A. Definisi
- Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran secara progresif dari kelenjar prostate
(secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat abstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000)
- Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah pembesaran prostate yang menyumbat uretra,
menyebabkan gangguan urinarius (sandra M. nettina, 2002)
B. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi benigna prostate hiperplasi belum di ketahui secara pasti penyebab
terjadinya. Tetapi hipotesis menyebutkan bahawa hiperplasi prostate erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestoteron (DTH) dan proses aging (menjadi tua). (Arief mansjoer, et
al, 2000)
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostate adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada usia
lanjut
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemacu pertumbuhan stroma Kelenjar prostate
3. Meningkatkannya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang mati.
4. Proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan epitel
Kelenjar prostate menjadi berlebihan
C. Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002
Derajat Colok dubur Sisa volume urine
I Penonjolan prostate, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai 50 – 100 ml
III Batas atas prostate tidak dapat diraba > 100 ml
IV Batas atas prostate tidak dapat diraba retansi urine total
E. Patofisiologi
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine,
keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus
menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor
(menebal dan meregang) sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa bila berlanjut, maka detrusor
akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis
dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et al, 2000)
Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana endoskopi dimasukkan
melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia yang kecil. Reseksi Kelenjar prostate
dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi mukosa kandung kencing sehingga dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan, untuk itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi
(pembilas) agar daerah yang direseksi tidak tertutup darah (www.medikastore.com)
Turp mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)
1. Lama operasi lebih singkat
2. Tidak menimbulkan sayatan sehingga resiko infeksi akibat luka dapat diminimalkan
Penyulit Turp
(Doengoes, 2000)
1. Selama operasi = perdarahan sindroma turp
2. Pasca bedah = perdarahan, infeksi local atau sistemik
F. Pathway
H. Penatalaksanaan
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong. 2002
- Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi pengobatan
konservatif.
- Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi
endoskopik melalui uretra (trans urethral resection / tur)
- Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar,
reseksi tidak cukup 1 jam sbaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans vesikal
retropublik/perianal
- Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total
dengan pemasangan kateter
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
a. Retensi urine ybd obstrtuksi skd terhadap BPH (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi retensi setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : klien akan berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi vesika urinaria.
Klien akan menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml. dengan tidak ada
tetesan/kelebihan aliran
Intervensi :
1. Dorongan klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
3. Dikaji dan dicatat waktu dan jumlah tiap berkemih
4. Perkusi / palpast area suprapublik
5. Ajarkan teknik relaksasi saat berkemih
6. Kolaborasi untuk pemasangan kateter
b. Cemas ybd kurangnya informasi skd terhadap tindakan pembedahan. (Nanda, 2002)
Tujuan : kecemasan klien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : menghubungkan peningkatan kenyamanan
Menggunakan mekanisme koping yang efektif
Intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
3. Dorong pasien untuk menyatakan perasaannya
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
c. Nyeri akut ybd agen injuri mekanik. (Nanda, 2002)
Tujuan : nyeri dapat ditoleransi klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
- Klien rileks
- Mengungkapkan nyeri hilang atau terkontrol
- Skala nyeri 1-2
Intervensi
1. Kaji skala nyeri klien
2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
3. Berikan tindakan kenyamanan seperti Pijat punggung, membantu klien melakukan tirah baring
yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi atau latihan nafas.
4. Berikan terapi analgetik
d. Resiko infeksi ybd sisi masuknya mikroorganisme skd terhadap prosedur dan alat invasive.
(Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. Perhatikan sistem kateter steril
2. Awasi tanda vital
3. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
4. Berikan antibiotic sesuai indikasi
e. PK perdarahan. (Lynda Juall Carpenito, 2001)
Tujuan : meminimalkan terjadinya perdarahan
KH :
- Urine jenih
- TTV dalam batas normal
- Hb dalam batas normal
Intervensi :
1. kaji TTV
2. Kaji dan monitor perdarahan
3. Kolaborasi dengan dr untuk irigasi NaCl
4. Kolaborasi dengan dr untuk permeriksaan Hb
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Edisi 8, Jakarta 2002
Brunner dan suddarth. Buku Saku Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC; 2002
Carpenito Lynda Jual, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta, EGC : 2001
Doengoes E. maryline. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC: 2000
Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC : 2000
Nanda diagnosis keperawatan, 2002, Alih Bahasa Mahasiswa PSIK – BFK UGM Angkatan 2002
Nettina, sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta, EGC : 2002
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002
Ditulis oleh aliff nurgazali, Senin, 01 Oktober 2012 - Rating: 4.5
Judul : BENIGNA PROSTATE HIPERPLASI BESERTA PATHWAY WOC
Deskripsi : TINJAUAN TEORI A. Definisi - Benigna prostate hiperplasi (BPH) adalah
pembesaran secara progresif dari kelenjar prost...
Bagikan ke
1.
Balas
Perawat Indonesia
Label
Info Kesehatan
Kep. Anak
Kep. Gerontik
Kep. interna
Kep. Jiwa
Kep. Keluarga
Kep. Maternitas
Kep. Medikal Bedah
Pathway / WOC
Rehidrasi
Arsip Blog
► 2013 (1)
▼ 2012 (34)
o ▼ 09/30 - 10/07 (2)
BENIGNA PROSTATE HIPERPLASI BESERTA PATHWAY WOC
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAAT HIPERPLASI
o ► 03/18 - 03/25 (1)
o ► 02/26 - 03/04 (2)
o ► 02/19 - 02/26 (10)
o ► 02/12 - 02/19 (19)
Popular Posts
KONSEP PERAN DAN FUNGSI KELUARGA
BENIGNA PROSTATE HIPERPLASI BESERTA PATHWAY WOC
Pathway /WOC Demam Typoid
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Abses Mandibula
Pathway / WOC IMA / Infark Miocard Akut
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Gastritis Akut
PROSES PENUAAN / MENUA PADA LANSIA
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN APPENDICSITIS /
APENDIKSITIS
ASKEP / Asuhan Keperawatan Pada AMI / Akut Miokard Infark / IMA / Infark Miokard
Akut
ASKEP KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA MENGALAMI
HIPERTENSI / CVA
Didukung oleh
About
Contact Us
Privacy Policy
Disclaimer
Search...
Askep BPH
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar prostate pada laki-laki letaknya berada di belakang sphincter penutup uretra.
Prostate mengsekresikan cairannya ke dalam uretra pada saat ejakulasi, cairan prostate ini
Umumnya Benigna Prostat Hiperlasi (BPH) terjadi setelah usia pertengahan karena
BPH sendiri adalah pembesaran atau hiperterapi prostate. Adapun gejala dan tanda yang
tampak pada pasien BPH antara lain : terjadinya retensi urine, kurangnya atau lemahnya
pancaran kencing, frekuensi kencing bertambah terutama malam hari dan terasa panas, nyeri saat
miksi.
2. Tujuan
Menambah pengetahuan dan informasi tentang asuhan keperawatan pada kasus Benigna Prostat
Hiperlasi (BPH).
1 Mengetahui tentang definisi, etiologi, anatomi fisiologi, Patofisiologi dari Benigna Prostat
Hiperlasi (BPH)
2 Mengetahui tanda dan gejala diagnosa banding, komplikasi, penatalaksanaan dari
3 Mengetahui pemeriksaan penunjang, asuhan keperawatan dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan dari Benigna Prostat Hiperlasi
(BPH).
4. Manfaat
2. Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan informasi secara singkat tentang Tinjauan kepustakaan
3. Bagi Pendidikan
Menambah referensi dan sumber bacaan secara singkat tentang BPH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria tua lebih dari 50 tahun) menyebabkan derajat obstruksi uretral dan pembatasan
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia
dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun.
2. Etiologi
Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperlasia prostat, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperlasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo,
2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
(RogerKirby, 1994 : 38 ).
Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki
Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, caftan prostat ini
memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dan vas deferens.
a. Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besot, letaknya di bawah kandung kemih. Normal
4. Patofisiologi
Menurut Syamsul Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan
ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat
menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan
kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke
dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan
hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika
obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid,
berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air,
natrium. dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage
kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis
setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekro urin dan beban solute lainnya
meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan
cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif
tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi
perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi
dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi lebih tebal dan penonjolan
serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balik yang tampai
(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
1) Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
6) Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7) Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi
Pada grade 4
18) Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19) Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena
20) Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40-41 C.
21) Selanjutnya penderita bisa koma.
Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi destrusor,
elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan
faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan syaraf (kandung
kemih neurologik) misalnya: Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher
vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran
prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau struktur urethra.
7. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
e. Impotensi
f. Epididimitis
i. Hydronefrosis
j. Hydroureter
a. Konservatif
b. Operatif
Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1-4.
a. Derajat I
Dilakukan pengobatan konservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin
b. Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka
d. Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk
a. Konservatif
Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau
1. Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi
sekunder dengan pemberian antibiotika
b. Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu
pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran
diangkat melalui 4 cara yaitu : (1) transuretliral (2) suprapubic (3) retropubic dan (4) perineal.
1. Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra.
Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan
tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu dimasukkan ke dalam
urethra. Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat
untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas ditempatkan pada
bawah paha. Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan
di tutup dengan cauter. Setelah TURP dipasang catheter Foley tiga saluran yang dilengkapi balon
30 ml. Setelah balon catheter dikembangkan, catheter ditarik ke bawah sehingga balon berada
pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar dipasang untuk
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologis atau larutan
lain yang dipakai oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung
kemih dari bekuan darah yang menyumbat aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan
dihentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan da kandung kemih. Kemudian catheter bisa
dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter diangkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi.
Setelah catheter di angkat pasien hams mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.
2. Suprapubic Prostatectomy.
Metode operasi terbuka, resekesi supra pubic kelenjar prostat diangkat dan urethra lewat
kandung kemih.
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak
alum teraba adanya massa pada dinding depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum
terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari sedang apabila batas atasnya sudah
Dapat dilakukan dan supra pubic atau Tran rectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS).
Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat.
e. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus
sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
sering disebut IVP (Intra Venous Pyclografi) dan BNO (Beach Nier Oversich). Pada
pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar
kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/ pancing
gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dan muara ureter
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan
mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah
pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic
I. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Umum
3. Riwayat MRS
Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah berkemih dan mulai mengedan.
- Konstipasi.
frekuensi.
e. Keamanan : demam
f. Seksualitas :
- Inkontinensia.
g. Pengetahuan :
III. Diagnostik
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH :
e. coli.
d. IVP menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran
- Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien pre operasi sebagai
berikut :
bedah/malignasi.
5. resiko tinggi disfungsi seksual b/d sumbatan saluran ejakulasi hilangnya fungsi tubuh.
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedoma, trauma,
2. Jika terjadi kekurangan volume cairan berhuhungan dengaa area bedah vaskuIer
3. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasive : alat selama pembedahan,
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih :
reflek spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dan balon kandung kemih.
5. Reiko terjadi disfungsi seksaal berhubungan dengan situasi karisis (inkontinensia,
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostat Tanda : frekuensi, keragu-
residu, urine.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat berkemih dengan
jumlah cukup.
Kriteria hasil :
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba distensi kandung kemih,
menunjukkan residu paaska berkemih kurang dan 50 ml, dengan tidak adanya
tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
a. Dorong klien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ untuk mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
Keluhan nyeri pada kandung kemih, penyempitan tokus, perubahan fokus otot, meringis,
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan :
Setelah diakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
Kriteria hasil :
Secara verbal pasien mengunkapkan nyeri berkurang atau hilang. Pasien dapat beristirahat
dengan tenang.
Intervensi :
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang
nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut peningkatan
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien tampak lebih rileks.
Kriteria hasil :
Intervensi :
b. Berikan info tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi.
R/ agar pasien mampu mengungkapkan perasaanya dan keluarga mengerti tentang
e. Berikan penguatan info kepada klien tentang info yang telah diberikan sebelumnya.
5. Resiko tinggi disfungsi berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya.
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungapkan perasaannya yang berhuhungan dengan perubahannya.
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
R/ agar pasien dapat mengerti tentang penjelasan yang perawat berikan.
Post Operasi
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal bekuan darah, coedema
- Urgensi.
- Dysuria.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam eliminasi urine lancar.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. Kaji keluaran urine dan sistem catheter/drainase. khususnya selama irigasi kandung
kemih.
R/ Retensi dapat terjadi karena edema area bedah bekuan darah dan spasme
b. Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
R/ Catheter biasanya dilepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut
menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
c. Dorong klien untuk berkemiih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dan 2-4 jam
R/ Berkemiih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap
4 jam (bile ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang
kandung kemih.
R/ Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dan 50 ml menunjukkan
f. Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca
operasi dini.
R/ Mencuci kandung kemih dan bekuan darah dan untuk mempertahankan potensi catheter/aliran
urine.
2. Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhuhungan dengan area bedab vaskuler :
- Pusing.
- Puasa.
Tujuan :
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil :
- Tanda-tanda vital normal (TD : 130/90 mmHg, T : 36,5-37,5oC,
Intervensi :
darah.
R/ Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih,
awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
bradikardi, mual/ muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah
merah)
3. Resiko infeksi berhuhungan dengan prosedur pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih
Tujuan :
dengan kriteria :
Intervensi :
R/ Menghindari refleks batik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung
kemih.
R/ Klien yang mengalami TUR/beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan
instrumentasi.
d. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
4. Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih: refleks
spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dan baton kandung kemih,
ditandai dengan:
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
R/ Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam
memberikan tindakan.
R/ Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/ kandung
kemih.
R/ Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/ adekuat, sehingga nyeri
berkurang.
d. Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
penyembuhan.
memberikan/menurunkan spasme dan nyeri golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor
5. Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi his (inkontinensia, kebocoran urine
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
Intervensi :
R/ Impotensi fisiologis : terjadi bila syaraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal
pada pendekatan lain. aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 - 8 minggu.
R/ Syaraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur
yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
- Gelisah
Tujuan :
Intervensi
R/ Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan
tindakan selanjutnya.
c. Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R/ Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk
penyembuhan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar
prostate membesar, memanjang ke depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydrouretes. Etiologi BPH belum diketahui
secara pasti. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH sebagai berikut: retensi
urine, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing bertambah terutama
malam hari dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang dilakukan seperti pengobatan
2. Saran
- Setelah pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat dan
Esentia Medica.
http://david-penkaj
Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
agusmaulidar.am@gmail.com
inShare
Related Posts :
MAKALAH KONSEP DASAR SISTEM PENGLIHATAN , PENGKAJIAN
SISTEM PENGLIHATAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KATARAKS- AGUS
MAULIDAR KONSEP DASAR SISTEM PENGLIHATAN , PENGKAJIAN SISTEM
PENGLIHATAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KATARAKS Anatomi dan
Fisiologi Sistem Penglih… Read More...
nursing camp ILMIKI wialayah 1 Aceh, sumut, sumbar, riau … Read More...
Popular Posts
Askep BPH
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kelenjar prostate pada laki-laki letaknya
berada di belakang sphincter penutup uretra. Prostat...
askep laringitis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringitis adalah peradangan pada laring
yang terjadi karena banyak sebab. Inflamasi lari...
Askep BPH
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kelenjar prostate pada laki-laki letaknya
berada di belakang sphincter penutup uretra. Prostat...
Mengenai Saya
Agus Maulidar
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2016 (9)
o ► Oktober (4)
o ▼ September (5)
PERDARAHAN SALURAN MAKAN BAGIAN ATAS (PSMBA) -
Agu...
MAKALAH KONSEP DASAR SISTEM PENGLIHATAN , PENGKAJ...
makalah tbc - agus maulidar
Askep BPH
makalah konsep sistem penglihatan
Labels
makalah keperawatan
vidio keperawatan