poor
Erwin Setiawan 40 Fair
Muhammad Amin 37 Fair
4.2.2. Pembahasan
26
kekuatan otot perut sehingga ayunan otot tungkai dapat
dimaksimalkan.[18]
Gerakan sit-up dalam pengukuran kekuatan otot perut,
dilakukan dalam posisi setengah badan terlentang dengan kaki dilipat
(posisi lipatan kaki dan rentangan punggung membentuk sudut 900),
tangan di belakang kepala, dan kemudian mengangkat setengah
badan sampai siku menyentuh lutut. Tetapi pada prakteknya, untuk
meningkatkan kekuatan otot perut sit-up dilakukan dengan beberapa
modifikasi besar sudut seperti dengan sudut 450 dan 1200. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerancuan pada teknik pelaksanaan gerak
untuk memaksimalkan kekuatan otot perut.
Berdasarkan hasil penelitian Correlation Between Timed Sit-
Up Test and Sit-Up Test With No Time Limit yang telah dilakukan oleh
Wu Shing bahwa pelatihan sit-up memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kekuatan otot perut. Sehingga perlu diadakan
penelitian yang lebih spesifik untuk mengetahui pengaruh dan
perbedaan pengaruh dari besar sudut 450, 900, dan 1200 dalam sit-up
terhadap kekuatan otot perut pelatihan sit-up merupakan suatu
[18]
pelatihan yang menggunakan sistem energy predominan anaerob.
Otot – otot yang digunakan saat melakukan sit up adalah: [19]
a. M .internal oblique
Berperan sebagai penggerak utama untuk
membengkokkan punggung.
b. M. external oblique
Berperan sebagai fleksor punggung dan rotasi
punggung kearah yang berlawanan.
c. M. transverses abdominis
Tidak berperan dalam fleksi puggung, namun berperan
untuk menstabilkan batang tubuh ketika melakukan kerja
berat.
d. M. rectus abdominis
27
Berperan sebagai fleksor utama punggung dan membantu
memfleksikan punggung ke lateral.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa otot abdominal diatas
hanya berperan pada 30o pertama saat mengangkat tubuh, dimana
bahu sudah meninggalkan lantai, dan otot fleksor pahalah yang
berperan dalam melakukan gerakan selanjutnya.[20]
Latihan sit up menggambarkan efek dari perubahan panjang
lengan beban dengan usaha yang dilakukan. Ketika punggung
difleksikan, gerakan ini dikenai gaya yang berlawanan, yang berasal
dari berat badan pada pusat gravitasi. Ketika badan mendekati suhu
horizontal, lengan beban menjadi lebih panjang, oleh karena itu
usaha yang dibutuhkan untuk menggerakkan badan menjadi lebih
besar.Selain itu, lengan beban dapat dibuat menjadi lebih panjang,
jika memindahkan pusat gravitasi dari pusat batang tubuh menjadi
lebih dekat ke kepala, dengan memindahkan lengan kebelakang leher
atau dengan menambah massa tubuh.[19]
Ciri khusus dari sistem ini yaitu kontraksi otot yang sangat
kuat yang merupakan respon dari pembebanan dinamis yang cepat
dari otot otot yang terlibat. Dengan adanya pembebanan pada otot-
otot perut, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan tonus
otot, masa otot, dan serabut otot perut yang dapat meningkatkan
kekuatan otot perut. Selain itu, akan terjadi peningkatan komponen
biomotor kekuatan juga merupakan salah satu komponen yang dapat
dengan cepat ditingkatkan. Selain meningkatkan komponen biomotor
kekuatan, latihan kekuatan akan terjadi peningkatan kemampuan dan
respon fisiologis, yang antara lain adalah: adaptasi persyarafan,
hypertropy (pembesaran) otot, adaptasi sel-sel, daya tahan otot, dan
adaptasi kardiovaskuler. Sehingga dengan kata lain, semua
komponen diatas berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan otot
perut. [18]
28
Pada hasil yang didapatkan pada praktikum didapatkan hasil
bahwa 2 probandus perempuan mendapat penilaian poor, dan 2
orang average pada laki-laki. Perbedaan ini disebabkan oleh
ketahanan dan kekuatan otot terutama otot abdominal dan otot
fleksor paha antar individu berbeda. Perbedaan massa dan besar
kekutatan otot antara laki-laki dan perempuan. Laki–laki memiliki
massa otot yang lebih besar dan serat otot yang lebih besar daripada
perempuan sehingga menghasilkan energi yang lebih besar ketika
berkontraksi untuk menggerakkan badan keatas (vertical) dan
kebawah (horizontal).[20]
29
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
a. Agar menjaga daya tahan dan kekuatan otot sebaiknya melakukan
olahraga secara rutin.
b. Menjaga pola makan yang sehat.
30
DAFTAR PUSTAKA
9. Wilson JM, Loenneke JP, Jo E, Wilson GJ, Zourdos MC, Kim JS. The Effects of
endurance, strength, and power training on muscle fiber type shifting. Di akses
tanggal 10 Desember 2016, di http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21912291
10. Delavier, F. Strength Training Anatomy. 3rd ed. Human Kinetics. 2010
11. Medrano IC, Ballester EM, Tortosa LM. Comparisom of the Effects of an Eight
Week Push-Up Program Using Stable Versus Unstable Surfaces. Diakses pada
tanggal 10 Desember 2016, di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmv/articles/PMC3537455//
12. Miller AE, MacDougall JD,Tarnopolsky MA, Sale DG. Sex difference in strength
and muscle fiber characteristics. Diakses tanggal 10 Desember 2016, di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8477683
31
13. Tate CA, Holtz RW. Gender and fat Metabolism During Excercise: a Review. Can
J Appl Physiol. 1998.Vol. 23.
14. Tiidus PM. Esterogen and Gender Effect on Muscle Damage, Inflammation and
Oxidative Stress. Can J Appl Physiol. 2000. Vol. 25
17. F.Paulsen & J.Waschke. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta” Buku Tabel, Edisi 23.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012
18. Nurhasan. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Jakarta. Universitas
Pendidikan Indonesia.2000.
19. Hamilton, Luttgens K. Kinesiology. 10th ed. New York: Mc. Graw Hill Companies;
2002.
20. Haff GG, Dumke C. Laboratory Manual for Exercise Physiology. Human Kinetics;
2012.
32