Anda di halaman 1dari 16

Case Based Discussion

Penegakkan Diagnosis Meningitis Serosa


Tuberkulosis Anak

Nama : Muhammad Ozza Alhuda Eusman


NRP : 1815133
Preceptor : dr. Susana Farah Diba, Sp.A., M.Kes.

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RS IMMANUEL BANDUNG
2020
PRESENTASI KASUS

Muhammad Ozza Alhuda Eusman (1815133)


Preceptor: dr. Susana Farah Diba, Sp.A., M.Kes.
1. KETERANGAN UMUM
Nama : An. Alista Khopipah Andriani
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 17 Februari 2019
Umur : 1 tahun 7 bulan
Alamat : Warung Muncang
No Rekam Medis : 01.454.670
Tanggal mulai di rawat : 5 Oktober 2020
Tanggal pemeriksaan : 12 Oktober 2020
Nama ibu : Wati
Pendidikan ibu : SMA
Usia ibu : 37 tahun
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Nama ayah : Asep
Usia ayah : 37 tahun
Pendidikan ayah : SMA
Pekerjaan ayah : Karyawan Swasta
Penghasilan keluarga : ± Rp 3.000.000/bulan,-

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : kejang
Heteroanamnesis didapatkan dari ibu kandung pasien pada Senin, 12 Oktober
2020 pukul 08.00 WIB
Sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh kejang terjadi satu
kali selama 15 menit saat pasien sedang tidur di malam hari. Kejang terjadi di seluruh
tubuh, mata mendelik ke atas, kedua tangan dan tungkai kaku. Selama kejang pasien
tidak sadar. Sebelumnya, pasien menderita panas badan sejak 10 hari yang lalu. Panas
dirasakan tinggi dan hilang timbul terutama dimalam hari. Pasien juga disertai
keluhan diare. Diare diderita sejak 10 hari lalu, pasien tidak mau makan dan hanya
minum air putih. Setiap kali diberi minum pasien langsung mencret, mencret
berwarna hijau dengan konsistensi cair, berlendir, lebih dari 5x dalam sehari, keluhan
juga disertai batuk namun tidak berdahak, mual tetapi tidak sampai muntah, pasien
juga sekarang menjadi lebih rewel, dan BAK menjadi lebih sedikit. Pasien baru
pertama kali menderita keluhan seperti ini.
Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga dan trauma kepala. Pasien tidak
mempunyai riwayat batuk lama, dan riwayat kontak dengan pasien TB atau batuk
lama disangkal.
Pasien sempat dibawa ke puskesmas dan diberi obat-obatan, namun karena kejang
dibawa ke rumah sakit.
Pasien merupakan anak ke 3 dari ibu P3A0 yang lahir secara spontan, usia 38
minggu, letak kepala, langsung menangis, ditolong oleh dokter. Berat badan lahir
3200 gram dan panjang badan lahir lupa, selama kehamilan ibu sehat, gizi hamil
cukup, teratur melakukan kontrol kehamilan di bidan.

1
Pasien mendapatkan ASI dari lahir sampai usia 17 bulan, minum kuat, bubur nasi
dan makanan lunak dari usia 6 bulan sampai 12 bulan. Sejak usia 1 tahun hingga
sekarang mengonsumsi menu keluarga.
Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.

Senin, 12 Oktober 2020 pukul 08.00 WIB


(Hari perawatan ke-8, pemantauan hari ke-1)
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : E4V6M5 (compos mentis)
Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 130 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 30 x/menit, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,5°C
Saturasi : 98 %
Status Antropometri
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 85 cm
BMI : 11,1 kg/m2
BB/U : < -3 SD
TB/U : 1 SD
BB/TB : < -3 SD
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil bulat
isokor diameter 3 cm, reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-), conjunctival
suffusion (-/-)
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-)
Mulut : mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi
Telinga : bentuk dan ukuran normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Lapang paru kanan dan Lapang paru kanan dan lapang
lapang paru kiri sonor paru kiri sonor
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-

Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)


Abdomen :
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+), meteorismus (-)

2
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas : scar BCG pada bahu kanan, akral hangat, CRT < 2 detik,
akrosianosis (-), edema tungkai -/-, petekie (-), ikterik (-), nyeri
tekan gastrocnemius (-/-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis :
• Rangsang meningeal : kaku kuduk (+)
• Saraf otak I -XII : normal
• Motorik : kesan parese (-)
• Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (+/+)
• Reflek fisiologis : BTR (↑/↑), APR (↑/↑), KPR (↑/↑)
• Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Chaddock (+/+), Oppenheim
+/+)

Pemeriksaan Laboratorium

05/10/2020
Hematologi Rutin Hitung Jenis
Hemoglobi
n 11,2 g/dL Basofil 0%
Hematokrit 36% Eosinofil 0%
Leukosit 11.710/mm3 Neutrofil Staf 0%
Trombosit 509.000/mm3 Neutrofil Segmen 68,7%
Eritrosit 5,1 juta/mm3 Limfosit 18,2%
MCV 70 fl Monosit 13,1%
MCH 22 pg/mL NLR 3,8
MCHC 31 g/dL Limfosit Absolut 2131/mm3
Kimia Klinik
Natrium 123 mEq/L SGOT 22 U/L
Kalium 2,9 mEq/L SGPT 5 U/L
GDS 82 mg/dL    

06/10/2020
Faeces Makroskopik Faeces Mikroksopik
Warna Hijau Eritrosit 8-10/HPF
Konsistensi Lembek Leukosit Banyak/HPF
Lendir Positif Pati Negatif
Amoeba Negatif
Kimia Klinik Makrofag Positif
Natrium 128 mEq/L Telur Cacing Negatif
Kalium 3,0 mEq/L Lain-lain Negatif

3
08/10/2020
Kimia Klinik
Natrium 125 mEq/L
Kalium 3,5 mEq/L

09/10/2020
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10 g/dL MCV 71 fl
Hematokrit 31% MCH 23 pg/mL
Leukosit 11.400/mm3 MCHC 32 g/dL
Trombosit 414.000/mm3 Kimia Klinik
Eritrosit 4,4 juta/mm3 Natrium 120 mEq/L

Foto Thorax (05/10/2020):

Pada foto thorax ditemukan:


Kolom udara dalam trakea normal, aorta normal. Cor tidak membesar, sinuses dan
diafragma normal. Pulmo; hili kasar, coracan bronkovaskular ramai. Tampak noda-
noda opak dan bercak lunak perihilar kanan. Costae clavicula dan jaringan lunak
dinding dada normal.
Kesan: curiga spesifik proses aktif (mohon korelasi dengan lab PPD test). Cor dalam
batas normal.

CT-Scan Kepala dengan Kontras (06/10/2020):

4
Dilakukan CT Scan dengan kontras Iopamiro 300 sebanyak 50 cc IV, potongan axial
dengan ketebalan 4-8 mm dari basis sampai vertex.
Tampak lesi hipodens ireguler intraparenkimal otak di daerah parietooccipital kanan
serta kiri yang post pemberian kontras tampak memberikan enhancement ireguler di
bagian perifernya dengan gambaran ring enhancement di daerah parietooccipital
kanan dan kiri.
Sulci dan gyri daerah parietooccipital kanan bagian perifer tampak kabur
Cysterna ambiens dan basalis normal. Tak tampak midline shift.
Ventrikel lateralis kiri dan kanan serta III dan IV tidak tampak melebar.
Jaringan extra kalvarium dan tulang kalvarium normal.
Kesan:
Mendukung adanya meningitis di daerah parietooccipital kanan dan kiri ec? Klinis
dan lab?
Belum tampak tanda-tanda ventrikulomegali/ hydrocephalus.

IV. DIAGNOSIS KERJA


Meningitis Serosa Stadium II + KEP + Hiponatremia

V. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
o Bedrest
o Observasi tanda-tanda vital: nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah
o Diet tinggi kalori tinggi protein
Medikamentosa
o Infus NaCl 3% 1000cc/hari
o OAT 2RHZE/10RH
o Vitamin B6 5–10 mg/hari)
o Ambroxol 2x1 cth 15mg PO. prn
o Kortikosteroid  Prednison 5 mg (dosis 1–2 mg/kgBB/hari selama 4–8
minggu)
o Antipiretik  Paracetamol injeksi 4x150mg intravena

5
VI. PEMANTAUAN
(Hari perawatan ke-9, pemantauan hari ke-2)
Subjektif (S) :
Menurut ibu, demam sudah menurun, batuk sudah berkurang. Tidak ada kejang,
penurunan kesadaran, mual dan muntah. Makan dan minum sudah lebih banyak. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.

Objektif (O) :
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : E4V5M6 (compos mentis)
Tanda vital :
Tekanan darah : -
Nadi : 100 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 28 x/menit, tipe thoracoabdominal
Suhu : 37 °C
Saturasi : 98%
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut,
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil
bulat isokor diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-),
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-),
Mulut :mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi.
Telinga : bentuk dan ukuran normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Lapang paru kanan dan Lapang paru kanan dan lapang
lapang paru kiri sonor paru kiri sonor
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, turgor kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, petekie (-), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan

6
Status Neurologis : Refleks patologis Babinsky (+/+), Chaddok (+/+), oppenheim
(+/+)

Assessment (A) : Meningitis Serosa Stadium II + KEP

Planning (P) :
Non Medikamentosa
o Tirah baring
o Observasi tanda-tanda vital : nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah
o Diet tinggi kalori tinggi protein
Medikamentosa
o Infus NaCl 3% 1000cc/hari
o OAT 2RHZE/10RH
o Vitamin B6 5–10 mg/hari)
o Ambroxol 2x1 cth 15mg PO. prn
o Kortikosteroid  Prednison 5 mg (dosis 1–2 mg/kgBB/hari selama 4–8
minggu)
o Antipiretik  Paracetamol injeksi 4x150 mg intravena

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad Malam
Quo ad sanationam : Dubia Ad Malam

7
IX. ANALISIS KASUS
PENDAHULUAN

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit dengan prevalesi yang tinggi, dimana


sepertiga dari penduduk dunia menderita infeksi TB yang laten. Laten disini
dimaksudkan dimana seseorang tidak menampakkan gejala klinis namun memiliki
kemungkinan 10% untuk menjadi infeksi yang aktif. Diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus secara global pada tahun 2012 dimana 1,3 juta mengalami kematian.1

1) DEFISINI

Meningitis tuberculosis (TBM) merupakan manifestasi dari extrapulmonary


tuberculosis yang disebabkan tumbuhnya bakteri tuberculosis pada meningens.
Bakteri tuberculosis menular melalui inhalasi droplet yang mengandung bakteri
tuberculosis, infeksi primer dari tuberculosis menyerang lobus paru lalu menyebar
melalui nodus limfatikus.2
2) INSIDENSI

Tuberculous meningitis (TBM) merupakan salah satu penyakit infeksi pada


sistem saraf pusat yang masih menjadi tantangan dunia. Hal ini dikarenakan angka
mortalitas dan morbiditas TBM paling tinggi dari keseluruhan bentuk penyakit
tuberculosis. Data global TB report 2014 menunjukkan bahwa 5,4 juta kasus baru
terdiri dari 2,6 juta kasus TB paru yang didiagnosis secara bakteriologi, 2 juta kasus
TB paru yang didiagnosis secara klinis dan 0,8 juta kasus TB ekstraparu.3

Kasus TB ekstraparu di Indonesia adalah sejumlah 6,05% suatu studi


epidemiologi dari total kasus TB yang tercatat.TB ekstraparu di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa 5–10% dari total kasus TB ekstraparu merupakan TBM. CDC
(Centers for disease control and prevention) tahun 2005 menunjukkan persentase
TBM sebesar 6,3% dari kasus TB ekstraparu (1–3% dari keseluruhan kasus TB).3

3) ETIOLOGI

Karakteristik Mycobacterium tuberculosis:


O Bentuk batang tipis tahan asam
O Ukuran 0,2 –0,3 x 2 –10 μm
O Non motil
O Tidak berkapsul
O Tidak membentuk toksin
O Aerob obligat

8
O Fakultatif intracellular parasite, terutama dalam makrofag
O Slow growing(generation time 18 –24 jam)
O Dinding sel mengandung
▪ Inner cytoplasmic membrane
▪ Peptidoglikan
▪ Arabinogalactan polypeptides & free lipid (Wax-D Mycosides, cord factor)
▪ Mycolic acid
▪ Outer lipid layer
▪ Lipoarabinomannan
▪ Phosphatidylinositol mannosides (PIM).4

4) KLASIFIKASI

Penyakit TB sendiri memiliki spektrum yang luas, meliputi: 5


TB intraparu: TB extraparu: TB diseminata/
 TB paru (pada anak:  TB kelenjar milier
TB paru primer)  TB saluran respiratologi
 Kronik TB paru/ adult atas dan telinga
tipe TB/ TB reaktivasi  TB mata
 Endobronkial TB  TB pleura
 TB jantung
 TB abdomen
 TB retikuloendotelial
 TB genitourinaria
 TB SSP
 TB tulan dan sendi

5) PATOGENESIS

Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan


bersarang di jaringan paru dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik,
disebut sarang primer yang mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari
sarang primer akan menyebabkan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer bersama-sama dengan limfangits
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami
salah satu dari kondisi sebagai berikut:6
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
 Perkontoinuitatum (menyebar kesekitarnya)

9
 Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya.
 Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebara ini sangat
bergantung pada daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.

Respon imun yang kurang efisien akan menimbulkan fokus perkijuan yang
besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa terus-menerus untuk melokalisir bakteri
yang masih hidup. fokus ini kemudian akan mengalami reaktivasi saat imunitas pasien
menurun hingga bakteri aktif kembali dan dapat menyebar setelah tuberkel rupture
(diseminasi pada tuberculosa post-primer).6

Meningitis tuberculosa terjadi akibat penyebaran hematogen dari infeksi


tuberculosa paru primer maupun post-primer, dapat juga berasal dari fokus
ekstraneural lain seperti usus, tulang, kelenjar adrenal, atau ginjal. Akibat diseminasi
hematogen ke otak, terbentuk lesi kaseosa metastatik kecil subpial atau subepenimal
yang disebut ‘fokus Rich’. Meningitis terjadi jika fokus Rich membesar kemudian
mengalami rupture ke rongga subarachnoid atau system ventrikel.6,7

Jika fokus Rich terbentuk selama infeksi primer, rupturnya fokus bisa
menyebabkan infeksi meningeal bersamaan dengan infeksi paru atau milier. Proses
patologis pada meningitis tuberkulosa diawali oleh adanya reaksi hipersensitivitas
terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga
subarachnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal dalam rongga
subaraknoid yg bersifat difus, terutama terkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat
di sekeliling fossa interpenducular, fissure Silvii.6,7

10
Secara mekanik eksudat dapat menimbulkan blockade aliran liquor
cerebrospinal (LCS) pada akuaduktus atau foramen Luschka sehingga terjadi
hidrosefalus obstruktif ataupun mengganggu absorbsi LCS oleh granulatio arachnoid
(akibat timbulnya adesi fibrosa) sehingga terjadi hidrosefalus komunikans. Eksudat
yang tebal juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah pada basis otak dan
penekanan saraf kranial. 6,7

“Border zone encephalitis” menggambarkan reaksi jaringan yang sering


ditemukan pada parenkim otak yang berdekatan dengan zona eksudat yang tebal dan
melekat. Jaringan otak menjadi lunak dan dapat dijumpai reaksi inflamasi yang difus,
sel astrositik, dan mikroglial.6

6) MANIFESTASI KLINIS

1. Stadium Awal (Stadium I)


Didominasi oleh gejala gastrointestinal, tidak terlihat manifestasi neurologis,
berlangsung ± 2 minggu. Anak dapat apatis atau iritabel dengan sakit kepala yang
hilang muncul, kenaikan suhu yang ringan, anoreksia, mual, dan muntah. Khususnya
pada bayi, kejang demam merupakan gejala yang paling menonjol pada stadium ini.5
2. Stadium II
Anak terlihat mengantuk dan mengalami disorientasi dengan tanda iritasi
meningen. Refleks fisiologis meningkat, refleks abdominal menghilang dan klonus.
Dijumpai keterlibatan saraf kranial II, VI. dan VII.5
3. Stadium III
Anak dapat dalam keadaan koma atau terdapat periode yang hilang muncul dari
penurunan kesadaran. Refleks cahaya pupil menurun Dapat ditemukan spasme klonik
rekuren dari ekstremitas, pernapasan ireguler, dan demam tinggi. Hidrosefalus terjadi
pada 2/3 penderita yang infeksinya sudah berjalan >3 bulan dan tidak diterapi
adekuat.5

7) DIAGNOSIS

Kriteria klinis skor


lama gejala> 5 hari 4
gejala sistemik (> 1 dari yang berikut): penurunan berat badan / 2
pertambahan berat badan yang buruk, keringat malam, batuk > 2 minggu
riwayat baru-baru ini (dalam 1 tahun) kontak dekat dengan TB paru atau 2
tes sensitivitas tuberkulin positif atau tes pelepasan gamma interferon
(IFN), hanya pada anak-anak <10 tahun
defisit neurologis fokal (tidak termasuk kelumpuhan saraf kranial) 1
Saraf kranial palsy 1
Penurunan kesadaran 1
Nilai minimal 6

11
Kriteria CSF skor
Dari pemeriksaan visual 1
Sel 10-500/ µL 1
Dominan limfositi > 50% 1
konsentrasi protein> 1g / L 1
cairan serebrospinal (CSF) rasio glukosa plasma <50% atau glukosa CSF 1
absolut <2,2 mmol / L
Nilai minimal 4

Kriteria pencitraan cerebral skor


hidrosefalus 1
Penebalan basal meningen 2
tuberculoma 2
infark 1
Hiperdensitas basal 2
Nilai minimal 6

Adanya bukti TB ditempat lain skor


Foto thorax/tb millier 2/4
CT-scan/ MRI/ USG jika TB diluar SSP 2
BTA (+) yang dibiakkan dari sumber lain (mis:dahak, KGB, bilas lambung, 4
urin, dan kultur darah
nucleic acid amplification technique (NAAT) (+) dari specimen extra 4
neural
Nilai minimal 4

Pasien dikatakan meningitis TB definitif jika kriteria klinis ditambah satu atau
lebih kriteria berikut ini terpenuhi:
 BTA terlihat pada CSF,
 M. tuberculosis yang dibiakkan dari CSF, atau
 CSF M. tuberculosis positif NAAT dari pasien yang datang dengan gejala
atau tanda meningitis; BTA terlihat dalam konteks perubahan histologis yang
konsisten dengan TB di otak atau sumsum tulang belakang bersama dengan
gejala atau tanda sugestif dan perubahan CSF; atau meningitis yang terlihat
(saat otopsi).
Kasus kemungkinan meningitis TB diberikan jika kriteria klinis ditambah skor
diagnostik total adalah ≥ 10 poin atau lebih (ketika pencitraan serebral tidak tersedia)
atau ≥ 12 poin (ketika pencitraan otak tersedia) ditambah pengecualian diagnosis
alternatif. Setidaknya 2 poin harus berasal dari CSF atau dari kriteria pencitraan otak.
Kriteria klinis ditambah skor diagnostik total 6-9 poin (ketika pencitraan otak tidak
tersedia) atau 6-11 poin (ketika pencitraan otak tersedia) ditambah pengecualian
diagnosis alternatif digunakan untuk memberi label kasus kemungkinan meningitis
TB. Oleh karena itu, kasus kemungkinan meningitis TB tidak dapat didiagnosis atau
disingkirkan tanpa melakukan pungsi lumbal atau pencitraan otak.8

8) PENATALAKSANAAN

12
1. Pemberian obat antituberkulosis selama 12 bulan tatalaksana Obat
antituberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 fase yaitu fase intensif dan fase
lanjutan yang diberikan selama 6-12 bulan. Pada fase intensif diberikan
minimal 3 macam obat selama 2 bulan pertama dan pada fase lanjutan
diberikan minimal 2 macam obat selama 4-10 bulan selanjutnya. Pemberian
OAT dapat menggunakan fixed dose combinations (FDC) maupun regimen
obat terpisah. Tablet FDC yang tersedia untuk fase intensif terdiri atas INH 50
mg, rifampisin 75 mg, dan PZA 150 mg, sedangkan fase lanjutan terdiri atas
INH 50 mg dan rifampisin 75 mg. Pemberian INH bila dikombinasikan
dengan rifampisin, maka dosis INH tidak boleh >10 mg/kgBB/hr. Rifampisin
tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Stategi Directly Observed Short-
Course Therapy (DOTS) digunakan untuk memastikan kepatuhan pengobatan
dan ketersediaan OAT.5
2. Tatalaksana tekanan tinggi intrakranial (TTIK):
 Mengurangi edema serebri Manitol 20% 0,5-1 g/kgBB i.v. selama 10-30
mnt tiap 4-6 jam Mempertahankan fungsi metabolik otak
 Mempertahankan kadar elektrolit pada keadaan normal
 Menghindari peningkatan tekanan tinggi intracranial :
Posisi penderita dipertahankan setengah duduk dengan mengangkat kepala
setinggi 20-30° dan dalam posisi netral.5
3. Indikasi operasi
a. Hidrosefalus (untuk mengatasi hidrosefalus dilakukan ventricul peritoneal
shunt/VP-shunt)
b. TB vertebra yang menyebabkan paraparesis.5
9) KOMPLIKASI

Meningitis TB dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat muncul sejak


awal manifestasi klinis dan dapat timbul juga setelah pengobatan berhasil.
 Hidrosefalus yang disebabkan karena penyumbatan aliran CSF sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial
 Hyponatremia karena terjadi gangguan keseimbangan sekresi hormone
antidiuretic (SIADH), hal ini terjadi pada 40-50% kasus
 Tuberculomas dapat terjadi secara independen dari meningitis TB dan belum
terbukti dipengaruhi oleh pengobatan steroid tambahan
 Vaskulitis dan stroke terjadi pada 15 sampai 57% pasien meningitis TB
bergantung pada modalitas diagnostik yang digunakan dalam diagnosis
dengan MRI lebih baik dalam diagnosis dibandingkan CT.2

10) PENCEGAHAN

13
Prioritas utama pada program TB adalah penemuan dan terapi indeks kasus.
Imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG) mempunyai efek proteksi 0-80%, efek
proteksi untuk menurunkan angka kejadian TB baru dalam populasi, bukan
individual.5
11) PROGNOSIS

Stadium II : 25% mengalami gejala residu, ditentukan dari stadium saat masuk RS
dan penyulit yang terjadi akan ditemukan kalsifikasi intracranial pada 1/3 penderita
yang sembuh.5

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Practice C. Tuberculous meningitis. 2014;(June):199–205.


2. Unakal2. VHSCG. Tuberculous Meningitis [Internet]. ncbi. 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541015/
3. Drug I, Patterns S. Tuberculous Meningitis: The Microbiological Laboratory
Diagnosis and Its Drug Sensitivity Patterns. 2017;3(2):35–40.
4. thomas E Herchline M. What are the characteristics of Mycobacterium
tuberculosis (M tuberculosis)? 2020; Available from:
https://www.medscape.com/answers/230802-19495/what-are-the-characteristics-
of-mycobacterium-tuberculosis-m-tuberculosis
5. Garna H, Nataprawira. HM, editors. Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Ilmu
Kesehatan anak Edisi 5. 5th ed. departemem/ SMF Ilmu kesehatan anak; 2017.
808–809 p.
6. Kumar. Robbins Basic Pathology, 8th ed. Elsevier. 2007. 446 p.
7. Roos KL, Tyler KL. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and Empyema. In:
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 2015.
8. Roosy Aulakh SC. Pediatric Tubercular Meningitis: A Review. 2019; Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6413593/?report=printable

15

Anda mungkin juga menyukai