II. ANAMNESIS
Keluhan utama : kejang
Heteroanamnesis didapatkan dari ibu kandung pasien pada Senin, 12 Oktober
2020 pukul 08.00 WIB
Sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh kejang terjadi satu
kali selama 15 menit saat pasien sedang tidur di malam hari. Kejang terjadi di seluruh
tubuh, mata mendelik ke atas, kedua tangan dan tungkai kaku. Selama kejang pasien
tidak sadar. Sebelumnya, pasien menderita panas badan sejak 10 hari yang lalu. Panas
dirasakan tinggi dan hilang timbul terutama dimalam hari. Pasien juga disertai
keluhan diare. Diare diderita sejak 10 hari lalu, pasien tidak mau makan dan hanya
minum air putih. Setiap kali diberi minum pasien langsung mencret, mencret
berwarna hijau dengan konsistensi cair, berlendir, lebih dari 5x dalam sehari, keluhan
juga disertai batuk namun tidak berdahak, mual tetapi tidak sampai muntah, pasien
juga sekarang menjadi lebih rewel, dan BAK menjadi lebih sedikit. Pasien baru
pertama kali menderita keluhan seperti ini.
Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga dan trauma kepala. Pasien tidak
mempunyai riwayat batuk lama, dan riwayat kontak dengan pasien TB atau batuk
lama disangkal.
Pasien sempat dibawa ke puskesmas dan diberi obat-obatan, namun karena kejang
dibawa ke rumah sakit.
Pasien merupakan anak ke 3 dari ibu P3A0 yang lahir secara spontan, usia 38
minggu, letak kepala, langsung menangis, ditolong oleh dokter. Berat badan lahir
3200 gram dan panjang badan lahir lupa, selama kehamilan ibu sehat, gizi hamil
cukup, teratur melakukan kontrol kehamilan di bidan.
1
Pasien mendapatkan ASI dari lahir sampai usia 17 bulan, minum kuat, bubur nasi
dan makanan lunak dari usia 6 bulan sampai 12 bulan. Sejak usia 1 tahun hingga
sekarang mengonsumsi menu keluarga.
Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.
2
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas : scar BCG pada bahu kanan, akral hangat, CRT < 2 detik,
akrosianosis (-), edema tungkai -/-, petekie (-), ikterik (-), nyeri
tekan gastrocnemius (-/-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis :
• Rangsang meningeal : kaku kuduk (+)
• Saraf otak I -XII : normal
• Motorik : kesan parese (-)
• Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (+/+)
• Reflek fisiologis : BTR (↑/↑), APR (↑/↑), KPR (↑/↑)
• Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Chaddock (+/+), Oppenheim
+/+)
Pemeriksaan Laboratorium
05/10/2020
Hematologi Rutin Hitung Jenis
Hemoglobi
n 11,2 g/dL Basofil 0%
Hematokrit 36% Eosinofil 0%
Leukosit 11.710/mm3 Neutrofil Staf 0%
Trombosit 509.000/mm3 Neutrofil Segmen 68,7%
Eritrosit 5,1 juta/mm3 Limfosit 18,2%
MCV 70 fl Monosit 13,1%
MCH 22 pg/mL NLR 3,8
MCHC 31 g/dL Limfosit Absolut 2131/mm3
Kimia Klinik
Natrium 123 mEq/L SGOT 22 U/L
Kalium 2,9 mEq/L SGPT 5 U/L
GDS 82 mg/dL
06/10/2020
Faeces Makroskopik Faeces Mikroksopik
Warna Hijau Eritrosit 8-10/HPF
Konsistensi Lembek Leukosit Banyak/HPF
Lendir Positif Pati Negatif
Amoeba Negatif
Kimia Klinik Makrofag Positif
Natrium 128 mEq/L Telur Cacing Negatif
Kalium 3,0 mEq/L Lain-lain Negatif
3
08/10/2020
Kimia Klinik
Natrium 125 mEq/L
Kalium 3,5 mEq/L
09/10/2020
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10 g/dL MCV 71 fl
Hematokrit 31% MCH 23 pg/mL
Leukosit 11.400/mm3 MCHC 32 g/dL
Trombosit 414.000/mm3 Kimia Klinik
Eritrosit 4,4 juta/mm3 Natrium 120 mEq/L
4
Dilakukan CT Scan dengan kontras Iopamiro 300 sebanyak 50 cc IV, potongan axial
dengan ketebalan 4-8 mm dari basis sampai vertex.
Tampak lesi hipodens ireguler intraparenkimal otak di daerah parietooccipital kanan
serta kiri yang post pemberian kontras tampak memberikan enhancement ireguler di
bagian perifernya dengan gambaran ring enhancement di daerah parietooccipital
kanan dan kiri.
Sulci dan gyri daerah parietooccipital kanan bagian perifer tampak kabur
Cysterna ambiens dan basalis normal. Tak tampak midline shift.
Ventrikel lateralis kiri dan kanan serta III dan IV tidak tampak melebar.
Jaringan extra kalvarium dan tulang kalvarium normal.
Kesan:
Mendukung adanya meningitis di daerah parietooccipital kanan dan kiri ec? Klinis
dan lab?
Belum tampak tanda-tanda ventrikulomegali/ hydrocephalus.
V. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
o Bedrest
o Observasi tanda-tanda vital: nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah
o Diet tinggi kalori tinggi protein
Medikamentosa
o Infus NaCl 3% 1000cc/hari
o OAT 2RHZE/10RH
o Vitamin B6 5–10 mg/hari)
o Ambroxol 2x1 cth 15mg PO. prn
o Kortikosteroid Prednison 5 mg (dosis 1–2 mg/kgBB/hari selama 4–8
minggu)
o Antipiretik Paracetamol injeksi 4x150mg intravena
5
VI. PEMANTAUAN
(Hari perawatan ke-9, pemantauan hari ke-2)
Subjektif (S) :
Menurut ibu, demam sudah menurun, batuk sudah berkurang. Tidak ada kejang,
penurunan kesadaran, mual dan muntah. Makan dan minum sudah lebih banyak. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
Objektif (O) :
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : E4V5M6 (compos mentis)
Tanda vital :
Tekanan darah : -
Nadi : 100 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 28 x/menit, tipe thoracoabdominal
Suhu : 37 °C
Saturasi : 98%
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut,
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil
bulat isokor diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-),
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-),
Mulut :mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi.
Telinga : bentuk dan ukuran normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Lapang paru kanan dan Lapang paru kanan dan lapang
lapang paru kiri sonor paru kiri sonor
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, turgor kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, petekie (-), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan
6
Status Neurologis : Refleks patologis Babinsky (+/+), Chaddok (+/+), oppenheim
(+/+)
Planning (P) :
Non Medikamentosa
o Tirah baring
o Observasi tanda-tanda vital : nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah
o Diet tinggi kalori tinggi protein
Medikamentosa
o Infus NaCl 3% 1000cc/hari
o OAT 2RHZE/10RH
o Vitamin B6 5–10 mg/hari)
o Ambroxol 2x1 cth 15mg PO. prn
o Kortikosteroid Prednison 5 mg (dosis 1–2 mg/kgBB/hari selama 4–8
minggu)
o Antipiretik Paracetamol injeksi 4x150 mg intravena
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad Malam
Quo ad sanationam : Dubia Ad Malam
7
IX. ANALISIS KASUS
PENDAHULUAN
1) DEFISINI
3) ETIOLOGI
8
O Fakultatif intracellular parasite, terutama dalam makrofag
O Slow growing(generation time 18 –24 jam)
O Dinding sel mengandung
▪ Inner cytoplasmic membrane
▪ Peptidoglikan
▪ Arabinogalactan polypeptides & free lipid (Wax-D Mycosides, cord factor)
▪ Mycolic acid
▪ Outer lipid layer
▪ Lipoarabinomannan
▪ Phosphatidylinositol mannosides (PIM).4
4) KLASIFIKASI
5) PATOGENESIS
9
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebara ini sangat
bergantung pada daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Respon imun yang kurang efisien akan menimbulkan fokus perkijuan yang
besar dan mengalami enkapsulasi fibrosa terus-menerus untuk melokalisir bakteri
yang masih hidup. fokus ini kemudian akan mengalami reaktivasi saat imunitas pasien
menurun hingga bakteri aktif kembali dan dapat menyebar setelah tuberkel rupture
(diseminasi pada tuberculosa post-primer).6
Jika fokus Rich terbentuk selama infeksi primer, rupturnya fokus bisa
menyebabkan infeksi meningeal bersamaan dengan infeksi paru atau milier. Proses
patologis pada meningitis tuberkulosa diawali oleh adanya reaksi hipersensitivitas
terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga
subarachnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal dalam rongga
subaraknoid yg bersifat difus, terutama terkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat
di sekeliling fossa interpenducular, fissure Silvii.6,7
10
Secara mekanik eksudat dapat menimbulkan blockade aliran liquor
cerebrospinal (LCS) pada akuaduktus atau foramen Luschka sehingga terjadi
hidrosefalus obstruktif ataupun mengganggu absorbsi LCS oleh granulatio arachnoid
(akibat timbulnya adesi fibrosa) sehingga terjadi hidrosefalus komunikans. Eksudat
yang tebal juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah pada basis otak dan
penekanan saraf kranial. 6,7
6) MANIFESTASI KLINIS
7) DIAGNOSIS
11
Kriteria CSF skor
Dari pemeriksaan visual 1
Sel 10-500/ µL 1
Dominan limfositi > 50% 1
konsentrasi protein> 1g / L 1
cairan serebrospinal (CSF) rasio glukosa plasma <50% atau glukosa CSF 1
absolut <2,2 mmol / L
Nilai minimal 4
Pasien dikatakan meningitis TB definitif jika kriteria klinis ditambah satu atau
lebih kriteria berikut ini terpenuhi:
BTA terlihat pada CSF,
M. tuberculosis yang dibiakkan dari CSF, atau
CSF M. tuberculosis positif NAAT dari pasien yang datang dengan gejala
atau tanda meningitis; BTA terlihat dalam konteks perubahan histologis yang
konsisten dengan TB di otak atau sumsum tulang belakang bersama dengan
gejala atau tanda sugestif dan perubahan CSF; atau meningitis yang terlihat
(saat otopsi).
Kasus kemungkinan meningitis TB diberikan jika kriteria klinis ditambah skor
diagnostik total adalah ≥ 10 poin atau lebih (ketika pencitraan serebral tidak tersedia)
atau ≥ 12 poin (ketika pencitraan otak tersedia) ditambah pengecualian diagnosis
alternatif. Setidaknya 2 poin harus berasal dari CSF atau dari kriteria pencitraan otak.
Kriteria klinis ditambah skor diagnostik total 6-9 poin (ketika pencitraan otak tidak
tersedia) atau 6-11 poin (ketika pencitraan otak tersedia) ditambah pengecualian
diagnosis alternatif digunakan untuk memberi label kasus kemungkinan meningitis
TB. Oleh karena itu, kasus kemungkinan meningitis TB tidak dapat didiagnosis atau
disingkirkan tanpa melakukan pungsi lumbal atau pencitraan otak.8
8) PENATALAKSANAAN
12
1. Pemberian obat antituberkulosis selama 12 bulan tatalaksana Obat
antituberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 fase yaitu fase intensif dan fase
lanjutan yang diberikan selama 6-12 bulan. Pada fase intensif diberikan
minimal 3 macam obat selama 2 bulan pertama dan pada fase lanjutan
diberikan minimal 2 macam obat selama 4-10 bulan selanjutnya. Pemberian
OAT dapat menggunakan fixed dose combinations (FDC) maupun regimen
obat terpisah. Tablet FDC yang tersedia untuk fase intensif terdiri atas INH 50
mg, rifampisin 75 mg, dan PZA 150 mg, sedangkan fase lanjutan terdiri atas
INH 50 mg dan rifampisin 75 mg. Pemberian INH bila dikombinasikan
dengan rifampisin, maka dosis INH tidak boleh >10 mg/kgBB/hr. Rifampisin
tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Stategi Directly Observed Short-
Course Therapy (DOTS) digunakan untuk memastikan kepatuhan pengobatan
dan ketersediaan OAT.5
2. Tatalaksana tekanan tinggi intrakranial (TTIK):
Mengurangi edema serebri Manitol 20% 0,5-1 g/kgBB i.v. selama 10-30
mnt tiap 4-6 jam Mempertahankan fungsi metabolik otak
Mempertahankan kadar elektrolit pada keadaan normal
Menghindari peningkatan tekanan tinggi intracranial :
Posisi penderita dipertahankan setengah duduk dengan mengangkat kepala
setinggi 20-30° dan dalam posisi netral.5
3. Indikasi operasi
a. Hidrosefalus (untuk mengatasi hidrosefalus dilakukan ventricul peritoneal
shunt/VP-shunt)
b. TB vertebra yang menyebabkan paraparesis.5
9) KOMPLIKASI
10) PENCEGAHAN
13
Prioritas utama pada program TB adalah penemuan dan terapi indeks kasus.
Imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG) mempunyai efek proteksi 0-80%, efek
proteksi untuk menurunkan angka kejadian TB baru dalam populasi, bukan
individual.5
11) PROGNOSIS
Stadium II : 25% mengalami gejala residu, ditentukan dari stadium saat masuk RS
dan penyulit yang terjadi akan ditemukan kalsifikasi intracranial pada 1/3 penderita
yang sembuh.5
14
DAFTAR PUSTAKA
15