Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PATIENT SAFETY

KESALAHAN DALAM PELABELAN SPESIMEN LABORATORIUM

Disusun Oleh : Kelompok 8

1. Nur Bintoro P07120420011


2. Wahyu Farida Ningsih P07120420010
3. Krisyan P07120420015
4. Endar Triasmaka P07120420032
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Pelaksanaan pelabelan specimen atau identifikasi pasien menjadi hal penting
dan utama dalam pelayanan asuhan pasien yang aman. Jika proses identifikasi pasien
saja terjadi kesalahan maka hal tersebut dapat berdampak secara berkelanjutan pada
pelayanan pasien itu sendiri ( WHO,2007).
Berdasarkan penelitian Mulyana (2013) menyebutkan tercatat pada tahun
2009-2011 terjadi Kejadian Yang Tidak Diinginkan (KTD) sebanyak 171 kasus.
Berdasarkan jumlah tersebut , sekitar 34,5% kasus terkait penggunaan obat ( medication
error ) dan 65,5 % kasus lainnya seperti kejadian pasien jatuh, salah identitas, salah
hasil laboratorium dan lain-lain.
Unit Laboratorium merupakan bagian penting bagi terselenggaranya asuhan di
Rumah Sakit. Setiap kegiatan di laboratorium memerlukan proses identifikasi terhadap
pasien dan identifikasi/ pemberian label terhadap specimen. Pasien perlu diidentifikasi
secara pasti Ketika akan diberikan obat, darah atau produk darah, pengambilan darah
dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis atau mendapatkan Tindakan medis lainnya,
sehingga terhindar dari kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi keselamatan pasien
(Kemenkes,2011). Kurang lebih 50% dari 70% kesalahan yang terjadi di Laboratorium
disebabkan adanya kesalahan yang terjadi saat fase Pra-analisis yang termasuk
didalamnya yaitu kesalahan identifikasi pasien dan specimen (Plebani dkk.,2013).
Seluruh Langkah dalam fase pra analisis specimen di laboratorium yaitu lembar
permintaan pemeriksaan pasien di laboratorium, identifikasi pasien dan identifikasi
specimen dari pasien, dan kualitas dalam trnspot specimen sangat memerlukan evaluasi
dalam pengawasan (Lippi dkk, 2012).
Melakukan identifikasi pasien dan specimen merupakan aktifitas bekerja yang
memiliki nilai atau pahala besar bila dipandang dari sudut pandang ajaran islam.
Bekerja dalam ajaran islam tidak sekedar berlandaskan tujuan yang bersifat duniawi,
namun lebih kepada bekerja untuk ibadah. Bekerja akan membuahkan hasil dan hasil
itulah yang bisa memberikan makan, tempat tinggal, pakaian, menafkahi keluarga
sekaligus menjalani bentuk ibadah lain dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Keselamatan Pemeriksaan Pasien (Patient Safety)


Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu sistem di mana rumah
sakit atau tempat layanan Kesehatan untuk membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut memiliki beberapa bagian penting, yaitu assessment resiko, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta melakukan
implementasi dari solusi yang didapatkan untuk meminimalkan terjadinya resiko dan
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat salam dalam
melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan Tindakan yang seharusnya dilakukan
(Kemenkes RI,2011). Patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari
cidera karena kecelakaan. Keselamatan pasien perlu dikembangkan menjadi suatu
budaya kerja dalam fasilitas pelayanan Kesehatan, tidak sebatas sebagai suatu
ketentuan maupun aturan.
Pelaksanaan keselamatan pasien di Indonesia secara jelas telah diatur dalam UU
No.44 tahun 2009 pasal 29 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap Rumah Sakit
berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit dan pasal 43 ayat 1 menyebutkan tentang bahwa keselamatan pasien adalah suatu
proses dalam pemberian layanan rumah sakit terhadap pasien dengan lebih aman.
Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut telah diatursecara jelas dalam ayat 2 pasal
tersebut yaitu pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan
dikenakan sanksi administrative berupa teguran tertulis, denda dan pencabutan izin
rumah sakit. Keseriusan dalam upaya mewujudkan keselamatan pasien adalah dengan
dibentuknya Komote Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).

2. Tujuan Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Tujuan keselamatan pasien berdasarkan Depkes RI92008) adalah :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien
b. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya KTD (Kejadian Tidak Dinginkan)
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD
Dalam mendukung tercapainya keselamatan pasien, Joint Commission
International (JCI) mengeluarkan standar yang merujuk pada peranan penting bagi
pimpinan RS dan menjamin integrasi, dukungan dan penerimaan usaha-usaha
keselamatan pasien.

3. Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu pelayanankesehatan dapat
dilihat sebagai sebuah system terdiri atas komponen struktur, proses dan hasil. Struktur
meliputi infrastruktur fisik, organisasi (struktur budaya), manajemen, sumber daya,
manusia, penjadwalan dan ketersediaan peralatan. Komponen proses meliputi
kepatuhan pada protocol, proses pelayanan, prosedur tindakan, pengendalian serta
pedoman. Keselamatan pasien merupakan hasil dari komponen terstruktur dan proses
(Runciman dkk., 2010). Keselamatan pasien merupakan hasil dari interaksi petugas
Kesehatan dengan berbagai komponen dalam system pelayanan kesehayan. Interaksi
tersebut bersifat kompleks. Kompleksitas interaksi ini dapat menimbulkan resiko
terjadinya kesalahan selama proses asuhan Kesehatan pasien apabila tidak dilakukan
dengan hati-hati. Kesalahan petugas sangat mungkin terjadi. Kesalahan fktor manusia
(human error) juga terjadi karena masalah komunikasi, tuntutan pekerjaan, tuntutan
kecepatan pelayanan, kesibukan dan kelelahan, lingkungan kerja yang tidak menentu
dan sering berubah (Cahyono, 2012). Tempat layanan Kesehatan atau Ruamah Sakit
sebagai organisasi yang bersifat kompleks akan membentuk system pertahanan yang
berfungsi untuk melindungi terjadinya insiden (kecelakaan) yang tidak diharapkan.
System barrier dalam organisasi meliputi pengaruh organisasi, pengawasan yang aman,
kondisi lingkungan yang mendukung keselamatan kerja, periolaku yang mendukung
keselamatan pasien (Cahyono, 2012).
Insiden kecelakaan dapat terjadi Ketika system barrier mampu ditembus. Hal
ini mengindikasikan system pertahanan tidak mampu berfungsi secara optimal.
Kesalahan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dapat mengakibatkan kejadian yang
tidak diharapkan (KTD) maupun Kejadian Nyaris Cidera (KNC) pada pasien. Menurut
KKP_RS (2008) factor contributor yang mempengaruhi dan berperan dalam
mengembangkan dan atau meningkatkan resiko suatu kejadian kesalah terdiri atas :
a. Faktor kontributor luar (eksternal)
b. Faktor dalam organisasi (internal)
c. Faktor yang berhubungan dengan petugas yaitu kognitif atau perilaku
petugas yang kurang, lemahnya suopervisi, kutangnya team work atau
komunikasi
d. Factor yang berhubungan dengan keadaan pasien

4. Patient Safety/ Keselamatan pasien di lingkup Laboratorium


Unit laboratorium adalah unit yang melaksankan pemeriksaan specimen klinik
guna mendapat informasi tentang Kesehatan perorangan, untuk menunjang
penegakan diagnose medis, penyembuhan dan pemulihan Kesehatan. Spesimen
klinik adalah bahan yang berasal atau diambil dari tubuh manusia untuk
keperluan diagnostic, penelitian, pengembangan, Pendidikan, atau analisis
lainny, termasuk penyakit infeksi yang berpotensi pandemic (Permenkes
Nomor 411/MENKES/PER/III/2010).
Berdasarkan cara pengambilan specimen dapat dibagi :
a. Spesimen kritikal/invasive CNS seperti otak, darah,katup jantung,
cairan pericardial, cairan amnion, broncho alveolar lavage (BAL) dan
cairan vitreus/aquos.
b. Spesimen mikrobiologi klinik seperti sputum, jaringan, faeses, aspirasi
luka, pus dan tulang.
c. Spesimen mikrobiologi klinik yang memerlukan akurasi dalam jumlah
penyebab infeksi seperti urine,dll.
d. Spesimen mikrobiologi klinik yang memerlukan penyimpanan khusus
misalnya pada pemeriksaan bakteri anaerob.

Tahap pemeriksaan Laboratorium terbagi atas 3 tahap yaitu Tahap Pre Analitik, Tahap
Analitik, dan Pasca Analitik.
a. Tahap Pre Analitik
tahap-tahap pemeriksaan pre analitik meliputi :
- Persiapan pasien
- Pemberian Identitas atau pelabelan specimen
- Pengambilan specimen
- Pengolahan specimen
- Penyimpanan specimen
- Pengiriman specimen ke laboratorium.
Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa spesimen-
spesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula serta memenuhi syarat
yang telah ditentukan.
b. Tahap Analitik

Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:


1. Pemeriksaan spesimen
2. Pemeliharaan dan Kalibrasi alat
3. Uji kualitas reagen
4. Uji Ketelitian - Ketepatan
Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil pemeriksaan
spesimen dari pasien dapat dipercaya/ valid, sehingga klinisi dapat menggunakan hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut untuk menegakkan diagnosis terhadap pasiennya.
Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik (sekitar 10% - 15%) tidak sebesar tahap pra
analitik, laboratorium tetap harus memperhatikan kegiatan pada tahap ini. Kegiatan
tahap analitik ini lebih mudah dikontrol atau dikendalikan dibandingkan tahap pra
analitik, karena semua kegiatannya berada dalam laboratorium. Sedangkan pada tahap
pra analitik ada hubungannya dengan pasien, yang kadang-kadang sulit untuk
dikendalikan.
Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik secara berkala atau
sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan pemeriksaan spesimen pasien tidak
mengalami kendala atau gangguan yang berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat
dapat menghambat aktivitas laboratorium, sehingga dapat mengganggu performa/
penampilan laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.

c. Tahap Pasca Analitik


Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca analitik yaitu sebelum hasil
pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:
1. Penulisan hasil
2. interpretasi hasil
3. Pelaporan Hasil
Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca analitik hanya sekitar 15% -
20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika dibandingkan kesalahan pada
tahap pra analitik, tetapi tetap memegang peranan yang penting. Kesalahan penulisan
hasil pemeriksaan pasien dapat membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap
pasiennya. Kesalahan dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan
juga dapat berbahaya bagi pasien.
Ketiga tahap kegiatan laboratorium ini sama-sama penting untuk dilaksanakan sebaik
mungkin, agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang berkualitas tinggi, mempunyai
ketelitian dan ketepatan sehingga membantu klinisi dalam rangka menegakkan
diagnosa, pengobatan atau pemulihan kesehatan pasien yang ditanganinya.
BAB III
PEMBAHASAN

Pemberian identitas pasien atau pelabelan specimen termasuk dalam tahap pre analitik .
Tahapan ini harus dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pelabelan atau
pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan
pemberian label pada wadah pasien, keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini
setidaknya mencakup :
- Nama pasien
- Nomor Id/Nomor Rekam medis
- Tanggal pengambilan Spesimen

Kesalahan Dalam Pemberian Label Spesimen


Kesalahan dalam pelabelan atau pemberian identitas dapat merugikan dan sangat beresiko
terhadap hasil pemeriksaan dan tentunya berpengaruh pada tindak lanjut yang akan diambil.
Untuk specimen beresiko tinggi seperti sampel pada penderita HIV/AIDS, Hepatitis sebaiknya
disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium. Hambatan yang sering
terjadi dalam pelaksanaan pemberian identitas/pelabelan pasien dan specimen di laboratorium
antara lain adalah :
A. Pada tahap Pre Analitik
1. Kurangnya Kelengkapan pengisian lembar permintaan pemeriksaan.

Hal ini bisa dikarenakan oleh:

-tingginya beban pekerjaan staf sehingga memungkinkan terjadinya human error pada proses
pelabelan formulir laboratorium pada sebuah ruang perawatan atau laboratorium
-dibeberapa fasilitas kesehatan (faskes) belum mempunyai system IT yang mendukung
formulir permintaan laboratorium pasien bisa dicetak secara online, sehingga identitas
pasien secara otomatis terisi pada setiap formulir
- rendahnya budaya terkait kepatuhan kelengkapan penulisan formulir rekam medis pasien

2. Rendahnya budaya identifikasi pasien secara benar

Rendahnya budaya identifikasi pasien terkait pelabelan specimen bisa terlihat dari
kegiatan seperti petugas tidak menanyakan minimal 2 dari 3 identitas pasien yang menjadi
ketentuan Rumah Sakit dan dilakukan pencocokan dengan formulir laboratorium ,
melakukan pelabelan sebelum specimen di dapatkan dan melakukan pelabelan tidak di
depan pasien . Hal ini bisa dikarenakan oleh:

-Belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang cara identifikasi pasien

-Belum adanya sosialisasi terkait SOP tentang identifikasi pasien

-Tidak adanya dukungan dari atasan dan role model terkait identifikasi pasien

-Belum diberlakukannya indicator mutu layanan yang terkait identifikasi pasien

-Belum diberlakukan system reward dan punistment terkait identifikasi pasien

-Belum berjalannya system pelaporan insiden keselamatan pasien sehingga tidak


adanya data terkait insiden keselamatan pasien yang menyangkut identifikasi pasien

B. Tahap Analitik

Pada tahap ini potensi kesalahan pelabelan masih mungkin terjadi karena di
laboratorium akan dilakukan pelabelan ulang , agar specimen bisa terdeteksi oleh alat, selain
itu pada beberapa laoratorium kecil , untuk memasukkan data ke computer masih dilakukan
secara manual sehingga masih mungkin terjadi kesalahan saat penulisan.
BAB IV. SARAN DAN REKOMENDASI

Saran dan Rekomendasi Dalam pelaksananaan identifikasi dan pelabelan specimen


Laboratorium:

Berdasarkan prinsip pencegahan kesalahan dalam identifikasi diatas menunjukkan


bahwa penerapan program keselamatan pasien sangat diperlukan di semua fasilitas
Kesehatan termasuk laboratorium.
Hal-hal yang perlu diperhatikan guna mencegah terjadinya kesalahan dalam pelabelan
specimen dan identifikasi pasien dalam laboratorium antara lain :
A. Pada Tahap Pre Analitik
- Adanya pengorganisasian tugas yang jelas pada masing-masing profesi dan staf
sehingga tidak membebani salah satu profesi (selama ini tugas untuk melengkapi
formulir-formulir lebih banyak dibebankan kepada perawat)
- Perlunya IT untuk mendukung kelengkapan penulisan identitas pasien secara lengkap
seperti system barcoding mulai dari ruang perawatan, atau format formulir yang bisa
dicetak online dan sudah tercetak lengkap dengan identitas pasiennya
- Untuk faskes yang formulirnya masih dalam bentuk hardfile, diusahakan format
identitas pasien (nama, tanggal lahir, no rekam medis, alamat) dibuat seragam dengan
formulir rekam medis pasien yang lain supaya petugas lebih mudah dalam pengisiannya
- Sosialisasi terkait tata cara penulisan formulir laboratorium
- Melakukan identifikasi terkait SOP identifikasi pasien (ada atau tidaknya, masih
berlaku atau tidak, sesuai dengan aturan terbaru atau tidak?
- Lakukan sosialisasi terkait SOP identifikasi pasien yang benar
- Para pimpinan unit memberikan rolemodel dalam pelaksanaan identifikasi pasien
- Melakukan evaluasi dan monitoring terkait proses pelaksanaan identifikasi pasien
- Memasukkan identifikasi pasien ke dalam salah satu indicator mutu pelayanan
- Memasukkan identifikasi pasien dalam point penilaian kinerja pegawai
- Sosialisasi terkait pelaporan insiden keselamatan pasien supaya banyak data yang
terkumpul sehingga bisa dilakukan audit untuk mencari akar masalah dari kejadian
tersebut
B. Pada Tahap Analitik

Penggunaan mesin yang didukung dengan teknologi yang canggih, sehingga memungkinkan
alat terkoneksi dengan system elektronic healt record yang dimiliki pada sebuah faskes.
DAFTAR PUSTAKA

WHO. (2007). Patient Identification, Patient Safety Solutions, Vol 1, Solutions 2. Artikel pdf.
Diakses 2 Februari 2021 dari
http://www.who.int/patientsafety/solutions/patientsafety/PS-Solutions2
Mulyana. (2013). Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh Perawat di Unit Rawat
Inap Rumah Sakit X Jakarta. FKM UI
Plebani, M., Michael L. Astion, Julian H. Barth, Wenxiang Chen, Cesar A. de Oliveira Galoro,
Marcedes Ibarz Escuer, Agnes Ivanov, Warren G. Miller, Penny Petinos, Laura
Sciacovelli, Wilson Scholnik, Ana-Maria Simundic and Zorica Sumarac (2013).
Harmonization Of Pre-Analytical Quality Indicators. Biochemia Medika 2014;24(1):
105-13
Lippi et al. (2012). Preanalytical Quality Improvement : In Quality We Trust. Clin Chem Lab
Med 2013;51:220-41
Kementerian Kesehatan RI. (2011), Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta
Lian, Tan Hwee. (2018). Proses Validasi Laboratorium yang Benar : Semarang. Artikel.
Diakses 2 Februari 2021 dari https://www.patelkijateng.org/wp-
content/uploads/2018/08/Validasi-Hasil-Pemeriksaan.pdf
Cahyono. (2012). Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktek Kedokteran,
Yogyakarta : Kanisius
Sumarni (2017). Analisis Implementasi Patient Safety Terkait Peningkatan Mutu Pelayanan
Kesehatan Di Rumah Sakit. J Ners dan Kebidanan Indonesia
Sugiharto, Agus Dwi at al. (2020). Analisis Patient Safety Di Laboratorium Parahita
Yogyakarta. Jurnal Penelitian Ipteks. Diakses 2 Februari 2021 dari
jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/PENELITIAN_IPTEKS/article/view/3002

Anda mungkin juga menyukai