PENDAHULUAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 1
dilaksanakan. Proyek yang diamati dapat berupa proyek pembangunan, perbaikan,
maupun peningkatan jalan, bangunan air, lapangan terbang dan lain-lain yang
berhubungan dengan prinsip ilmu ketekniksipilan.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2
I.4. Waktu dan Lokasi
Penentuan pelaksanaan kerja praktek ini ditentukan berdasarkan
permohonan mahasiswa kerja praktek dan izin pelaksana proyek dan waktu
pelaksanaan kerja praktek ini dilaksanakan selama dua bulan yang terhitung sejak
tanggal 6 Juli 2020 s/d 6 September 2020. Adapun Pembangunan ini berlokasi di
Jl. Pramuka, Desa Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
LOKASI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 3
I.6. Ruang Lingkup
Dalam kerja praktek terdapat ruang lingkup yang bisa dipilih sesuai
dengan pilihan yang telah ada. Sebagaimana telah disarankan oleh pihak program
studi jurusan Teknik Sipil bahwa ruang lingkup kerja praktek adalah sebagai
berikut:
1. Aktivitas dalam bidang organisasi/manajemen, yaitu mempelajari
mengenai sistem organisasi/manajemen proyek tersebut melalui kerja
praktek di lapangan.
2. Aktivitas dalam bidang teknik pelaksanaan di lapangan, yaitu mengamati
secara langsung kegiatan pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan di
lapangan dengan teori yang sudah didapatkan dalam perkuliahan dari
bidang Teknik Sipil serta mencoba menganalisis sendiri pekerjaan
konstruksi di lapangan.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 4
I.7.6. Sumber Dana
Sumber dana untuk kegiatan pekerjaan Pembangunan Jembatan Tanggul
Laut ini bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBD)
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 5
BAB II
URAIAN UMUM PROYEK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 6
• Pekerjaan Tiang Sandaran
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 7
KEPALA DINAS PUPR PRKP
& PERKIM KAB. KUBU RAYA
PEJABAT SPM
KAUR
ADMINISTRASI UMUM
KOORDINATOR PELAKSANA
(PPTK)
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 8
CV. DEVITA SEJATI
ANIARSYAH
DIREKTUR
SITE MANAGER
APRIZAL, ST
PELAKSANA
SUDARMIN, ST
AHLI K3 / PETUGAS K3
ALIFATUL ROFIQOH
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 9
Keterangan :
: Garis Instruksi
: Garis Koordinasi
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 10
BAB III
SPESIFIKASI MATERIAL DAN ALAT
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 11
tulangan baja pada daerah yang menerima gaya tarik dan daerah dimana
diperkirakan bahwa beton akan mengalami keretakan. Alasan menggunakan
tulangan baja dikarenakan baja kuat terhadap gaya tarik sesuai dengan
spesifikasinya. Secara umum beton dapat diartikan sebagai pencampuran bahan-
bahan agregat halus dan kasar, yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan
semacamnya. Dengan menambahkan semen secukupnya sebagai perekat dan air
sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan
berlangsung. Jika ditambah dengan tulangan besi pada beton tersebut, maka
dikenal dengan nama beton bertulang. Penemuan adanya hubungan kerja sama
antara baja dan beton merupakan dukungan yang penting dalam penggunaan
penulangan beton. Kepesatan perkembangan metode perhitungan beton bertulang,
mengakibatkan banyaknya bangunan yang dibangun menggunakan struktur beton
bertulang.
Beton yang baik adalah beton yang dapat menahan beban yang diberikan
kepadanya baik itu beton bertulang atau beton tumbuk. dikatakan beton yang baik
jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kedap air artinya bahwa beton tersebut tidak bisa dimasuki oleh air.
2. Awet (durable) artinya beton tersebut harus tahan terhadap pengaruh
lingkungan.
3. Tidak banyak mengalami penyusutan artinya beton tersebut tetap pada
kondisi awal meskipun mengalami perubahan sedikit sekali.
4. Tidak retak-retak artinya beton tersebut selalu dalam kondisi yang baik.
5. Tidak timbul karang-karang beton (boney combing), artinya beton tersebut
harus memiliki permukaan yang halus.
6. Tidak menjadi lapuk (eflorescence), artinya beton tersebut selalu memiliki
struktur tetap.
7. Tidak pecah-pecah (spalling) artinya bahwa beton tersebut mempunyai
ikatan yang kuat antara komponen-komponen penyusunya.
8. Permukaan tahan terhadap pengausan (abration) artinya beton tersebut
tahan terhadap gesekan apapun.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 12
A. Keuntungan dan Kerugian Beton Bertulang
Adapun keuntungan dan kerugian dari beton bertulang adalah :
1. Keuntungan beton bertulang
a) Mempunyai daya dukung yang besar, melebihi bahan-bahan
kayu, batu bata dan sebagainya. Karena kuat tekan sangat tinggi
dari betonnya dan kuat tarik yang sangat besar dari bajanya.
b) Mempunyai daya tahan terhadap temperatur yang tinggi dan
dapat tahan lama asalkan dipelihara dengan baik.
c) Cukup tahan terhadap kejutan serta getaran, misalnya akibat
gempa bumi, mesin yang bergetar dan lain-lain.
d) Beton dapat dicor dalam bentuk sesuai dengan yang
dikehendaki, dan mendapatkan keteguhan yang disyaratkan
sehingga penggunaannya praktis.
2. Kerugian beton bertulang
a) Biayanya mahal dan pembongkarannya sulit sehingga tidak
sesuai dengan bangunan yang sifatnya sementara.
b) Berat sendiri yang relatif besar.
c) Sisa pembongkaran konstruksi beton tidak dapat digunakan lagi
(sulit untuk dibongkar pasang).
d) Sifat keteguhan beton dicapai pada saat pelaksanaannya,
sehingga untuk mengetahui kekuatan beton harus mengadakan
pengujian beton dan slump test.
e) Relatif sulit dalam pelaksanaannya, di mana membutuhkan
keahlian dan pengawasan khusus di dalam pengerjaannya.
B. Kelas dan Mutu Beton
Kelas dan mutu beton sangat beraneka ragam, disesuaikan
dengan keperluan untuk konstruksi yang akan dibangun. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh nilai kekentalan dari adukan, diameter
maksimum yang terkandung di dalamnya, maupun perbandingan dari
masing-masing agregat pendukung serta umur dari beton itu sendiri.
Adapun pada proyek pembangunan Jembatan Tanggul Laut ini,
direncanakan menggunakan mutu beton yang berbeda sesuai dengan
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 13
kebutuhan. Seperti perencanaan pembangunan jembatan ini
menggunakan beton mutu K-300.
C. Sifat Utama Beton
1. Kedap air (water tight)
2. Awet (durable)
3. Tidak banyak mengalami penyusutan
4. Tidak retak-retak (craks)
5. Tidak timbul karang-karang beton
6. Tidak lapuk (efflorescence)
7. Tidak pecah-pecah (spalling)
8. Permukaan harus tahan terhadap pengausan (abbration).
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 14
2. Dalam penyimpanan kantung-kantung semen, tidak boleh ditumpuk
lebih tinggi dari dua meter.
3. Tiap-tiap penerimaan semen harus disimpan sedemikian rupa
sehingga dapat dibedakan dengan penerimaan-penerimaan
sebelumnya. Pengeluaran semen harus diatur secara kronologis
sesuai dengan penerimaan. Kantung-kantung yang kosong harus
segera dikeluarkan dari lapangan.
B. Air
Pengerasan beton berdasarkan reaksi kimia antara semen dan
air, maka sangat diperlukan proses pemeriksaan terhadap mutu air,
apakah air tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Air tawar yang dapat diminum, tanpa diragukan dapat dipakai.
Persyaratan mutu air antara lain :
1. Air yang bersih dan tidak mengandung minyak, asam, alkali,
garam, zat organik atau bahan lain yang dapat merusak beton atau
tulangan dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat
diminum.
2. Apabila terjadi keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk
mengirimkan contoh air itu ke lembaga pemeriksaan bahan yang
diakui, untuk diselidiki seberapa jauh air itu mengandung zat-zat
yang dapat merusak beton dan tulangan.
3. Apabila pemeriksaan contoh air seperti tertera pada poin (2) ini
tidak dapat dilakukan, maka pemeriksaan juga dapat dilakukan
percobaan perbandingan antara kekuatan tekan mortar dan air
dengan memakai air tanpa suling. Air tersebut dapat dipakai
apabila kekuatan tekan mortar dan air dengan memakai air tanpa
disuling pada umur 7 dan 28 hari paling sedikit adalah 90% dari
kekuatan tekan mortar dengan memakai air yang telah disuling
pada umur yang sama.
4. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton, dapat
ditentukan menurut ukuran isi dan ukuran berat dan harus
dilakukan dengan tepat. Selain hal tersebut di atas, air yang
digunakan untuk perawatan
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 15
Selanjutnya harus mempunyai syarat-syarat lebih tinggi
dengan tingkat keasaman (PH) air tidak boleh lebih dari 6, juga tidak
diperbolehkan apabila zat kapur yang terkandung di dalamnya terlalu
sedikit. Tujuan utama dalam penggunaan air untuk pengecoran adukan
beton adalah agar terjadi proses hidrasi, yaitu suatu proses kimia
antara semen dan air, sehingga mengakibatkan campuran menjadi
mengeras.
C. Agregat Halus
Agregat halus adalah butiran halus yang memiliki kehalusan 2
mm–5 mm. Menurut SNI 02-6820-2002, agregat halus adalah agregat
dengan besar butir maksimum 4,75 mm. Menurut Nevil (1997), agregat
halus merupakan agregat yang besarnya tidak lebih dari 5 mm,
sehingga pasir dapat berupa pasir alam atau berupa pasir dari
pemecahan batu yang dihasilkan oleh pemecah batu. Menurut SNI
1737-1989-F , agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah,
kerikil, pasir, atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil
buatan. Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03-6821-
2002 adalah sebagai berikut:
1. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.
2. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat di uji dengan
larutan jenuh garam. Jika dipakai natrium sulfat maksimum bagian
yang hancur adalah 10% berat. Sedangkan jika dipakai magnesium
sulfat.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%
(terhadap berat kering), jika kadar lumpur melampaui 5% maka
pasir harus di cuci.
D. Agregat Kasar
Agregat kasar (Coarse Aggregate) biasa juga disebut kerikil
sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah
yang diperoleh dari industri pemecah batu, dengan butirannya
berukuran antara 4,76 mm - 150 mm. Ketentuan agregat kasar antara
lain:
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 16
➢ Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak
berpori. Agregat kasar yang butirannya pipih hanya dapat dipakai
jika jumlah butir-butir pipihnya tidak melampaui 20% berat
agregat seluruhnya.
➢ Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
dalam berat keringnya. Bila melampaui harus dicuci.
➢ Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak
beton, seperti zat yang relatif alkali.
➢ Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batu
pecah.
➢ Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji
Rudeloff dengan beban uji 20 ton.
➢ Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang
tembaga maksimum 5%.
➢ Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Aggregate
antara 6–7,5.
Jenis agregat kasar yang umum adalah:
1. Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah
alami yang digali.
2. Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari
pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang
mengalir.
3. Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa
digunakan untuk beton berbobot ringan.
4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Agregat kasar
yang diklasifikasi di sini misalnya baja pecah, barit, magnatit dan
limonit.
E. Bahan Tambahan
Bahan tambahan lainnya (additive) untuk beton dapat berupa
bahan tambahan kimia (chemical admixtures) atau bahan tambahan
mineral (mineral admixtures) yang dicampurkan ke dalam adukan
beton untuk memperoleh sifat-sifat khusus dari beton, seperti
kemudahan pengerjaan, waktu pengikatan, pengurangan air
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 17
pencampur, peningkatan keawetan, dan sifat lainnya. Menurut
ASTM C 949, bahan tambahan kimia (chemical admixtures) dapat
diklasifikasikan menjadi tujuh jenis, yaitu:
1. Tipe A (Water Reducing Admixture/WRA)
Bahan tambahan ini berfungsi untuk mengurangi
penggunaan air pengaduk untuk menghasilkan beton dengan
konsistensi tertentu. Dengan menggunakan jenis bahan tambah ini
akan dicapai tiga hal, yaitu: menambahkan atau meningkatkan
workability, menambah kekuatan tekan beton, dan mengurani biaya
(ekonomis)
2. Tipe B (Retarding Admixture)
Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses
pengikatan beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca
panas, memperpanjang waktu untuk pemadatan, pengangkutan,
dan pengecoran
3. Tipe C (Accelerating Admixture)
Jenis bahan tambah ini berfungsi untuk mempercepat
proses pengikatan dan penambahan kekuatan awal beton. Bahan ini
digunakan untuk memperpendek waktu pengikatan semen sehingga
mempercepat pencapaian kekuatan beton. Yang termasuk jenis
accelerator adalah: kalsium klorida, bromide, karbonat, dan silikat.
Pada daerah-daerah yang menyebabkan korosi tinggi tidak
dianjurkan menggunakan accelerator jenis kalsium klorida. Dosis
maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah sebesar 2%
dari berat semen.
4. Tipe D (Water Reducing and Retarding Admixture)
Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk
mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton,
tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu
sekaligus memperlambat proses pengikatan awal dan pengerasan
beton. Dengan menambah bahan ini ke dalam beton, maka jumlah
semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang
dikurangi. Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 18
jumlah air pengaduk beton, maka berat admixture ini harus
ditambahkan dengan berat air total pada beton.
5. Tipe E (Water Reducing and Accelerating Admixture)
Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda, yaitu untuk
mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi
tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus
mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Beton
yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini akan dihasilkan
beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang
rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini,
diinginkan beton mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu
pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal
yang tinggi).
6. Tipe F (Water Reducing and High Range Admixture)
Jenis bahan yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan
konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Dengan
menambahkan bahan ini ke dalam beton, diinginkan untuk
mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang cukup tinggi
sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi
dengan jumlah air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan
(workability) beton juga lebih tinggi. Bahan tambah jenis ini
berupa superplasticizer, yaitu: kondensi sulfonate melamine
formaldehyde dengan kandungan klorida sebesar 0,005%,
sulfonate nafthaline formaldehyde, dan modifikasi
lignosulphonate tanpa kandungan klorida. Jenis bahan ini dapat
mengurangi jumlah air pada campuran beton dan meningkatkan
slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan adalah 1-2%
dari berat semen.
7. Tipe G (Water Reducing and High Range Retarding Admixture)
Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi
jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton
dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih sekaligus
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 19
menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan ini
merupakan gabungan superpasticizer dengan memperlambat
waktu ikat beton. Digunakan apabila pekerjaan sempur karena
keterbatasan sumber daya dan ruang kerja.
Sedangkan jenis bahan tambahan mineral (mineral
admixtures) yang ditambahkan pada beton dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja kuat tekan beton dan lebih bersifat
penyemenan. Beton yang kekurangan butiran halus dalam agregat
menjadi tidak kohesif dan mudah bleeding. Untuk mengatasi
kondisi seperti ini, biasanya ditambahkan bahan tambah yang
berbentuk butiran padat yang halus. Penambahan (additive)
biasanya dilakukan pada beton kurus, dimana betonnya
kekurangan agregat halus dan beton dengan kadar semen yang
biasanya, tetapi perlu dipompa pada jarak yang jauh. Yang
termasuk jenis additive ini diantaranya adalah:
a. Pozzollan
Pozzollan adalah bahan yang mengandung senyawa silika
atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat
mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuk yang halus
dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan
bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu normal
membentuk senyawa kalsium hidrat yang bersifat hidrolis dan
mempunyai angka kelarutan yang cukup rendah.
b. Abu Terbang (Fly Ash)
Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304), abu terbang (fly
ash) didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu
pembakaran batu bara atau bubuk batu bara. Abu terbang (fly
ash) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: abu terbang yang
normal yang dihasilkan dari pembakaran batu bara antrasit
atau batu bara bitomius dan abu terbang kelas C yang
dihasilkan dari batu bara jenis lignite atau subbitumeus. Abu
terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) >
10% dari beratnya.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 20
c. Slag
Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi.
Definisi Slag dalam ASTM adalah produk non-metal yang
merupakan material berbentuk halus, granular hasil
pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan
mencelupkannya ke dalam air.
d. Silica Fume
Menurut standar ASTM, silika fume adalah material
pozollan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak
yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon
atau alloy besi silikon (dikenal sebagai gabungan antara
microsilica dengan silica fume).
Penggunaan silica fume dalam campuran beton
dimaksudkan untuk menghasilkan beton dengan kekuatan
tekan yang tinggi. Beton dengan kekuatan tinggi digunakan,
misalnya: untuk kolom struktur atau dinding geser, pre-cast
atau beton pra-tegang, dan beberapa keperluan lain.
Penggunaan silica fume berkisar antara 0-30% untuk
memperbaiki karakteristik kekuatan dan keawetan beton
dengan faktor air semen sebesar 0,34 dan 0,28 dengan atau
tanpa bahan superplastisizer dan nilai slump sebesar 50 mm
(Yogendran, et al, 1987:124-129).
III.3 Perancah
Perancah merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
pembangunan jembatan. Perancah itu sendiri dapat diartikan sebagai struktur
penunjang untuk keberhasilan pekerjaan acuan atau sebagai struktur vertical yang
berfungsi sebagai penyangga yang bertugas meneruskan seluruh gaya-gaya dan
beban dari atas ke bawah. Pemasangan jembatan dengan metode perancah
dilakukan dengan bantuan perancah sebagai penyangga. Perancah tersebut
dipasang untuk menahan jembatan yang telah dirangkai persegmen. Bila sudah
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 21
diberi perancah dibawah segmen yang telah dipasang, maka beban pemberat
dikurangi.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 22
III.5 Baja Tulangan
Tulangan merupakan suatu fungsi yang sangat penting untuk struktur
beton karena daya dukung struktur beton bertulang didapatkan dari hasil kerja
sama antara beton dan tulangan. Tulangan tersebut terdiri dari suatu jaringan
batang-batang besi. Baja tulangan adalah baja yang berbentuk batang yang
digunakan untuk penulangan beton. Dalam konstruksi bangunan dikenal dengan
baja ulir dan baja polos, di mana baja berpenampang ulir mempunyai kekuatan
lebih jika dibandingkan dengan baja polos. Syarat-syarat yang ditentukan dalam
baja tulangan :
1. Baja tulangan tidak boleh mengandung serpih-serpih, lipatan-lipatan,
retak-retak dan gelombang.
2. Permukaan hanya diperbolehkan untuk berkarat ringan
3. Batang-batang baja tulangan harus lurus.
Menurut SNI 03-2847-2002, tulangan yang dapat digunakan pada elemen
beton bertulang dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja. Belum ada
peraturan yang mengatur penggunaan tulangan lain, selain dari baja tulangan atau
kawat baja tersebut. Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu
tanpa mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik
dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan
penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan
bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton
yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las
(wiremesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik
pengelasan.
Baja tulangan yang tersedia di pasaran ada dua jenis, yaitu:
1. Baja Tulangan Polos (BJTP)
Tulangan polos biasanya digunakan untuk tulangan geser atau
beugel atau sengkang, dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal
sebesar 240 MPa (disebut juga BJTP-24), dengan ukuran seperti pada
Tabel 3.1
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 23
Tabel 3.1 Dimensi Baja Tulangan Polos (BJTP)
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 24
Gambar 3.3 Tulangan Poer 50x50 Gambar 3.4 Tulangan Balok
III.6 Bekisting
Bekisting adalah konstruksi sementara yang dipergunakan untuk
mendukung dan memberikan bentuk pada beton. Meskipun bekisting hanyalah
struktur yang dalam penggunaannya hanya bersifat sementara, namun kualitas dan
kekuatan bekisting harus juga diperhatikan dengan baik karena beton mortal
mempunyai daya tekan yang cukup besar untuk membuat bekisting melengkung.
Oleh karena itu, bekisting harus dibuat dari bahan yang bermutu dan perlu
direncanakan sedemikian rupa sehingga konstruksi tidak mengalami kerusakan
akibat lendutan atau lenturan ketika beton dituangkan. Pemasangan bekisting
harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Bekisting harus menghasilkan konstruksi akhir yang membentuk ukuran dan
batas-batas sesuai dengan gambar rencana.
2. Bekisting harus kokoh dan cukup rapat sehingga dapat mencegah kebocoran
adukan.
3. Bekisting harus diberi ikatan-ikatan secukupnya sehingga dapat terjamin
kedudukan dan bentuk yang tetap.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 25
4. Bekisting dalam keadaan lembap atau harus dibasahkan terlebih dahulu
sebelum pengecoran dikerjakan agar air semen tidak meresap pada waktu
pengecoran.
5. Pemasangan bekisting harus rapi dan kaku, sehingga setelah dibongkar akan
memberikan bidang yang rata dan hanya sedikit memerlukan penghalusan
serta celah-celah antara papan harus cukup rapat sehingga pada waktu
pengecoran tidak ada air pengecoran yang keluar.
6. Pembongkaran bekisting dilakukan apabila bagian konstruksi dengan sistem
bekisting telah mencapai umur sesuai dengan beban yang diterima oleh
konstruksi tersebut. Apabila beban besar, sebaiknya dibuka setelah beton
mencapai umur 28 hari. Apabila pada saat pembongkaran terjadi cacat, maka
harus diperbaiki dengan melapisinya dengan campuran beton yang sama
dengan yang telah ada.
Adapun pada proyek pembangunan Jembatan Tanggul Laut ini menggunakan
bekisting dari kayu.
III.7 Peralatan
Untuk mendukung serta menunjang kelancaran pekerjaan, diperlukan
beberapa peralatan yang sesuai dengan jenis pekerjaan, volume pekerjaan dan
keadaan dilapangan maupun waktu yang tersedia. Adapun peralatan yang
digunakan pada proyek antara lain:
III.7.1 Pile Driver And Hammer
Pile driver hammer adalah alat semacam palu raksasa yang
fungsinya untuk memukul tiang pancang agar berhasil masuk kedalam
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 26
tanah. Pada pembangunan Jembatan Tanggul Laut ini hammer yang
digunakan adalah hammer seberat 2,5 ton. Seperti Gambar 3.8
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 27
Gambar 3.9 Jack Hammer
III.7.4 Mesin Las Listrik
Las listrik juga biasa disebut las busur listrik, yaitu proses
penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber
panas. Jadi sumber panas pada las listrik ditimbulkan oleh busur api arus
listrik, antara elektroda las dan benda kerja. Benda kerja merupakan bagian
dari rangkaian aliran arus listrik las. Elektroda mencair bersama-sama
dengan benda kerja akibat dari busur api arus listriik. Gerakan busur api
diatur sedemikian rupa, sehingga benda kerja dan elektroda yang mencair,
setelah dingin dapat menjadi satu bagian yang sukar dipisahkan. Jenis
sambungan dengan las listrik ini merupakan sambungan tetap. Mesin las
ini digunakan untuk melakukan penyambungan antar tiang pancang.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 28
0,8 m3 dengan berat 300 kg. Operator pada concrete bucket akan membuka
pengunci pada concrete bucket, sehingga beton akan keluar melewati pipa
tremie. Pipa tremie berfungsi untuk mengarahkan keluarnya campuran
beton langsung ke tempat pengecoran.
III.7.6 Concrete Pump Truck
Concrete Pump Truck adalah truk yang dilengkapi dengan pompa
dan lengan (boom) untuk memompa campuran beton ready mix ke tempat
yag sulit dijangkau. Untuk pengecoran lantai yang lebih tinggi dari
panjang lengan concrete pump truck dapat dilakukan dengan cara
disambung dengan pipa secara vertikal sehingga mencapai ketinggian yang
diinginkan, pipa dan lengan ini dapat dipasang kombinasi vertikal dan
horizontal atau miring. Sehingga pemompaan merupakan cara yang
fleksibel pada lokasi yang sulit untuk memindahkan campuran beton ke
sembarang tempat pada bidang pengecoran.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 29
Gambar 3.11 Beton Vibrator
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 30
BAB IV
PELAKSANAAN PEKERJAAN DAN ANALISA PERHITUNGAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 31
IV.2.1 Pekerjaan Pemancangan Tiang Pancang dan Turap
Adapun pelaksanaan pekerjaan pondasi sebagai berikut.
Bahan, terdiri dari:
1. Mini Pile ukuran 30 x 30 cm dengan mutu beton K-550 panjang 9 m
2. Kawat Las
Peralatan, terdiri dari:
1. Pile Driver And Hammer
2. Truck Semi - Trailler
3. Mesin Las
Tenaga kerja, terdiri dari:
1. Pelaksana
2. Kepala Tukang
3. Tukang
Metode pelaksanaan pemancangan tiang pancang dan turap :
1. Menentukan titik pemancangan tiang pancang dengan jarak yang disesuai dengan
gambar kerja.
2. Pile driver and hammer diletakkan pada posisi titik pemancangan yang
direncanakan. Kemudian mini pile ditarik atau diangkat sesuai dengan syarat
penarikan atau pengangkatan yang diizinkan untuk ditempatkan pada posisi titik
pemancangan tiang pancang dan diluruskan dengan menggunakan theodolith.
Setelah lurus tekan tiang pancang dengan hammer.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 32
3. Proses penyambungan dimulai dengan tiang sambungan diangkat seperti pada awal
pemancangan tiang pancang pertama. Bila tiang sudah lurus maka tiang mulai
ditekan mendekati tiang pancang pertama. Penekanan dihentikan sejenak saat kedua
tiang sudah bersentuhan. Kemudian lakukan pengelasan antara kedua tiang pancang.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 33
Peralatan, terdiri dari:
1. Meteran
2. Palu
Tenaga kerja, terdiri dari:
1. Pelaksana
2. Kepala tukang
3. Tukang
Metode pelaksanaan pekerjaan poer :
1. Perakitan pembesian menggunakan tulangan D13 di lakukan di gudang
2. Setelah selesai perakitan di gudang, tulangan poer di bawa ke lokasi
pekerjaan.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 34
5. Kemudian lakukan pengecoran.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 35
4) Setelah perakitan tulangan di rasa siap, kemudian dipasang bekisting di sisi
samping tulangan
5) Kemudian pada bekisting yang menggunakan kayu dipasang kayu
penyanggah pada bekisting samping.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 36
Metode pelaksanaan pekerjaan pelat lantai :
1) Setelah pekerjaan balok maka akan di lanjutkan dengan bekisting bawah pelat
lantai
2) Tebal pelat lantai yang direncanakan adalah 20 cm dari atas balok
3) Setelah bekisting pelat lantai bagian bawah sudah selesai lapisi dengan
plastik. Kemudian lakukan pembesian pelat lantai dengan dua lapis dengan
tulangan ukuran D13 jarak antar tulangan 150 mm
4) Setelah selesai pembesian lanjutkan bekisting bagian samping
5) Balok dan pelat lantai sudah siap untuk di lakukan pengecoran secara
bersamaan.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 37
5. Penyanggah pompa beton
6. Cangkul
7. Sekop
8. Sendok semen
9. Kayu serok
Metode pelaksanaan pengecoran:
1) Concrete pump truck yang tiba terlebih dahulu di lokasi proyek melakukan
instalasi sambungan pipa-pipa beton dan mengarahkannya ke zona
pengecoran.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 38
4) Setelah mixer truck dan truk concrete pump siap beroperasi, cairan beton
yang diaduk dalam mixer truck dialirkan ke dalam mesin concrete pump.
Kemudian carian beton dialirkan melalui pipa yang diarahkan oleh pekerja ke
zona pengecoran.
5) Kemudian pekerja yang lain melakukan penyebaran cairan beton dengan kayu
serok serta penyodokan dengan kayu serok agar cairan beton dapat
terdistribusi ke dalam bekisting balok dan pelat lantai.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 39
IV.2.6 Pekerjaan Tiang Sandaran dan Pipa Sandaran GIP ø3”
Pekerjaan tiang sandaran terdiri dari penyediaan, fabrikasi, dan
pemasangan sandaran baja untuk jembatan dan pekerjaan lainnya seperti
galvanisasi, pengecatan, tiang sandaran, pelat dasar, baut pemegang dan
sebagainya. Untuk tiang sandaran akan dipasang baris demi baris serta ketinggian,
tiang – tiang harus tegak dengan toleransi tidak melapaui 3 mm per meter tinggi.
Sedangkan untuk sandaran (railing), panel sandaran yang berbatasan harus segaris
satu dengan lainnya dalam rentang 3 mm. Pada tiang sandaran digunakan tulangan
dengan diameter 8 mm dengan jarak 150 mm.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 40
IV.3 Perhitungan Pelat Lantai
Menggunakan Metode M. Pigeaud
Secara umum, Cusens (1975) mengelompokan struktur beton bertulang lantai
kendaraan menjadi dua macam yaitu pelat solid (solid slab) dan pelat berongga
(voided slab). Bentuk paling sederhana dari struktur ini adalah pelat solid yang
biasanya menggunakan beton bertulang konvesional, meskipun pemakaian sistem
prategang, lambat laun makin meningkat. Dalam perancangan, berat lantai
kendaraan ikut diperhitungkan sebagai beban mati sendiri. Untuk mereduksi
beban lantai dan material yang tidak diperlukan di sekitar sumbu netral saat terjadi
pelenturan, dikenal bentuk pelat berongga.
Umumnya tipe jembatan yang sering dijumpai adalah tipe pelat dan gelagar (slab
and beam type). Struktur ini terdiri atas beberapa gelagar yang mempunyai
bentang searah jalan, yang dihubungkan dan ditutup dengan lantai kendaraan
beton bertulang (reinforced concrete deck). Gelagar longitudinal dapat dibentuk
dari beberapa material yang berbeda, tapi biasanya terbuat dari beton bertulang
atau baja (Heins, C.P. dkk, 1979). Pada lantai kendaraan dengan gelagar
longitudinal dan melintang, pelat beton bertulang ditumpu pada keempat sisinya,
di mana setiap sudutnya tertahan terhadap gaya angkat dan membentang dalam
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 41
dua arah. Momen dalam dua arah dapat dihitung menggunakan kurva perancangan
yang diciptakan oleh M. Pigeaud (Raju, N.K., 1991).
Dalam analisis struktur dan perancangan jembatan yang dibebani kelompok beban
terkonsentrasi, terdapat pendistribusian beban ke struktur utama jembatan
(primary structure of the bridge), gelagar longitudinal utama dan gelagar
melintang. Disamping itu, pendistribusian beban tersebut masih ditambah dengan
pendistribusian tegangan lokal (local stress distribution) pada pelat lantai
kendaraan yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan. Distribusi tegangan ini,
umumnya terbatas pada pelat lantai kendaraan saja yang membentang antara
gelagar memanjang dangan gelagar melintang. Akibat lendutan struktur jembatan
secara keseluruhan, tiap gelagar memanjang dan gelagar melintang mempunyai
nilai lendutan yang berbeda sehingga kondisi batas pelat lantai kendaraan menjadi
rumit. Untuk menyederhanakan kondisi batas ini dari segi analisis struktur,
biasanya pelat lantai kendaraan dianggap bertumpuan sederhana yang tidak
melendut, dengan memberikan suatu faktor tertentu untuk memperhitungkan
kontinuitas pelat di atas tumpuannya. Pengasumsian ini dipergunakan oleh M.
Pigeaud dalam membuat metode analisis struktur lantai kendaraan pada
jembatan. Metode M. Pigeaud disusun berdasarkan penyelesaian persamaan
Lagrange untuk pelat tipis berlendutan kecil dan berlaku untuk sembarang rasio
panjang terhadap lebar pelat, dan nilai rasio sisi bidang beban terhadap sisi pelat
yang berkesesuaian. Notasi yang dipergunakan dalam metode ini diperlihatkan
pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13. Bidang beban roda dan penyebaran beban dalam metode
M. Pigeaud
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 42
Beban roda diasumsikan disebarkan 45 sampai ke tulangan pelat. Menurut
Pedoman Peraturan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR 1987), nilai u dan
v ditentukan sebagai berikut :
u = 500 + 2h (4.1a)
v = 300 + 2h (4.1b)
dengan :
u = asumsi panjang bidang beban roda (mm)
v = asumsi lebar bidang beban roda (mm)
h = tinggi penyebaran beban roda (mm)
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 43
e. Menghitung momen lentur pada arah lebar dan panjang pelat, Mx dan My
sebagai berikut :
Mx = P (m1 + 0,15 m2) (4.3a)
My = P (m2 + 0,15 m1) (4.3b)
Dimana :
P = beban roda
m1 = koefisien momen lebar pelat
m2 = koefisien momen panjang pelat
Mx = momen lentur arah lebar
My = momen lentur arah Panjang
f. Menentukan momen lentur berdasarkan kondisi perletakan keempat sisinya, rm.
Untuk pelat yang bertumpuan jepit atau pelat bersifat menerus pada keempat
sisinya, nilai Mx dan My direduksi sebesar 20% sedangkan kondisi perletakan
yang lain ditentukan berdasarkan letak pelat seperti disajikan Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Koefisien Reduksi Momen rm
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 44
Beberapa Kondisi Pembebanan
Untuk pembebanan hidup berupa beban roda kendaraan terdapat beberapa kondisi
letak beban sebagai berikut :
a. Beban terpusat berada tepat di tengah pelat
1) Dicari koefisien momen m1 dan m2 untuk u/B dan
v/L,
2) Besarnya momen rencana :
Mx = P (m1 + 0,15 m2)
My = P (m2 + 0,15 m1)
2P
My = 𝑣1 (m2 + 0,15 m1)
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 45
d. Satu beban terletak simetris terhadap sumbu pendek
pelat
P
Mx = (m1 + 0,15 m2)
v1
P
My = (m2 + 0,15 m1)
v1
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 46
5) harga m1 dan m2 diperoleh dari (i + ii) dikurangi (iii +
iv)
6) Momen rencana :
2. Untuk K = 2,5
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 47
3. Untuk K = √2
4. Untuk K = 2,0
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 48
5. Untuk K = ~
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 49
Analisa perhitungan pelat metode M.Pigeaud:
Data Pelat:
- Tebal Pelat (tp) = 0.2 m
- Selimut Beton (p) = 0.04 m
- Tulangan Rencana lantai (D) = 13 mm
- Mutu Baja (fy) = 400 Mpa
- Mutu Beton (fc’) = 24,9 Mpa
- Panjang pelat beton, (L) = 6,00 m
- Lebar pelat beton (B) = 1,50 m
- Pelat dalam dengan semua sisi menerus
- Dengan bentang tengah pelat dalam
1. Menghitung momen yang bekerja pada pelat :
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 50
Perhitungan beban hidup
Beban hidup berdasarkan PPJJR 1987
Pl = 1/2 . 20 ton = 10 ton = 100 KN
Kondisi Pembebanan 2
Formasi (i) :
u = 2 (u1 + x ) = 2(0,808 + 0,0625) = 1,741 m
v = 0,508
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 51
Rasio bidang beban pelat
𝑢 1,741
= = 1,16
𝐵 1,5
𝑣 0,508
= = 0,08
𝐿 6
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :
m1 = 9,5 .10-2 ; m1 (u1 + x ) = 8,27.10-2
m2 = 8 . 10-2 ; m2 (u1 + x ) = 6,97.10-2
Formasi (ii) :
u = 2 x = 0,125
v = 0,508
Rasio bidang beban pelat
𝑢 0,125
= = 0,08
𝐵 1,5
𝑣 0,508
= = 0,08
𝐿 6
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :
m1 = 27 .10-2 ; m1x = 1,69.10-2
m2 = 20 . 10-2 ; m2x = 1,25.10-2
Formasi (iii)
m1 = (8,27 – 1,69) 10-2 = 6,58 . 10-2
m2 = (6,97 – 1,25) 10-2 = 5,72 . 10-2
Momen lentur beban hidup kondisi 2 :
2P
Mll 2x = rm ( m1 + 0,15 m2 )
𝑢1
2.100
= 0,8 (6,58 . 10-2 + 0.15 . 5,72. 10-2)
0,808
= 14,73 KNm/m
2P
Mll 2y = rm ( m2 + 0,15 m1 )
𝑢1
2.100
= 0,8 (5,72 . 10-2 + 0.15 . 6,58 . 10-2)
0,808
= 13,28 KNm/m
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 52
Tabel 4.2 Rekapitulasi Momen
Momen rencana :
Mx = M dlx + Mllx
= 3,56 + 14,73 = 18,29 KNm/m
My = Mdly + Mlly
= 1,40 + 13,28 = 14,68 KNm/m
d = 200-40-13/2 = 73,5
Mu = Mx = 18,29 KNm
Mu 18,29
Mn = = = 22,8625 kNm
0,8 0,8
fy 400
m = = =18,90
0,85.fc' 0,85.24,9
Mn 22,8625 × 106
Rn = = = 4,23
bd2 1000×73,52
1 2m.Rn 1 2.(18,90).(4,23)
perlu = [1-√1- ]= [1-√1- ] = 0.0119
m fy 18,90 400
1,4 1,4
min = = = 0,0035
fy 400
Karena perlu =0,0119 < maks =0,0202, maka digunakan nilai perlu =
0,0119
As = ρ.b.d = 0,0119.1000.73,5 = 874,65 mm2
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 53
As As 874,65
n = = 1 = 1 = 6 buah
A π. .𝐷² π. .13²
4 4
S = 1000/6 = 166,67 mm
Sehingga dipakai tulangan D13 – 150 mm
d = 200-40-13-13/2 = 60,5
Mu = My = 14,68 KNm
Mu 14,68
Mn = = = 18,35 kNm
0,8 0,8
fy 400
m = '
= =18,90
0,85.fc 0,85.24,9
Mn 18,35 × 106
Rn = 2 = = 5,097
bd 1000×602
1 2m.Rn 1 2.(18,90).(5,097)
perlu = [1-√1- ]= [1-√1- ] = 0.0148
m fy 18,90 400
1,4 1,4
min = = = 0,0035
fy 400
Karena perlu =0,0148 < maks =0,0202, maka digunakan nilai perlu =
0,0148
As = ρ.b.d = 0,0148.1000.60,5 = 895,4 mm2
As As 895,4
n = = 1 = 1 = 6 buah
A π. .𝐷² π. .13²
4 4
S = 1000/6 = 166,67 mm
Sehingga dipakai tulangan D13 – 150 mm
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 54
IV.4 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang dengan Kalendering
(Rumus Hilley)
Pada proyek Jembatan Tanggul Laut ini, tidak dilakukan pekerjaan
peyelidikan tanah seperti Sondir maupun Boring. Oleh karena itu, untuk
perhitungan daya dukung tiang pancang menggunakan kalendering yang diambil
di lapangan. Untuk pondasi digunakan pondasi Mini Pile dengan ukuran 30 x 30
cm. Alat pemancaang tiang yang digunakan pada proyem Jembatan Tanggul Laut
ini adalah Drop Hammer. Pemancangan dihentikan jika tiang sudah sampai tanah
keras. Pada proyek ini, pengambilan data final set kalendering dilakukan sebanyak
1 kali untuk setiap tiang dengan penurunan maksimal pada sepuluh pukulan
terakhir adalah 2,5 cm.
Umumnya, kalendering test bertujuan untuk mengetahui daya dukung
tanah secara empiris melalui perhitungan yang dihasilkan oleh proses pemukulan
alat pancang. Alat yang digunakan pada saat pelaksanaan kalendering cukup
mempersiapkan spidol, kertas milimeter, selotip, dan kayu pengarah spidol agar
selalu pada posisinya. Pengambilan data kalendering dilakukan pada saat tiang
mencapai tanah keras, penetrasi atau penurunan tiang lebih kecil dari 1 cm dan
rebound hammer sudah terlihat tinggi.
Untuk analisa perhitungan daya dukung tiang pancang dengan
kalendering, kami menggunakan Rumus Dinamis (Hilley) seperti berikut :
𝟐 . 𝐖 . 𝐇 𝐖+𝐧𝟐 . 𝐏
R = .
𝐒+𝐊 𝐖+𝐏
Dimana :
R = kapasitas daya dukung batas (ton)
W = berat palu atau ram (ton)
P = berat tiang pancang (ton)
H = tinggi jatuh ram (cm)
S = penetrasi tiang pancang pada saat penumbukan terakhir (cm)
K = rata-rata rebound untuk 10 pukulan terakhir (cm)
n = koefisien restitusi
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 55
Hasil kalendering pada tiang pancang (P7)
S = 6,8 cm
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 56
Diketahui :
• Panjang tiang pancang rencana = 21 m
• Dimensi tiang pancang = 30 x 30 cm
• Berat jenis beton bertulang = 2400 kg/m3
• Luas penampang tiang (As) = 0,3 x 0,3 = 0,09 m2
• Berat tiang pancang = 2400 kg/m3x0,09 m2 = 216 kg/m
• Berat palu atau ram (W) = 2,5 ton
• Berat tiang pancang (P) = 216 kg/m x 21 m = 4536 kg = 4,54 ton
• Tinggi jatuh ram (H) = 1 m = 100 cm
• Penetrasi tiang (S) = 6,8 cm/10 = 0,68 cm
• Rata – rata rebound (K) = 0,5 cm
• Koefisien restitusi (n) = 0,5 (diambil 0,5 untuk palu besi cor)
Penyelesaian :
2. W. H W+n2 . P
R = .
S+K W+P
2 . 2,5 . 100 2,5+0,52 . 4,54
= .
0,68+0,5 2,5+4,54
= 218,850 ton
Dengan daya dukung ijin pondasi sebagai berikut (FS = 3 untuk permanen load, ef
= 0,7-0,9 untuk drop hammer sehingga digunakan ef = 0,8)
1
Rpakai = ef . R . FS
1
= 0,8 . 218,786 . 3
= 58,36 ton
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 57
Hasil kalendering pada tiang pancang (P14)
S = 1 cm
Diketahui :
• Panjang tiang pancang rencana = 27 m
• Dimensi tiang pancang = 30 x 30 cm
• Berat jenis beton bertulang = 2400 kg/m3
• Luas penampang tiang (As) = 0,3 x 0,3 = 0,09 m2
• Berat tiang pancang = 2400 kg/m3x0,09 m2 = 216 kg/m
• Berat palu atau ram (W) = 2,5 ton
• Berat tiang pancang (P) = 216 kg/m x 27 m = 5832 kg = 5,83 ton
• Tinggi jatuh ram (H) = 1 m = 100 cm
• Penetrasi tiang (S) = 1 cm/10 = 0,1 cm
• Rata – rata rebound (K) = 0,8 cm
• Koefisien restitusi (n) = 0,5 (diambil 0,5 untuk palu besi cor)
Penyelesaian :
2. W. H W+n2 . P
R = .
S+K W+P
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 58
2 . 2,5 . 100 2,5+0,52 . 5,83
= .
0,1+0,8 2,5+5,83
= 263,909 ton
Dengan daya dukung ijin pondasi sebagai berikut (FS = 3 untuk permanen load, ef
= 0,7-0,9 untuk drop hammer sehingga digunakan ef = 0,8)
1
Rpakai = ef . R . FS
1
= 0,8 . 263,939 . 3
= 70,376 ton
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 59
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang
Panjang Tiang Final set Luas Berat Berat Tinggi Penetrasi Koefisien Daya Dukung Daya Dukung Izin
Rebound
NO. Tiang Tiang Rencana Tertanam (cm / 10 Penampang (As) Palu (W) Tiang Pancang (P) Jatuh Ram ( H) Tiang (S) Restitusi ( R) ( Rpakai )
(m) (m) pukulan) (cm) (m2) (ton) (ton) (cm) (cm) (n) (ton) (ton)
1 21 20.2 0.7 0.8 0.09 2.5 4.536 100 0.7 0.5 172.162 45.910
2 21 20.2 0.08 0.5 0.09 2.5 4.536 100 0.08 0.5 445.247 118.733
3 21 20.2 0.1 0.5 0.09 2.5 4.536 100 0.1 0.5 430.406 114.775
4 21 20.2 0.2 0.3 0.09 2.5 4.536 100 0.2 0.5 516.487 137.730
5 21 19.3 0.05 0.5 0.09 2.5 4.536 100 0.05 0.5 469.533 125.209
6 21 19.3 0.12 0.8 0.09 2.5 4.536 100 0.12 0.5 280.699 74.853
7 21 19.3 0.68 0.5 0.09 2.5 4.536 100 0.68 0.5 218.850 58.360
8 21 19.3 0.25 1.2 0.09 2.5 4.536 100 0.25 0.5 178.099 47.493
9 24 21 0.1 1 0.09 2.5 5.184 100 0.1 0.5 224.552 59.880
10 24 21 0.01 1 0.09 2.5 5.184 100 0.01 0.5 244.561 65.216
11 24 21 0.12 0.8 0.09 2.5 5.184 100 0.12 0.5 268.486 71.596
12 24 21 0.05 0.5 0.09 2.5 5.184 100 0.05 0.5 449.103 119.761
13 27 23.2 0.08 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.08 0.5 409.514 109.204
14 27 23.2 0.1 0.8 0.09 2.5 5.832 100 0.1 0.5 263.909 70.376
15 27 23.2 0.17 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.17 0.5 354.504 94.535
16 27 23.2 0 1 0.09 2.5 5.832 100 0 0.5 237.518 63.338
17 27 22.6 0.13 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.13 0.5 377.013 100.537
18 27 22.6 0.02 1 0.09 2.5 5.832 100 0.02 0.5 232.861 62.096
19 27 22.6 0.08 0.8 0.09 2.5 5.832 100 0.08 0.5 269.907 71.975
20 27 22.6 0.1 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.1 0.5 395.863 105.564
21 27 22.6 0.03 0.7 0.09 2.5 5.832 100 0.03 0.5 325.367 86.765
22 27 22.6 0 1 0.09 2.5 5.832 100 0 0.5 237.518 63.338
23 27 22.6 0.13 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.13 0.5 377.013 100.537
24 27 22.6 0.05 0.7 0.09 2.5 5.832 100 0.05 0.5 316.691 84.451
25 27 23.2 0.08 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.08 0.5 409.514 109.204
26 27 23.2 0.03 1.2 0.09 2.5 5.832 100 0.03 0.5 193.104 51.494
27 27 23.2 0.1 0.8 0.09 2.5 5.832 100 0.1 0.5 263.909 70.376
28 27 23.2 0.18 0.5 0.09 2.5 5.832 100 0.18 0.5 349.291 93.144
29 24 21 0.05 1 0.09 2.5 5.184 100 0.05 0.5 235.245 62.732
30 24 21 0.1 0.8 0.09 2.5 5.184 100 0.1 0.5 274.452 73.187
31 24 21 0.05 0.8 0.09 2.5 5.184 100 0.05 0.5 290.596 77.492
32 24 21 0.01 0.5 0.09 2.5 5.184 100 0.01 0.5 484.327 129.154
33 24 22.3 0.08 1.3 0.09 2.5 5.184 100 0.08 0.5 178.990 47.731
34 24 22.3 0 0.7 0.09 2.5 5.184 100 0 0.5 352.867 94.098
35 24 22.3 0.16 1 0.09 2.5 5.184 100 0.16 0.5 212.937 56.783
36 24 22.3 0.08 1.3 0.09 2.5 5.184 100 0.08 0.5 178.990 47.731
37 21 20.2 0.15 1.5 0.09 2.5 4.536 100 0.15 0.5 156.511 41.736
38 21 20.2 0.18 1.3 0.09 2.5 4.536 100 0.18 0.5 174.489 46.530
39 21 20.2 0 1 0.09 2.5 4.536 100 0 0.5 258.243 68.865
40 21 20.2 0.09 0.8 0.09 2.5 4.536 100 0.09 0.5 290.161 77.376
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 60
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik, antara lain :
1. Pembangunan Jembatan Tanggul Laut yang berlokasi di Jl. Pramuka,
Desa Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Dengan ukuran jembatan yaitu Panjang 35,00 m dan Lebar 5,50 m.
2. Pekerjaan yang diamati selama kerja praktek
• Pekerjaan Tiang Pancang
• Pekerjaan Poer 50x50x50
• Pekerjaan Balok Beton 25/60
• Pekerjaan Balok Beton 25/55
• Pekerjaan Balok Beton 25/50
• Pekerjaan Lantai Beton K-300
• Pekerjaan Turap
• Pekerjaan Tiang dan Pipa Sandaran
3. Ada beberapa kendala dalam pembangunan proyek Jembatan Tanggul
Laut ini, yaitu :
• Cuaca yang kurang mendukung
Musim hujan yang terjadi mengakibatkan menurunnya progress setiap
item pekerjaan, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mengerjakan pekerjan tersebut.
• Sequence kerja kurang tepat
Sequence kerja yang tidak tepat salah satunya mengakibatkan
banyaknya alat dan bahan yang datang terlambat sehingga target tidak
terpenuhi.
• Akses jalan yang terhambat
Akses jalan menuju lokasi pembangunan yang sangat susah. Sehingga
menghambat pengiriman alat dan bahan menuju lokasi. Oleh karena
itu, hal ini dapat menghambat pekerjaan pembangunan.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 61
4. Hubungan yang terjalin antara pekerja, pelaksana, dan pengawas lapangan
berjalan dengan baik
5. Berdasarkan hasil Analisa perhitungan pelat, tulangan yang digunakan
sesuai dengan hasil Analisa. Sedangkan berdasarkan hasil Analisa
perhitungan daya dukung menggunakan kalendering didapat daya dukung
izin dari 41,736-137,730 ton
V.2 Saran
1. Pihak pelaksana proyek diharapkan dapat mengatur sequence kerja
dilapangan dengan maksimal sehingga didapat target yang telah tertuang
dalam kurva-S (master schedule) dalam keadaan tepat waktu.
2. Untuk meminimalisir adanya kecelakaan kerja dalam pembangunan,
sebaiknya para pekerja menggunakan peralatan K3 saat melakukan
pengerjaan pembangunan.
3. Kepada mahasiswa yang akan melakukan kerja praktek disarankan untuk
menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dengan bertanya kepada
pengawas atau pekerja terkait pekerjaan yang dilakukan.
UNIVERSITAS TANJUNGPURA 62