Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN HIPOSPADIA

Disusun Oleh:
Muhammad Haikal Alfath
J. 0105.19.028

PRODI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOSPADIA

I. KONSEP PENYAKIT HIPOSPADIA


1. Pengertian
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan “spadon“ yang
berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus
uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374). Menurut referensi lain, hipospadia adalah suatu
kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah,
2005 : 288). Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah
ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular
hingga perineal. (Purnomo, B, Basuki,2003).

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan
di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir. Hipospadia sering
disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum dapat berupa undescensus testis,
monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis berupa propenil skrotum, mikrophallus dan
torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk
ureter.

2
2. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh
antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang
kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.
Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen
yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme
genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah turunan autosomal resesif
dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan secara sporadis pada pasien dengan
hipospadia.
3. Prematuritas
Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang lahir dari ibu dengan terapi
estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
4. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

3. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka
pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu
sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita
jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti cacat
diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (Sugar,
1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun,
stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini
dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (Kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan ventral
pembukaan urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi
(Jean Weiler Ashwill, 1997)
4. Manifestasi Klinik
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis
yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga
ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,
mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan
mengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok. Penis
akan melengkung kebawah pada saat ereksi.

5. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%)
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik
dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau
meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%)
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe
ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan
penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di
bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi
karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

3. Tipe Posterior (20%)


Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tidak turun.
Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah
frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal, dimana meatus terletak di ujung batang penis atau
pada glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum,
atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag, divertikulum, stenosis meatal atau
aliran kencing yang menyebar. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.

6. Komplikasi
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis
kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Infertility
3. Resiko hernia inguinalis
4. Gangguan psikologis dan psikososial
5. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga
terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut
tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter
untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang
dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak
melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral
penis walaupun sangat jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis
meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

7. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan
untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan berikut untuk mengetahui
ada atau tidaknya kelainan pada ginjal sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai
hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP

8. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan prosedur
pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan
meatus uretra di tempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar penis. Semakin
kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan
operasinya.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan
Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel
pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus
masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat
insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang
sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis).
Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki)
kemudian dipindah ke bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan
hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan
operasi hipospadi.

II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPOSPADIA


A. Pengkajian
1. Identitas
Usia : ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki
dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2. Keluhan Utama
3. Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis
melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit
dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
4. Riwayat Kesehatan Riwayat
Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada
tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya
lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir

Riwayat Kongenital
1) Penyebab yang jelas belum diketahui.
2) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
3) Lingkungan polutan teratogenik. (Muscari, 2005:357)

5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra
penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14. (Markum, 1991: 257
6. Activity Daily Life
1. Nutrisi : Tidak ada gangguan
2. Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan
aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan
urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan
disertai oleh peningkatan insiden ISK. (Brough, 2007: 130)
3. Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga
4. Istirahat dan Tidur: Tidak ada gangguan

7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
- Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
- Kaji fungsi perkemihan
- Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
- Adanya lekukan pada ujung penis
- Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
- Terbukanya uretra pada ventral
- Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.
(Nursalam, 2008: 164)

8. Diagnosa Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan

PRE OPERASI
Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses
pembedahan (uretroplasti).
POST OPERASI
Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan
kateter.
Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak
setelah pembedahan.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


PRE OPERASI
Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti) Tujuan: anak
dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh ungkapan pemahaman tentang
prosedur bedah
Intervensi:
1. Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan pasca operasi yang
diharapkan. Gunakan gambar dan boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan
bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara uretra. Jelaskan juga kateter
urine menetap akan dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah supaya anak tidak
berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak mungkin dipulangkan dengan keadaan
terpasang kateter.
R: menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan
takut, dengan membiarkan anak dan orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang
akan terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan prosedur dapat
membuat anak memahami konsep yang rumit.
2. Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan fantasinya dengan menggunakan
boneka dan wayang.
R: mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan rasa takutnya, dan memberi
anda kesempatan untuk mengkaji tingkat kognitif dan kemampuan untuk memahami kondisi, serta
perlunya pembedahan. (Speer,2007:168)

POST OPERASI
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan: anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh
menangis,gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program R:
pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
2. Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari simpul
R: penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak
adekuat,atau gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan. (Speer,2007:169)

Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter


Tujuan: anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh
kurang dari 37,80c
Intervensi:
1. Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang
tidak terdapat simpul dan kusut.
R: mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah
urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih
2. Gunakan tekni aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
R: teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius
3. Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa balutan bedah
setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau drainase purulen; laporkan tanda-tanda
tersebut kepada dokter dengan segera
R: tanda ini dapat mengindikasikan infeksi
4. Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
R: peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih
5. Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi. Pantau anak
untuk efek terapeutik dan efek samping
R: pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran obat antibiotic dan toleransi
anak terhadap obat tersebut. (Speer,2007:169)

Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan Tujuan:
orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh pengungkapan perasaan mereka
tentang kelainan anak.
Intervensi:
1. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang
ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan tentang seksualitas dan reproduksi.
R: membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka, dapat
memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka. Mereka
cenderung merasa sangat khawatir terhadap efek kelainan, pada aspek seksualitas dan reproduksi.
2. Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
R: proses berduka memungkin orang tua dapat melalui kecemasan dan perasaan distress mereka.
3. Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan
R: kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak.
4. Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap
pertanyaan yang muncul dari orang tua
R: perbaikan yang sudah dilakukan melaui pembedahan perlu berlangsung secara bertahap.
Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan member kesempatan mengekspresiakan
perasan mereka dapat mengurangi kecemasan. (Speer,2007:170)
Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Tujaun: orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah, dan
mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah
Intervensi:
1. Ajarkan orang tua tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau infeksi pada area insisi, termasuk
peningkatan suhu, urine keruh, dan drainase purulen dari insisi
R: mengetahui tanda dan gejala infeksi mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika
membutuhkannya
2. Ajarkan orang tua cara merawat kateter dan penis, termasuk membersihkan daerah sekeliling
kateter, mengosongkan kantong drainase dan memfiksasi kateter; jelaskan pentingnya memantau
warna serta kejernihan urine
R: informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan keperawatan
di rumah dan membantu mencegah kateter lepas serta infeksi
3. Anjurkan orang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi mengangkang, saat
mengendarai sepeda atau menunggang kuda
R: posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area operasi
4. Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat antibiotik serta obat-
obatan, untuk spasme kandung kemih (meperidin hidroklorida [Demerol], asetaminofen[Tylenol]);
jelaskan juga perincian tentang pemberian, dosis dan efek samping
R: obat analgesic dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat terjadi akibat
iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua mencari
pertolongan medis ketika membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Hipospadia. 2011. Http://www.bedahugm.net/hipospadia


2. De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.
3. Horton C E, Sadove R, Devine C J et al. Hypospadias, epispadias and Extrophy of the
Bladder. Chapter 54. p 1337 – 1348.
4. Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
5. Porter M P, Faizan M K, Grady R W et al. Hypospadias in Washington State: Maternal Risk
Factors and Prevalence trend. 2011.
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/115/4/e495
6. Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
7. Schnack T H, Zdravkovic S, Myrup C et al. Familial Aggregation of Hypospadias: A Cohort
Study. 2007. www.americanjournalofepidemiology.com
8. Toms A P, Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the native and
reconstructed urethra in patients with hypospadias. 2003.
www.thebritishjournalofradiology.com

Anda mungkin juga menyukai