Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah-buahan dan sayuran merupakan produk holtikultura yang
mempunyai sifat mudah rusak atau perishable karena mempunyai karakteristik
sebagai makhluk hidup (Will et al., 1982), dan tidak mempunyai kemampuan
untuk mempertahankan hidupnya. Komoditi ini masih melangsungkan reaksi
metabolisme meskipun sudah dipanen. Suatu proses penting yang masih terjadi
pada komoditi ini setelah panen adalah respirasi dan produksi etilen.
Respirasi merupakan sutau proses yang umum terjadi pada semua
makhluk hidup termasuk buah dan sayuran. Menurut Tranggono (1990), pada
buah-buahan proses respirasi ini tidak hanya terjadi pada waktu buah masih
berada di pohon, akan tetapi setelah dipanen buah-buahan juga masih
melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan
terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta
energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi
lainnya yang terjadi di dalam jaringan.
Produk holtikultura terdiri dari klimaterik dan non klimaterik. Komoditi
klimakterik akan mengalami peningkatan CO2 yang mendadak selama
pematangan, sedangkan komoditi non-klimakterik tidak terjadi lonjakan respirasi
maupun etilen setelah dipanen (Suhardiman, 1997). Etilen merupakan suatu
hormon tumbuh yang berperan pada proses pematangan pada buah klimaterik
(Dasuki, 2012).
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal
(faktor lingkungan) dan faktor internal. Menurut Kays (1991), yang termasuk
faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya kerusakan
mekanik. ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang dapat mempercepat laju
respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis komoditi (klimaterik atau
non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya, akan menentukan pola
respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-buahan dan sayuran.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menentukan laju respirasi dan
pola respirasi buah-buahan dan sayuran (klimaterik dan non klimaterik) pada suhu
ruang, suhu dingin, pengaruh penambahan etilen dan pengaruh terhadap
memar/luka.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Buah adalah bagian tanaman yang mengandung biji. Buah umumnya
dikonsumsi sebagai pencuci mulut karena rasanya yang manis atau sengaja diberi
tambahan gula dan aromanya yang harum serta sangat khas. Buah pada dasarnya
berkembang dari bagian-bagian ovarium bunga. Bagian buah yang dapat dimakan
sebenarnya merupakan jaringan perikarp yang menebal (Tjahjadi, 2011).
Buah setelah pemanenan masih melakukan proses hidup. Respirasinya
menghasilkan CO2, uap air dan panas yang mempengaruhi kondisi penyimpanan,
pengemasan dan pendinginan yang diperlukan untuk mempertahankan
kualitasnya. Transpirasi berkelanjutan juga menghasilkan uap air sehingga
dibutuhkan pengemasan yang baik (Tjahjadi, 2011).
Menurut Winarno dan Aman (1981) laju respirasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Ketersediaan substrat
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan
respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat
yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat.
b. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya
pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies. Bahkan, pengaruh
oksigen berbeda antara organ satu dengan yang lain pada tumbuhan yang
sama.
c. Suhu
Umumnya, laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 100C. Namun, hal ini tergantung pada masing-masing spesies.
d. Tipe dan umur tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolism
sehingga kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-
masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi
dibandingkan tumbuhan yang tua.
Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks dalam sel, seperti
gula dan asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida
dan air, bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat
digunakan seluntuk reaksi sintesa (Rangkuti, 2010). Respirasi anaerob tidak
tersedia oksigen, sehingga dihasilkan senyawa selain karbondioksida, seperti
alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).
Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah respirasi yang
meliputi perombakan substrat yang lebih besar. Namun demikian, tidak selalu
aktivitas metabolic ini bersifat katabolik yang merugikan, melainkan bisa
menguntungkan seperti sintesa pigmen, enzim dan senyawa lain khususnya
perubahan-perubahan yang terjadi selama pemasakan (Rangkuti, 2010 dari
Winarno, 1993).
Selama penyimpanan, hasil pertanian masih melakukan respirasi yakni
proses penguraian zat pati atau gula dengan mengambil oksigen dan
menghasilkan karbondioksida, air serta energi yang diekspresikan dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :

Laju respirasi menentukan daya simpan buah sesudahpanen. Laju respirasi tinggi,
maka umur simpan sayur/buah menjadi pendek. Perbedaan laju respirasi setiap
buah dan sayur disebabkan oleh adanya perbedaan dalam fungsi botanis dari
jaringan buah tersebut. Laju respirasi tergantung pada konsentrasi CO 2dan O2
yang ada dalam udara (Pantastico, 1986). Aktivitas respirasi dengan
menggunakan oksigen semakin aktif.
Berdasarkan aktivitas respirasi tersebut, sifat hasil tanaman
diklasifikasikan menjadi dua, yang bersifat klimaterik dan non-klimaterik. Buah
klimakterik adalah buah yang mengalami lonjakan respirasi dan produksi etilen
setelah dipanen. Buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami
lonjakan respirasi maupun etilen setelah dipanen (Suhardiman, 1997).
Buah klimaterik adalahbuah yang banyak mengandung amilum. Buah
klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan
selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada
buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian
perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut
ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Kartasapoetra, 1989).
Buah non klimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit.
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak
memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-
buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-
kira sama dengan kadar bila terekspose etilen ruangan, kalau ada tingkatan laju
pernafasan hanya kecil saja (Kartasapoetra, 1989).
2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi
Peningkatan suhu antara 0°C – 35°C akan meningkatkan laju respirasi
buah-buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk bahwa baik proses biologi
maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan
merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi
buah dan sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan
respirasi oleh suhutersebut (Safaryanidkk, 2007 dari Pantastico, l997).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 80°C, kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat
memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena
keaktifan respirasi menurun (Safaryani dkk, 2007 dari Winarno dkk, l982).
2.2 Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi
Buah klimaterik mengalami kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen
selama proses pematangan. Buah non-klimaterik, proses pematangan tidak
berkaitan dengan kenaikan respires dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara
buah klimaterik dan non-klimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buahk
limaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun pembentukan
etilen, sedangkan pada buah non klimaterik hanya terdapat perlakuan yang akan
menstimulir proses respirasi saja.
Aplikasi C2H4 (Ethylene) berpengaruh pada buah-buahan klimakterik,
makin besar konsentrasi C2H4 sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi
respirasinya. Ethylene bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik,
sedangkan penggunaan C2H4 pada tahap post klimakerik tidak merubah laju
respirasi. Respon buah-buahan non-klimakterik terhadap penambahan ethylene
baik pada buah pra panen maupun pasca panen rendah, karena produksi ethylene
pada buah non-klimakterik hanya sedikit. Buah-buahan non klimakterik akan
mengalami klimakterik setelah ditambahkan etilen dalam jumlah yang besar
(Winarno, 2002). Etilen merangsang pemasakan pada sayur dan buah klimakerik
(Tongdee, 1992).
2.3 Pengaruh Luka Memar Terdahap Laju Reaksi
Memar merupakan gejala kerusakan buah akibat getaran dan guncangan
yang dialami buah selama transportasi. Memar juga disebabkan gesekan antar
buah maupun gesekan buah dengan dinding kemasan yang berlangsung selama
proses transportasi. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan sehingga
buah menjadi tidak layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringan daging
buah telah rusak sehingga mutu buah menurun. (Wiyana, 2007). Memar pada
buahan merupakan problema kualitas utama, yang disebabkan antara lain karena
adanya benturan, tekanan selama pemanenan, dan selama penanganan setelah
panen (Opara, 2007). Besarnya kerusakan akibat benturan maupun tekanan dapat
dinyatakan sebagai memar eksternal (diameter, luasan) atau memar internal
(kedalaman dan volume) (Schoorl, dan Holt, 1982). Luka atau memar yang terjadi
pada buah-buahan akan meningkatkan sintesa etilen. Secara tidak langsung akan
meningkatkan kecepatan respirasi. Hal ini dikarenakan etilen dapat menstimulir
reaksi enzimatis dalam buah-buahan. (Kader, 1992).
III. METODOLOGI
3.1. Alat
 Aerator
 Baskom
 Botolbesartempatbuah
 Botolkecilsebanyak 4 buah
 Buret
 Erlenmeyer 250 mL
 Klem
 Lilin
 Statif
 Termometer
3.2. Bahan
 Apel
 Esbatu
 Indikator PP 1%
 Jeruk
 Karbit
 Larutan Ca(OH)2jenuh
 LarutanHCl 0,05 N
 LarutanNaOH 0,05 N
 Mentimun
 Tomat
3.3. Metode
3.3.1. Respirasi
1. Dipasang peralatan seperti pada Gambar 1.
2. Ditempatkan buah-buahan dalam botol besar/ desikator. Untuk
pengukuran blanko, maka botol besar/ desikator kosong atau
tidak diisi buah-buahan.
3. Dihidupkan aerator selama 1 jam. Perhatikan bahwa semua
wadah harus benar-benar tertutup.
4. Setelah 1 jam, dilakukan titrasi pada larutan NaOH 0,05 N
dengan HCl 0,05 N dan indikator phenolftalein (PP) 1%.
5. Ditentukan laju respirasi dengan cara sebagai berikut:

6. Dilakukan pengamatan selama 6 hari. Pengamatan dilakukan


dengan interval waktu yang sama.
7. Dibuat grafik antara laju respirasi dengan waktu 6 hari dan
bedakan grafik klimaterik dan non klimaterik. Dilakukan juga
pengamatan secara organoleptik.
3.3.2. Respirasi Suhu Dingin
1. Dipasang peralatan seperti pada Gambar 1.
2. Ditempatkan buah-buahan yang telah disimpan dalam cold
storage bersuhu 10oC dalam botolbesar/ desikator. Untuk
pengukuran blanko, maka botol besar/ desikator kosong atau
tidak diisi buah-buahan. Dan bawah botol besar tersebut diberi
es dengan air untuk menjaga suhu agar tetap dingin.
3. Dihidupkan aerator selama 1 jam. Perhatikan bahwa semua
wadah harus benar-benar tertutup.
4. Setelah 1 jam, dilakukan titrasi pada larutan NaOH 0,05 N
dengan HCl 0,05 N dan indikator phenolftalein (PP) 1%.
5. Ditentukan laju respirasi dengan cara sebagai berikut:

6. Dilakukan pengamatan selama 6 hari. Pengamatan dilakukan


dengan interval waktu yang sama.
7. Dibuat grafik antara laju respirasi dengan waktu 6 hari dan
bedakan grafik klimaterik dan non klimaterik. Dilakukan juga
pengamatan secara organoleptik.
3.2.3 Respirasi dengan Karbit
1. Dipasang peralatan seperti pada Gambar 1.
2. Ditempatkan buah-buahan dalam botolbesar/ desikator. Untuk
pengukuran blanko, maka botolbesar/ desikator kosong atau tidak
diisi buah-buahan.
3. Diukur suhu ruang desikator tersebut.
4. Diletakkan karbit yang dibungkus dengan kain dekat dengan buah.
5. Dihidupkan aerator selama 1 jam. Perhatikan bahwa semua wadah
harus benar-benar tertutup.
6. Setelah 1 jam, dilakukan titrasi pada larutan NaOH 0,05 N dengan
HCl 0,05 N dan indikator phenolftalein (PP) 1%.
7. Ditentukan laju respirasi dengan cara sebagai berikut:

8. Dilakukan pengamatan selama 6 hari. Pengamatan dilakukan


dengan interval waktu yang sama.
9. Dibuat grafik antara laju respirasi dengan waktu 6 hari dan
bedakan grafik klimaterik dan non klimaterik. Dilakukan juga
pengamatan secara organoleptik.
3.2.4 Repirasi dengan Luka Memar
1. Dipasang peralatan seperti pada Gambar 1.
2. Ditempatkan buah-buahan dalam botolbesar/ desikator. Untuk
pengukuran blanko, maka botolbesar/ desikator kosong atau tidak
diisi buah-buahan.
3. Diukur suhu ruang desikator.
4. Dihidupkan aerator selama 1 jam. Perhatikan bahwa semua wadah
harus benar-benar tertutup.
5. Setelah 1 jam, dilakukan titrasi pada larutan NaOH 0,05 N dengan
HCl 0,05 N dan indikator phenolftalein (PP) 1%.
6. Ditentukan laju respirasi dengan cara sebagai berikut:
7. Dilakukan pengamatan selama 6 hari. Pengamatan dilakukan
dengan interval waktu yang sama.
8. Dibuat grafik antara laju respirasi dengan waktu 6 hari dan
bedakan grafik klimaterik dan non klimaterik. Dilakukan juga
pengamatan secara organoleptik.

DAFTAR PUSTAKA
Dasuki. 2012. Pengaruh Derajat Ketuaan Buah Mangga terhadap Mutu Buah
Matang. Jurnal Holtikultura, 2 (4): 52-58.
Holt, J.E. and D. Schoorl, 1982. Mechanics of Failure in Fruits and Vegetables.
J. Texture Studies Vol. 13: 83-97.
Kader, A. A. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops.
University of California, Davies.
Kartasapoetra, W. A. G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta.
Kays, SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perisable Plant Products. AVI
Publishers. New York.
Loveless A.R.1987. Prinsip-prinsip Fisiologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik.
Gramedia, Jakarta.
Pantastico, B. ER. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Terjemahan oleh Kamariyani, Ir.
Prof. 1989. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pantastico, ER.B. 1997. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah
Kamariyani. UGM-Press, Yogyakarta.
Suhardiman. 1997. Penanganan dan Pengolahan Buah Pasca Panen. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Tjahjadi, C., et al. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Wills Rhh, Lee TH, graham D, Mcglasso,WB& Hall EG. 1981. Postharvest. New
South Wales University Press Limited, Kensington Australia.
Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Huday. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
WiyanaLSR. 2007. Perancangan Kemasan Transportasi Buah Salak (Salacca
edulis) Berbahan Baku Pelepah Salak [tesis]. Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai