METADATA
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pengembangan Perpustakaan Digital
Dosen Pengampu
Dr. Ardoni, M.Si
Disusun oleh:
Refanni Anggi Saputri 190214613269
Rezi Anjelia Putri 190214613269
Riris Yunita Auliyah 190214613203
Rista Tanya Pawestri 190214613228
Vione Sagita Efendi 190214613225
BAB 1
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman yang berbanding lurus dengan
perkembangan teknologi menuntut suatu perubahan hampir di seluruh bidang. Di
perpustakaan, pemanfaatan teknologi merupakan suatu tantangan untuk memenuhi
kebutuhan penggunanya yang semakin kompleks. Penggunaan suatu teknologi di
perpustakaan ini menghasilkan suatu data-data. Dan data tersebut harus dikelola secara
terstruktur agar mudah digunakan.
1.2.2 Apa fungsi, tipe, skema, design, dan implemetasi dari metadata?
1.3 Tujuan
1.3.2 Mengetahui fungsi, tipe, skema, design, dan implemetasi dari metadata.
BAB 2
PEMBAHASAN
Menurut Gritton (dalam Basuki S., 2000:2) metadata adalah data tentang data.
Pengertian ini tidak memudahkan seseorang dalam mengetahui metadata karena tidak adanya
kejelasan dalam pengertian tersebut. Menurut World Wide Web Consortium (dalam Basuki
S., 2000:2) metadata adalah sebuah mesin yang paham tentang informasi objek web dan
mengemukakan bahwa metadata bisa berkembang menjadi sumber daya informasi lainnya di
masa yang akan datang. Menurut Ng et al (dalam Basuki S., 2000:2) operasional metadata
adalah sebuah data yang memperincikan sebuah karakter data sumber, mendeskripsikan
hubungan serta menunjang penemuan dan penggunaan yang efektif. Menurut Caplan (dalam
Pramudyo G.N., 2019:123) metadata adalah informasi yang terstruktur tentang sumber
informasi dari berbagai jenis media atau format. Menurut Buckland(dalam Pramudyo G.N.,
2019:123) Metadata adalah entitas umum yang mendeskripsikan dokumen, arsip, dan data .
Menurut Australian Society of Archivity (dalam Pramudyo G.N., 2019:123) Metadata tidak
hanya informasi tentang arsip tetapi lebih pada kelompok dari arsip, individu, dan organisasi,
serta fungsi dan proses bisnis. Metadata pada umumnya mencakup semua objek informasi
terlepas dari bentuk fisik atau intelek,
Penemuan data dapat dengan mudah dan cepat ditemukan dengan menggunakan kata
kunci atau topik yang relevan.
b. Mengidentifikasi sumberdaya
Kemampuan untuk mengidentifikasi data sesuai dengan kriteria khusus yang sehingga
mampu membedakan antara data yang satu dengan data yang lainnya.
Metadata dapat melacak penggunaan data dan menghubungkan data tersebut ke konten
lainnya.
2.3 Tipe
Metadata sering kali diartikan sebagai data ke data atau informasi ke informasi.
Berdasarkan National Informational Standards Organization United States (NUS Libraries,
2018) terdapat beberapa tipe metadata, diantaranya:
a. Metadata Deskriptif
Merupakan tipe metadata yang menunjukan sumber informasi yang akhirnya dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi kembali. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa metadata ini diperuntukan untuk membantu kita untuk mencari
sumber informasi serta menyeleksi informasi. Unsur-unsur metadata ini meliputi judul,
penulisan subjek serta tanggal publikasi.
b. Metadata Teknis
Metadata ini merupakan tipe metadata yang sering kali digunakan untuk menunjukan
informasi yang dibutuhkan untuk mengakses data tersebut. Contoh elemennya : tipe file,
ukuran file, tanggal/ atau waktu dibuat. Dengan elemen- elemen itu memudahakan para
pengguna untuk mencari informasi tersebut.
Dimana tipe metadata ini melingkupi manajemen sumber informasi seperti checksum,
jadwal preservasi.
d. Metadata Administratif-Rights
Tipe metadata ini merupakan tipe metadata yang memiliki kaitan dengan hak kekayaan
intelektual. Tipe metadata ini seringkali dimanfaatkan untuk memberikan informasi yang
berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Elemen- elemen tipe metadata ini miliputi:
status copyright, ketentuan lisensi, dan pemegang hak.
e. Metadata Struktural
Tipe metadata ini memiliki pengertian metadata yang mampu menguhubungkan antara
data yang satu dengan data yang lainnya. Dengan kata lain sumber informasi yang saling
berkaitan bisa dihubungkan satu sama lain. Contohnya adalah sequence.
Metadata ini merupakan tipe metadata yang menggunakan system Bahasa modern untuk
membuat catatan dokumen maupun informasi secara sintaksis namun dibedakan oleh
teks. Contoh elemennya antara lain: paragraph, headinglist, nama, keterangan waktu.
2.4 Skema
Skema metadata merupakan kumpulan elemen dan aturan metadata yang penggunaannya
telah ditentukan untuk tujuan tertentu. Skema merupakan konsep yang digunakan metadata
dengan menggunakan kumpulan elemen yang terstruktur sesuai aturan didalamnya agar
sebuah skema disepakati menjadi standar metadata. Lalu standar metadata dikembangkan
menjadi sesuai dengan lingkungan dan ranah yang berbeda, menurut NISO (dalam
Pramudyo, G.N., 2019:122) contoh standar metadata pada pendeskripsian, yakni ONIX
digunakan pada bidang penerbitan, Exif struktur tag untuk metadata tertanam dalam file
gambar digital, MARC dan MODS digunakan sebagai deskripsi bibliografis perpustakaan,
CIDOC CRM dikembangkan untuk keperluan dokumentasi museum dan warisan budaya,
CDWA dan VRA Core digunakan sebagai kerangka konseptual karya seni, EAD digunakan
untuk keperluan arsip, DDI untuk menggambarkan data dalam ilmu sosial, perilaku, dan
ekonomi, PREMIS untuk keperluan preservasi dalam pengarsipan digital, dan MEI untuk
notasi musik.
MODS (Metadata Object Description Schema) adalah sebuah skema untuk bibliografi di
perpustakaan.
Unsur pertama dalam MODS adalah root element. Setiap dokument XML harus
menggunakan root element di awalnya.
Contoh :
<modsCollection xsi:schemaLocation=”http://www.loc.gov/mods/v3
http://www.loc.gov/standards/mods/v3/mods-3-3.xsd”>
Di bawahnya terdapat ID mods dan versi MODS yang digunakan. ID mods di sini berarti
urutan cantuman bibliografi yang telah dimasukkan (entri) ke dalam aplikasi
perpustakaan dalam hal ini menggunakan Senayan.
Contoh :
Skema MODS di bawah ini terdiri atas Top Level Elements, yang terdiri dari :
Contoh : - <titleInfo>
- <originInfo>
- <languange>
- dan sebagainya.
Satu unsur dapat terdiri atas beberapa sub-unsur, dan unsur maupun sub-unsur perlu
disertai atribut yang memberi informasi lebih khusus mengenai unsur dan sub-unsur
tersebut.
Contoh :
--<titleInfo>
</titleInfo>
Unsur titleInfo memiliki sub-unsur: title dan sub-title. Setiap unsur maupun sub-unsur
selalu dimulai dengan tag pembuka ”< >”, kemudian ditutup dengan tag penutup ”</
>” seperti contoh di atas.
<namePart>Abd. Haris</namePart>
<role>
</role>
</name>
<role>
</role>
</name>
Atribut bisa berupa: ID, type (judul yang disingkat, terjemahan, alternatif, Seragam),
authority (authority list/file atau daftar kendali yang digunakan), displayLabel (jika
ada keterangan tambahan tentang judul yang harus ditampilkan), xlink (link eksternal),
lang (bahasa), xml:lang (bahasa suatu unsur, dinyatakan dengan menggunakan kode 2
karakter dari ISO 639-1), script (aksara), transliteration.
Contoh:
<nonSort>L`</nonSort>
</titleInfo>
(Penjelasan: ”fr” = french, tipe judul=terjemahan, L`= kata sandang yang diabaikan
pada saat sorting).
Contoh :
<recordInfo>
<recordIdentifier>982</recordIdentifier>
<recordCreationDate encoding=”w3cdtf”>2010-04-15
09:26:41</recordCreationDate>
<recordChangeDate encoding=”w3cdtf”>2010-04-28 14:11:30</recordChangeDate>
<recordOrigin>machine generated</recordOrigin>
</recordInfo>
2.5 Design
Proses desain metadata di perpustakaan digital harus terstruktur, hal yang terstruktur
melibatkan sejumlah penyesuaian. Metadata di perpustakaan digital memiliki proses desain
untuk mendapatkan metadata yang konsisten dan dapat dioperasikan. Persyaratan dasar untuk
metadata dapat diuraikan menjadi enam prinsip umum untuk merancang dan menerapkan
metadata berkualitas tinggi, diantaranya adalah:
1. Metadata yang baik harus sesuai dengan standar komunitas dilihat dengan cara
penyesuaian materi di dalam koleksi, pengguna koleksi, dan penggunaan koleksi saat
ini dan di masa depan.
3. Metadata yang baik menggunakan kontrol otoritas dan standar konten untuk
mendeskripsikan objek dan kolokasi objek terkait.
4. Metadata yang baik mencakup pernyataan yang jelas tentang kondisi dan syarat
penggunaan objek digital.
6. Rekaman metadata yang baik adalah objek itu sendiri dan oleh karena itu harus
memiliki kualitas yang baik, termasuk otoritas, keaslian, pengarsipan, ketekunan, dan
identifikasi unik.
Menurut Xie dan Matusiak (dalam Kelompok Kerja Kerangka NISO, 2007, hlm. 61-62)
Prinsip-prinsip di atas dibangun berdasarkan katalog perpustakaan, terutama yang berkaitan
dengan kepatuhan standar dan penggunaan kontrol otoritas dan standar konten. Diharapkan
metadata dapat mendukung interoperabilitas, pengelolaan hak, dan pelestarian jangka
panjang. Penekanannya adalah tentang standarisasi proses pembuatan metadata, yang pada
gilirannya mendukung konsistensi dan akurat deskripsi sumber daya, interoperabilitas, dan
pelestarian objek digital. Rekaman metadata sendiri adalah objek digital dan harus memiliki
atribut objek yang baik agar bisa dipelihara dan dilestarikan.
VRA Core dan CDWA adalah dua standar struktur yang dirancang khusus untuk
membuat metadata karya seni. CDWA digunakan dalam hubungannya dengan CCO, sebuah
museum standar data untuk mendeskripsikan karya seni dan budaya material, dan dengan alat
kosa kata yang terkontrol dikembangkan oleh Getty Research Institute, termasuk Art and
Architecture Thesaurus (AAT) atau Thesaurus of Geographic Names (TGN). Skema VRA
juga digunakan dengan kosakata CCO dan Getty menurut Xie dan Matusiak (dalam Elings
dan Waibel, 2007). Dublin Core dan MODS adalah digital lintas disiplin dan umum standar
perpustakaan, dan digunakan dengan berbagai kosakata terkontrol, termasuk LC Subject
Headings, Thesaurus for Graphic Materials (TGM), dan kosakata Getty.
Pembuatan metadata dalam koleksi dan repositori digital melibatkan dua fase berbeda, yaitu:
Desain metadata, yang mencakup pemilihan dan penyesuaian skema, memberikan dasar
untuk membuat rekaman metadata. Pemilihan skema dan/atau pengembangan profil aplikasi
lokal dibutuhkan di fase awal proyek perpustakaan digital. Desain metadata sangat penting
untuk yang berikutnya tahapan implementasi metadata dan interoperabilitas. Fase ini tidak
hanya melibatkan pemilihan skema metadata yang sesuai tetapi juga menentukan tingkat
deskripsi dan identifikasi yang sesuai alat kosakata terkontrol untuk digunakan dalam
membuat rekaman. Keputusan akan mengadopsi standar konten yang ditetapkan atau
mengembangkan pedoman masukan lokal juga dibuat dalam tahap perencanaan.
Xie dan Matusiak menyatakan bahwa (dalam Miller, 2011) menekankan bahwa
mendesain profil aplikasi metadata yang baik adalah “bergantung pada pemahaman yang
kuat tentang arti dan ruang lingkup yang diinginkan dari kumpulan elemen metadata yang
mendasarinya. Desainer metadata harus memahami arti penggunaan elemen dalam skema
yang digunakan untuk menerapkannya dengan benar dalam koleksi tertentu dan untuk
menerapkan skema secara konsisten di beberapa koleksi. Sejumlah panduan untuk praktik
terbaik telah dikembangkan untuk membantu praktisi perpustakaan digital dalam pembuatan
metadata.
Penyesuaian profil metadata dengan elemen lokal biasanya dirancang untuk memenuhi
kebutuhan pengguna tertentu, domain disipliner, dan karakteristik koleksi tertentu.
Pendekatan yang disesuaikan dapat menciptakan metadata yang terstruktur. Kumpulan
elemen metadata lokal sering dirancang untuk heterogen koleksi digital yang mencakup
materi dari berbagai koleksi sumber atau campuran dari jenis sumber daya dan format.
Namun, tantangan dari pendekatan yang disesuaikan adalah untuk mengakomodasi dan
melestarikan berbagai metadata disiplin atau koleksi spesifik, sambil menjaga konsistensi di
seluruh koleksi dan berbagi metadata menurut Xie dan Matusiak (dalam Attig et al., 2004;
Chopey, 2005).
Desainer metadata mungkin memutuskan untuk tidak memetakan beberapa lokal elemen
jika pemetaan menciptakan kebingungan untuk pengumpulan metadata. Pemilihan kosakata
biasanya ditentukan selama desain metadata dan proses penyesuaian yang mungkin
melibatkan lebih dari satu alat kosakata terkontrol dan/atau pengembangan yang
dikendalikan secara lokal daftar kosakata.
2.6 Implemntasi
Menurut Rimaru (dalam Rita Prima Bendriyanti dan Leni Natalia Zulita, 2012),
implementasi merupakan suatu proses mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan itu sendiri. Dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas
atau kegiatan(Irawan and Simargolang 2018). Seperti yang kita ketahui bahwa metadata
merupakan informasi yang tersusun secara terstruktur yang biasanya digunakan untuk
menjelaskan, mendeskripsikan sebuah informasi ataupun digunakan sebagai media temu
kembali informasi. Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa metadata
mempunyai peran penting dalam menemukan maupun mendeskripsikan sumber informasi
karena pada metadata data atau informasi yang ada di perpustakaan diolah secara terstruktur
sehingga hal ini mempermudah para pengguna dalam melakukan penelusuran informasi atau
temu kembali informasi. Metadata merupakan elemen yang menjadi kunci dalam domain
perpustakaan digital. Karakteristik yang berkaitan dengan nilai dan efektifitas sebuah
perpustakaan digital bergantung kepada kualitas metadata yang digunakan. Untuk itu dalam
menentukan metadata yang akan digunakan perlu dipertimbangkan kualitasnya. Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa metadata mempunyai peran penting dalam
penelusuran informasi di perpustakaan digital.
Walaupun banyak yang menilai bahwa Dublin Core terlalu sederhana dan MARC dinilai
terlalu kompleks serta kurang cocok digunakan di perpustakaan, namun kedua metadata ini
paling banyak digunakan di Indonesia. Perlu diketahui bahwa di Indonesia metadata MARC
telah diadopsi menjadi INDOMARC.
MARC atau Machine Readable Cataloging merupakan salah satu hasil dan syarat bagi
penulisan catalog koleksi perpustakaan. Terdapat standar dalam metadata MARC, pada
awalnya standar ini dikembangkan oleh Library of Congress (LC). Bagi penyebaran
katalogisasi bahan pustaka LC MARC memiliki manfaat besar di berbagai perpustakaan
Amerika Serikat. Dengan adanya keberhasilan ini menjadikan banyak negara mulai
mengembangkan MARC bagi kepentingan nasional negara masing – masing.
2. Dublin Core
Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang digunakan dalam web resource
description and discovery. Hadirnya metadata Dublin Core dipengaruhi karena rasa tidak
puas pengguna atas standar MARC dimana dinilai terlalu kompleks dengan terlalu
banyak unsur dan terdapat istilah – istilah yang hanyak dapat dimengerti oleh pustakawan
saja, selain itu metadata MARC dinilai kurang dapat digunakan untuk sumber informasi
dalam world wide web. Berkaitan denganhal tersebut hadirnya Dublin Core dimaksudkan
untuk menyederhanakan kaidah yang ada dalam MARC agar istilah – istilah tidak hanya
dapat digunakan oleh pustakawan, namun juga pemustaka lain. Dalam Dublin Core
kesederhanaan merupakan unsur pertimbangan utama. Pada perpustakaan digital yang
banyak menampilakn koleksi full-text mengimplementasikan kesederhanaan untuk
sharing metadata. Dalam implementasinya metadata Dublin Core banyak digunakan
dalam program Digital Library. Perlu diketahui bahwa elemen dalam Dublin Core dan
MARC dapat saling dikonversi.
2. Arti kata dari sebuah istilah di Dublin Core dapat dengan mudah dipahami dan
dikenali secara umum atau semantic.
3. Metadata Dublin Core memiliki potensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut atau
expandable.
BAB 3
PENUTUP
Terdapat skema dalam sebuah metadata, yaitu konsep yang digunakan metadata dengan
menggunakan kumpulan elemen yang terstruktur sesuai aturan didalamnya agar disepakati
menjadi standar metadata.Selanjutnya standar metadata dikembangkan sesuai dengan lingkungan
dan ranah yang berbeda. Dalam perpustakaan digital, metadata harus memiliki proses desain
guna mendapatkan metadata yang konsisten dan dapat dioperasikan. Adapun contoh
implementasi metadata di perpustakaan adalah MODS (Metadata Object Descroption Schema),
MARC, INDOMARC, dan Dublin Core
Daftar Pustaka
Azwar, Muhammad. n.d. 2012. MODS Metadata Alternatif dalam Pengembangan Aplikasi
Perpustakaan Digital di Indonesia. 5-6.
Azwar, M. (2012). MODS Metadata Alternatif dalam Pengembangan Aplikasi Perpustakaan
Digital di Indonesia (Studi Kasus Senayan Library Management System). PALIMPSEST
Jurnal Ilmu Informasi dan Perpustakaan, 4(1), 37-42.
Basuki, S. (2012). METADATA, DESKRIPSI SERTA TITIK AKSESNYA DAN INDOMARC.
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 25(1-2), 1-19.
Darmawiguna, I Gede Mahendra dan Ketut Purnamawan. 2016. Rancang Bangun Sistem
Informasi Repositori Undiksha dengan Metadata Dublin Core Berbasis Web. Jurnal
disajikan dalam Seminar Nasional Vokasi dan Teknologi, Denpasar-Bali, 22 Oktober.
Fadhli, R. (2018). Peran perpustakaan perguruan tinggi dalam research data management
untuk mendukung scholarly communication. Khizanah al-Hikmah: Jurnal Ilmu
Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan. 6 (2): 127-128
Irawan, Muhammad Dedi, and Selli Aprilla Simargolang. 2018. Implementasi E-Arsip Pada
Program Studi Teknik Informatika. JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI 2(1):67. doi:
10.36294/jurtiv2i1.411.
Pramudyo, G. N. (2019). PENYEBERANGAN METADATA: ENCODED ARCHIVAL
DESCRIPTION, METADATA OBJECT DESCRIPTION SCHEMA, DAN DUBLIN
CORE DI PERSIMPANGAN. Jurnal Kearsipan, 14(2), 121-136.
Pramudyo, G. N. (2019). PENYEBERANGAN METADATA: ENCODED ARCHIVAL
DESCRIPTION, METADATA OBJECT DESCRIPTION SCHEMA, DAN DUBLIN
CORE DI PERSIMPANGAN. Jurnal Kearsipan, 14(2), 121-136.
Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah (PDDI) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
2012. Metadata Perpustakaan, (Online), (https://pddi.lipi.go.id/metadata-perpustakaan/),
diakses tanggal 25 Maret 2021.X
Xie, Iris dan Krystyna K. Matusiak. 2016. Discover Digital Libraries: Theory and Practice. 143-
153.