Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

MODUL MUSKULOSKELETAL

Kelompok C1:

Guntiar Racmaddiansyah I11108068

Muhammad Amin I1011131020

Pamela Rita Sari I1011131085

Fithriyyah I1011151001

Ullya Aisyafitri I1011151007

Erwin Setiawan I1011151034

Muthia Alya Fadhila I1011151041

Ade Elsa Sumitro Putri I1011151065

Emaculata Advensy Rara I1011151072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan makalah Laporan Praktikum Fisiologi Sistem Muskuloskeletal. Pada
laporan kali ini kami sangat berterima kasih terhadap dokter-dokter selaku
pembimbing selama pelaksanaan kegiatan praktikum.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang
dikarenakan terbatasnya kemampuan yang kami miliki. Tak ada gading yang tak
retak, maka dari itu kami mengharapkan partisipasi pembaca dengan memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah laporan ini dapat lebih
terkonsep dengan baik. Harapan besar dari kami semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Sekian dan terimakasih.

Pontianak, 14 Desember 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 4

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 4

1.2. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 6

BAB ii TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ................................................................... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 15

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 30

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 30

5.2. Saran .................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otot merupakan unit gerak aktif yang penting bagi kehidupan. Hampir
seluruh aktivitas manusia memerlukan tenaga yang diperoleh dari otot.
Seseorang yang aktif akan dapat mencapai tingkat kesehatan yang baik karena
terpeliharanya kesehatan tulang, otot dan persendian serta tercapainya
kapasitas daya tahan jantung dan paru yang baik. Gangguan pada sistem otot,
sekecil apapun dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemandirian seseorang.

Kontraksi otot terjadi akibat suatu potensial aksi yang berjalan adalah
spesialis kontraksi pada tubuh. Secara umum mekanisme kontraksi otot
berkaitan dengan pergeseran aktin dan miosin. Asetil kolin yang dikeluarkan dari
ujung terminal neuron motorik mengawali potensial aksi di sel otot yang
merambat ke seluruh permukaan tubuh. Pelepasan potensial aksi ke tubulus.T
mencetuskan pelepasan simpanan Ca++ dari kantung lateral retikulum
++
sarkoplasma. Ca berikatan dengan Troponin. Troponin-Tropomiosin tergeser
ke samping dan membuka tempat pengikatan jembatan silang aktin. Terjadi
pengikatan jembatan silang ke molekul aktin. Penekukan jembatan silang
menghasilkan suatu gerakan mengayun yang kuat yang menarik filamen tipis ke
arah dalam. Setelahnya maka terjadilah kontraksi otot. Proses kontraksi
dihentikan ketika asetilkolinesterase menyingkirkan ACh dari taut
neuromuskulus, yang menyebabkan potensial aksi di serat otot berhenti. Apabila
tidak ada lagi potensial aksi lokal yang mencetuskan pengeluaran Ca++, aktifitas
pompa Ca++ reticulum sarkoplasma akan mengembalikan Ca++ ke kantung
lateral. Pembersihan Ca++ sitosolik ini memungkinkan kompleks troponin-
tropomiosin bergeser kembali ke posisi menghambatnya sehingga miosin dan
aktin tidak lagi dapat berikatan di jembatan silang. Untuk berkontraksi otot
memerlukan energi berupa ATP.[1]

4
Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah kekuatan
dan daya tahan. Kekuatan sebuah otot terutama ditentukan oleh ukurannya,
dengan suatu daya kontraktilitas antara 3 dan maksimum 4 kg/cm2 pada satu
daerah potongan melintang otot. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet
akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan
yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan,
yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir
pertandingan. Kekuatan dibutuhkan agar otot mampu membangkitkan tenaga
terhadap suatu tahanan. Sedangkan daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam
durasi yang panjang. Kekuatan otot ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin,
ukuran cross sectional otot, jenis serabut otot, tipe kontraksi otot, ketersedian
energi dalam aliran darah, hubungan antara panjang dan tegangan otot pada
waktu kontraksi dan recruitmen motor unit (footnote). Daya tahan otot sendiri
merupakan perpaduan antara kekuatan dan daya tahan. Daya tahan fisik
menghasilkan perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia pada otot, sehingga
daya tahan secara umum bermanifestasi melalui daya tahan otot. Daya tahan
otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan
kontraksi pada periode atau jangka waktu yanglama dan mampu pulih dengan
cepat setelah lelah.

Praktikum fisiologi yang dilakukan adalah muscular performance test dan


pengukuran beban maksimum yang dapat di tahan oleh otot otot biseps / lengan
pada berbagai sudut sendi. Fungsi dari melakukan tes tersebut adalah untuk
menguji bahwa perubahan sudut pada sendi akan mengakibatkan jumlah beban
maksimum pada otot berbeda-beda dikarenakan terdapat perubahan panjang
otot dan mekanisnya. Sedangkan pada muscular performance test dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja dari otot individu atau
kelompok itu sendiri.[2]

Salah satu otot yang memiliki peran penting dalam praktikum ini adalah otot
Biceps Brachialis. Otot ini memiliki fungsi utama sebagai pengerak sendi siku
untuk gerakan fleksi. Gerakan fleksi sendiri memiliki peran penting dalam

5
beberapa cabang olah-raga seperti tenis, bulutangkis, bahkan berlari. Otot yang
memiliki dua caput (kepala) yang berorigo pada tuberculum supraglenoidalis
dan processus coracoideus dan berinsertio pada tuberositas radii. Otot biceps
brachialis adalah otot yang dominan memiliki serabut otot tipe II atau tipe fast
twicth. Otot tipe fast twicth adalah otot yang memiliki serabut otot putih sehingga
memiliki kontraksi otot sepat dan tajam. Sebagai otot tipe I yang merupakan
penggerak sendi maka otot tersebut akan dapat dengan mudah mengalami
peningkatan kekuatan otot bila di berikan latihan khususnya latihan beban.[3]

Kekuatan otot dapat ditingkatkan dengan melakukan suatu latihan. Latihan


dapat dilakukan dengan menggunakan latihan weight training, dimana dengan
latihan ini dapat terjadi penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot (filamen
aktin dan miosin yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga dengan
terbentuknya serabut-serabut otot yang baru maka kekuatan otot dapat
meningkat.

1.2. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dari pelaksanaan praktikum ini adalah
sebagai berikut.

1. Untuk mengevaluasi performa otot dengan menggunakan seperangkat


metode uji performa otot.
2. Untuk menganalisis hasil dari uji performa otot yang dilakukan perorangan
dan kelompok.
3. Menguji konsep bahwa percobaan sudut sendi akan mengubah panjang
otot dan keuntungan mekanisnya, yang akibatnya adalah besar benda
maksimum yang mampu ditahan akan bervariasi
4. Mengukur penurunan kekuatan maksimal otot selama kontraksi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Otot Rangka


Unit organisasi otot rangka ialah serat otot dengan sel-sel yang
multinuclear berbentuk silindrik panjang. Serat otot ini lebih panjang daripada
serat otot polos. Panjangnya berkisar antara 10-30 cm dan diameter 0,1-0,5
mm. Serat-serat tersusun paralel berkumpul dalam berkas-berkas serat atau
fasikulus yang cukup besar untuk dapat dilihat dengan mata telanjang.
Jaringan ikat padat yang membungkus otot disebut epimisium. Sekat tipis
yang masuk ke dalam dari epimisium untuk meliputi tiap fasikulus ialah
perimisium dan jaringan ikat yang meliputi setiap serat otot disebut
endomisium. Pembuluh darah yang memasok darah pada otot rangka
bercabangcabang pada epimisium dan mengadakan penetrasi melalui sekat
perimisium untuk membentuk, dalam endomisium, banyak jaringan kapiler
sekitar serat-serat otot. Serat otot dibungkus oleh suatu membran plasma
yang disebut sarkolema dan sitoplasmanya disebut sarkoplasma [4].
Di dalam sarkoplasma terdapat perangkat kontraktil sel yaitu miofibril
yang tersusun dalam berkas-berkas. Di dalam setiap miofibril terdapat
protein kontraktil yang disebut miofilamen. Miofilamen ini susunannya teratur
sehingga menghasilkan gambaran lurik. Pada setiap serat terdapat banyak
inti sel yang terletak berderet-deret di tepian serat di bawah arkolema. Di
samping itu terdapat perangkat metabolisme sel lainnya yang secara umum
disebut organel sitoplasma. Di antara organel itu yang menonjol jumlahnya
ialah mitokondria. Jenis serat otot rangka digolongkan atas serat otot merah
(red fibers), serat otot putih (white fibers), dan serat otot menengah
intermediate fibers). Pada manusia serat otot merah mungkin terdapat pada
hampir semua otot tubuh, namun terutama pada otot yang bertugas untuk
menyanggah berat badan di waktu berdiri, sedangkan serat otot putih
terdapat pada semua otot tubuh terutama otot untuk gerak cepat. Jenis serat
[5]
otot yang diidentifikasi secara genetik terdapat lima jenis, yaitu :

7
1. Tipe I
Disebut juga serat otot berkontraksi lambat (slow-twitch fiber). Jenis
otot ini paling lambat untuk berkontraksi, tetapi lebih tahan terhadap
kelelahan otot. Terdapat banyak mitokondria dan mioglobin dan sedikit
glikogen danenzim glikolisis.
2. Tipe IIA
Serat oksidatif kontraksi cepat (serat merah). Jenis ini lebih banyak
mitokondria dan mioglobin daripada tipe IIB tetapi lebih sedikit dari tipe I dan
berkontraksi lebih cepat dari tipe I.
3. Tipe IIB
Serat glikolisis kontraksi cepat (serat putih). Tipe ini juga berkontraksi
cepat tetapi lebih mudah mengalami kelelahan otot.
4. Tipe IIC
Serat menengah mengandung kedua jenis serat kontraksi cepat
(serat merah dan putih).
5. Tipe IIM
Serat sangat cepat (superfast fiber) dengan suatu miosin unik yang
tidak terlihat pada serat otot jenis lain. Tipe serat otot ini ditemukan pada
otot-otot rahang.
Bentuk otot rangka bervariasi, yaitu bentuk fusiform (berbentuk
gelendong) dan bentuk pennate (berbentuk seperti bulu). Bentuk otot
pennate terdiri dari multipennate, bipennate, dan unipennate.

2.2. Perubahan Otot Rangka Akibat Olahraga


Olahraga sebenarnya bukan hanya memengaruhi otot, tetapi juga
memengaruhi keseluruhan sistem pergerakan, yaitu: tulang, sendi, ikat sendi,
otot, tendo, saraf, dan pembuluh darahnya secara berimbang. Perubahan
yang terjadi sesuai dengan beban latihan. Sepanjang latihan itu tidak
melampaui batas kemampuan penyesuaian tubuh, pada umumnya tidak
akan terjadi cedera akibat latihan. Dengan latihan yang teratur semua sistem
akan menjadi makin baik mutu kerjanya dan kekuatannya. Melalui latihan,

8
ukuran serat otot bertambah besar (hipertrofi otot), dengan demikian
diameter otot menjadi besar. Jadi ketahanan dan kekuatan otot bertambah
baik, sehingga otot akan dapat melindungi sendi terhadap cedera yang
disebabkan oleh beban tambahan yang mendadak dari luar. Pada dasarnya
perubahan yang terjadi pada latihan adalah bertambahnya jumlah pembuluh
darah, diameter serat otot, dan organel intrasel [6].
Bertambahnya kekuatan otot yang diperoleh melalui latihan tidak
dapat diperoleh begitu saja. Memerlukan waktu latihan rutin selama dua
bulan barulah akan didapat peningkatan yang bermakna. Peningkatan
kekuatan ini harus dipelihara terus sebab peningkatan yang telah dicapai
dalam waktu dua bulan itu akan hilang sama sekali jika tidak berlatih selama
lima bulan berikutnya.Tubuh cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan
jasmani. Bila kebutuhan berkurang maka massa otot akan berkurang (atrofi
otot), dan volume darah yang mengalir ke otot juga berkurang. Akibatnya
efisiensi pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan juga menurun dan
akhirnya pasokan energi ke ototpun ikut menurun [6].
Jenis latihan otot bermacam-macam. Secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua kegiatan. Pertama, latihan statis, artinya otot
berkontraksi tetapi tidak menghasilkan gerakan.
Kedua, latihan dinamis, artinya terjadi kontraksi otot yang
menghasilkan gerakan pada sendi. Dalam latihan dinamis terdapat dua jenis
gerakan, yaitu gerakan konsentrik, anggota badan mendekati tubuh, dan
gerakan eksentrik anggota badan menjauhi tubuh. Pada kedua gerakan
dinamis ini terjadi pemanjangan dan pemendekan sekaligus. Kedua jenis
latihan di atas mempunyai pengaruh yang berbeda pada sifat otot, sekalipun
dasar perubahannya sama. Latihan statis biasanya digunakan pada latihan
awal untuk rehabilitasi pascacedera, sedangkan latihan dinamis dilakukan
setelah pemulihan dianggap sempurna. Latihan dinamis dapat memperbaiki
kekuatan otot atau memelihara tingkat kekuatannya pada taraf tertentu tanpa
mengurangi kecepatan geraknya, sedangkan latihan statis dapat mengurangi
kecepatan gerak, artinya gerak otot yang bersangkutan menjadi lamban [6].

9
Pada saat istirahat volume darah total yang mengalir ke otot hanya
15-20%, setelah 10-20 menit pemanasan, jumlah darah yang mengalir ke
otot meningkat sampai 70-75%. Di sini terlihat betapa besarnya otot
mengambil pasokan darah agar dapat berfungsi normal. Otot akan
memperlihatkan kemampuan maksimal jika seluruh pembuluh darahnya
berfungsi. Dengan begitu artinya pemanasan sangat membantu
mempertinggi kemampuan otot dan sekaligus mencegah kemungkinan
cedera [7].

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil kekuatan dan tingkat tegangan dari
otot manusia:

1. Faktor intrinsik
Terdapat tiga jenis faktor intrinsik, yaitu

a. Faktor neurofisiologis
Respon neurofisiologi otot terhadap peregangan bergantung
pada struktur muscle spindle dan golgi tendon 39 organ. Ketika otot
diregang dengan sangat cepat, maka serabut afferent primer
merangsang α-27 motor neuron pada medulla spinalis dan
memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal yaitu meningkatkan
ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan
monosynaptik stretch refleks. Tetapi jika peregangan dilakukan
secara lambat pada otot, maka golgi tendon organ terstimulasi dan
menginhibisi ketegangan pada otot sehinggga memberikan
pemanjangan pada komponen elastik otot yang paralel

b. Faktor biomekanik
Faktor ini pada dasarnya menentukan kekuatan sejati otot dan
berhubungan dengan sistem skeletal seseorang meliputi panjang tuas
otot, sudut fraksi sendi dan momen inersia beban.

10
c. Faktor emosional
Faktor emosional dapat meningkatkan tingkat kekuatan yang
digunakan dalam menggerakkan serat otot yang biasanya tidak
dirangsang. Kapasistas maksimum yang dapat dikembangkan dari
kekuatan otot adalah 60-70%.

2. Faktor ekstrinsik
Kekuatan juga tergantung pada beberapa faktor eksternal. Yang
paling penting di antara mereka adalah suhu, makanan, pelatihan, cuaca,
usia dan jenis kelamin.
a. Perubahan kekuatan berdasarkan umur:
Kekuatan berlipat ganda antara usia 11 dan 16 tahun Pada
usia 16 tahun, kekuatan mencapai 80-85% dari puncak
maksimumnya Kekuatan maksimum tercapai antara usia 20 dan 25
tahun, setelah perkembangan otot selesai Mulai usia 30 tahin, jika
kualitas ini tidak dilatih secara khusus, terjadi penurunan yang lambat
tapi progresif Antara usia 50 dan 60 tahun, sebuah atrofi bertahap
dari massa otot mulai berkembang
b. Perbedaan kekuatan berdasarkan jenis kelamin:
Perbedaan antara pria dan wanita mulai muncul dari remaja
dan seterusnya, berusi sekitar 12-14 tahun, periode ketika anak laki-
laki mengembangkan kekuatan lebih cepat Pria lebih kuat dari wanita
karena ia memiliki jumlah yang lebih dari jaringan otot: 36-44% pada
pria dibandingkan dengan 25-29% pada wanita.[8]

11
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Karton berukuran 60x30 cm dengan gambar busur deraat
2. Beban (dumbbell) berbagai ukuran
3. Meja
4. Matras
5. Skala ukur yang ditempel di dinding
6. Stopwatch

3.2 Cara Kerja


a. Praktikum Pengukuran Beban Maksimum yang Dapat Ditahan oleh Otot
Bisep pada Berbagai Sudut Sendi
1) Lengan orang percobaan diletakkan di depan karton atau
fleksometer, dengan lengan atas (bahu hingga siku) mendatar di
permukaan alas.
2) Lengan bawah diangkat hingga siku fleksi setinggi 20o, berpatokan
pada garis di kertas atau penunjuk fleksometer.
3) Berat beban yang akan mampu ditahan oleh propandus pada posisi
tersebut diperkirakan.
4) Dumbell yang sesuai beratnya diletakkan pada telapak tangannya.
OP harus berusaha menahan beban tersebut sesuai dengan
posisi/sudut awalnya.
5) Jika OP masih bisa menahan beban, sedikit demi sedikit beban
ditambahkan hingga ia tak lagi dapat menahan beban tersebut.
6) Langkah 1-4 diulangi untuk sudut selanjutnya, serta lengan yang lain.
7) Hasil Percobaan kemudian dimasukkan kedalam tabel untuk
dilaporkan lebih lanjut.

12
b. Praktikum Muscle Performence ( Sit Up dan Push up)
1) Sit Up
a) Kaki ditahan agar tetap menempel di matras.
b) Lutut dibengkokkan membentu sudut 90o.
c) Kedua tangan diletakkan di belakang leher.
d) Siku diangkat mencapai atau menyentuh lutut.
e) Punggung harus kembali ke matras.
f) Gerakan tersebut diulangi hingga satu menit dan dicatat
banyaknya sit up untuk setiap propandus.
2) Push Up
Laki-laki:
a) Siku diluruskan.
b) Jari kaki diletakkan di atas matras; pinggul, kaki, punggung
diluruskan.
c) Gumpalan tangan diletakkan di bawah dada kemudian bagian
dada dan bagian tubuh di atas digenjot naik turun.
d) Jumlah push up yang dapat dilakukan selama 1 menit dihitung
dan disajikan dalam tabel.
e) Data diolah dengan menggunakan aplikasi di internet.
Perempuan:
a) Lutut diletakkan di atas matras.
b) Posisi tungkai bawah diangkat kira-kira setinggi 450 dan
disilangkan.
c) Pinggul dan punggung diluruskan.
d) Push up dilakukan dengan posisi bahu sama tingginya dengan
siku.
e) Jumlah push up yang dapat dilakukan selama 1 menit dihitung
dan disajikan dalam tabel.
f) Data diolah dengan menggunakan aplikasi di internet.

13
3) Vertical Jump
a) Propandus berdiri pada sisi dinding dengan tumit merapat ke
dinding, selanjutnya tangan diangkat hingga ekstensi maksimal
dan diukur jangkauan tangan maksimal propandus tersebut.
b) Probandus melompat setinggi mungkin.
c) Jangkauan lompatan propandus setelah melompat diukur.
d) Jangkauan lompatan dicatat pada tabel.

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Push Up

4.1.1. Hasil

Probandus Nama Jenis Usia Hasil Population Kategori


Kelamin Push Up Average
I Guntiar Laki 26 20 38 Fair
II Ullya Perempuan 19 16 26 Average
III Emma Peremupuan 20 19 26 Average
IV Erwin Laki 20 10 44 Poor
(Poor < Fair < Average < Good < Excellent)

4.1.2. Pembahasan

Daya tahan otot adalah kemampuan untuk mempertahankan kontraksi


otot selama periode waktu tertentu tanpa adanya kelelahan. Ada tes
ketahanan tunggal mengukur daya tahan semua otot: sepertisit up
berfungsi sebagai ukuran flexi perut dan ketahanan fleksor pinggul ketika
push up menunjukkan kekuatan tubuh bagian atas dan daya tahannya.

Pada Probandus I yang merupakan seorang laki-laki berusia 26 tahun


mendapatkan hasil 20 kali push up. Kemudian Probandus II seorang
perempuan berusia 19 tahun mendapatkan hasil 16 kali push up.
Probandus III merupakan seorang perempuan berusia 20 tahun yang dapat
melakukan push up sebanyak 19 kali. Dan Probandus IV, seorang laki-laki
berusia 20 tahun mampu melakukan push up 10 kali saja. Rata-rata
populasi yang didapatkan dalam sebuah peritungan terhadap kelima
probandus berturut-turut adalah 38, 26, 26, dan 44. Kategori setiap
probandus setelah melakukan push up adalah fair( cukup), average
( sedang), average (sedang), dan poor (buruk)

15
Daya tahan otot adalah kemampuan otot dalam mempertahankan
kerjanya untuk beberapa waktu. Daya tahan otot seesorang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, dan berdasarkan penelitian, pada laki-laki terdapat
lebih banyak faktor yang dapat meningkatkan daya tahan otot dibandingkan
pada perempuan. Adapaun perbedaan tersebut terletak pada peran dan
kadar hormon, distribusi jenis serat otot, serta besarnya simpanan
cadangan tenaga dalam otot. Hal ini penting untuk karena daya tahan otot
adalah salah satu komponen dari kebugaran (physical fitness), yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan daya tahan otot.[1,2]

Otot tipe slow oxidative lebih banyak digunakan pada kegiatan daya
tahan. Pada kegiatan yang meningkatkan daya tahan , terjadi perubahan
penggunaan otot tipe fast glycolytic dan fast oxidative-glicolitic, yang
digunakan pada awal kegiatan, lalu beralih ke tipe slow-oxidative setelah
periode waktu tertentu.[9]

Push up dilakukan dengan memposisikan tubuh dan kaki lurus


menghadap tanah dengan tangan diluruskan dan dibuka selebar bahu atau
lebih, sehingga tubuh, tangan dan tanah akan membentuk suatu bidang
segitiga. Langkah selanjutnya adalah menarik nafas kemudian menekukkan
siku sehingga rongga dada mendekat ke tanah tapi tidak menyentuh tanah.
Saat gerakan tersebut dilakukan punggung dan tubuh tetap berada pada
posisi lurus. Langkah selanjutnya adalah menekan kembali guna
mengembalikan tangan kembali ke posisi lurus. Penekanan kembali
tersebut diakhiri dengan membuang nafas. Pada push up , rangkaian
kegiatan tersebut menggunakan m.pectoralis major dan triceps brachii.
Pada dasarnya push up tidak terlallu mempengaruhi otot biceps karena otot
ini berkontraksi efektof jika lengan dalam posisi supinasi.[10] Push up
merupakan kegiatan yang biasa dilakukan dan biasa dikondisikan pada
program-program yang bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh bagian
atas. Kegiatan ini merupakan kegiatan dasar yang menargetkan m.

16
Pectoralis major dan triceps brachii, serta otot scapular yang berperan
sebagai stabilitator. [11]

Jenis kelamin memiliki peran dalam menentukan ukuran dan kekuatan.


Secara kualitatif, tekanan maksimum kontraksi otot laki-laki dan perempuan
relatif sama yakni berkisar antara 3-4 kg/cm2. Adapun kekuatan kualitatif
pada perempuan seperti cuah jantung, ventilasi paru, dan kekuatan otot
berkaitan dengan massa otot bervariasi. Saat pubertas laki-laki menjadi
lebih kuat dari perempuan. Perempuan memiliki kemampuan lower
respiratory exchange ratio yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada
latihan daya tahan submaksimal, sehingga terjadi oksidasi lemak dan
karbohidrat pada tingkat yang lebih rendah pula. Pada laki-laki memiliki tipe
serat otot tipe slow oxidative yang lebih memiliki area lebih besar
[12]
dibandingakn perempuan. Hal ini lah yang bisa menjelaskan mengapa
rata-rata populasi pada laki-laki memiliki kemampuan repetisi push up yang
lebih banyak daripada wanita. Dan juga dapat dilihat pada probandus I yang
memiliki kemampuan repetisi push up lebih banyak daripada wanita
walaupun dalam golongan laki-laki probandus I termasuk dalam kategori
cukup dan kedua probandus wanita termasuk dalam kategori sedang.

Estrogen dipercaya berperan dalam memproteksi otot dari kegiatan-


kegiatan yang dapat merusak otot. Kadar estrogen pada perempuan juga
berperan dalam memetabolisme lemak menjadi sumber energi pada
kegiatan yang berlangsung selama dua jam atau lebih, berbeda pada laki-
laki dimana lemak baru mulai dimetabolisme setelah empat jam ke atas.
Teori bahwa massa otot berpengaruh terhadap kelelahan otot juga
menyatakan bahwa daya tahan pada perempuan lebih baik dibandingkan
pada laki-laki. Teori ini mengatakan bahwa perempuan umumnya memiliki
massa otot lebih rendah daripada laki-laki, dengan anggapan bahwa pada
suatu kerja yang sama, otot perempuan mengeluarkan gaya yang lebih
rendah. Kerja yang lebih rendah, menyebabkan oksigen yang diperlukan
serta penekanan mekanik pada pembuluh darah juga kecil, sehingga

17
[13,14]
mengurangi kebutuhan pasokan darah ke otot. Hal ini lah yang
mungkin bisa menjelaskan mengapa probandus II dan III yang merupakan
wanita memiliki kemampuan repetisi push up yang sedikit lebih banyak
dibandingkan probandus IV yang merupakan seorang laki-laki. Hal-hal
tersebut sebenarnya juga dipengaruhi faktor lain selain jenis kelamin,
seperti keadaan fisik, nutrisi dan seringnya latihan.

4.2. Pengukuran beban maksimum pada lengan


4.2.1. Hasil

No Probandus Sudut Kanan Kiri


1 Muthia Alya Fadhila 20o 5,5 kg 5,5 kg
45o 5,5 kg 5,5 kg
60o 7,5 kg 7,5 kg
90o 9,5 kg 9,5 kg
o
120 5,5 kg 5,5 kg
2 Muhammad Amin 20o 7 kg 7 kg
45o 8 kg 8 kg
60o 9,5 kg 9,5 kg
o
90 9,5 kg 9,5 kg
120o 9,5 kg 9,5 kg

18
Grafik

a. Grafik pada Muthia Alya Fadhila

Grafik Hubungan Beban Maksimum yang


Dapat Ditahan oleh Lengan pada
Berbagai sudut Fleksi

10

5
Kanan
Kiri
0 Kiri
20
45 Kanan
60
90
120

b. Grafik pada Muhammad Amin

Grafik Hubungan Beban Maksimum


yang Dapat Ditahan oleh Lengan pada
Berbagai sudut Fleksi

10

5
Kanan
Kiri
0 Kiri
20 Kanan
45
60
90
120

19
4.2.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum diatas dapat kita simpulkan
bahwa otot bicep memiliki keterbatasan dalam mengangkat beban.
Pada beberapa titik sudut seperti sudut 200, 45o dan 60o otot belum
mencapai maksimum. Sedangkang pada sudut 90o dan 1200 otot
telah bekerja secara maksimal pada hasil percobaan Muhammad
Amin sedangkan pada hasil percobaan Muthia Alya Fadhila otot
bekerja secara maksimal pada sudut 90o. Hal ini dikarenakan terdapat
perubahan panjang otot dan mekanisnya.

Faktor sudut mempengaruhi kekuatan otot lengan dalam


mengangkat beban. Semakin besar sudut semakin kecil gaya yang
diperlukan oleh otot lengan, ini menunjukan bahwa semakin besar
sudut semakin mudah pula untuk mengangkat beban. Hal itu
sebanding dengan hasil yang didapatkan pada praktikum kali ini,
dimana sudut 90o lebih mampu mengankat beban yang lebih berat
dibandingkan sudut 20o. Hal ini didasari oleh teori bahwa pada sudut
90o didapatkan kekuatan kontraksi otot yang lebih besar karena sudut
yang terbentuk lebih besar dibandingkan pada sudut 20o.[2]

Pengukuran beban maksimum yang dapat ditahan oleh otot


bisep pada berbagai sudut sendi. Ada dua faktor penentu kekuatan
otot. Pertama adalah hubungan tegangan panjangnya yang
didasarkan pada interaksi serabut-serabut aktin (filamen bagian
gelap) dan miosin (filamen bagian terang) yang mikroskopis.Ke dua
adalah biomekanika dari sistem musculoskeletal. Berikut ini akan
dibahas mengenai factor biomekanika.
Kekuatan maksimum dihasilkan ketika keadaan maksimum
dari tarik-menarik antara aktin dan miosin dibentuk Berdasarkan hasil
praktikum, didapatkan bahwa sudut flexi otot biseps dapat menahan
beban maksimum adalah pada sudut 90o. Suatu cara untuk
menjelaskan biomekanika berhubungan dengan otot bisep :

20
M x MA = R X RA  M = R X RA/MA
Dengan :
M = besar gaya otot bisep(N)
MA = jarak otot ke siku (cm)
R = massa beban yang diangkat (kg)
RA = jarak beban ke siku (cm)

Beberapa gaya otot yang dibutuhkan bila lengan diubah


sudutnya dari 90o (antara lengan atas dan lengan bawah) .JIka kita
mengambil daya di sekitar sendi kita menemukan bahwa MA tetap
konstan ketika α berubah. Bagaimanapun juga panjang otot biceps
berubah sesuai sudutnya. Otot mempunyai panjang minimum saat
berkontraksi dan panjang maksimum untuk meregang dan tetap
berfungsi. Pada dua titik ekstrim ini gaya yang dapat di gunakan otot
dapat sangat kecil. Pada beberapa titik diantaranya otot dapat
menghasilkan gaya maksimum .Jika otot biceps tertarik secara
vertical (secara rata-rata) sudut lengan bawah tidak mempengaruhi
gaya yang di butuhkan ,tetapi mempengaruhi panjang otot biceps
yang mempengaruhi kemampuan otot untuk menyediakan gaya yang
di butuhkan.
Dengan menggunakan rumus biomekanika otot yang
berhubungan dengan otot biseps di atas, kita dapat mengetahui
bahwa dengan MA yang tetap, dan RA yang lebih besar, besar gaya
yang dibutuhkan otot biseps untuk mengangkat beban yang sama
juga semakin besar.
Jarak RA paling kecil adalah saat sudut flexi otot biseps
membentuk sudut 90o, hal inilah yang menyebabkan sudut tersebut
menghasilkan kekuatan maksimum untuk mengangkat beban.
Contoh lain adalah ketika lengan bawah dilenturkan pada
sudut 45° MA dan RA berkurang, sedangkan R tetap. MA berubah

21
karena MA ditentukan oleh jarak tegak lurus dari garis aksi kekuatan
otot kepada sambungan. RA juga berubah karena RA adalah jarak
tegak lurus dari sambungan ke berat/beban. [15]
Ada keuntungan mekanis dan fisiologis dalam kontraksi otot
dan tegangan maksimum yang dihasilkan oleh otot terjadi pada
beristirahat. Ada sudut-sudut optimal dimana momen gaya atau
tenaga putaran yang maksimum dapat dihasilkan sepanjang suatu
cakupan yang berhubungan dengan gerakan. terjadi keuntungan
dalam mengangkat beban saat beban tangan berada di sudut 90
karena di sudut tersebut, otot mengalami kontraksi lebih besar
dibandingkan sudut lain semakin banyak tenaga yang dihasilkan
dalam otot sehingga peraga dapat mengangkat beban lebih
maksimal.
Hasil praktikum juga menunjukkan bahwa kekuatan otot
biseps dalam mengangkat beban lebih besar pada pria daripada
wanita. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa pria pada
umumnya memiliki lebih banyak jaringan otot daripada wanita karena
ukuran otot meningkat akibat adanya hormone testosterone, hormone
seks pria. Semakin besar massa otot, semakin besar kekuatan orang
tersebut

4.3. Vertical Jump

4.3.1. Hasil

Probandus Berat T0 T1 Kategori Usia


Ade Elsa S.P 68 2,00 2,34 Average 19
Guntiar R. 55 2,20 2,84 Excelent 26
Fithriyyah 61 2,02 2,35 Average 19
M. Amin 80 2,05 2,42 Average 21

22
4.3.2. Pembahasan

Vertical jump telah diterima sebagai pengukuran yang valid


untuk kekuatan kaki. Objektivitas dan koefisiensinya tinggi. Vertical
jump yang termasuk jenis olahraga anaerobic dapat dilatih sejak kecil
sehingga kemampuan seorang atlet dalam melakukan olahraga ini
akan terus meningkat seiring penambahan massa otot. Energy yang
digunakan dalam olahraga ini lebih banyak berasal dari ATP dan
fosfocreatin daripada energy yang didapat dari glikolisis. Kapasitas
dalam melakukan vertical jump banyak dipengaruhi oleh genetic pada
anak dan dewasa, sekitar 48-92%. Namun, faktor lingkungan dan
latihanpun tidak kalah penting dalam menentukan hal ini. Ada 3 fase
dalam melakukan vertical jump, yaitu preparatory atau down phase,
propulsif atau up phase, dan flight phase. Dua fase pertama dilakukan
ketika masih berada di tanah.

Vertikal jump tunggal telah digunakan sebagai indek output


puncak kekuatan anaerob. Subjek berdiri dan melompat setinggi
mungkin. Lalu ketinggian ini ditandai. Subjek kemudian melakukan
lompatan maksimal, dan jangkauan tertinggi dicatat. Jarak vertical
jump adalah perbedaan antara tinggi kedudukan jangkauan dan tinggi
pada lompatan tertinggi. Umumnya, tiga lompatan yang digunakan,
biasanya dari awalan berjongkok atau kadang-kadang dengan posisi
awal, dengan lompatan tertinggi digunakan untuk penentuan output
daya anaerobik.

Menggunakan hukum mekanika klasik, mungkin untuk


menentukan kekuatan jaring sendi yang dihasilkan selama vertical
jump . Tahap lepas landas dari verticaljump dimulai dengan ekstensi
sendi panggul, diikuti secara berurutan oleh lutut dan sendi
pergelangan kaki. Fase ini berakhir ketika kaki kehilangan kontak
dengan lantai. Tahap lepas landas didahului oleh tahap persiapan,
yang melibatkan fleksi pada pinggul dan sendi lutut dan dorsofleksi

23
pada sendi pergelangan kaki. Aktivitas otot umumnya eksentrik
selama fase persiapan, dengan gravitasi yang memberikan kekuatan
pendorong. Selama fase ini, kekuatan sendi umumnya positif, yang
menunjukkan aktivitas didominasi konsentris satu otot sendi. [16]

Ketinggian seseorang dalam melakukan lompatan vertical


dapat dipengaruhi oleh kekuatan otot dan faktor lainnya. Laki-laki
dapat melompat lebih tinggi dari pada perempuan akibat postur tubuh
maupun postur otot yang dimiliki laki-laki lebih baik daripada
perempuan. Otot laki-laki juga dapat menjadi lebih kuat dan besar
akibat hormon testosterone yang dihasilkan pada testis.

Berat badan seseorang juga dapat mempengaruhi tinggi


lompatan yang dicapai. Berat badan yang berlebih akan
meningkatkan beban mekanik pada lutut yang searah gaya gravitasi
yang menyebabkan beban yang ditumpu oleh lutut menjadi semakin
besar sehingga terkadang perempuan dapat saja melompat vertikal
lebih tinggi dari laki-laki.

24
Otot-otot yang bekerja pada saat melakukan vertical jump:[17]

25
4.2. Sit Up

4.2.1. Hasil

Probandus Hasil (60 detik) Kategori

Fithriyyah 33 Poor
Ullya Aisyafitri 34 Poor
Erwin Setiawan 40 Fair
Muhammad Amin 37 Fair

4.2.2. Pembahasan

Sit up merupakan latihan yang berguna untuk meningkatkan


ketahanan otot dan kekuatan otot–otot abdominal. Maka dari itu, sit
up merupakan salah satu cara untuk mengukur ketahanan dan
kekuatan otot-otot khususnya otot-otot abdominal.

Kekuatan otot perut merupakan kemampuan otot yang


memungkinkan pengembangan tenaga maksimum dalam kontraksi
maksimum untuk mengatasi beban atau tahanan adalah juga sebagai
salah satu faktor penunjang untuk dapat mencapai prestasi maksimal
yang digunakan oleh beberapa cabang olahraga. Seperti pada
cabang olahraga beladiri pencak silat, karate, judo, kempo,
sepakbola, futsal, sepak bola pantai, dan senam lantai menggunakan
kekuatan otot perut sebagai salah satu faktor penunjang untuk dapat
melakukan gerakan maksimal. Pada cabang olahraga pencak silat
misalnya, diperlukan kekuatan otot perut untuk dapat menahan
serangan lawan pada nomor laga. Sedangkan pada cabang olahraga
sepakbola, gerakan pada saat akan menendang bola selain
dipengaruhi oleh kekuatan otot tungkai juga akan dipengaruhi oleh

26
kekuatan otot perut sehingga ayunan otot tungkai dapat
dimaksimalkan.[18]
Gerakan sit-up dalam pengukuran kekuatan otot perut,
dilakukan dalam posisi setengah badan terlentang dengan kaki dilipat
(posisi lipatan kaki dan rentangan punggung membentuk sudut 900),
tangan di belakang kepala, dan kemudian mengangkat setengah
badan sampai siku menyentuh lutut. Tetapi pada prakteknya, untuk
meningkatkan kekuatan otot perut sit-up dilakukan dengan beberapa
modifikasi besar sudut seperti dengan sudut 450 dan 1200. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerancuan pada teknik pelaksanaan gerak
untuk memaksimalkan kekuatan otot perut.
Berdasarkan hasil penelitian Correlation Between Timed Sit-
Up Test and Sit-Up Test With No Time Limit yang telah dilakukan oleh
Wu Shing bahwa pelatihan sit-up memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kekuatan otot perut. Sehingga perlu diadakan
penelitian yang lebih spesifik untuk mengetahui pengaruh dan
perbedaan pengaruh dari besar sudut 450, 900, dan 1200 dalam sit-up
terhadap kekuatan otot perut pelatihan sit-up merupakan suatu
[18]
pelatihan yang menggunakan sistem energy predominan anaerob.
Otot – otot yang digunakan saat melakukan sit up adalah: [19]

a. M .internal oblique
Berperan sebagai penggerak utama untuk
membengkokkan punggung.
b. M. external oblique
Berperan sebagai fleksor punggung dan rotasi
punggung kearah yang berlawanan.
c. M. transverses abdominis
Tidak berperan dalam fleksi puggung, namun berperan
untuk menstabilkan batang tubuh ketika melakukan kerja
berat.
d. M. rectus abdominis

27
Berperan sebagai fleksor utama punggung dan membantu
memfleksikan punggung ke lateral.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa otot abdominal diatas
hanya berperan pada 30o pertama saat mengangkat tubuh, dimana
bahu sudah meninggalkan lantai, dan otot fleksor pahalah yang
berperan dalam melakukan gerakan selanjutnya.[20]
Latihan sit up menggambarkan efek dari perubahan panjang
lengan beban dengan usaha yang dilakukan. Ketika punggung
difleksikan, gerakan ini dikenai gaya yang berlawanan, yang berasal
dari berat badan pada pusat gravitasi. Ketika badan mendekati suhu
horizontal, lengan beban menjadi lebih panjang, oleh karena itu
usaha yang dibutuhkan untuk menggerakkan badan menjadi lebih
besar.Selain itu, lengan beban dapat dibuat menjadi lebih panjang,
jika memindahkan pusat gravitasi dari pusat batang tubuh menjadi
lebih dekat ke kepala, dengan memindahkan lengan kebelakang leher
atau dengan menambah massa tubuh.[19]
Ciri khusus dari sistem ini yaitu kontraksi otot yang sangat
kuat yang merupakan respon dari pembebanan dinamis yang cepat
dari otot otot yang terlibat. Dengan adanya pembebanan pada otot-
otot perut, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan tonus
otot, masa otot, dan serabut otot perut yang dapat meningkatkan
kekuatan otot perut. Selain itu, akan terjadi peningkatan komponen
biomotor kekuatan juga merupakan salah satu komponen yang dapat
dengan cepat ditingkatkan. Selain meningkatkan komponen biomotor
kekuatan, latihan kekuatan akan terjadi peningkatan kemampuan dan
respon fisiologis, yang antara lain adalah: adaptasi persyarafan,
hypertropy (pembesaran) otot, adaptasi sel-sel, daya tahan otot, dan
adaptasi kardiovaskuler. Sehingga dengan kata lain, semua
komponen diatas berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan otot
perut. [18]

28
Pada hasil yang didapatkan pada praktikum didapatkan hasil
bahwa 2 probandus perempuan mendapat penilaian poor, dan 2
orang average pada laki-laki. Perbedaan ini disebabkan oleh
ketahanan dan kekuatan otot terutama otot abdominal dan otot
fleksor paha antar individu berbeda. Perbedaan massa dan besar
kekutatan otot antara laki-laki dan perempuan. Laki–laki memiliki
massa otot yang lebih besar dan serat otot yang lebih besar daripada
perempuan sehingga menghasilkan energi yang lebih besar ketika
berkontraksi untuk menggerakkan badan keatas (vertical) dan
kebawah (horizontal).[20]

29
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Otot adalah alat penggerak utama di tubuh. Kinerja otot dipengaruhi


kekuatan dan daya tahan otot.

Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan kurangnya latihan


fisik seperti push up, sit up, vertical jump, dan biceps curls akan
mempengaruhi kekuatan dan daya tahan otot seseorang.

5.2. Saran
a. Agar menjaga daya tahan dan kekuatan otot sebaiknya melakukan
olahraga secara rutin.
b. Menjaga pola makan yang sehat.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sheerwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem: Endokrinologi. 6th ed.


Jakarta: EGC; 2011.
2. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC. 2008.
3. Lesmana. S. 2012; Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap
Kekuatan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender:
Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford
Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi; Retrieved
September, 5, 2012.
4. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology 13 th Edition.
Danvers: John Wiley & Sons Inc, 2012.
5. Mescher AL. Junqueira‟s Basic Histology Text & Atlas 12 th Edition. New York:
Mc GrawHill, 2010.
6. Marini M, Veicsteinas A. The Exercised Skeletal Muscle: A Review. European
Journal Translational Myology. 2010;20(3):105-20.
7. Close GL, Kayani A, Vasilaki A, McArdle A. Skeletal Muscle Damage With
Exercise And Aging. Sports Med. 2005;35(5):41327.
8. Feito JMP, Delgado D. Physical Education. Spanyol: Pila Teleña; 2013.

9. Wilson JM, Loenneke JP, Jo E, Wilson GJ, Zourdos MC, Kim JS. The Effects of
endurance, strength, and power training on muscle fiber type shifting. Di akses
tanggal 10 Desember 2016, di http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21912291
10. Delavier, F. Strength Training Anatomy. 3rd ed. Human Kinetics. 2010
11. Medrano IC, Ballester EM, Tortosa LM. Comparisom of the Effects of an Eight
Week Push-Up Program Using Stable Versus Unstable Surfaces. Diakses pada
tanggal 10 Desember 2016, di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmv/articles/PMC3537455//
12. Miller AE, MacDougall JD,Tarnopolsky MA, Sale DG. Sex difference in strength
and muscle fiber characteristics. Diakses tanggal 10 Desember 2016, di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8477683

31
13. Tate CA, Holtz RW. Gender and fat Metabolism During Excercise: a Review. Can
J Appl Physiol. 1998.Vol. 23.
14. Tiidus PM. Esterogen and Gender Effect on Muscle Damage, Inflammation and
Oxidative Stress. Can J Appl Physiol. 2000. Vol. 25

15. Widjaja,Surya. 2002. Kinesiologi. Jakarta: FKUI. P. 25-28,88,142-143.P 73

16. Eston, Roger, Reilly T. Kinanthropometry and Exercise Physiology Laboratory


Manual “Tests, Procedures, and Data.” New York: Taylor & Francis Group; 2009.

17. F.Paulsen & J.Waschke. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta” Buku Tabel, Edisi 23.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012
18. Nurhasan. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Jakarta. Universitas
Pendidikan Indonesia.2000.
19. Hamilton, Luttgens K. Kinesiology. 10th ed. New York: Mc. Graw Hill Companies;
2002.

20. Haff GG, Dumke C. Laboratory Manual for Exercise Physiology. Human Kinetics;
2012.

32

Anda mungkin juga menyukai