Anda di halaman 1dari 9

Dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban untuk melindungi

segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social merupakan kewajiban Negara untuk dapat
memberikan pelayanan pendidikan kepada seluruh rakyatnya. Terdapat pada Pasal 31 UUD 1945
lebih tegas menyatakan hak warga Negara dan kewajiban Negara memberikan pendidikan
kepada warganya. Pasal 31 menyatakan (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan, (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya, (3) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% dari
anggaran pendapatanan belanja Negara (APBN) dan anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD).

Pada tahun 2001, ketika terbit UU Otonomi Daerah, dilaksanakan desentralisasi yang di antara
wujudnya adalah penyerahan urusan pendidikan (sekolah) kepada pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah pusat hanya mengurusi SNPK (Standar, Norma, Prosedur, Kebijakan). Urusan 3M
(Man, Money, Material) sumber daya manusia, anggaran dan aset diserahkan kepada pemerintah
daerah. Peran provinsi terkait hal ini, yaitu bertindak sebagai koordinator. Selama empat tahun
pelaksanaan otonomi, banyak sekolah di hampir seluruh Indonesia tidak terurus dengan baik,
proses belajar mengajar (PBM) berjalan seadanya, serta fasilitas sekolah banyak yang rusak. Hal
ini terjadi di antaranya karena sekolah kekurangan biaya operasional karena pemerintah daerah
tidak memberikan anggaran yang cukup, bahkan ada beberapa pemerintah daerah yang tidak
memberi anggaran sama sekali. Padahal, apapun kondisinya, proses belajar mengajar harus tetap
berjalan. Orang tua dan masyarakat yang menjadi sasaran oleh pihak sekolah dengan menarik
dana dari masyarakat sehingga mereka terbebani. Hal yang lebih memprihatinkan adalah
sekolah-sekolah yang berada di lingkungan masyarakat kurang mampu. Mereka tidak bisa
berbuat apa-apa. Proses belajar mengajar berjalan apa adanya. Implikasinya, kualitas pendidikan
pun menurun.

Hal tersebut melatar belakangi pemerintah untuk sepakat menganggarkan bantuan operasional
sekolah dengan tujuan agar Standar Pelayanan Minimal (SPM) dapat dijalankan oleh sekolah
tanpa membebani masyarakat. Pada awal Juli 2005 (saat itu Dirjennya Prof. Suyanto, Ph.D.),
BOS mulai diluncurkan. Beberapa daerah yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan
ikut serta dalam program ini dengan memberikan BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah
Daerah) yang anggarannya diambilkan dari APBD. Dampaknya, sekolah penerima BOSDA
dapat memberikan layanan lebih baik dilihat dari sudut pandang SPM. Antara anggaran yang
besar dengan kualitas tidak selamanya berkorelasi positif. Oleh karena itu, dalam pengelolaan
BOS, diperlukan kualitas belanja (quality spending). Belanja yang transparan, jelas, dan sesuai
prioritas dengan integritas yang tinggi, akan mendukung pelaksanaan PBM dapat berjalan lebih
baik, sehingga terjadi peningkatan kualitas layanan di sekolah.

Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur yang
diberikan dana BOS oleh pemerintah. Dana BOS merupakan salah satu dari be- berapa kegiatan /
program kerja Dinas Pendidikan. Program dana BOS tersebut di mulai dari pendidikan dasar
hingga sekolah menengah pertama. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2014.
Mekanisme pengelolaan dana BOS mulai berubah tahun 2011 dengan pertimbangan untuk
menyeimbangkan postur anggaran sesuai asas desentralisasi money follow function. Dana BOS
pun dimasukkan dalam pengelolaan daerah, sehingga anggaran BOS masuk sebagai pengeluaran
daerah. Aturan baru ini memang agak rumit, prosedurnya lebih panjang karena birokrasinya jadi
bertingkat. Dengan sistem baru ini, dana BOS dikelola oleh tiga kementerian, yaitu Kementerian
Keuangan bertanggungjawab penyaluran anggaran ke pemerintah daerah, Kementerian Dalam
Negeri bertanggungjawab atas pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran, dan
Kementerian Pendidikan bertanggungjawab terhadap peruntukan/penggunaan anggaran.

Namun terdapat perubahan pada tahun 2020, di mana dana BOS disalurkan langsung dari
Kementerian Keuangan ke sekolah. Tentunya dengan perencanaan penganggaran di sekolah
dengan transaksi belanja sekolah harus dikontrol dengan sistem yang baik dan transparan
sehingga kualitas belanjanya terjaga. SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah) yang
sudah digunakan di Kemdikbud sejak tahun 2019 bisa menjadi salah satu embrio untuk
memperbaiki tata kelola anggaran di sekolah. Sosialisasi kepada sekolah tentang penggunaan tata
kelola keuangan yang transparan dan akuntabel harus digencarkan. Tentu saja akan lebih
berjalan bagus jika mulai rencana anggaran, transaksi, hingga pelaporan keuangan sekolah dibuat
satu sistem yang terintegrasi sehingga semua pengelolaan sumber daya di sekolah dapat
dikontrol dan dianalisis dengan cermat. Pemerintah akan punya Big Data untuk melihat secara
cermat dan menganalisis komponen-komponen apa saja yang paling banyak memerlukan
anggaran di sekolah. Dengan data ini, juga dapat dilakukan analisis pembiayaan pendidikan,
sejauh mana komponen biaya pendidikan berkorelasi dengan kualitas pendidikan di sekolah.
Pada akhirnya, pemerintah akan bisa membuat peta mutu dari Big Data tersebut dapat membuat
rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk mencontoh suatu sekolah atau pemerintah daerah
yang sudah bisa mengelola dana BOS dengan baik. Di samping itu, pemerintah juga bisa
memberikan rekomendasi komponen-komponen mana yang harus diprioritaskan untuk
dibelanjakan dan berpengaruh langsung terhadap kualitas dan layanan pendidikan.

Diharapka dengan adanya dana BOS semoga betul-betul dapat menghasilkan kualitas pendidikan
yang baik, mencetak SDM yang berkualitas, hingga kemudian menghasilkan bos-bos (orang-
orang besar) yang memimpin Indonesia dengan baik, bijak, berkarakter. (*)

Adapun pembiayaan yang selama ini digunakan untuk menunjang dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) di Kabupaten Sinjai adalah bersumber APBN. Pemerintah memberikan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama
dalam penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Sinjai. Dana BOS yang disalurkan kepada tiap
sekolah merupakan salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
dimana pembiayaannya secara langsung diserahkan kepada pihak sekolah untuk dikelola sesuai
dengan kebutuhan dengan berdasar kepada petunjuk teknis yang telah ditetapkan pemerintah.
Petunjuk teknis tersebut berisi tentang penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan dana
BOS yang dibuat dengan harapan bahwa pengelolaan dana BOS tepat sasaran, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa masih ada sekolah di Kabupaten Sinjai yang tidak mencermati petunjuk
tersebut. Sehingga dalam merealisasikan dana BOS terkadang ada sekolah yang melakukan
perbelanjaan diluar dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan atau ditetapkan dalam
petunjuk teknis. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya koordinasi antara kepala sekolah,
bendahara BOS dan guru serta pihak sekolah tidak melakukan kewajibannya untuk
mengumumkan daftar komponen yang boleh dan tidak boleh dibiayai penggunaan dana BOS
tersebut.

Kebijakan dana BOS diawali dari adanya kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) pada tahun 2005 yang mengakibatkan pemerintah melakukan

pengurangan subsidi BBM. Dalam rangka mengatasi dampak kenaikan harga

BBM tersebut, Pemerintah merealokasikan sebagian besar anggarannya ke empat

program besar, yaitu program pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan

subsidi langsung tunai (SLT). Salah satu program di bidang pendidikan adalah

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi sekolah

dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan

meringankan bagi siswa lain.

Pada prinsipnya progam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dicetuskan

sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat, khususnya siswa dari

keluarga miskin atau kurang mampu terhadap pendidikan yang berkualitas dalam

rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. Dalam pemberian dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) diharapkan dapat mengurangi beban perekonomian

masyarakat miskin, sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Begitu

pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa diharapkan pemberian dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat dilaksanakan seadil-adilnya dan tepat

pada sasarannya yaitu siswa-siswi yang berhak atas Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) yaitu peserta didik yang kurang mampu atau tidak mampu. Pemberian

dana operasional sekolah yang tidak tepat sasarannya sama saja membuang uang

karena hal tersebut dapat menimbulkan penyelewengan, untuk mencegah hal


tersebut, masyarakat harus mengawasi pelaksanaan dan penyaluran BOS.

Dengan melihat tujuan dari pemberian dana BOS adalah peningkatan

akses rakyat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui peningkatan

pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, maka perlu diketahui berapa besar

peranan yang ditimbulkan dengan adanya dana bos bagi peningkatan kualitas

pendidikan itu sendiri, apakah dengan adanya dana BOS telah memberi sebuah

angin segar bagi peningkatan kualitas pendidikan di dalam negeri ini. Mengacu

pada pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia

adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk itu setiap warga negara

Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan

bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan

gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia

memiliki keterampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan untuk

mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya

masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Pada saat ini, jutaan anak usia sekolah di negara kita, dewasa ini masih

belum mendapatkan kesempatan bersekolah. Sekitar 1,5 juta di antaranya, anak

usia 13 – 15 tahun, terpaksa putus sekolah. Salah satu solusi pemerintah melalui

Kemendiknas, menyalurkan dana bantuan dan kemudahan melalui program BOS

(Bantuan Operasional Sekolah). Penerima BOS diutamakan bagi para siswa


3

miskin yang bersekolah swasta. Termasuk membantu siswa putus sekolah, karena

tidak mampu membayar iuran/pungutan oleh sekolah. Jika kemudian masih ada

sisa dana BOS, maka akan digunakan mensubsidi siswa lain. Bagi sekolah yang

tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS digunakan untuk mensubsidi

seluruh siswa sehingga dapat mengurangi pungutan/ sumbangan yang dibebankan

kepada orang tua siswa, minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.1

Urgensi studi tentang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ini dilakukan

karena menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo,

ada beberapa penyimpangan oleh tim audit Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) terhadap program Dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS). Beberapa penyimpangan tersebut adalah:

a. Penggelumbungan siswa oleh sekolah.

b. Beberapa sekolah belum memiliki ijin operasional atau masih dalam

proses pengurusan ijin, namun sekolah itu menerima dana BOS.

c. Masih ditemukan sekolah belum menyetor pajak sesuai dengan

ketentuan:

d. BPKP juga menemukan sekolah yang belum membebaskan iuran siswa.

e. Sekolah belum transparan dalam mengelola BOS tingkat kelengkapan

administrasi dan pertanggungjawaban, karena ditemukannya

pengadaan fiktif di beberapa sekolah adanya kecenderungan di


beberapa wilayah sumber dana sekolah dari APBD menurun karena

adanya BOS.

f. Pengguna dana BOS juga belum sepenuhnya sesuai petunjuk

pelaksanaan misalnya digunakan untuk membayar guru PNS/guru

kontrak, insentif guru, pengadaan komputer, dipinjamkan dan konsumsi

siswa karya wisata.2

Pengelolaan dana sekolah tampaknya merupakan suatu persoalan baru

yang akan dihadapi oleh sekolah seiring dengan dijalankannya Manajemen

Berbasis Sekolah dan mampu secara mandiri mengelola sekolah tersebut. BOS

http://itjen.depdiknas.go.id/index.php?Itemid=26&id=13&option=com_content&task=view

2 Edy Syofian. 2008. Study Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah. Http//www.Baimkofom

diberikan kepada semua siswa dari tingkatan SD/MI/SDLB, dari

SMP/MTs/SMPLB, Salafiyah setara SMP negeri ataupun swasta. Sedangkan

untuk tingkat SMA/SMK/MA, diberikan dana BKM bagi siswa dari kalangan

tidak mampu. Sedangkan distribusi diberikan melalui PT. Pos/Bank yang

ditransfer ke rekening kepala sekolah sedangkan dana BKM diberikan dalam

bentuk tunai kepada pihak sekolah. Pengucuran dana ini terkesan buru-buru yang

mengakibatkan sebagian sekolah seperti mendapat "durian runtuh" dan tidak tahu
bagaimana harus mengelola dana yang diterimanya.3

Kebijakan dana BOS selama ini kurang dapat menekan penyelewengan

dalam pengelolaannya. Penyelewengan dana BOS di tingkat sekolah sepertinya

telah menjadi fenomena. Salah satu sebabnya adalah rendahnya transparansi,

akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Sehubungan

dengan hal ini peneliti ingin meneliti tentang efektifitas pengelolaan dana BOS di

SDN I dan SMP II Kabupaten Jombang.

yang dihasilkan melalui wawancara yang mendalam, pengamatan non partisipan,


catatan lapangan, serta data dokumenter. Peneliti turun langsung ke lapangan dan berusaha
mengumpulkan data secara lengkap sesuai dengan fokus penelitian yang berhubungan
dengan evaluasi proses pengajuan dan penyaluran dana BOS di SMA Negeri 01
Banyuwangi dan SMA Negeri 01 Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Data yang dihimpun
sesuai fokus penelitian berupa kata-kata, tindakan, situasi, dokumen dan peristiwa yang
diobservasi. Peneliti sekaligus bertindak sebagai instrumen penelitian dalam kegiatan
pengumpulan data yang dilakukan dengan kegiatan wawancara mendalam, mencatat dan
mengamati objek-objek yang terkait dengan fokus penelitian.
Penelitian kualitatif menggunakan peneliti sebagai instrumen utama penelitian sekaligus
pengumpul data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan seperti pedoman wawancara,
observasi, dan catatan lapangan, serta alat bantu lain seperti foto dan dokumen tetapi fungsinya
terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen. Dalam hal ini peneliti terjun
langsung ke lapangan unuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau
target penelitian. Sebagai instrumen penelitian, peneliti bertindak sebagai observer (pengamat)
atas fenomena-fenomena yang terjadi, sedangkan interviewer (pewawancara) terhadap informasi
di lapangan yang dilakukan secara terperinci untuk mendapatkan data yang komprehensif atas
fenomena yang ditieliti. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah
Bendahara Sekolah SMA Negeri 01 Banyuwangi dan SMA Negeri 01 Glagah, dan juga
Bendahara Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi.

Anda mungkin juga menyukai