SKRIPSI
Oleh :
YOLANDA M.TITAWAEL
111.070.051
Oleh:
Yolanda M. Titawael
111 070 051
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi
UPN “Veteran” Yogyakarta,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah “Geologi Dan Potensi Sumberdaya Nikel Pada
Batuan Ultrabasa, Daerah Hukurila Dan Sekitarnya, Kecamatan Leitimur
Selatan, Provinsi Maluku “.
Penulis sangat berterima kasih pada dosen pembimbing 1,
Prof.Dr.Ir.C.Danisworo, M.Sc dan pembimbing 2 Ir.H. Achmad Rodhi,M.T, yang telah
memberikan waktu,ilmu, motivasi dan bimbingan serta petunjuk yang penulis perlukan
dalam penulisan laporan tugas akhir ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir.H. Sugeng
Raharjo,M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan pemetaan dalam bentuk skripsi di Pulau Ambon.
Ucapan terima kasih juga, penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta
atas motivasi, biaya, semangat yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih atas bantuan bapak Kepala Dinas ESDM, Provinsi Maluku, Ir Abraham
Tomasoa, penulis dapat melaksanakan pemetaan di Ambon.
Kepada seluruh staf geologist Dinas ESDM, Provinsi Maluku, tak lupa penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas bimbingan, bantuan, dan dukungannya selama
pelaksanaan pemetaan di Ambon. Kedua adik penulis, Jennet Flowrensa Titawael,
Grace Vebiola Titawael dan keluarga besar Titawael, yang sangat banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan ini, terima kasih banyak atas semua dukungan
dan motivasi.
Terima kasih kepada Bang Memet, Mas Rion, dan Kak Steanly, atas semua
masukan, dukungan, bantuan, waktu, dan ilmunya yang sudah diberikan kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Heri, Lia Rande,
Fransisca Vinda Dinata, Hilda Nindiyah, Freedy Prima Iriano, Jaqualine Olivia Tanati,
Tiolina Hutagalung, Novithalia Wijayanti, Dian Candra Dewi, Agnes Mei Sita, Yenni
Eva Oktri, Dyah Ayu Anitasari, Niko, Wisnu, Pulung, Nono, Pangea 2007, dan semua
pihak yang tak dapat penulis sampaikan satu-satu, terima kasih atas semua dukungan,
motivasi, bantuan, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yolanda M. Titawael
ABSTRACT
Administratively, the location of the survey is included in the Village area Hukurila,
South Leitimur District, the city of Ambon. Geographically located between 127 ° 28 '51.2"
East Longitude - 128 ° 46' 11.2" east longitude and 2 ° 49 '51.5 "south latitude - 3 ° 33' 39.8"
South latitude. The research area is divided into five geomorphic units are: the plains, karst
topography, hills, mountains, and volcanic systems.
The research area is composed by several rock units from old to young is: the
ultramafic rock units, granite, sandstone Kanikeh, volcanic breccia rock, units of coral
limestone, and alluvial deposits. Geological structures that develop in the region is robust and
fault. Fault structures that develop are : Right Slip Normal Fault.
To determine levels of Ni in this area, the authors took samples from drill results by
using a hand auger at limonit zone and tested using by AAS method. Ni content of the test
results with AAS method, obtained the following results: LP 38A 0.50% Ni, LP 38B levels
of 0.32% Ni, LP 38C content of 0.31% Ni, LP 37 Ni 0.081%, LP 36 Ni content of 0.70%, LP
35 levels of Ni 0.34%, LP 34 levels of Ni 0.63%, LP 31 levels of Ni 0.18%, LP 22 levels of
Ni 0.23%, LP 20 levels of Ni 0.32 %. And it can be concluded that the levels of Ni in the
region telitian greatly influenced by the thickness of the zone limonitnya. The thicker
limonitnya zone, the greater its Ni content.
Sari
Secara administratif lokasi survei termasuk dalam wilayah Desa Hukurila,
Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon. Secara geografis terletak diantara 127° 28’
51,2” Bujur Timur - 128° 46’ 11,2” Bujur Timur dan 2° 49’ 51,5” Lintang Selatan - 3°
33’ 39,8” Lintang Selatan. Daerah telitian dibagi dalam lima satuan geomorfik ialah :
dataran, karst topografi, perbukitan, pegunungan, dan sistem vulkanik.
Daerah telitian tersusun oleh beberapa satuan batuan dari tua ke muda adalah:
yaitu satuan batuan ultrabasa, satuan batuan granit, satuan batupasir Kanikeh, satuan
batuan breksi vulkanik, satuan batugamping terumbu, dan endapan alluvial. Struktur
geologi yang berkembang pada daerah telitian adalah kekar dan sesar turun. Struktur
sesar yang berkembang adalah: Right Normal Slip Fault.
Untuk mengetahui kadar Ni dari daerah telitian, penulis mengambil conto dari
hasil bor dengan menggunakan hand auger pada zona limonitnya dan diuji dengan
menggunakan metode AAS. Dari hasil pengujian kadar Ni dengan metode AAS,
didapatkan hasil sebagai berikut : LP 38A kadar Ni 0,50%, LP 38B kadar Ni 0,32%, LP
38C kadar Ni 0,31%, LP 37 kadar Ni 0,081%, LP 36 kadar Ni 0,70%, LP 35 kadar Ni
0,34%, LP 34 kadar Ni 0,63%, LP 31 kadar Ni 0,18%, LP 22 kadar Ni 0,23%, LP 20
kadar Ni 0,32%. Dan dapat disimpulkan bahwa kadar Ni pada daerah telitian sangat
dipengaruhi oleh ketebalan dari zona limonitnya. Semakin tebal zona limonitnya,
semakin besar juga kadar Ni-nya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
UCAPAN TERIMA KASIH i
SARI iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR FOTO vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
BAB I. PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Rumusan Masalah 1
I.3. Maksud dan Tujuan 2
I.4. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3
I.5. Hasil Penelitian 4
I.6. Manfaat Penelitian 4
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN DAN DASAR TEORI 5
II.1. Metode Penelitian 5
II.2. Pengumpulan Data 9
II.3. Bahan dan Alat 10
II.4. Peneliti Terdahulu 11
II.5. Dasar Teori 13
BAB III. TINJAUAN UMUM 19
III.1. Geologi Regional Kepulauan Maluku 19
III.2. Batuan Vulkanik 27
III.3. Komposisi Mineral Penyusun Batuan Beku 29
III.4. Seri Batuan Beku 32
III.5. Magmatisme Busur Kepulauan 33
LAMPIRAN 102
DAFTAR FOTO
PENDAHULUAN
Dari segi geologi regional, hal tersebut akan memberikan implikasi terhadap
hipotesa tektonik Pulau Ambon yang merupakan bagian dari busur Kepulauan Banda (
Banda arc ) yang membentang dari wilayah Nusa Tenggara sampai ke Maluku,
terutama busur kegununganapian ( Volcanic arc ).
Secara umum permasalahan geologi yang akan dibahas adalah kondisi geologi
daerah telitian dengan cara memetakan daerah telitian secara detil dan lebih terperinci,
karena selama ini informasi yang digunakan adalah informasi yang sifatnya regional.
2. Menghimpun data satuan batuan pada daerah telitian, dengan mengambil sample
batuan serta data struktur pada daerah telitian.
Berdasarkan perolehan data di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah:
Manfaat penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui kondisi geologi yang
meliputi geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi di daerah telitian. Secara khusus
adalah untuk mengetahui hubungan geologi, baik itu struktur geologi yang berkembang
dan aktivitas vulkanisme pada daerah telitian, sehingga dapat memahami potensi
sumberdaya nikel, terhadap batuan ultrabasa.
BAB II
METODOLOGI DAN DASAR TEORI
a. Studi Pustaka
Studi pustaka mempelajari geologi daerah Maluku dan daerah penelitian
berdasarkan publikasi–publikasi dan literatur–literatur yang telah dibuat oleh
peneliti terdahulu. Hal ini sangat penting untuk mengetahui geologi dan aspek–
aspek teoritis dalam ilmu geologi yang berguna sebagai dasar pemikiran dalam
penyelesaian masalah geologi yang dihadapi di lapangan.
Tahapan ini dilakukan sebelum penelitian lapangan dilaksanakan.
b. Pemetaan Awal
Pemetaan awal ini sangat berguna untuk mengetahui geomorfologi daerah
telitian, keadaan geologi pada daerah telitian, meliputi struktur geologi yang
berkembang, serta litologi yang tersebar pada daerah telitian.
Kegiatan semacam ini sangat berguna untuk menentukan jalur dan kegiatan
penelitian.
c. Pemetaan Detail
Pemetaan detail ini meliputi : pengamatan jenis batuan, hubungan antar jenis
batuan, struktur geologi, struktur sedimen, maupun gejala–gejala geologi
lainnya.
Apabila mendapatkan kesulitan–kesulitan dalam tahapan–tahapan ini, maka
diadakan diskusi bersama teman satu team dan pembimbing lapangan dalam
mencari penyelesaian masalahnya. Kemudian dievaluasi dengan penyebaran
lateral geologi dengan daerah yang bertampalan dan bila dianggap perlu
diadakan penelitian lapangan bersama-sama.
d. Tahapan Pemeriksaan Ulang
Tahapan ini dilakukan bersama-sama dengan dosen pembimbing yang bertujuan
untuk memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitan geologi yang
penulis hadapi selama melakukan penelitian di lapangan.
e. Analisa
Tahapan analisa ini meliputi berbagai macam kegiatan laboratorium. diantaranya
adalah :
- Tahap analisis geomorfologi
Meliputi analisis data lapangan, pengelompokan dan pemerian satuan
geomorfologi, analisis sungai, analisis stadia daerah dan morfogenesis.
- Tahap deskripsi petrografi
Melakukan pengamatan sayatan tipis batuan yang meliputi pengamatan
struktur, tekstur dan komposisi mineralogi/materi penyusun batuan dengan
bantuan mikroskop polarisasi dengan tujuan mengklasifikasikan batuan dan
membantu interpretasi petrogenesa batuan.
- Tahap analisis struktur geologi
Melakukan analisis data struktur geologi dengan bantuan metode-metode yang
ada (diagram roset, stereonet) dan merekonstruksi struktur geologi dengan
mengacu pada teori dan model yang sudah ada.
f. Sintesa
Tahapan ini adalah kelanjutan dari tahapan analisa yang selanjutnya penulis
mencoba untuk menerapkan konsep atau model serta teori-teori geologi yang
ada dalam memecahkan fenomena-fenomena geologi yang ada pada daerah
penelitian.
g. Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan merupakan kegiatan paling akhir setelah tahapan-tahapan
tersebut di atas dilakukan dan selanjutnya nanti dipresentasikan.
Bagan Alir Penelitian
Kajian Pustaka
Pengambilan Data
Laporan Skripsi
Sumber data diperoleh dari hasil survai lapangan (data primer) dan data yang
diperoleh melalui survai instansional (data sekunder), yaitu:
1. Data primer adalah data yang langsung diambil dari lapangan, yaitu:
2. Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung, yaitu:
a. Data peta geologi berikut laporan yang diperoleh dari instansi terkait seperti
Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Provinsi Maluku.
b. Data hasil analisa laboratorium dari sampel yang sudah diambil di lokasi
penelitian untuk mengetahui besarnya kadar dan kualitas mineral yang
terkandung.
b. Peta Geologi regional dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Kota
Ambon, Provinsi Maluku.
c. Hasil analisa laboratorium yang berasal dari laboratorium terkait.
2. Pengumpulan data primer diperoleh dari:
a. Pemetaan geologi terkait dengan potensi sumber daya pada batuan ultrabasa,
melalui pemetaan semi detail pada skala 1:25.000 yang dilakukan langsung
di lapangan
b. Pengamatan langsung di lapangan, meliputi aspek geologi (batuan,
geomorfologi, dan struktur geologi)
II.3. Bahan dan Alat
Beberapa peralatan dan bahan yang dipergunakan untuk kelancaran penelitian geologi
ini adalah sebagai berikut :
a) Peta Topografi berskala 1 : 25.000 yang merupakan hasil pembesaran dari peta
rupa bumi sekala 1 : 50.000 terbitan Bakosurtanal.
b) Peta geologi permulaan lembar Ambon berskala 1 : 250.000, oleh Dinas Energi
dan Sumber Daya Mineral, Provinsi Maluku
c) Palu geologi.
Digunakan untuk mengambil conto batuan yang ada di titik pengamatan.
d) Lup.
Digunakan untuk mengamati sampel batuan yang diambil serta untuk
mengamati komposisi penyusun batuan tersebut.
e) Kompartor – komparator lithologi, ukuran butir serta klasifikasi penamaan
batuan
f) Kantong sampel
Digunakan sebagai tempat conto untuk digunakan pada saat analisa laboratorium
g) Kompas geologi.
Digunakan untuk melakukan orientasi medan/pengeplotan titik pengamatan,
mengukur kelerengan morfologi dan untuk mengukur data struktur baik struktur
primer maupun sekunder.
h) Buku catatan lapangan.
Digunakan untuk mencatat data yang ada pada saat melakukan observasi
lapangan.
i) Clipboard.
Digunakan untuk tempat alas peta topografi dan sebagai alat bantu dalam
melakukan pengukuran data di lapangan.
j) Alat tulis.
Digunakan sebagai alat untuk tulis-menulis di lapangan.
k) Penggaris dalam berbagai bentuk.
Digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan pengeplotan titik pengamatan.
l) Busur derajat.
Digunakan untuk melakukan pengeplotan titik pengamatan pada peta topografi
dan untuk mengukur besar sudut data struktur yang ada di lapangan.
m) Kamera.
Digunakan untuk mengambil data berupa gambar yang ada di lapangan.
n) HCl 0,1 M.
Digunakan untuk mengetes ada tidaknya kandungan karbonat dalam suatu
batuan
o) Tas/ransel/backpack.
Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan semua peralatan yang digunakan
di lapangan.
Nikel merupakan salah satu unsur penting dalam industri pertambangan, dapat
berupa nikel sulfida atau nikel primer dan nikel laterit atau nikel sekunder. Nikel laterit
dihasilkan oleh proses pelindihan (leaching) dari batuan ultra basa yang sering dikenal
dengan istilah pengkayaan supergen (supergen enrichmen). Setelah mengalami proses
pelindihan (leaching) nikel akan terakumulasi dan berasosiasi dengan mineral Garnierit.
Hingga saat ini eksplorasi endapan bijih laterit khususnya nikel laterit masih
belum banyak dikenal. Cara terbentuknya sangat tergantung dari musim yang akan
berpengaruh pada tinggi atau rendahnya permukaan air tanah, sehingga geometri dari
bentuk endapan tidak beraturan.
Di permukaan bumi banyak tempat dengan intensitas pelapukan tinggi, tetapi tidak
semua tempat tersebut dapat terbentuk nikel laterit, karena intensitas pelapukan yang
tinggi bukan satu-satunya syarat terbentuknya nikel laterit.
Syarat-syarat pembentukan nikel laterit :
o Terdapatnya batuan ultrabasa yang telah tersingkap di permukaan,
mengandung banyak mineral olivin/piroksen, magnesium dan besi dan
pada umumnya mengandung nikel 0,30%.
o Iklim tropis, dengan adanya iklim tersebut maka pelapukan akan
berlangsung intensif.
o Curah hujan tinggi, hal ini berhubungan dengan kondisi iklim tropis,
sebagian besar daerah dengan iklim tropis akan mempunyai curah hujan
yang tinggi. Curah hujan tinggi akan menghasilkan air yang besar
sebagai sarana proses pelindihan/leaching bijih nikel yang terkandung
dalam batuan.
Ketiga syarat tersebut di atas akan didukung dengan faktor tatanan geologi
tentang keberadaan batuan ultrabasa.
II.5.3. Zona Profil Laterit
Profil Nikel laterit pada umumnya adalah terdiri dari 4 zona gradasi sebagai
berikut :
2. Zona Limonit
Berwarna merah coklat atau kuning, berukuran butir halus hingga lempungan,
lapisan kaya besi dari limonit soil yang menyelimuti seluruh area.
4. Zona Saprolit
Merupakan campuran dari sisa – sisa batuan, bersifat pasiran, saprolitic rims,
vein dari garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus
terdapat silika bozwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral -
mineral primer yang terlapukan, chlorit. Garnierite dilapangan biasanya
diidentifikasi sebagai “colloidal talk” dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentine. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa,
dalam hal ini peridotit dan serpentinit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen,
magnesium silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil dan mudah mengalami
proses pelapukan.
Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika
batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang
mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan
mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan
konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan
kembali oleh material – material organik di permukaan meresap ke bawah permukaan
tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat
fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang
masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil
seperti olivin / serpentin dan piroksen.
Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan lateritisasi yang menghasilkan limonit
dan saprolit. Batuan asal yang mengandung unsure-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni dan
Co akan mengalami dekomposisi. Air tanah yang kaya CO2 dari udara dan hasil
pembusukan tumbuh-tumbuhan merupakan pelarut yang baik.
Dari unsur-unsur tersebut di atas, yang pertama-tama terlarut adalah unsur Ca
dan Mg Alkalin yang disusul dengan penghancuran senyawa-senyawa silika sebagai
koloid. Semua hasil penghancuran ini terbawa oleh larutan yang turun ke bagian bawah
mengisi celah-celah dan pori-pori batuan.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan
silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta
membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr,
Al, Ni dan Co.
BAB III
TINJAUAN UMUM
III.1. 1. Geomorfologi
Wilayah Maluku di bagi menjadi dua yaitu Maluku Utara yang mencakup
Sistem Sangihe, Sistem Ternate dan Halmahera, Sedangkan Maluku meliputi Pulau
Ambon dan sekitarnya. Maluku bagian selatan lazim disebut sebagai busur banda,
wilayah kepulauan ini terdiri dua rangkaian pulau – pulau besar dan kecil yang agak
sejajar, dan mengitari lekukan pada Laut Banda sebagai sistem orogenesa (sistem
pembentukan pegunungan).
Pulau Ambon yang termasuk dalam Busur Banda Dalam yang bergunungapi,
terlentang hampir sejajar dengan Busur Banda Luar, mulai dari P. Ambalau melalui , P.
Banda, Gunungapi Serua, P. Wetar sampai P. Flores. Busur Banda Luar yang tidak
bergunungapi terbentang mengelilingi Laut Banda mulai dari P. Buru, Melalui P.
Seram, Kepulauan Tanimbar, P. Timor sampai P. Sumba.
Pulau Ambon diapit oleh 2 (dua) lautan yang cukup dalam, yaitu pada bagian
selatan dipisahkan oleh Laut Banda dengan kedalaman mencapai 7000 meter dan bagian
utara dipisahkan oleh Laut Seram dengan kedalaman mencapai lebih 3000 meter.
Morfologi lembar Ambon dapat dibagi menjadi enam satuan yaitu : pegunungan
bertonjolan kasar, pegunungan bertonjolan halus, topografi karst, perbukitan
bergelombang, perbukitan kasar dan dataran rendah.
Topografi Karst terdapat di bagian utara Seram Barat, hal ini disebabkan oleh
adanya sungai bawah tanah, dolena dan banyaknya gua gamping.
Perbukitan kasar terdapat di Pulau Ambon dan di bagian barat Pulau Haruku.
Ketinggian 100 – 900 m di atas permukaan air laut. Morfologi ini dibentuk oleh batuan
gunungapi muda yaitu lava, breksi gunungapi, dan batuan terobosan. Dataran rendah
terdapat di bagian barat laut Seram Barat, daerah Kairatu setelah selatan piru dan bagian
timur daerah Pulau Boano. Morfologi ini disusun oleh endapan alluvial yang sebagian
berupa rawa, batugamping terumbu dan konglomerat berumur Kuarternari.
Satuan peridotit dan serpentinit (Prdt) merupakan batuan tertua sebagai batuan
dasar dengan umur Pra – Perm ( dimungkinkan Devon ), tidak selaras di atasnya
Satuan Batupasir ( Mbps ) yang terdiri dari batupasir, sisipan serpih lanau,
konglomerat dan batugamping terumbu. Umur satuan ini diperkirakan Perm.
Bersamaan dengan diintrusikannya granit ( Pgmt ) pada kala Perm atas.
Kemudian tidak selaras di atasnya adalah Satuan batuan melafir ( Tmta ), yang
terdiri dari lava basalt yang telah mengalami ubahan. Umur satuan batuan ini
adalah Miosen. Selanjutnya tidak selaras diatasnya adalah Satuan Andesit (
Tamd ) yang berumur Miosen Atas. Pada kala Pliosen , Satuan Tuf ( Tvol ) yang
terdiri dari tuf, breksi volkanik dan lava andesit diendapkan selaras di atas
satuan Andesit. Pengendapan batugamping terumbu terjadi pada Kala Plestosen
secara selaras, yang diikuti dengan pembentukan Aluvial ( Qal ). (Gambar 3.1)
Gambar
3.1.
Keseban
dingan
stratigr
afi
Pulau
Ambon
(Van
Bemmel
en,1949;
Tjokosa
poetro,
dkk
1989 ;
Direkto
rat
Geologi
Tata
Lingkun
gan,
1989 )
III.1.3. Struktur Geologi Regional
Sesar yang dijumpai di daerah ini adalah sesar turun, sesar geser dan sesar naik.
Sesar turun umumnya berarah barat laut – tenggara dan timur laut – barat daya, terdapat
di Desa Larike – Desa Wakasihu dan Desa Soya – Desa Latuhalat serta Desa Mamala –
Desa Poka.. Sesar geser umumnya berarah timur laut – barat daya dan barat laut –
tenggara terdapat di Desa Hatu – Desa Durian Patah serta Desa Galala – Desa Hukurila.
Mulai Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi proses tektonik yang sangat kuat di
daerah ini sebagai akibat pembenturan kerak samudera Laut Seram dengan Pulau
Seram. Tektonik ini menyebabkan terjadinya batuan gunungapi pada jalur magma
Uliaser (Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut) di atas jalur benioff, serta timbulnya
batuan basa – ultrabasa. Batuan Gunungapi Kelang diduga keluar melalui jalur rekahan
dalam karena letaknya terpisah dari jalur magma Uliaser. Unsur-unsur struktur yang
terbentuk akibat proses tektonik tersebut adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar
turun. Beberapa cekungan kecil muncul akibat ketidakseragam gerak yaitu Cekungan
Buano, Cekungan Piru dan Kairatu.
Pada Kala Pliosen Atas kegiatan tektonik akibat penunjam tersebut berkurang
secara mencolok sehingga kegiatan magma juga terhenti, hal ini mungkin karena adanya
pengaruh Sesar Tarera – Aiduna yang memanjang dari Irian Jaya sampai selatan Pulau
Seram dan mulainya pembentukan antara Pulau Seram dengan kerak benua Australia –
Irian Jaya yang menyebabkan jalur Benioff kurang dari 100 Km, sehingga kegiatan
magma terhenti. (Gambar 3.2)
Proses tektonik yang terjadi pada Kuater tidak sekuat pada Miosen Tengah-
Pliosen. Proses ini menyebabkan batugamping Plistosen terangkat lebih 350 m seperti
terdapat di Desa Siwang. Terban Teluk Ambon diduga terbentuk pada Zaman Kuarter
dan masih aktif hingga kini. Gaya kompresi dari tektonik ini cukup kuat sehingga granit
ambon tersesarkan ke atas batuan ultrabasa.
Secara Regional Pulau Ambon baik stratigrafi maupun struktur masih banyak
dikaitkan dengan pulau-pulau besar yang berdekatan dalam hal ini dengan Pulau Seram
yang berada di sebelah utaranya, dan kesamaan dalam proses pembentukan dengan
Pulau Timor.
Busur Banda memiliki sistem penunjaman aktif yang terdiri dari palung,
punggungan dan cekungan busur laut serta busur magmatik yang posisinya konsentris
dan hampir mengelilingi Laut Banda. Busur punggungan non volkanik, Busur Banda
bagian utara umumnya terdiri dari kompleks Melange berumur Tersier terdapat di Pulau
Seram dan Pulau Buru.
Beberapa peneliti terdahulu ( Inockolds dan Allen 1953,1956; dan Tilley, 1962 )
telah memisahkan batuan vulkanik menjadi dua seri utama yaitu seri alkali dan non
alkali, di mana seri alkali dibedakan anatara seri toleit dan seri kalk alkali.
Untuk membedakan seri alkali dan non alkali menggunakan hubungan antara
seri SiO2 dan kandungan alkali total ( Na2O dan K2O ), perbandingan K2O vs Na2O dan
Na2O terhadap SiO2.
Sedangkan untuk membedakan seri toleit dan kalk alkali menggunakan variasi
hubungan antara MgO, FeO ( FeO total ) dan alkali ( Na2O + K2O ) dan hubungannya
antara SiO2 terhadap FeO/MgO.
- Pada perjalannya kepermukaan bumi magma dapat benar – benar keluar atau
sebagian keluar atau sebagian membeku di dekat permukaan atau seluruhnya
membeku di dekat permukaan.
- Pada perjalanannya ke permukaan, magma membeku sangat cepat sehingga
sebagian bahkan seluruhnya membentuk gelas gunungapi ( volcanic glass )
pembekuaan sangat cepat itu terjadi karena magma yang bertemperatur antara
9000- 1200 C secara cepat keluar ke permukaan bumi yang mempunyai
temperatur di bawah 300 C. Bahkan di bawah dasar laut dalam atau daerah
temperatur di bawah 00 C. Gelas gunungapi ini sebenarnya adalah mineral yang
tidak berbentuk kristal ( amorf ), berasal dari magma dan merupakan bahan
silika atau oksida SiO2. Di dalam bahan silikat masih ada unsur atau oksida lain,
seperti aluminium ( Al2O3 ), Magnesium ( MgO ), ( FeO dan Fe2O3 ), Calcium (
CaO), Titanium ( TiO2 ), Mangan ( MnO), Natrium ( Na2O), Kalium ( K2O ).
- Mineral yang mengkristal pada umumnya mempunyai waktu pendinginan sangat
cepat karen pertumbuhannya sangat terganggu oleh proses pendinginan. Hal ini
dicirikan antara lain dengan struktur zoning, fibrous structure, skeletal crystal,
embayment corrison, banded microcrystalline, rekahan pada kristal dan yang di
dalamnya mengandung inklusi gunungapi.
- Di bagian luar tubuh gungunapi biasanya terdapat lubang bekas keluarnya gas
gunungapi ( vesikular structure) dan perekahan yang terjadi selama proses
pergerakan ke permukaan ( high llevel intrusive ) atau sudah keluar ke
permukaan secara meleleh ( effusive eruptions ) membentuk lava koheren yang
pada akhirnya menjadi batuan beku masif. Sedangkan magma yang keluar ke
permukaan secara meletus ( eksplosive eruptions ) menghasilkan batuan beku
terfragmentasi yang disebut pyroclast, berasal dari kata pyro artinya api, clast
berarti butiran, fragmen, kepingan. Jadi pyroclast adalah butiran batuan pijar
yang dilontarkan keluar atau ( ejected material ) dari lubang kawah pada saat
letusan gunungapi. Pyroclast atau istilah lain ejected ini mempunyai berbagai
ukuran, mulai dari butiran halus ( abu / debu gunungapi Ø ≤ mm ), berbutir
sedang ( lapili Ø ± 2 – 64 mm ) sampai dengan berbutir kasar ( block / bom
gunungapi, Ø > 64 mm ). Batuan ini secra khusus disebut batuan piroklastik dan
secara umum membetuk batuan gunungapi bertekstur ( volcaniclastika rocks ).
Dengan demikian secara deskripsi batuan gunungapi mempunayi ciri – ciri khas di
dalam tekstur dan komposisi, sebagai berikut:
1. Mineral utama
Mineral – mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan
kehadirannya sangat menentukan dalam penamaan batuan. Berdasarkan dan
densitasnya dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Mineral felsik ( mineral berwarna terang dengan densitas rata – rata 2,5
– 2,7), yaitu :
- Kwarsa ( SiO2)
- Kelompok feldspar, terdiri dari seri feldspar alkali ( K2Na ) AlSi2O3.
Seri feldspar alkali terdiri dari sanidin, ortoklas, anortoklas, adularia
dan mikroklin. Seri plagioklas terdiri dari albit, oligoklas, andesin,
labradorit, dan anortit.
- Kelompok feldspatoid terdiri dari nafelin, sodalit, leusit.
b. Mineral mafik ( mineral – mineral feromagnesia dengan warna gelap
dan densitas rata – rata 3,0 – 3,5 ), yaitu :
- Kelompok olivin terdiri fayalit dan forsterit
- Kelompok piroksen terdiri dari hipersten, augit, diopsid
- Kelompok mika terdiri dari biotit, muskovit
- Kelompok amphibole terdiri hornblende, tremolit, aktinolit.
2. Mineral sekunder
Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari
hasil pelapukan reaksi hidrothermal maupun hasil metamorfisme terhadap
mineral-mineral utama. Dengan demikian mineral – mineral ini tak ada
hubungannyadengan pembekuan magma ( non pirogenik ).
Mineral – mineral ini terdiri dari :
1. Kelompok kalsit ( kalsit, dolomit, magnesit, siderit ) dapat terbentuk dari
hasil ubahan mineral plagioklas.
2. Kelompok serpentin ( antigorit dan krisotil ), umumnya terbentuk dari
ubahan mineral mafik ( terutama kelompok olivin dan piroksen ).
3. Kelompok klorit ( proktor, penin, talk ) umumnya terbentuk dari hasil
ubahan mineral kelompok plagioklas
4. Kelompok serisit sebagai ubahan dari plagioklas.
3. Mineral tambahan
Merupakan mineral – mineral yang terbentuk pada kristalisasi
magma, magma umumnya dalam jumlah sedikit. Apabila hadir dalam
jumlah cukup banyak tetap tidak mempengaruhi penamaan batuan, tetapi hal
ini bisa mempunyai nilai ekonomis. Termasuk dalam golongan ini antara
lain: hematit, spene, muskovit, rutile, magnetit, zeolit, apatit, dan lain – lain.
III.4. Seri Batuan Beku
IV.1. Geomorfologi
Secara fisiografis kepulauan Maluku ditandai oleh rangkaian pulau – pulau besar
maupun kecil yang terpisah satu sama lain oleh lekukan (basin), parit laut (through),
dan punggungan bawah laut (ridge). Wilayah Maluku dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Maluku Utara yang mencakup Sistem Sangihe, Sistem Ternate, dan Halmahera.
Sedangkan Maluku Selatan meliputi Pulau Ambon dan sekitarnya. Maluku bagian
selatan lazim disebut busur banda, wilayah kepulauan ini terdiri dari rangkaian pulau-
pulau besar dan kecil yang agak sejajar, dan mengitari lekukan dalam Laut Banda
sebagai suatu sistim orogenesa (sistim pembentukan pegunungan).
Banda Basin Central atau Lekukan Banda mempunyai kedalaman lebih kurang
5000 meter dan dikelilingi oleh dua busur kepulauan yang sejajar satu sama lain, yaitu :
Secara Umum daerah telitian merupakan daerah berbukit – bukit hingga datar,
dengan kemiringan lereng 2 – 17% , dengan ketinggian dari permukaan air laut antara 0
– 556 meter.
Daerah tertinggi berada pada puncak Gunung Tersii, daerah terendah dijumpai
di sepanjang pantai saerah telitian. Penelitian di lapangan menunjukkan sebagian besar
daerah telitian terdiri atas litologi batuan ultrabasa dan sebagian tersusun oleh batuan
beku yang berupa intrusi granit serta batuan vulkanik, yang masing-masing
menunjukkan morfologi yang khas dan banyak dipengaruhi oleh resistensi batuan, serta
dipengaruhi oleh struktur yang bekerja pada daerah telitian.
Tabel 4.1 Pembagian satuan geomorfologi Daerah Hukurila dan sekitarnya berdasarkan
klasifikasi Dessaunettes (1972)
Subsatuan ini menempati daerah dengan morfologi yang relatif datar, yang
membentang pada bagian tenggara dari daerah telitian, meliputi Desa Rutong dan Desa
Leahari. Ekspresi litologi, memperlihatkan bentuk topografi hampir datar, dengan
kelerengan < 2%, dan ketinggiannya 0 – 12,5m dari permukaan air laut.
Endapan yang menyusun satuan ini terdiri dari material – material lepas
(transported) dari batuan asal yang berukuran pasir sampai kerikil dan juga tersingkap
batugamping terumbu di sepanjang bibir pantai. (Foto 4.1)
Satuan morfologi dataran ini juga sebagai salah satu wisata pantai yang ada di
daerah telitian.
Daerah ini membentuk pola khusus yaitu pola daerah karst dan berbentuk lapies.
Sub Satuan ini membentuk kurang lebih 18 % dari luas daerah penelitian. Kemiringan
lerengnya 3 – 16% dari permukaan air laut dengan ketinggian 12,5 - 150 meter. (Foto
4.3)
Foto 4.2. Kenampakan singkapan batugamping terumbu, Lokasi Desa Leahari, Pantai Leahari,
LP 15.
Foto 4.3. Satuan geomorfik karst topografi, subsatuan lapies yang memperlihatkan morfologi yang
khas, Lokasi Desa Hutumuri.
IV.1.1.3. Satuan Geomorfik Perbukitan
Sub Satuan ini menempati daerah yang cukup luas yaitu kurang lebih 22% dari
luas daerah penelitian. Merupakan bentang alam yang berbukit – bukit dengan alur
lembah yang cukup dalam. Daerah ini banyak terdapat pemukiman penduduk berupa
perkampungan setempat – setempat di mana antara kampung dihubungkan hanya
dengan jalan setapak yang melalui bukit–bukit yang bergelombang. Perkampungan
tersebut adalah Kilang, Naku, Hatalai , dan Soya. ( Foto 4.4)
Litologi penyusun sub satuan geomorfik ini sebagian besar adalah tubuh intrusi
granit. Mempunyai lereng yang terjal – bergelombang ( 20 – 55% ).
Foto 4.4. Satuan geomorfik perbukitan, subsatuan perbukitan yang memperlihatkan morfologi
yang khas , Lokasi Soya dengan arah foto N65°E.
IV.1.1.3b. Sub Satuan Geomorfik Kaki Bukit
Sub satuan ini menempati daerah yang paling luas yaitu 18% dari luas
keseluruhan daerah penelitian. Merupakan bentang alam yang bergelombang sampai
landai dan merupakan bagian kaki ( bawah ) dari suatu sistem perbukitan. (Foto 4.5)
Foto 4.5. Satuan geomorfik perbukitan, subsatuan kaki bukit yang memperlihatkan morfologi
yang khas , Lokasi Kayu Putih ,dengan arah foto N056ºE.
Pada Satuan Geomorfik perbukitan ini, berdasarkan pola pengaliran yang bekerja pada
daerah telitian. Penulis menyimpulkan bahwa pola pengalirannya adalah subparalel (
Howard,1966 ) . Pola pengaliran subparalel ini adalah modifikasi dari pola pengaliran
paralel. Bentuk sungai mulanya lurus dan sejajar telah mulai membelok dan bercabang
yang dikontrol oleh perbedaan resistensi batuan dan struktur yang bekerja di daerah
telitian.
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sesar normal yang terdapat pada daerah
telitian, serta disusun oleh batuan ultrabasa dan granit. Struktur yang bekerja di daerah
telitian sangat terlihat dengan adanya pembelokan sungai secara tiba-tiba dan banyak
ditemukannya air terjun. ( Foto 4.6 )
Sub satuan ini merupakan daerah yang tertinggi di daerah penelitian dengan
ketinggian mencapai 100 - 556 meter dari permukaan air laut , dengan kelerengan 30 –
100%.
Berdasarkan data geologi tersusun oleh batuan beku ultrabasa yang cukup
resisten yang merupakan bagian dari Satuan Serpentinit. Menempati kurang lebih 9%
dari luas penelitian.
Foto 4.7. Satuan geomorfik pegunungan, subsatuan Pegunungan yang memperlihatkan morfologi
yang khas , Lokasi Hukurila ,dengan arah foto N235°E.
Pada Satuan Geomorfik pegunungan ini, berdasarkan pola pengaliran yang bekerja pada
daerah telitian. Penulis menyimpulkan bahwa pola pengalirannya adalah paralel (
Howard, 1966 ) . Pola aliran ini relatif sejajar satu sama yang lain, dan mengontrol
daerah yang berlereng sedang sampai dengan terjal, merupakan transisi dari pola
pengaliran dendritik dan trellis.
IV.1.1.5. Satuan Geomorfik Sistem Vulkanik
Sub satuan ini menempati daerah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 16% ,
membentuk topografi hilly ( Miring Sedang ). Ketinggian terendah 150 meter, tertinggi
300 m dari permukaan laut. Alur – alur dan lembah sungai berkembang baik, berbentuk
huruf “ V “ , tersusun atas litologi batuan breksi vulkanik dan batupasir kuarsa,
menempati 15% dari daerah penelitian , meliputi daerah W.Yuri dan W.Wakauli. ( Foto
4.8 )
Foto 4.8. Satuan geomorfik sistem vulkanik, punggungan vulkanik , Lokasi W.Yuri, arah foto N
045°E.
IV.2. Stratigrafi
Secara umum litologi yang tersingkap di daerah penelitian terdiri atas tujuh satuan
batuan ultrabasa, Satuan batuan granit, satuan batupasir, satuan marmer, satuan batuan
breksi vulkanik, satuan batugamping terumbu, dan endapan alluvial.
A. Dasar Penamaan.
Satuan ini diusulkan pertama kali oleh Verbeek (1905) sebagai satuan peridotit.
Kemudian digunakan pula oleh Valk ( 1945 ). Suparka dan kawan – kawan (1984)
menamakan satuan ini sebagai satuan ultrabasa (Ub) begitu juga dengan Tjokrosaputro
dan kawan – kawan (1989). Daniel Napitupulu (1989) menamakan Satuan peridotit dan
serpentinit (Prdt) untuk satuan ini. Adapun dasar penamaan satuan ini ditinjau dari
penyebaran batuan ini yang luas dan baik di wilayah Seram Barat sampai ke Ambon.
Satuan ultrabasa ini terdiri dari batuan peridotit dan serpentinit. Secara umum sangat
sulit membedakan keduanya, karena kenampakan fisiknya di lapangan hamper serupa,
yaitu mempunyai warna abu-abu kehijauan, massif, holokristalin, fanerik kasar,
euhedral, equigranular panidiomorfik, komposisi mineral : piroksen, hornblende.(Foto
4.9)
(a)
(c)
(b)
Foto 4. 9 (a) Kenampakan batuan serpentinit. (b) Kenampakan batuan serpentinit yang
terkekarkan dan terisi oleh mineral serpentin, yang berwarna putih kehijau-hijauan hasil ubahan
mineral mafik. (c) Kenampakan secara umum singkapan batuan peridotit di lapangan, yang telah
mengalami pelapukan dan berpotensi sebagai longsoran.
Foto 4.10. Kenampakan bidang penggerusan serta rekahan – rekahan yang terisi oleh mineral
serpentin.
(a)
(b)
(c)
Foto 4. 11. ( a ) Kenampakan rekahan-rekahan yang terbentuk pada batuan serpentinit akibat
deformasi yang berkembang pada daerah telitian. ( b ) Singkapan batuan serpentinit serta conto
batuan serpentinit, dalam kondisi lapuk. ( c ) Kenampakan singkapan dari batuan serpentinit yang
terisi oleh mineral serpentin di lapangan.
Umumnya batuan peridotit banyak mengandung unsur besi sehingga banyak dijumpai
dalam keadaan yang sangat lapuk, karena mudah teroksidasi.
Satuan ini menempati sebagian besar daerah telitian dengan luas penyebaran pada
peta kurang lebih 35%. Sebagian besar berada di bagian tenggara sampai dengan bagian
barat daya daerah telitian. Tersingkap dengan baik di Gunung tersili serta bukit – bukit
sekitarnya.
Umur satuan ini secara pasti belum diketahui, karena belum adanya dating yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu untuk dipakai sebagai kesebandingan.
E. Hubungan Stratigrafi
Hal ini didukung karena didapatkan adanya kontak tektonik yang berupa sesar turun
dengan batuan lainnya, sehingga satuan tertua ini muncul di permukaan. (Gambar 4.2)
IV.2.2. Satuan Granit
Suparka ( 1984 ) menyebut satuan ini sebagai Satuan Batuan Granit, Tjokosapoetro
menyebutnya sebagai satuan Granit Ambon ( Tpag ), Direktorat Geologi Tata
Lingkungan ( 1989 ) menyebut sebagai Satuan Granit ( Pgrnt ).
Granit yang dijumpai pada satuan ini secara megaskopis berwarna putih keabu –
abuan bersifat keras dan kompak, umunya dijumpai urat kuarsa.
Foto 4.12. Kenampakan rekahan yang terisi oleh kuasra pada batuan granit di daerah
Hukurila LP 49.
Biotit
Biotit
Plagioklas Kuarsa
Foto 4.14. Foto conto batuan granit dan kenampakannya pada sayatan tipis.
(a) (b)
Foto 4.15. Kenampakan kekar pada batuan granit (a) Desa kilang – Ema LP 56 ( b ) Desa
Hukurila , LP 49.
Pada foto di atas dapat disimpulkan bahwa kekar sangat berkembang baik di daerah
telitian.
C. Penyebaran Satuan Batuan
Intrusi granit ini memiliki penyebaran yang cukup luas di daerah penelitian,
menempati kurang lebih dari 24% dari seluruh daerah telitian menyebar di bagian
barat daya sampai barat daerah telitian, meliputi daerah Soya, Hukurila, Ema, Naku,
dan Kilang.
Seperti telah diketahui bahwa batuan granitik merupakan batuan yang berasal
dari kerak benua, merupakan tubuh intrusi discordan berbentuk stock, dengan
penyebaran yang cukup luas di permukaan bumi.
IV.2.3. Satuan Batupasir Kanikeh
Formasi Kanikeh diajukan pertama kali oleh Tjokrosapoetro dan kawan – kawan
(1989) dan Wakuku Beds merupakan sebutan lain untuk formasi ini oleh Audley
Charles (1976). Keduanya mempunyai lokasi tipe, yang sama yaitu di Sungai
Kanikeh Seram Tengah, dimana batuan ini tersingkap cukup baik dan luas.
Batuan penyusun satuan batuan ini tersususn oleh batupasir dengan perselingan
tuf. (Foto 4.16)
Batupasir
Tuf
Foto 4.16. Kenampakan batupasir dan sayatan tipisnya di daerah W.Wakauli, LP 105.
Kenampakan batupasir di daerah telitian dengan ciri – ciri : abu – abu , laminasi,
pasir sedang ( 0,25 – 0,5mm ), subangular, terpilah baik, kemas tertutup, Komposisi :
Fragmen : Kuarsa ; Matrik : Hornblende ; Semen : Silika.
C. Penyebaran Satuan Batuan
Satuan batupasir Kanikeh ini menempati kurang lebih 6% pada daerah telitian.
Pada daerah telitian, singkapan batupasir yang ditemukan memiliki dimensi panjang
±1,5 m dengan lebar singkapan ± 0,4m. Pada daerah telitian satuan batupasir
menyebar di daerah W.Yuri.
Foto 4.17. Kenampakan singkapan batupasir di daerah W.Yuri, LP 105 dengan arah aliran
sungai searah strike.
Oleh sebab itu dengan mengacu kepada geologi regional dan peneliti terdahulu
bahwa satuan batupasir ini berumur Trias Akhir sampai Yura Awal. Umur satuan ini
di perkemukakan pertama kali oleh Audley Charles ( 1976 ), berdasarkan fosil
Halobia sp, Lovcenopura vinassai GIATT, Montlivaltia sp WANNER, yang
dijumpai di Seram Barat.
E. Hubungan Stratigrafi
Dasar penamaan satuan batugamping ini didasarkan atas dominasi marmer yang
ditemukan pada daerah telitian.
Secara umum satuan ini didominasi oleh marmer. Deskripsi marmer : warna
putih , nonfoliasi_granulusa, kristaloblastik_granuloblastik, kalsit.
E. Hubungan Stratigrafi
Hubungan satuan marmer sangat jelas memiliki hubungan tidak selaras
dengan satuan batupasir, karena memiliki gape time yang sangat jauh.
Sedangkan terhadap batugamping terumbu dan breksi volkanik adalah selaras.
(Gambar 4.2)
Satuan ini oleh Verbeek ( 1905 ) disebut sebagai “ Ambonit “, Van Bemmelen
(1945) menyebutnya sebagai Satuan Batuan Vulkanik Ambonit, dan Tjokosapoetro
(1989) menyebutnya sebagai Satuan Batuan Gunungapi Vulkanik.
Secara umum satuan ini didominasi oleh breksi vulkanik. Fragmen breksi
vulkanik terdiri atas basalt. Deskripsi Fragmen basalt : warna abu-abu gelap,
hipokristalin, fanerik halus, subhedral, inequigranular vitroferik, plagioklas,
piroksin, masa gelas. (Foto 4.19)
Fragmen
Satuan breksi vulkanik ini menempati kurang lebih 18% pada daerah telitian
menyebar dari barat laut sampai ke timur laut, meliputi daerah W. Yuri sampai ke
W. Wakauli. (Foto 4.20 dan Foto 4.21)
Dalam menentukan umur penulis mengacu pada stratigrafi regional yang dibuat
oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan ( 1989 ), yang menyatakan umur satuan
ini adalah Plistosen. Pada satuan batuan breksi vulkanik ini tidak dijumpai adanya
fosil plankton.
E. Hubungan Stratigrafi
A. Dasar Penamaan
Batuan penyusun satuan ini tersusun oleh batugamping terumbu, sehingga sulit
dalam melakukan pengukuran. Batugamping terumbu dengan ciri – ciri : putih,
amorf, dan monomineralik karbonat ( CaCO3 ). (Foto 4.22)
Foto 4.22. Kenampakan head coral pada batugamping terumbu, Lokasi Desa Hutumuri.
Foto 4.23. Kenampakan undukan coral pada batugamping terumbu, Lokasi Desa
Hutumuri, Pantai Lawena
Foto 4.24. Singkapan batugamping terumbu, Lokasi Desa Leahari, Pantai Leahari, LP
15.
C. Penyebaran Satuan Batuan
Satuan batugamping terumbu tersingkap sangat baik pada daerah telitian, dan
menempati luas kurang lebih 8% di daerah telitian. Tersebar secara merata di bagian
timur sampai tenggara dari daerah telitian, meliputi daerah Hutumuri dan Leahari.
(Foto 4.24)
E. Hubungan Stratigrafi
A. Dasar Penamaan
Endapan alluvial ini berumur resen dan sampai sekarang masih berlangsung
proses endapannya, serta terbentuk pada lingkungan darat.
D. Hubungan Stratigrafi
Penentuan struktur geologi pada pengamatan , pegukuran di lapangan dan analisis pola
kontur serta korelasinya pada peta geologi regional. Struktur geologi yang ada di daerah
telitian adalah struktur kekar, dan struktur sesar,
IV.3.1.1. Kekar
Kekar adalah sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan yang belum atau
tidak mengalami pergeseran. Kekar dapat terbentuk baik secara primer ( bersamaan
dengan pembentukan batuan, misalnya kekar kolom dan kekar melembar pada batuan
beku ) maupun secara sekunder ( setelah proses pembentukan batuan, umumnya
merupakan kekar tektonik ).
Sesar yang ditemukan oleh penulis di daerah W. Hosu, memanjang dari arah barat –
timur. Dan memiliki arah umum N 245º E.(Foto 4.29)
Satuan batuan ultrabasa dan granit adalah satuan yang paling tertua pada daerah
telitian. Umur satuan ini belum dapat diketahui secara pasti, namun dapat diperkirakan
Karbon – Perm, terdiri dari peridotit yang telah terubah menjadi serpentinit.
Kemudian pada Kala Plistosen ini, satuan batugamping terumbu kembali lagi
tumbuh dan berkembang sampai sekarang.
Sebagian besar batuan ultramafik adalah batuan ultrabasa, tetapi tidak semua
batuan ultrabasa adalah batuan ultramafik. Menurut Hughes (1982) batuan beku
ultrabasa adalah batuan yang kurang akan kandungan SiO2.
Batuan ultrabasa adalah batuan beku yang kandungan silikanya rendah (< 45 %),
kandungan MgO > 18 %, tinggi akan kandungan FeO, rendah akan kandungan kalium
dan umumnya kandungan mineral mafiknya lebih dari 90 %. Batuan ultrabasa
umumnya terdapat sebagai opiolit.
A. Dunit
Menurut Achmad (2002), dunit merupakan batuan ultramafik monomineral yang
hampir semuanya mengandung olivin (umumnya magnesia). Kandungan olivine
dalam batuan ini adalah 90%. Mineral-mineral penyerta dalam batuan dunit
seperti kromit, magnetit, ilmonit, dan spinel. Sedangkan dalam William (1954) ,
bahwa dunit merupakan batuan yang yang hampir murni olivin 90-100%,
umumnya hadir dalam forsterit atau krisolit.
B. Piroksenit
Merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya mengandung
piroksen (>90%). Selanjutnya batuan piroksenit diklasifikasikan menjadi
orthorombik piroksen, yang disebut sebagai orthipiroksenit dan monoklin
piroksen yang disebut sebagai klinopiroksenit
Orthopiroksenit : bronzitit
Klinopiroksenit : diopsidit
C. Hornblendit
Merupakan batuan ultamafik monomineral yang seluruhnya mengandung
mineral hornblenda (>90% hornblenda).
D. Serpentinit
Merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya mengandung
mineral serpentin, yang kaya akan mineral mafik. Tetapi batuan ini dapat
terbentuk dari batuan dunit yang terserpentinisasi, atau dari hornblendit atau
peridotit (Ahmad,2002). Serpentinit merupakan batuan hasil alterasi hidrotermal
dari batuan ultramafic, dimana mineral-mineral olivin dan piroksen jika
teralterasi akan membentuk mineral serpentin.
E. Peridotit
Merupakan batuan ultramafik yang mengandung lebih banyak mineral olivin
tetapi juga mengandung mineral-mineral mafik lainnya dalam jumlah yang
signifikan. Berdasakan kandungan mineral-mineral mafik, batuan peridotit dapat
diklasifikasikan menjadi :
Piroksenperidotit
Hornblenda peridotit
Mika peridotit
Klasifikasi Batuan Peridotit.
Batuan beku ultrabasa yang tersingkap pada daerah telitian adalah batuan
peridotit. Umumnya di lapangan sangat sulit dibedakan antara peridotit maupun
serpentinit. Kedua batuan ini secara megaskopis sangat sulit dibedakan karena memiliki
warna yang sama yaitu warna hijau tua kehitaman. Namun setelah dilakukan analisa
petrografis, didapatkan bahwa hasil sayatan tipis batuan ultrabasa pada daerah telitian
adalah serpentinit.
Seperti telah dijelaskan di atas, umumnya batuan peridotit yang tersingkap telah
terubah menjadi serpentinit. Ini disebabkan karena kelompok batuan peridotit tidak
umum tersingkap di permukaan dan sangat tidak stabil.
Serpentin
Nikol Silang
Kromit
Nikol Paralel
PEMERIAN PETROGRAFIS :
Sayatan batuan serpentin, batuan hasil ubahan dari batuan ultra basa Peridotite, warna
abu-abu kekuningan-kehijauan, komposisi mineral didominasi oleh serpentin hasil
ubahan dari mineral Olivin dan piroksen, menampakkan “mash texture” (struktur
jaring), dengan ukuran mineral 0,1-0,5mm, bentuk subhedral-anhedral.
KOMPOSISI MINERAL
Serpentine (99%), tidak berwarna-hijau pucat, relief rendah, n>nKb, bias rangkap
lemah, hadir sebagain mineral ubahan dari mineral olivine dan piroksen
Kromit (1%), hitam-coklat, submetalik, relief tinggi, berukuran 0,1– 1,2mm
Serpentin
Nikol Silang
Nikol Paralel
Gambar 5.2. Kenampakan sayatan tipis batuan ultrabasa, yang menunjukan adanya
ubahan dari mineral olivin dan piroksin. Lokasi Hukurila LP 32
PEMERIAN PETROGRAFIS :
Sayatan batuan serpentin, batuan hasil ubahan dari batuan ultra basa Peridotite, warna
abu-abu kekuningan-kehijauan, komposisi mineral didominasi oleh serpentin hasil
ubahan dari mineral Olivin dan piroksen, menampakkan “mash texture” (struktur
jaring), dengan ukuran mineral 0,1-0,5mm, bentuk subhedral-anhedral.
KOMPOSISI MINERAL
Serpentine (90%), tidak berwarna-hijau pucat, relief rendah, n>nKb, bias rangkap
lemah, hadir sebagain mineral ubahan dari mineral olivine dan piroksen
Proses serpentinisasi ini merupakan salah satu jenis dari alterasi. Serpentinisasi :
Umumnya sebagai akibat proses magmatik akhir yang mengubah mineral “
nonaluminous feromagnesian “ menjadi agregat mineral serpentin. Talk dapat juga
terbentuk.
Pada daerah telitian, batuan induknya telah terubah menjadi serpentinit. Dari
hasil analisa petrografis yang dilakukan oleh penulis, mineral yang dominan telah
mengalami perubahan adalah mineral olivin dan piroksen. ( Gambar 5.1 dan 5.2 )
Secara umum dominan olivin dibandingkan dengan piroksen. Oleh sebab itu
penulis menyimpulkan batuan induk dari daerah telitian adalah peridotit, berdasarkan
diagram klasifikasi batuan beku, yang mana dijelaskan bahwa presentasi mineral
olivinnya adalah kurang dari 90%. ( Gambar 5.4 )
Gambar 5.3. Klasifikasi untuk peridotit yang diusulkan oleh Streickeisen (1979 dalam Best, 1982)
V.2.1. Mineral Olivin
A. Pembentukan Olivin
Olivin merupakan kelompok yang merupakan mineral penting pada batuan. Dan
banyak terbentuk pada batuan beku basa maupun batuan beku ultrabasa.
Batuan basa maupun ultrabasa umumnya mengandung olivin yang kaya akan
magnesian. Sedangkan olivin yang kaya akan besi umumnya ditemukan pada
batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosis.
Olivin merupakan mineral mafik, yang pertama kali mengkristal dari magma
basa.
Magma memiliki kandungan silika yang tinggi dan yang pertama kali terbentuk
adalah olivin, kemudian selanjutnya akan terbentuk piroksen.
B. Nikel Dalam Olivin
Kandungan olivin dapat mencapai 0,41% dalam NiO. Kebanyakan dari nikel
yang terkandung adalah pengganti atom magnesian dengan atom nikel yang
memiliki ukuran yang sama. Umumnya rasio Mg : Ni sama dengan magma yang
bersifat basa.
Masuknya nikel ke dalam struktur olivin. Ni : Mg , kedua rasio ini , nikel
mengalami pergantian beberapa unsur besi dalam olivin. ( Besi dalam olivin ini
mengalami penurunan akibat stabilitas suhunya ).
Nikel dalam nickelferous magnetite juga awalnya berasal dari nickelferous
olivin.
C. Alterasi dan Pelapukan olivin
Serpentinit adalah hasil ubahan dari batuan peridotit yang terbentuk akibat
serpentinisasi oleh proses hidrotermal. Umumnya ada beberapa faktor dalam alterasi
hidrotermal yang menyebabkan perubahan olivin menjadi serpentin.
Sejumlah air
Leaching dari magnesia (atau sejumlah silika)
Pelepasan besi (Mg,Fe) dalam olivin
Perubahan dari pengurangan besi dari ferrous menjadi ferri membentuk
magnetit berbutir halus. Pada umumnya batuan yang terserpentinisasi
membentuk magnetit.
Pada dasaranya serpentinisasi olivine ini melibatkan penambahan air ,
penambahan silica, dan pemindahan magnesia.
Genetik pembentukan serpentin, dapat disebabkan oleh kondisi dan lingkungan yang
berkerja di lapangan :
Inti bumi diperkirakan terdiri atas besi dengan kandungan nikel sekitar 7%.
Zona diantara kerak bumi dan inti bumi, yaitu yang disebut mantel ( mantle ),
diperkirakan tebalnya 2.898 km dan mengandung 0,1%-0,3% nikel. Deposit nikel pada
umumnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu nickel-copper sulfide, nickel
silicate dan nickel laterites and serpentines. Dalam uraian selanjutnya, pembahasan
hanya dibatasi pada laterit. Bijih nikel laterit merupakan hasil proses pelapukan (
weathering ) batuan ultrabasa peridotit yang terdapat diatas permukaan bumi. Proses
pelapukan terjadi karena pergantian musim panas dan dingin silih berganti, sehingga
batuan menjadi pecah-pecah dan mengalami pelapukan.
Gambar 5.4. Sketsa proses pengayaan nikel (sumber: buletin khusus No.2-85- Pusat
Pengembangan Teknologi Mineral, dalam thesis Rumpuin 2007, UGM)
Pembentukan endapan nikel laterit dikontrol oleh beberapa faktor yang saling terkait,
dan diketahui ada 3 faktor yang berperan penting dalam pembentuk endapan nikel
laterit, yaitu:
Batuan Induk
Proses terbentuknya nikel dimulai dari batuan yang mengandung mineral-
mineral mafik (ferromagnesian), dengan gugusan senyawa Fe dan Mg, dimana
mineral yang termasuk didalamnya adalah olivine, piroksen, dan hornblenda.
Akumulasi endapan nikel pada batuan dasar terjadi karena serpentinisasi dan
pelapukan.
Proses Serpentinisasi
Serpentinisasi adalah suatu proses ubahan yang terjadi pada batuan ultramafic
karena adanya deformasi. Mineral-mineral ferromagnesian seperti olivin dan
piroksen merupakan mineral yang mengalami serpentinisasi menjadi mineral
serpentin.
Proses Pelapukan
Pelapukan adalah proses disintegrasi fisik dan dekomposisi fraksi batuan yang
ada di permukaan atau dekat permukaan bumi. Proses pelapukan dan sirkulasi
air tanah terutama yang relatif bersifat asam pada batuan ultrabasa akan,
menyebabkan terjadinya penguraian magnesian, nikel, besi, dan silika pada
mineral olivin, piroksen, maupun serpentin dan akan membentuk larutan yang
kaya akan unsur-unsur tersebut.
V.3.2. Laterisasi Nikel
A. Definisi
Pada umumnya endapan nikel terdapat dalam dua bentuk yang berlainan, yaitu
berupa nikel sulfida dan nikel laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih yang
dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi.
Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah,
yang dikemukakann oleh Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di
Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian selatan. Material
tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka
akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat (resisten)
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan
dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Di permukaan bumi banyak tempat dengan intensitas pelapukan tinggi, tetapi tidak
semua tempat tersebut dapat terbentuk nikel laterit, karena intensitas pelapukan yang
tinggi bukan satu-satunya syarat terbentuknya nikel laterit.
Syarat-syarat pembentukan nikel laterit :
Terdapatnya batuan ultrabasa yang telah tersingkap di permukaan, mengandung
banyak mineral olivin/piroksen, magnesium dan besi dan pada
umumnya mengandung nikel 0,30%.
Iklim tropis, dengan adanya iklim tersebut maka pelapukan akan berlangsung
intensif.
Curah hujan tinggi, hal ini berhubungan dengan kondisi iklim tropis, sebagian
besar daerah dengan iklim tropis akan mempunyai curah hujan yang tinggi.
Curah hujan tinggi akan menghasilkan air yang besar sebagai sarana proses
pelindihan/leaching bijih nikel yang terkandung dalam batuan.
Ketiga syarat tersebut di atas akan didukung dengan faktor tatanan geologi tentang
keberadaan batuan ultrabasa.
Menurut Golightly (1979) dan Haldeman et al (1979) , bahwa variasi ketebalan
lateritik ini dipengaruhi oleh struktur batuan, sifat kelarutan mineral dan distribusi
unsur. Sedangkan distribusi unsur dikontrol oleh penetrasi air tanah, perpindahan massa
tanah yang merupakan kesatuan faktor dari iklim, topografi dan sejarah geomorfik.
Totok. D (1999) menghubungkan distribusi unsur dan ketebalan diakibatkan proses
pelindian batuan peridotit-serpentinit dimana konsentrasi bijih sangat tergantung dari
migrasi air tanah.
C. Profil Endapan Laterit
Profil nikel laterit menurut Ahmad (2002), menjadi 4 zona (dari atas ke bawah)
sebagai berikut :
a) Zona limonit (zona oksidasi)
Lapisan bagian atas kaya akan mineral geothit, iron capping (ferricrete)
yang terbentuk akibat mobilitas limonit yang terbentuk pada kondisi
asam dekat permukaan dengan morfologi relative datar. Sering dijumpai
mineral-mineral stabil seperti: spinel, magnetit, dan talk primer. Pada
bagian dasar limonit terjadi pengkayaan manganis kobalt dan nikel pada
pembentukan asbolit atau manganese wad. Zona limonit mewakili zona
yang hancur karena beratnya sendiri. Secara umum material-material
penyusun zona ini berukuran halus.
b) Zona transisi
Zona ini adalah zona intermediet antara zona limonit bawah dan zona
saprolit atas. Zona ini terdiri dari smectit soft dan kriatal kuarsa yang
keras.
c) Zona saprolit ( serpentine ore )
Zona ini merupakan alterasi dari bedrock dimana proses-proses
pelapukan kimia lebih aktif. Proses kimia dan pelapukan merupakan
proses-proses yang terjadi sepanjang kekar dan rekahan-rekahan yang
terdapat dalam batuan maupun kekar-kekar kecil dan belahan-belahan
dalam kristal. Bongkah-bongkah yang terdapat pada zona saprolit
membawa kadar nikel yang tinggi. Struktur dan tekstur batuan induk
dapat terlihat.
Unsur Fe, umumnya hadir sebagai besi primer dalam magnetit, kromit, kristosil
olivin, orthopiroksen, klinopiroksen, serta sebagai besi sekunder dalam magnetit setelah
serpentinisasi olivin dan piroksen. Ion-ion besi tersebut akan terakumulasi pada
permukaan endapan laterit, membentuk lapisan yang sangat keras atau sebagai geothit
dan limonit.
Unsur Ni, umumnya hadir pada batuan ultrabasa sebagai pengganti ion Mg dan
Fe mineral olivin, piroksen dan serpentin. Konsentrasi nikel paling tinggi terdapat pada
olivin, kemudian orthopiroksen serta klinopiroksen. Pada serpentin, nikel berasal dari
mineral asalnya (olivin dan piroksen). Nikel memiliki sifat kelarutan diantara Si dan Mg
yang relatif cepat dalam proses perpindahannya dan Fe yang tidak mudah berpindah
tempat. Pada sirkulasi air tanah yang bersifat asam nikel akan larut namun ketika air
tanah masuk pada zona saprolit unsur magnesia yang lebih mudah larut akan masuk dan
menyebabkan terakumulasinya nikel pada zona tersebut
Nikel juga terakumulasi pada zona limonit, yaitu pada geothit. Namun pada
pelapukan laterit tingkat lanjut dengan sirkulasi ait tanah yang terus-menerus
menyebabkan nikel terlarut kembali dan terakumulasi pada zona saprolit. Kadar nikel
pada geothit akan menjadi tinggi pada keadaan proses pembentukan endapan laterit
yang belum dewasa (masih muda).
V.4.2. Penyebaran Nikel Laterit
Penyebaran Nikel Laterit secara luas tersebar pada daerah telitian. Hampir
sebagian besar Desa Hukurila, Gunung Tersili tersingkap nikel laterit. Kembali lagi
pada stratigrafi daerah telitian, Gunung Tersili didominasi oleh batuan ultrabasa, dan
hampir sebagian besar dari singkapan yang dijumpai telah mengalami serpentinisasi dan
proses pelapukan. (Foto 5.1)
Foto 5.1. Singkapan Nikel Laterit , LP 37. Lokasi G.Tersili Desa Hukurila.
A. Profil Laterit Pada Daerah Telitian
Lokasi Pengamatan 38
Fe :
12,24%
Ni :
0,081%
Zn :
0,15%
Pb : 4,2
ppm
Profil nikel laterit pada LP 37 ini, dibuat oleh peneliti berdasarkan singkapan yang
ditemukan pada daerah telitian.
Lokasi Pengamatan 36
Conto diambil pada zona limonitnya , dan berdasarkan hasil analisa AAS didapatkan
hasil sbb :
Fe : 11,68%
Ni : 0,70%
Zn : 0,027%
Pb : 27 ppm
Profil nikel laterit pada LP 36 ini, dibuat oleh peneliti berdasarkan singkapan yang
ditemui pada daerah telitian.
Lokasi Pengamatan 35
Conto diambil pada zona limonitnya , dan berdasarkan hasil analisa AAS didapatkan
hasil sbb :
Fe : 12,59%
Ni : 0,34%
Zn : 0,021%
Pb : 12,3 ppm
Profil nikel laterit pada LP 35 ini, dibuat oleh peneliti berdasarkan singkapan yang
ditemui pada daerah telitian.
Lokasi Pengamatan 34
Conto diambil pada zona limonitnya , dan berdasarkan hasil analisa AAS didapatkan
hasil sbb :
Fe : 9,90%
Ni : 0,63%
Zn : 0,015%
Pb : 12,4 ppm
Profil nikel laterit pada LP 34 ini, dibuat oleh peneliti berdasarkan singkapan yang
ditemui pada daerah telitian.
Lokasi Pengamatan 31
Conto diambil pada zona limonitnya , dan berdasarkan hasil analisa AAS didapatkan
hasil sbb :
Fe : 5,31%
Ni : 0,18%
Zn : 0,011%
Pb : 22 ppm
Profil nikel laterit pada LP 31 ini, dibuat oleh peneliti berdasarkan singkapan yang
ditemui pada daerah telitian.
Lokasi Pengamatan 22
Fe : 6,60%
Ni : 0,23%
Zn : 0,017%
Pb : 16,7 ppm
Profil nikel laterit pada LP 22 ini, dibuat oleh peneliti berdasarkan singkapan yang
ditemui pada daerah telitian.
Lokasi Pengamatan 20
Berdasarkan peta kontur dan korelasi yang dibuat oleh peneliti, maka peneliti
mencoba menggabungkan kedua data tersebut untuk dapat memberikan gambaran
mengenai besarnya kadar Ni, dengan ketebalan dari zona limonit.
Dari hasil kedua data diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penyebaran
kadar Ni pada daerah telitian sangat dipengaruhi oleh ketebalan dari zona limonitnya.
Sangat terlihat jelas pada (Gambar 5.16), kadar Ni yang besar menunjukan ketebalan
dari zona limonitnya (Gambar 5.17).
Secara umum pada daerah telitian belum dilakukan eksplorasi, dan masih dalam
tahap penelitian dan pengujian, guna mengetahui kualitas dari nikel laterit yang
tersingkap pada daerah telitian.
Secara garis besar penggunaan logam nikel ada 2 (dua) macam yaitu : penggunaan
langsung dan penggunaan tak langsung.
KESIMPULAN
1. Daerah telitian dibagi dalam lima satuan geomorfik antara lain: dataran, karst
topografi, perbukitan, pegunungan, dan sistem vulkanik.
2. Daerah telitian tersusun oleh beberapa satuan batuan dari tua ke muda adalah:
yaitu satuan batuan ultrabasa, satuan batuan granit, satuan batupasir Kanikeh,
satuan batugamping, satuan batuan breksi vulkanik, satuan batugamping
terumbu, dan endapan alluvial.
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian adalah kekar dan sesar
turun. Struktur sesar yang berkembang adalah: Right Normal Slip Fault.
(Rickard, 1972).
4. Profil laterit umumnya dibagi menjadi 4 zona (dari atas ke bawah) yaitu: zona
limonit, zona transisi, zona saprolit, dan zona batuan dasar.
5. Jenis batuan dasar daerah telitian adalah serpentinit. Yang mana batuan ini
mengalami serpentinisasi dari batuan asal peridotit.
6. Kadar Ni pada daerah telitian sangat dipengaruhi oleh ketebalan dari zona
limonitnya. Semakin tebal zona limonitnya, semakin besar juga kadar Ni-nya.
DAFTAR PUSTAKA
Audley Charles, M.G., D.J. Carter., A.J. Barber, M.S. Norvick and S.
Tjokrosapoetro,1981, Reinterpretation of the Geology of Seram, Implication for
the Banda Arcs and Northern Australia, in the Geology of Eastern Indonesia,
Barber, A.J., and S. Wiryosuyono, GRDC, Special publication. No. 2, hal.138-
217.
Bateman,A.M. 1981, “Deposit Mineral” 3rd edition, John Wiley and Sons , New York .
Brunto,S., 1996, Fasies Gunungapi dan Aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, vol 1,
No.2 hal. 59-71.
Buchanan, F. 1807, A journey from Madras through the Countries of Mysore, Kanara
and Malabar. 3 vol, London, pp. 436-437, 89, 251, and 258 in vol 3.
Damayanti,Y.T., 1991. Geologi dan Studi Struktur Geologi Daerah Passo, dan
sekitarnya, Kec. Baguala, Kodya Ambon, Provinsi Maluku. Skripsi S-1, Fakultas
Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,
165h.
Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian region. United States Geological
Survey Profesional Paper 1078, U.S. Geological Survey, Reston, Va.
Maury, R.C., 1984, Les Consequences Volcaniques de la Subduction Bull, Soc Geol.
France, t. XXVI, n°3 : 489-500.
Rumpuin, 2007, Laterisasi Nikel di Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku., Thesis S-2
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Totok,D., Friedrich,G., 1988. Chormit Potential of the Nickel Laterite Deposits of Gebe,
Mollucas (Indonesia). Erzmetali 41 (1988) Nr. 11, pp 564-569.
Van Bemmelen, R.W, 1949, The Geology of Indonesia, vol IA, The Haque Martinus
Nijhoff.
Williams, H., Turner, F.J., Gilbert C. M., 1954, Petrography An In Introduction to the
Study of Rocks in the Thin Section, University of California, Berkeley, W.H.
Freeman and co, San Fransisco.
LAMPIRAN
Nama/NIM : Yolanda Titawael / 111 070 051
Sayatan no. :7
Perbesaran : 30 x
Keterangan :
1. 4C : Ka Feldspar
2. 6E : Kuarsa
3. 5F : Biotit
4. 1D : Plagioklas
DISKRIPSI PETROGRAFI :
Sayatan tipis batuan metamorf ; wana coklat ; struktur : nonfoliasi ; tekstur : - ; disusun
oeh : Ka feldspar, kuarsa, biotit, dan plagioklas.
Pemerian Komposisi :
6. Plagioklas (5%) : Bewarna coklat, bentuk butiran anhedral, hadir merata dalam
sayatan.
Keterangan :
1. 1A : Mud
2. 4B : Kuarsa
3. 3F : Opak
4. 7E : Ka Feldspar
5. 1F : Hornblende
6. 1D : Piroksen
DISKRIPSI PETROGRAFI :
Sayatan batuan sedimen klastik ; wana coklat; bertekstur klastik; butiran didukung oleh
mudsupported, ukuran butir 0,01 – 0,2 mm, bentuk butiran subrounded – rounded,
terpilah baik, kemas tertutup, disusun oleh : Mud, kuarsa, opak, K-Feldspar,
Hornblende, Piroksen.
Pemerian Komposisi :
2. Kuarsa (35%) : Berwarna putih bening, ukuran butir 0,05 – 0,06 mm, bentuk
butiran subrounded – rounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai semen dan fragmen.
4. K.Feldspar (5%) : Berwarna putih gelap, ukuran butir 0,01 – 0,02 mm, bentuk
butiran subangular – subrounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai matriks.
5. Hornblende (5%) : Berwarna coklat, ukuran butir 0,01 – 0,02 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
matriks.
Keterangan :
1. 8B : Clay
2. 5B : Piroksen
3. 2B : Kuarsa
4. 8C : Kalsit
5. 6E : Opal
6. 3E : Fosil
DISKRIPSI PETROGRAFI :
Sayatan batuan sedimen klastik ; wana coklat; bertekstur klastik; butiran didukung oleh
mud supported, ukuran butir 0,01 – 0,2 mm, bentuk butiran subrounded – rounded,
terpilah baik, kemas tertutup, disusun oleh : Clay, piroksen, kuarsa, fosil, opak, kalsit.
Pemerian Komposisi :
2. Piroksen (35%) : Berwarna coklat, ukuran butir 0,02 – 0,06 mm, bentuk butiran
subangular – subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
semen dan fragmen.
3. Kuarsa (10%) : Berwarna putih bening, ukuran butir 0,03 – 0,04 mm, bentuk
butiran subrounded, hadir merata dalam sayatan sebagai
matriks.
4. Kalsit (10%) : Berwarna coklat, ukuran butir 0,01 – 0,02 mm, bentuk
butiran surounded – rounded, hadir merata dalam sayatan
sebagai semen.
6. Fosil (3%) : Berwarna coklat, ukuran butir 0,02-0,03 mm, bentuk butiran
subrounded, hadir setempat dalam sayatan.
DISKRIPSI PETROGRAFI :
Sayatan tipis batuan metamorf ; wana coklat ; struktur : nonfoliasi ; tekstur : - ; disusun
oeh : Kalsit.
Pemerian Komposisi :
Keterangan :
1. 4F : Gelas
2. 7E : Plagioklas
3. 3D : Kuarsa
4. 8D : Biotit
DISKRIPSI PETROGRAFI :
Sayatan tipis batuan piroklastik ; wana coklat ; struktur : klastiki ; ukuran butir : 0,2-
0,4mm ; bentuk butir : Subrounded-rounded; disusun oleh gelas, plagioklas, kuarsa,
dan biotit.
Pemerian Komposisi :
1.Gelas (55%) : Berwarna coklat, bentuk butiran subrounded, hadir merata
dalam sayatan hadir sebagai gelas.
2. Plagioklas (20%) : Berwarna coklat, bentuk butiran subrounded, hadir merata
dalam sayatan hadir sebagai kristal.
Keterangan :
5. 4D : Serpentin
6. 6A : Kromit
PEMERIAN PETROGRAFIS :
Sayatan batuan serpentin, batuan hasil ubahan dari batuan ultra basa Peridotite, warna
abu-abu kekuningan-kehijauan, komposisi mineral didominasi oleh serpentin hasil
ubahan dari mineral Olivin dan piroksen, menampakkan “mash texture” (struktur
jaring), dengan ukuran mineral 0,1-0,5mm, bentuk subhedral-anhedral.
KOMPOSISI MINERAL
Serpentine (99%), tidak berwarna-hijau pucat, relief rendah, n>nKb, bias rangkap
lemah, hadir sebagain mineral ubahan dari mineral olivine dan piroksen
Kromit (1%), hitam-coklat, submetalik, relief tinggi, berukuran 0,1– 1,2mm
Keterangan :
1. 2E : Serpentin
2. 10F : Kromit
PEMERIAN PETROGRAFIS :
Sayatan batuan serpentin, batuan hasil ubahan dari batuan ultra basa Peridotite, warna
abu-abu kekuningan-kehijauan, komposisi mineral didominasi oleh serpentin hasil
ubahan dari mineral Olivin dan piroksen, menampakkan “mash texture” (struktur
jaring), dengan ukuran mineral 0,1-0,5mm, bentuk subhedral-anhedral.
KOMPOSISI MINERAL
Serpentine (90%), tidak berwarna-hijau pucat, relief rendah, n>nKb, bias rangkap
lemah, hadir sebagai mineral ubahan dari mineral olivin dan piroksen
Shear Gash
N250°E/60° N144°E/65°
N269°E/67° N149°E/63°
N259°E/67° N155°E/75°
N263°E/58° N140°E/62°
N270°E/60° N154°E/73°
N268°E/57° N145°E/64°
N269°E/66° N150°E/69°
N257°E/65° N153°E/71°
N259°E/67° N147°E/65°
Analisa arah umum kekar daerah Rutong.
Analisa arah umum kekar daerah W.Hosu.
Analisa arah umum kekar daerah Hukurila.
Analisa sesar daerah W.Huso.