Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Mikrooganisme
Mikroorganisme adalah jasad mikro yang tidak dapat terlihat oleh mata, karena
ukurannya yang sangat kecil, bahkan beberapa jenis diantaranya hanya terdiri dari satu
sel. Contohnya bakteri, hanya dapat diamati sosoknya jika menggunakan alat tertentu,
seperti mikroskop dengan perbesaran hingga seribu kali. Virus lebih kecil lagi dan
hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Walaupun tidak terlihat, kehadiran
mikroorganisme dapat dirasakan, seperti terjadinya penyakit influensa manusia atau
buah yang membusuk (Novizan 2002).
Beberapa jenis mikroba juga dapat hidup sebagai parasit dengan cara
menumpang pada makhluk hidup yang lain dan mengambil makanan dari tubuh
makhluk hidup (inang) yang ditumpanginya. Mikroorganisme yang hidup sebagai
parasit ini lama kelamaan akan membuat inangnya sakit, bahkan bisa mati.
Mikrooganisme penyebab penyakit ini sering disebut sebagai mikroorganisme
patogenik. Makhluk hidup yang menjadi inang, bukan hanya manusia, hewan, dan
tumbuhan, melainkan penyakit serangga pengganggu tanaman. Mikroba yang
menyebabkan penyakit serangga ini dapat dipakai untuk mengendalikan serangga
pengganggu tanaman (Novizan 2002).
Beberapa jenis mikroorganisme, sebaliknya mampu menghasilkan antibiotik
yang dapat membunuh mikroorgansime patogenik dan menyembuhkan penyakit.
Mikroorganisme jenis ini dapat pula dijadikan alat untuk mengendalikan penyakit
tanaman akibat bakteri atau jamur patogenik dan menyembuhkan penyakit. Setiap
jenis mikroorganisme akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan sarana
tumbuh. Karena itu, setiap jenis mikroba dilengkapi alat pertahanan yang mampu
menghambat perkembangan mikroba pesaing (Novizan 2002).

II.1.2 Metode Inokulasi Bakteri


Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi biakan murni
mikroorganisme yaitu:
1. Pour Plate Method
Metode agar tuang, dilakukan dengan mencampurkan sampel pada media
padat yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme, dan kemudian menginkubasi
pelat sehingga setiap sel bakteri dapat membelah dan membentuk koloni. Dengan
demikian, jumlah koloni yang tumbuh dapat dihitung. Pada metode agar tuang,
inokulum mikroorganisme dicampur dengan agar cair (suhu 45°-50°C) sehingga
bakteri tercampur relatifmerata pada media padat. Meskipun demikian, tidak semua
bakteri dapat hidup pada temperatur 45°C, hal ini menunjukkan kelemahan prosedur
ini (Harmita, 2008).

II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar II.1 Pour Plate

2. Spread Plate Method


Teknik atau cara ini, sesuai dengan namanya, adalah teknik dengan
menyebarkan sampel (yang telah diencerkan) di atas permukaan pelat agar dalam
cawan petri. Umumnya antara 0,1 ml dan 1 ml sampel disebarkan di permukaan media
padat dengan menggunakan tangkai gelas steril (batang pengaduk). Cawan kemudian
diinkubasi dan jumlah koloni yang tumbuh dihitung (Harmita, 2008).

Gambar II.2 Spread Plate


3. Streak Plate Method
Cara streak plate paling sering digunakan untuk memisahkan bakteri dari
permukaan agar untuk memperoleh koloni terisolasi, sebab metode ini paling mudah
dan cepat. Metode tersebut dilakukan dengan cara menggoreskan jarum ose ke atas
suspensi koloni dan memindahkan goresan medium agar dengan pola tertentu, maka
akan diperoleh pertumbuhan koloni yang baru sesuai pola goresan (Susilowirno, 2007).

Gambar II.3 Streak Plate

II.1.3 Counting Chamber


Cara perhitungan mikroorganisme secara langsung menggunakan ruang
penghitung (direct counts using counting chamber) relatif mudah, tetapi tidak dapat
membedakan antara sel yang hidup dengan sel yang telah mati. Sampel disebarkan
atau diteteskan pada alat (alat berupa lempengan kaca kecil yang berisi kasa-kasa).
Alat yang biasa dipakai adalah kamar hitung model Petroff-Hauser dan Levy. Cara
langsung ini digunakan di bidang mikrobiologi makanan untuk mengetahui adanya
pencemaran mikroorganisme, dan juga sering digunakan untuk menghitung jumlah sel
darah dalam hematologi (Harmita,2008).

Laboratorium Teknologi Makanan


Program Studi D3–Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar II.4 Hemasitometer


Jumlah seluruh sel dalam larutan contoh dapat dihitung secara cepat dan
langsung dengan menghitung jumlah sel yang terlihat di bawah mikroskop. Ada dua
prosedur yaitu:
1. Prosedur yang paling sederhana ialah menghitung secara mikroskopis masing-
masing sel di dalam suspensi contoh dengan volume yang sangat sedikit dan telah
diukur dengan teliti. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan kaca slide
khusus yang dikenal sebagai kotak penghitung (counting chamber). Kaca slide ini
terdiri dari kotak-kotak kecil dengan ukuran tertentu dan luas tertentu dan dibentuk
sedemikian rupa sehingga suatu larutan tipis yang diketahui tebaknya dapat
dilakukan di antara kaca slide ini dengan gelas penutupnya. Dengan demikian,
volume cairan yang berada di tiap-tiap kotak dapat diketahui secara pasti. Oleh
karena volume ini diketahui dan jumlah sel/ml larutan asal dapat diketahui.
2. Cara lain untuk menghitung jumlah sel total secara mikroskopis adalah dengan
menggunakaan larutan susupensi yang telah diwarnai.
(Purnomo, 1985)
Suatu luas permukaan tertentu dari kaca slide, 10 mm x 10 mm diberi tanda
dengan pena, sejumlah larutan contoh tertentu misalnya 0,01 ml dipindahkan ke kaca
slide tersebut, kemudian diratakan secara hati-hati agar menutupi seluruh luas
permukaan yang telah diberi tanda. Selanjutnya kaca slide difiksasi dengan panas dan
diwarnai dengan menggunakan zat warna yang tepat. Dengan menggunakan minyak
imersi objektif atau lensa objektif lain untuk sel-sel berukuran besar, luas permukaan
dari ruang pandang mikroskop dikalibrasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
kaca slide khusus, diukur, dan dikalibrasi dengan skala linier (Purnomo, 1985).

Gambar II.5 Ruang Hitung

Laboratorium Teknologi Makanan


Program Studi D3–Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Diameter dari ruang pandang mikroskop kemudian diukur dan berdasarkan hal
ini luas dari ruang pandang dihitung. Dengan menggunakan ilmu hitung pembagian
yang sederhana, jumlah dari ruang pandang di bawah mikroskop per luas
permukaan yang dilapisi (x) dapat dihitung. Selanjutnya lensa objektif difokuskan
di permukaan yang telah diwarnai dan jumlah rata-rata per ruang pandang
mikroskop dihitung (y). Dengan mengalikan x dengan y akan diperoleh jumlah sel
keseluruhan pada setiap permukaan slide yang diwarnai dan dengan demikian
berarti juga dalam volume larutan contoh yang digunakan (Purnomo, 1985).
Kekurangan dari perhitungan sel total dengan mikroskop adalah:
1. Sel-sel yang mati tidak dapat dibedakan dengan sel-sel hidup.
2. Sel-sel ukuran kecil sangat sulit untuk dilihat dan mungkin terlompati dalam
menghitung sehingga memberi perhitungan di bawah jumlah yang sebenarnya.
3. Kurang peka karena suspensi contoh harus paling sedikit mengandung 106 sel/ml
sebelum setiap sel dapat dilihat dalam satu ruang pandang mikroskop yang berarti
bahwa larutan yang berisi kurang dari 106 sel/ml tidak dapat dihitung.
4. Ketepatan yang tinggi sukar diperoleh.
5. Pemerikasaan mikroskopis yang terus-menerus menjemukan.
6. Suspensi contoh harus bebas dari zat-zat partikulat lain karena hal ini dapat
menutupi sel pada saat dihitung.
(Purnomo, 1985)
Oleh karena itu dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, maka bahan
pangan homogenat tidak dapat dianalisa dengan mikroskop, walaupun bahan pangan
berbentuk cairan mungkin dapat dianalisa dengan cara ini (Purnomo, 1985).

II.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perhitungan Sel-Sel Hidup


Menurut Purnomo (1985) pemilihan pelarut yang dipakai untuk meyiapkan
bahan pangan homogenat kemudian untuk persiapan pengenceran secukupnya untuk
menghitung akan sangat berpengaruh pada hasil akhir. Beberapa studi terdahulu
maupun akhir-akhir ini menggunakan air steril, air garam steril dan buffer fosfat steril
sebagai pelarut. Penelitian yang dilakukan sejak dua puluh tahun terakhir menujukkan
bahwa dengan produk pangan, jumlah sel yang lebih rendah umumnya akan diperoleh
apabila menggunakan palarut-pelarut tersebut dibandingkan dengan pelarut 0,1%
pepton. Oleh karena itu, akan diperoleh hasil yang lebih rendah dari jumlah mikroba
yang sebenarnya. Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti, beberapa bakteri
dapat mudah mengalami kerusakan apabila dilarutkan dalam air dan larutan air garam.
Seperti pepton nyatanya, mempunyai daya pelindung terhadap kerusakan tersebut di
atas. Akan tetapi, penggunaan larutan bergizi dengan konsentrasi lebih tinggi seperti
1% pepton tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pertumbuhan
mikroorganisme dalam pelarut sebelum dihitung. Konsentrasi pepton 0,1% memberi
hasil yang cukup memuaskan sebagai pelarut bagi kebanyakan bahan pangan dan oleh
karena itu secara umum dianjurkan untuk dipergunakan.
Beberapa kerugian dari perhitungan sel yang hidup adalah:
1. Kemungkinan terjadinya sutau koloni dari lebih satu sel seperti pada organisme
yang berbentuk pasangan, rantai, atau kelompok-kelompok sel. Hal tersebut dapat
memperkecil perhitungan jumlah sel sebenarnya.

Laboratorium Teknologi Makanan


Program Studi D3–Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Kemungkinan adanya berbagai tipe sel dalam contoh yang tidak mau tumbuh dalam
media agar yang digunakan atau yang berada di dalam suhu, pH, tekanan oksigen
dari inkubasi yang dilakukan.
3. Koloni dari beberapa mikroorganisme terutama dari contoh bahan pangan, kadang-
kadang menyebar di permukaan media agar, sehingga menutupi pertumbuhan dan
perhitungan jenis mikroorganisme lainnya.
4. Suspensi sel, termasuk bahan pangan homogenat perlu pengenceran secara aseptik,
sehingga jumlah koloni yang terbentuk dalam satu cawan petri adalah di antara 30
dan 300. Jumlah koloni kurang dari 30 menghasilkan hitungan yang kurang teliti
secara statistik, sedang jumlah koloni lebih dari 300 akan memenuhi cawan dengan
menekan pertumbuhan koloni karena sifat bersaing dengan merintangi. Hasil yang
diperoleh harus menunggu selesainya inkubasi yang biasanya membutuhkan waktu
24 jam atau lebih.
(Purnomo, 1985)

II.1.5 Perhitungan Jumlah Bakteri


Cara yang paling umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah
perhitungan jumlah bakteri hidup. Dengan metode ini, pengenceran berseri dari sampel
yang mengandung mikroorganisme ditanam pada media pertumbuhan yang sesuai.
Suspensi dapat disebarkan pada permukaan pelat agar (spread plate method) atau
dicampurkan dengan agar cair, yang kemudian dituangkan kedalam cawan petri dan
dibiarkan memadat. Pelat agar tersebut kemudian diinkubasi apada kondisi yang
memungkinkan mikroorganisme bereproduksi dan membentuk koloni yang terlihat tanpa
bantuan mikroskop. Diasumsikan bahwa setiap koloni bakteri akan muncul dari 1 sel
bakteri. Oleh karena itu, dengan menghitung jumlah koloni dan memperhitungkan faktor
pengenceran, jumlah bakteri pada sampel asal dapat ditentukan (Harmita,2008)
Untuk perhitungan jumlah bakteri ini digunakan metode counting chamber menurut
(Diktat Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Institut Teknologi Sepuluh November, 2012).
Pertama-tama ambil 1 ml sampel. Kemudian melarutkannya dalam 10 ml aquades steril ke
dalam tabung reaksi dan diaduk hingga homogen, dilakukan hal yang sama sampai
pengenceran 100x. Ambil suspensi dari tabung 100x, kemudian letakkan di bawah
mikroskop yang dilanjutkan dengan menghitung jumlah sel yang terdapat pada kotak A,
B,C, D, dan E.

Laboratorium Teknologi Makanan


Program Studi D3–Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar II.6 Skema Cara Pengenceran Sampel


II.2 Ringkasan Jurnal

Microbial Population and Fermentation Characteristic in Response to Sapindus rarak


Mineral Block Supplementation
By:
S. Suharti, A. Kurniawati, D. A. Astuti, & E. Wina

The ruminants production in developing countries is limited by several factors,


such as: management, feed and animal health. Farmers usually feed their animals low
quality of forage that contains high lignocelluloses and cellulose, and is deficient in
nitrogen (Wina et al, 2005). There are several strategies to overcome this problem such
as by manipulating ruminal bacteria to modify rumen fermentation to enhance
efficiency of microbial protein synthesis by using defaunating agent.
The in vitro experiment was assigned in completely randomized block design
consisting of 3 treatments and 4 replications. A mixture of concentrate, grasses, and
mineral block was used as substrate (50:48:2) with three levels of lerak extract as
treatments, 0, 0.09%, and 0.18% from total ration. Preparation of Whole Lerak Fruit
Extract. Whole lerak fruits (including seed) bought from Central Java, Indonesia were
dried in the oven at 60oC until 90% dryer. After drying, the whole fruits were ground
immediately. Lerak meal was soaked overnight in methanol 100% (1 : 4). After the
particles, the extract was separated and the extraction was repeated with an equal
volume of fresh methanol. In Vitro Fermentation, The substrate (500 mg) was put into
a 100 ml fermentation tube and added by 40 ml of McDougall buffer and 10 ml of
rumen fluid. The McDougal buffer, per 6 liters containing NaHCO 3 (58,8 g),
Na2HPO4.7H2O (42 g), KCL (3,42 g), NaCl (2,82 g), MgSO 4.7H2O (0,72 g), CaCl2
(0,24 g) and H2O. At 4 h incubation, 1 ml aliquots was taken from each fermentation
tube for analysis of protozoal and bacterial population. The stained sample was kept at
room temperature and protozoal population were counted directly using Counting
chamber (0,1 mm) with microscope (40x). Protozoal population calculated using
formula:

Laboratorium Teknologi Makanan


Program Studi D3–Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

There were no significant effects of lerak extracts supplementation on different


protozoal and bacterial numbers in the in vitro fermentation test. However, inclusion
of lerak extracts up to level 0.18% in the mineral block only slightly reduced
protozoal numbers, whereas bacterial numbers tended to increase. The inhibitory eff
ect of these extract on protozoa could be due to their saponin content. Decreased
protozoal counts with supplementation of saponins rich extract (Kamra et al, 2000).
Saponins possibly bind with sterol of cell membrane of protozoa and change the
permeability of cell membrane. Whole lerak fruit (including seed) of methanol
extracted have been found to contain high saponin up to 81.5 (Suharti et al, 2009).
Addition of lerak extract up to 0.18% from total ration was not yet effective to depress
protozoal population, but could modify fermentation characteristic in vitro.

Laboratorium Teknologi Makanan


Program Studi D3–Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember II-7

Anda mungkin juga menyukai