Anda di halaman 1dari 16

PROMOSI KESEHATAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

COVID 19

Dosen Pembimbing

Dra. Hj. Atit Hadiati, S.Kep.,M.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh :

Dini Dwi Safitri (1051904). Nabila Nisa


Azzahra(10519095)
Farizky Sulaiman Luqman (10519087). N. Leni Pujiani (10519097)
Fitri handayani (10519088). Rima Mulya R (10519104)
Icha Nur Aini (10519089). Selvya Helvyana (10519107)
M Aziz Nurfadilah (10519092). Siti Amelia (10519109)
Virna Fitriani (10519111)

PRODI D-III KEPERAWATAAN

POLTEKES TNI AU CIUMBULEUIT BANDUNG


TAHUN PELAJARAN

2021

A. LATAR BELAKANG
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru, ‘CO’
diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit). Sebelumnya, penyakit ini
disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV.’ Virus COVID-19 adalah virus baru
yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa (WHO, 2020). Coronavirus 2019
(Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut
coronavirus 2 (Sars-CoV-2). Penyakit ini pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di
Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei China, dan sejak itu menyebar secara global diseluruh
dunia, mengakibatkan pandemi coronavirus 2019-2020. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mendeklarasikan wabah koronavirus 2019- 2020 sebagai Kesehatan Masyarakat
Darurat Internasional (PHEIC) pada 30 Januari 2020, dan pandemi pada 11 Maret
2020.Wabah penyakit ini begitu sangat mengguncang masyarakat dunia, hingga hampir
200 Negara di Dunia terjangkit oleh virus ini termasuk Indonesia. Berbagai upaya
pencegahan penyebaran virus Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di negara-negara
di dunia guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini, yang disebut dengan istilah
lockdown dan social distancing (Supriatna, 2020).
B. TUJUAN
 Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit tentang penyakit Covid - 19
diharapkan pasien bisa memahami penyakit Covid – 19 tanpa melihat kertas
penyuluhan
 Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhanselama 30 menit diharapkan keluarga pasien mampu:
1) Masyarakat mampu menyebutkan Definisi Covid – 19 tanpa melihat catatan
2) Masyarakat mampu menyebutkan tanda dan gejala Covid – 19
3) Masyarakat mampu menyebutkan ciri-ciri Covid – 19
4) Masyarakat mampu memahami cuci tangan 6 langkah dengan benar untuk
mencegah Covid – 19
5) Masyarakat mampu memahami cara pencegahan Covid – 19
C. MEDIA
 Leafleft
 Materi SAP
 Lembar balik
D. METODE PENYULUHAN
 Penyuluhan
 Tanya jawab
E. PENYULUHAN
Uraian tugas:
 Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh masyarakat
 Memotivasi masyarakat untuk tetap aktif dan mempertahankan proses penyuluhan
 Memovitasi masyarakat untuk bertanya
F. FASILITATOR

Uraian tugas:

 Mengevaluasi masyarakat tentang kejelasan materi penyuluhan


 Memotivasi masyarakat untuk bertanya materi yang belum jelas

G. KEGIATAN PENYULUHAN

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta


1. Pembukaan (5 a. Memberi salam a. Menjawab
menit) b. Memperkenalkan diri salam
c. Menggali pengetahuan b. Mendengarkan
keluarga pasien tentang dan
Covid - 19 memperhatikan
d. Menjelaskan tujuan c. Menjawab
pertanyaan
d. Mendengarkan
penyuluhan dan
e. Membuat kontrak waktu memperhatikan
e. Menyerujui
kontrak
a. Menjelaskan tentang
 Pengertian Covid - 19
a. Mendengarkan
 Tanda dan gejala
dan
Covid - 19
memperhatikan
Kegiatan inti  Ciri-ciri Covid - 19
2. penjelasan
(20 menit)  Cara pencegahan
penyuluh
Covid - 19
b. Aktif betanya
b. Memberikan kesempatan
c. Mendengarkan
untuk bertanya
c. Menjawab pertanyaan peserta
a. Menyimpulkan materi yang a. Mendengarkan
disampaikan oleh penyuluh dan
b. Mengevaluasi peserta atas memperhatikan
Penutup (5 penjelasan yang disampaikan b. Menjawab
3.
menit) dan penyuluh menanyakan pertanyaan
kembali mengenai materi yang diberikan
penyuluhan c. Menjawab
c. Salam penutup salam

H. EVALUASI
1. Waktu
a. Pre
Media, materi, metode yang digunakan dalam penyuluhan lengkap dan dapat
digunakan dalam penyuluhan lengkap dan dapat digunakan dalam pnyuluhan
b. Proses
- Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan lancar, dan masyarakat mampu
memahami materi yang diberikan
- Saat penyuluhan diharapkan terjadi interaksi antara penyuluhan dengan
masarakat
- Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan selama kegiatan
berlangsung
c. Post
- Masyarakat mampu menyebutkan Definisi Covid 19 tanpa melihat catatan
- Masyarakat mampu menyebutkan tanda dan gejala Covid 19
- Masyarakat mampu menyebutkan ciri-ciri Covid 19
- Masyarakat mampu memahami pap smear untuk deteksi dini Covid 19
- Masyarakat mampu memahami cara pencegahan Covid 19
2. Jenis Evaluasi
Dengan pengamatan dan wawancara
3. Instrument pertanyaan dan kunci jawaban
a. Apa pengertian Covid 19?
Penyakit menular yang di sebabkan oleh corona virus. Virus/penyakit baru ini
tidak diketahui sebelum wabah dimulai di wuhan, cina, pada bulan Desember
2019.
b. Bagaimana penyebaran covid 19?
Orang yang terinfeksi coronavirus menyebarkan virus corona dari orang yang satu
ke orang yang lain melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut pada saat
seseorang dengan COVID 19 batuk, bersin atau buang nafas.
c. Apa saja tanda dan gejalanya?
1) Demam
2) Kelelahan
3) Batuk kering
4) Sakit dan nyeri
5) Hidung tersumbat
6) Sakit tenggorokan
7) Diare
d. Bagaimana upaya pencegahannya?
1) mencuci tangan dengan sabun dan air atau hand & sanitaizer
2) jaga jarak minimal 1 meter
3) gunakan masker
4) hindari menyentuh mata,hidung dan mulut
5) batuk atau bersin dengan etika yang benar
6) tetap di rumah jika merasa tidak sehat.jika mengalami drmam,batik,pilek cari
bantuan medis
e. Bagaimana penanganannya?
1) Isolasi diri dengan tinggal dirumah jika anda mulai merasa tidak sehat
sampai anda pulih jika ingin keluar karena hal penting gunakan masker
2) untuk menghindari penularan.
3) jika anda demam,batuk,dan sulit bernafas,segera hubungi pihak medis
I. MATERI PENYULUHAN

1. Definisi
Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-virus 2019
(COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Kasus terduga (suspect case)
1) Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas),
DAN riwayat perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan
penularan di komunitas dari penyakit COVID-19 selama 14 hari
sebelum onset gejala; atau
2) Pasien dengan gangguan napas akut DAN mempunyai kontak
dengan kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14
hari terakhir sebelum onset; atau
3) Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas DAN
memerlukan rawat inap) DAN tidak adanya alternatif diagnosis
lain yang secara lengkap dapat menjelaskan presentasi klinis
tersebut
b. Kasus probable (probable case)
1) Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau
2) Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena
alasan apapun.
c. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan laboratorium
infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda
klinis
2. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia saat ini didasarkan pada buku panduan
tata laksana pneumonia COVID-19 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI). Terdapat sedikit perbedaan dengan klasifikasi WHO, yaitu kasus
suspek disebut dengan Pasien dalam Pengawasan (PdP) dan ada penambahan
Orang dalam Pemantauan (OdP). Istilah kasus probable yang sebelumnya ada di
panduan Kemenkes RI dan ada pada panduan WHO saat ini sudah tidak ada.
Berikut klasifikasi menurut buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disesase (COVID-19) per 27 Maret 2020
a. pasien dalam pengawasan (PDP)
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu
demam (≥38ºC) atau riwayat demam; disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti:
batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan
hingga berat DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah
yang melaporkan transmisi lokal.
2) Orang dengan demam (≥38ºC) atau riwayat demam atau ISPA
DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

b. orang dalam pemantuan (ODP)


1) Orang yang mengalami demam (≥38ºC) atau riwayat demam; atau
gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.
2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
COVID-19.

c. orang tanpa gejala (OTG)


Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang
konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala merupakanseseorang dengan
riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.

3. Penularan
Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinkan virus berasal
dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada COVID-19 belum diketahui dengan
pasti proses penularan dari hewan ke manusia, tetapi data filogenetik
memungkinkan COVID-19 juga merupakan zoonosis. Perkembangan data
selanjutnya menunjukkan penularan antar manusia (human to human), yaitu
diprediksi melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam
droplet. Hal ini sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas kesehatan yang
merawat pasien COVID-19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari seorang
yang datang dari Kota Shanghai, Cina ke Jerman dan diiringi penemuan hasil
positif pada orang yang ditemui dalam kantor. Pada laporan kasus ini bahkan
dikatakan penularan terjadi pada saat kasus indeks belum mengalami gejala
(asimtomatik) atau masih dalam masa inkubasi. Laporan lain mendukung
penularan antar manusia adalah laporan 9 kasus penularan langsung antar manusia
di luar Cina dari kasus index ke orang kontak erat yang tidak memiliki riwayat
perjalanan manapun.
Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan virus kemudian
virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu analisis mencoba
mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi antara
gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut mendapatkan hasil
penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya, tetapi kemungkinan
penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak pasien ke orang sekitar
lebih lama sehingga risiko jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat
lebih besar

4. Tata laksana
Prinsip tatalaksana secara keseluruhan menurut rekomendasi WHO yaitu: Triase :
identifikasi pasien segera dan pisahkan pasien dengan severe acute respiratory
infection (SARI) dan dilakukan dengan memperhatikan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI) yang sesuai, terapi suportif dan monitor pasien,
pengambilan contoh uji untuk diagnosis laboratorium, tata laksana secepatnya
pasien dengan hipoksemia atau gagal nafas dan acute respiratory distress
syndrome (ARDS), syok sepsis dan kondisi kritis lainnya.
Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus nCoV 2019 dan anti virus
corona lainnya. Beberapa peneliti membuat hipotesis penggunaan baricitinib,
suatu inhibitor janus kinase dan regulator endositosis sehingga masuknya virus ke
dalam sel terutama sel epitel alveolar. Pengembangan lain adalah penggunaan
rendesivir yang diketahui memiliki efek antivirus RNA dan kombinasi klorokuin,
tetapi keduanya belum mendapatkan hasil. Vaksinasi juga belum ada sehingga
tata laksana utama pada pasien adalah terapi suportif disesuaikan kondisi pasien,
terapi cairan adekuat sesuai kebutuhan, terapi oksigen yang sesuai derajat
penyakit mulai dari penggunaan kanul oksigen, masker oksigen. Bila dicurigai
terjadi infeksi ganda diberikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat
perburukkan klinis atau penurunan kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi
intensif (ICU) di rumah sakit rujukan dengan alur seperti algoritma di bawah ini.
Salah satu yang harus diperhatikan pada tata laksana adalah pengendalian
komorbid. Dari gambaran klinis pasien COVID-19 diketahui komorbid
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Komorbid yang diketahui
berhubungan dengan luaran pasien adalah usia lanjut, hipertensi, diabetes,
penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular.

5. Pencegahan
Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang berisiko hingga masa
inkubasi. Pencegahan lain adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui asupan
makanan sehat, meperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila berada di
daerah berisiko atau padat, melakukan olah raga, istirahat cukup serta makan
makanan yang dimasak hingga matang dan bila sakit segera berobat ke RS
rujukan untuk dievaluasi.
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk pencegahan primer. Pencegahan
sekunder adalah segera menghentikan proses pertumbuhan virus, sehingga pasien
tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya pencegahan yang penting termasuk
berhenti merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru.
Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan cara
memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat atau ruang intensif isolasi.
Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang
instalasi gawat darurat (IGD) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan keluar.
Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu pertama pasien
termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi COVID-19
petugas kesehatan perlu menggunakan APD standar untuk penyakit menular.
Kewaspadaan standar dilakukan rutin, menggunakan APD termasuk masker untuk
tenaga medis (N95), proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang (gown).

6. Manifestasi klinis
Covid-19 menjadi perhatian penting pada bidang medis, bukan hanya karena
penyebarannya yang cepat dan berpotensi menyebabkan kolaps sistem kesehatan,
tetapi juga karena beragamnya manifestasi klinis pada pasien (Vollono dkk.,
2020). Spektrum klinis Covid-19 beragam, mulai dari asimptomatik, gejala sangat
ringan, hingga kondisi klinis yang dikarakteristikkan dengan kegagalan respirasi
akut yang mengharuskan penggunaan ventilasi mekanik dan support di Intensive
Care Unit (ICU). Ditemukan beberapa kesamaan manifestasi klinis antara infeksi
SARS-CoV-2 dan infeksi betacoronavirus sebelumnya, yaitu SARS-CoV dan
MERS-CoV. Beberapa kesamaan tersebut diantaranya demam, batuk kering,
gambaran opasifikasi ground-glass pada foto toraks (Gennaro dkk., 2020; Huang
dkk., 2020).
Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid-19, diantaranya yaitu demam,
batuk kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala (Lapostolle dkk., 2020;
Lingeswaran dkk., 2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huang dkk.
(2020), gejala klinis yang paling sering terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam
(98%), batuk (76%), dan myalgia atau kelemahan (44%). Gejala lain yang
terdapat pada pasien, namun tidak begitu sering ditemukan yaitu produksi sputum
(28%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari pasien
yang diteliti mengalami dispnea.
Gejala klinis yang melibatkan saluran pencernaan juga dilaporkan oleh Kumar
dkk. (2020). Sakit abdominal merupakan indikator keparahan pasien dengan
infeksi COVID-19. Sebanyak 2,7% pasien mengalami sakit abdominal, 7,8%
pasien mengalami diare, 5,6% pasien mengalami mual dan/atau muntah.
Manifestasi neurologis pada pasien Covid-19 harus senantiasa dipertimbangkan.
Meskipun manifestasi neurologis tersebut merupakan presentasi awal. Virus
Corona dapat masuk pada sel yang mengekspresikan ACE2, yang juga
diekspresikan oleh sel neuron dan sel glial(Farley & Zuberi, 2020; Vollono dkk.,
2020). Pada penelitian Vollono dkk. (2020), didapatkan seorang pasien wanita 78
tahun terkonfirmasi Covid-19mengalami focal status epilepticus sebagai
presentasi awal. Pasien memiliki riwayat status epileptikus pada dua tahun
sebelumnya, akan tetapi pasien rutin diterapi dengan asam valproat dan
levetiracetam dan bebas kejang selama lebih dari dua tahun. Tidak ada gejala
saluran pernapasan seperti pneumonia dan pasien tidak membutuhkan terapi
oksigen. Penelitian oleh Farley dan Zuberi (2020) juga menunjukkan manifestasi
neurologis pada pasien terkonfirmasi Covid-19 yaitu status epileptikus pada
pasien lelaki usia 8 tahun dengan riwayat ADHD, motor tic, dan riwayat kejang
sebelumnya.
CT toraks pada pasien dengan Covid-19 pada umumnya memperlihatkan
opasifikasi groundglass dengan atau tanpa gabungan abnormalitas. CT toraks
mengalami abnormalitas bilateral, distribusi perifer, dan melibatkan lobus bawah.
Penebalan pleural, efusi pleura, dan limfadenopati merupakan penemuan yang
jarang didapatkan (Gennaro dkk., 2020).
Individu yang terinfeksi namun tanpa gejala dapat menjadi sumber penularan
SARS-CoV-2 dan beberapa diantaranya mengalami progres yang cepat, bahkan
dapat berakhir pada ARDS dengan case fatality rate tinggi (Meng dkk., 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Mengdkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 58
pasien tanpa gejala yang dites positif Covid19 pada saat masuk RS, seluruhnya
memiliki gambaran CT-Scan toraks abnormal. Penemuan tersebut berupa
gambaran opasitas ground-glass dengan distribusi perifer, lokasi unilateral, dan
paling sering mengenai dua lobus paru. Setelah follow up dalam jangka waktu
singkat, 27,6% pasien yang sebelumnya asimptomatik mulai menunjukkan gejala
berupa demam, batuk, dan fatigue.
Leukopenia ditemukan sebagai abnormalitas yang paling sering terjadi.
Berdasarkan penelitian Huang dkk. (2020), ditemukan hitung sel darah putih
kurang dari 4x109 /L pada 25% pasien, serta limfositopenia pada 63% pasien
dengan hitung limfosit kurang dari 1x109 /L dan Penelitian oleh Guan dkk.,
(2020)juga menemukan leukopenia pada 33,7% pasien, limfositopenia pada
83,2% pasien, dan trombositopenia pada 36,2% pasien. Dilaporkan kasus
trombositopenia berat yang muncul pada masa perawatan pasien Covid-19 oleh
Nham dkk., (2020) dengan trombositopenia yang terjadi pada 16 dari 194 pasien
dan hitung platelet pada 3 dari 16 pasien tersebut kurang dari 50.000/mm3 .
Dilaporkan juga trombositopenia ringan oleh Holshue dkk., (2020) dengan hitung
platelet 122.000/mm3 pada hari ke-7 infeksi. Trombositopenia dapat terjadi
karena infeksi virus itu sendiri atau disebabkan oleh obat yang digunakan untuk
mengobati pneumonia. Trombositopenia sendiri sering ditemukan pada infeksi
virus.
LEAFLET
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani,Nur Indah.2020.Tinjauan Pustaka Covid-19: Virologi, Patogenesis, Dan Manifestasi


klinis.FK Universitas Lampung : Lampung
PDPI.2020.Jurnal Respirologi Indonesia.PDPI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai