Anda di halaman 1dari 11

Menurut islam Yesus adalah sosok yang harus juga dihormati sebagaimana umat islam

menghormati Rasulullah Muhammad SAW dan juga para rasul lainnya. Umat Islam tidak
membeda-bedakan di antara mereka, hingga misalnya umat islam harus mengagungkan
Rasulullah Muhammad SAW sampai menganggap beliau sebagai anak Tuhan yang bisa
disembah dan bisa menjadi tempat memohon dan berdoa. Semua para nabi dan rasul Allah SWT,
bagi kami, hanyalah para makhluk yang sama seperti umat mereka, hanya saja mereka diberi
kelebihan berupa mukjizat sesuai dengan keadaan zaman masing-masing, serta telah
memperoleh jaminan keamanan dan keselamatan di akhirat kelak. Dan meskipun sebagian para
rasul tersebut dianugerahi keutamaan di atas sebagian yang lainnya, namun itu tidak sampai
menjadikan umat islam mengimani sebagian mereka sambil mengingkari sebagian yang lain.
Umat Islam beriman kepada setiap orang dari para rasul tersebut. Dan meyakini bahwa mereka
semua memiliki aqidah dan kepatuhan yang sama, tanpa perbedaan sedikitpun, yaitu sama-sama
beriman kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya serta mematuhi-Nya dalam segala perkara,
dan bukan mematuhi ‘tuhan-tuhan’ selain-Nya.

Dan persamaan dalam aqidah dan kepatuhan itulah yang menjadikan para rasul tersebut
sebagai orang-orang yang sama-sama beragama Islam atau Muslim. Sehingga, pada dasarnya,
meskipun para rasul sebelum Rasulullah Muhammad SAW tersebut telah membawa syari’atnya
masing-masing dengan ketentuannya yang tersendiri, namun inti dari semua syari’at tersebut
adalah sama, yaitu Islam, Islam dalam arti beriman kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya
serta tunduk dan mematuhi segala perintah dan aturan-Nya. Dan hanya bentuk aturan Allah SWT
yang bersifat teknis sajalah yang tampaknya menjadi letak perbedaan di antara syari’at-syari’at
mereka tersebut; seperti misalnya perbedaan antara syari’at Yesus AS dengan syari’at
Muhammad SAW dalam perkara shalat, di mana dalam syari’at Yesus AS tentu tidak didapati
perintah shalat dengan diharuskan membaca surat al-Faatihah di dalamnya, karena memang al-
Qur’an sendiri pun juga belum diturunkan ketika itu. Dan di sinilah kita mendapati keterangan
bahwa shalat yang dipraktikkan dalam syari’at Yesus AS ternyata berbeda dengan shalat yang
dipraktikkan dalam syari’at Muhammad SAW, begitu juga mungkin dalam syari’at para nabi dan
rasul lainnya, di mana akan terdapat sisi persamaan dan perbedaan dalam teknis shalat mereka
masing-masing. Dan itulah salah satu letak perbedaan di antara para rasul, meskipun mereka
semua sama-sama beragama Islam pada hakikatnya. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an
yang artinya:
“Dan berjihadlah kalian di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih
kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu
kesempitan.  (Ikutilah) agama orang tua kalian, Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu
sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi saksi atas segenap
manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kalian pada tali Allah.
Dia adalah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong.” (Al-Hajj: 78)

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub.
(Ibrahim berkata): ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi
kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk  agama Islam’.” (Al-
Baqarah: 132)

“(Yusuf berdoa:) Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku


sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir (penerjemahan)
mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di
akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Muslim dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang shalih.” (Yusuf: 101)

“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan
kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada  Ibrahim, Ismail, Ishaq,  Ya’qub dan anak
cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa (Yesus) serta apa yang diberikan
kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
mereka dan kami (juga) adalah orang-orang Muslim (yang tunduk patuh) kepada-Nya’.” (Al-
Baqarah: 136)
 
Dari beberapa terjemahan ayat tersebut, umat islam menyimpulkan bahwa Yesus AS pada
hakikatnya adalah seorang Muslim, sebagaimana Islamnya Nabi Ibrahim AS, Ismail AS, Ishaq
AS, Ya’qub AS, Yusuf AS, Musa AS, dan yang lainnya, dengan Islam yang lebih bermakna
aqidah dan kepatuhan terhadap aturan Allah SWT, dan bukan Islam yang bermakna syari’at
untuk umat manusia akhir zaman. Dalam beberapa perkara yang bersifat teknis beserta sifat-
sifatnya, seperti tata cara shalat, ketentuan zakat, perkara halal dan haram, dan yang lainnya,
keislaman para rasul tersebut mungkin memiliki perbedaan, namun dalam perkara yang bersifat
keyakinan dan ketaatan, keislaman mereka tidak memiliki perbedaan sedikitpun. Dan hanya
Allah SWT sajalah yang lebih tahu tentang hakikatnya. Dan untuk lebih memperjelas hal
tersebut, berikut adalah terjemahan ayat-ayat al-Qur’an yang terkait lainnya:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah agama Islam.” (Aali ‘Imraan: 19)

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Aali
‘Imraan: 85)
 
Dari dua terjemahan ayat al-Qur’an tersebut, kalaulah benar Yesus AS dan para rasul lainnya
sebelum Rasulullah Muhammad SAW bukanlah orang-orang Muslim, tentu Allah SWT juga
tidak akan menerima amal kebaikan apapun dari mereka, karena memang yang akan diterima
dan diakui oleh Allah SWT hanyalah yang mengikuti agama Islam saja, sebagaimana telah
disebutkan dalam dua ayat tersebut.

Oleh karena itu, pada hakikatnya, ketika umat Yesus AS saat itu memang telah mematuhi
beliau dengan kepatuhan yang benar, dengan mengimani tauhid atau mengesakan Allah SWT
dan mentaati perintah serta menjauhi larangan yang telah disampaikan oleh beliau dari Allah
SWT, maka sesungguhnya mereka pun akan bisa juga disebut sebagai orang-orang Muslim,
meskipun secara syari’at pada zamannya, mereka disebut sebagai umat Nasrani. Mereka adalah
umat Islam secara aqidah dan kepatuhan, namun Nasrani secara syari’at atau aturan teknis sesuai
zamannya ketika itu. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:

“Maka tatkala Isa (Yesus) mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel), berkatalah dia:
“Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para
pengikut setia (al-Hawaariyyuun) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah.
Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang
Muslim  (yang patuh dan berserah diri).” (Aali ‘Imraan: 52)

“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa (Yesus) yang setia (al-
Hawaariyyuun): ‘Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada rasul-Ku’. Mereka berkata: ‘Kami
telah beriman dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim (yang
tunduk dan patuh)’.” (Al-Maaidah: 111) 

Dari dua terjemahan ayat tersebut, umut islam menyimpulkan bahwa jika para pengikut
Yesus AS saja adalah orang-orang Muslim, maka tentu Yesus AS sendiri pun juga adalah
seorang Muslim, bahkan pastinya keislaman Yesus AS akan justru lebih baik daripada keislaman
orang-orang yang mengikutinya itu sendiri, karena tentu yang sebenarnya mereka ikuti dari
Yesus AS adalah keislaman beliau tersebut, yaitu keislaman yang berarti kelurusan aqidah dan
kepatuhan yang bulat terhadap kehendak syari’at Allah SWT.

Maka dari itu, jika saja umat Nasrani atau umat Kristen di zaman sekarang ini juga bersedia
untuk mematuhi Yesus AS dengan kepatuhan yang benar, maka mereka pun akan pasti dan harus
menjadi umat Islam, baik Islam secara keyakinan maupun secara aturan teknisnya untuk zaman
sekarang ini, karena Yesus AS sendiri pun juga telah mengisyaratkan tentang akan diutusnya
seorang nabi yang harus dipatuhi setelah beliau yang bernama Ahmad atau Muhammad SAW.
Hanya saja, sayangnya ayat-ayat Injil yang menerangkan tentang isyarat kenabian tersebut
tampaknya telah dihilangkan atau dihapus. Dan memang kita tidak mendapati bukti yang cukup
kuat dan jelas untuk menerangkan tentang penghapusan ayat-ayat tersebut dari Kitab Injil,
melainkan hanya berdasarkan keterangan dari ayat al-Qur’an saja, sebagaimana yang artinya
berikut ini:

“Dan (ingatlah) ketika Isa (Yesus) Putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israel, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat
dan  memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku,
yang namanya Ahmad (Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang nyata’.” (Ash-Shaff: 6)
Namun meskipun demikian, di dalam Kitab Injil sendiri pun juga ternyata di dapati ayat-ayat
tentang isyarat kenabian yang semacam itu, yang dalam hal ini, beberapa ayat yang menerangkan
bahwa ternyata sosok Nabi Musa AS juga pernah mengabarkan tentang akan diutusnya seorang
nabi setelah beliau yang juga harus dipatuhi oleh umatnya. Dan inilah yang setidaknya bisa
menjadi semacam bukti dalam Injil itu sendiri, bukti bahwa ayat-ayat Injil tentang kedatangan
Nabi Muhammad SAW di akhir zaman bisa jadi memang telah sengaja dihapus dan dibuang.
Bisa jadi Yesus AS memang telah mengisyaratkan tentang kenabian akhir zaman tersebut dalam
Kitab Injil, namun saat ini isyarat tersebut sudah tidak di dapati lagi, karena memang ayat-ayat
Injil sendiri juga telah bercampur aduk dengan rekayasa tangan manusia. 

Dan bahkan, lebih dari itu, ternyata ketika di perhatikan secara lebih seksama ayat-ayat Injil
tentang isyarat kenabian setelah Nabi Musa AS tersebut, tampaknya ayat-ayat tersebut juga
sekaligus menjadi bukti atas kenabian Yesus AS, bukti bahwa Yesus AS bukanlah Tuhan,
melainkan hanya seorang nabi atau rasul sebagaimana Nabi Musa AS. Dan berikut inilah ayat-
ayat Injil yang telah dimaksud tersebut:

“(Kemudian  Musa berkata:) Bangsa-bangsa yang akan kamu duduki itu mendengarkan
peramal atau petenung. Namun, kamu tidak diizinkan oleh TUHAN, Allahmu untuk melakukan
hal itu.” (Ulangan 18:14)
“TUHAN,  Allahmu, akan membangkitkan seorang nabi kepadamu dari antara umatmu, dan
ia akan menjadi sepertiku. Kamu harus mendengarkan dia.”(Ulangan 18:15)

“Hal ini seperti yang kamu minta kepada TUHAN, Allahmu, di gunung Horeb pada waktu kamu
berkumpul, dengan berkata, ‘Jangan biarkan kami mendengar suara TUHAN, Allah kami lagi!
Jangan biarkan kami melihat api besar itu atau kami akan mati!’” (Ulangan 18:16)
 
“TUHAN berkata kepadaku, ‘Mereka mengatakan hal yang baik’.” (Ulangan 18:17)
 
“Aku akan membangkitkan baginya seorang nabi sepertimu dari tengah-tengahmu sendiri. Aku
akan menaruh firman-Ku dalam mulut-Nya, dan  ia  akan berkata kepada mereka seperti yang
Kuperintahkan kepadanya.” (Ulangan 18:18)
 
Sebelumnya, mungkin perlu untuk di ketahui bahwa ayat-ayat Injil di atas sebenarnya adalah
versi terpilih dari beberapa versi yang ada dalam bahasa Indonesia. Karena memang, tampaknya
umat Kristen sendiri pun juga tidak terlalu mempermasalahkan antara mana Kitab Injil yang asli
dan mana yang hanya terjemahan dari Kitab Injil itu sendiri; berbeda dengan umat Islam yang
membedakan antara mana yang al-Qur’an dan mana yang hanya terjemahan dari al-Qur’an.
Ketika umat Islam mempergunakan terjemahan al-Qur’an, mereka tidak terlalu
mempermasalahkan gaya bahasa terjemahan yang ada, selama tidak menyimpang dari makna
utamanya, karena memang terjemahan al-Qur’an bukanlah al-Qur’an itu sendiri, yang mana
tidak boleh dirubah kata-kata dan kalimat dalam ayat-ayatnya. Namun di sini, islam tidak begitu
tahu apakah ayat-ayat Injil di atas adalah memang bagian murni dari Injil itu sendiri ataukah
sekedar terjemahan darinya, sehingga kita juga akan tidak terlalu mempermasalahkan hal
tersebut, melainkan akan menganggapnya sama saja seperti Injil yang asli.

Dan dari beberapa ayat Injil tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosok nabi atau utusan yang
disinggung dalam perkataan Nabi Musa AS tersebut adalah Yesus, meskipun namanya tidak
disebutkan secara langsung. Dan itu dapat di ketahui secara jelas dalam ayat kutipan yang
terakhir, yaitu kitab Ulangan 18:18, di mana dari ayat tersebut bisa di pahami bahwa Tuhan akan
membangkitkan atau mengutus seorang nabi seperti Nabi Musa AS dari tengah-tengah Bani
Israel, yang kemudian akan Dia beri firman atau wahyu-Nya, sebagaimana wahyu-Nya kepada
Nabi Musa AS, untuk disampaikan kepada Bani Israel itu sendiri. Ini berarti bahwa sosok nabi
tersebut adalah nabi dari Bani Israel yang akan diberi sebuah kitab wahyu seperti Kitab Taurat,
yang tentu ciri-ciri tersebut hanya akan cocok dan sesuai dengan Yesus, yang mana juga berasal
dari Bani Israel dan juga memiliki kitab wahyu berupa Injil.

Dan bukti lain bahwa sosok nabi dalam ayat tersebut adalah Yesus adalah gaya tulisan untuk
kata ganti dalam kata “mulut-Nya”, yang mana huruf pertamanya menggunakan huruf kapital
‘N’, seakan ingin menjelaskan bahwa sosok nabi tersebut adalah memang Tuhan Yesus yang
harus dibedakan dalam penulisan kata gantinya, sebagaimana ketika kata ganti untuk Yesus
memang selalu ditulis demikian dalam ayat-ayat lainnya. Namun anehnya, ternyata dalam dua
kata ganti yang berikutnya tidak diberlakukan kaidah tulisan semacam itu, tanpa kita tahu persis
apa alasannya, yaitu dalam kalimat “dan ia akan berkata kepada mereka seperti yang
Kuperintahkan kepadanya”, yang mana huruf pertama dari kedua kata ganti untuk Yesus
tersebut tidak menggunakan huruf kapital. Dan bahkan, dalam beberapa versi lainnya, kita justru
tidak mendapati sama sekali kata ganti untuk sosok nabi tersebut dalam kata “mulutnya” yang
melibatkan penggunaan huruf kapital. 
Dan bahkan juga lebih dari itu, ada juga versi lain dari ayat tersebut yang justru berbeda sama
sekali gaya bahasanya sehingga penggambaran maknanya pun juga menjadi berbeda, yang mana
tidak menyebutkan “Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulut-Nya”, melainkan menggunakan
ungkapan yang lain, yaitu “Aku akan mengatakan kepadanya apa yang harus dikatakannya”.
Artinya, di sini telah terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dan kurang wajar yang sekaligus
menjadi bukti atas wujud keragu-raguan di antara para penulis Injil itu sendiri. Mungkin, jika
saja perubahan gaya bahasa dari kalimat tersebut tidaklah sebegitu jauh berbeda, misalnya
ungkapan “menaruh firman-Ku” dirubah menjadi “meletakkan wahyu-Ku”, atau yang
semacamnya, tentu umat Islam tidak akan terlalu mempermasalahkan hal tersebut; begitu juga
misalnya jika umat Kristen membedakan antara mana yang Injil asli dan mana yang hanya
terjemahan Injil, agar siapapun dapat langsung merujuk kepada Injil yang asli tersebut sebagai
referensi utamanya, sehingga siapapun akan bisa memastikan ketepatan setiap terjemahan ayat
melalui referensi utama tersebut. Namun memang demikianlah kenyataan sulit yang di dapati
tentang fenomena Injil.
Dan selain itu, dari ayat tersebut pun juga di dapatkan sebuah permasalahan, yaitu jika
memang sosok nabi yang akan diutus seperti Nabi Musa AS tersebut adalah seorang Tuhan,
maka semestinya Nabi Musa AS sendiri pun juga harus dianggap sebagai Tuhan seperti dirinya,
karena dalam ayat itu sendiri juga telah dijelaskan bahwa mereka berdua memang memiliki
persamaan, yaitu sama-sama nabi, sama-sama berasal dari Bani Israel, dan sama-sama menerima
wahyu dari Tuhan.

Dan di sinilah di dapati kerancuan dalam ajaran agama Kristen, yang mana di dalamnya
terdapat penuhanan yang begitu dipaksakan atas seorang nabi, namun tidak dipaksakan atas nabi-
nabi lainnya. Ayat-ayat Injil yang telah disebutkan itu pada dasarnya telah cukup untuk menjadi
bukti atas kenabian Yesus AS, yang juga sekaligus menggugurkan ketuhanan beliau, namun juga
tidak ketahui persis mengapa umat Kristen masih cenderung menolak bukti kebenaran tersebut.
Maka semoga Allah SWT segera membukakan jalan hidayah kepada umat Kristen yang
bersungguh-sungguh dalam mencari kebenaran, karena hanya Dialah yang mampu memberikan
petunjuk kebenaran tersebut.
Lebih jauh tentang hal kenabian dalam agama Kristen, di dalam Injil sendiri juga telah
dijelaskan bahwa para nabi yang telah ditunjuk oleh Tuhan pada dasarnya juga memiliki aqidah
yang sama dengan umat Islam, di mana mereka juga meyakini bahwa sesungguhnya tiada Tuhan
selain Allah SWT, dan bahwa Dialah Dzat Pencipta yang bersifat Tunggal dan tiada duanya,
yang karena aqidah itulah mereka menjadi tunduk dan patuh terhadap aturan Allah SWT hingga
menggolongkan diri mereka sebagai orang-orang Muslim. Dan berikut inilah beberapa ayat Injil
yang memperjelas kesamaan antara aqidah para nabi ummat Kristen tersebut dengan aqidah
ummat Islam:

a) Aqidah Nabi Musa 


“Kepadamu telah dinyatakan agar kamu mengetahui bahwa TUHAN itulah Allah. Tidak ada
allah selain Dia.” (Ulangan 4:35)

“Dengarlah, hai orang Israel. TUHAN adalah Allah kita. TUHAN adalah satu.” (Ulangan 6:4)

“Sekarang lihatlah bahwa Aku, dan hanya Akulah Allah! Tidak ada Allah yang lain! Aku yang
mematikan dan yang menghidupkan orang. Aku dapat melukai orang, dan dapat
menyembuhkannya. Tidak ada orang yang dapat menyelamatkan orang lain dari kuasa-
Ku!” (Ulangan 32:39)

b) Aqidah Nabi Daud


“Ya Tuhan ALLAH, Engkau sangat agung. Tidak ada yang seperti Engkau. Dan tidak ada allah
selain Engkau menurut yang telah kami dengar dengan telinga kami.” (2 Samuel 7:22)

“Tidak ada yang seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak ada perbuatan
seperti yang telah Kaulakukan.” (Mazmur 86:8)
 
c) Aqidah Nabi Salomo (Sulaiman AS)
 “dan berkata, ‘Ya TUHAN, Allah Israel, tidak ada allah yang serupa dengan Engkau baik di
langit maupun di bumi. Engkau menepati janji-Mu, dan menunjukkan kasih setia kepada para
hamba-Mu yang setia kepada-Mu dengan segenap hati’.” (1 Raja-raja 8:23)
d) Aqidah Nabi Yesaya
“TUHAN berkata, ‘Kalian adalah saksi-Ku dan hamba yang Kupilih. Aku memilih kamu supaya
kamu akan menolong orang-orang percaya Aku. Aku memilih kamu sehingga kamu akan
mengerti bahwa “Akulah Ia” Akulah Allah yang sejati. Tidak ada Allah sebelum Aku, dan tidak
akan ada Allah sesudah Aku’.” (Yesaya 43: 10)

“TUHAN adalah Raja Israel. Dia Yang Mahakuasa adalah Dia yang akan membebaskan Israel.
Dan TUHAN berkata, “Akulah satu-satunya Allah. Tidak ada allah lain. Akulah Yang Awal dan
Yang Terakhir.” (Yesaya 44:6)

“Akulah TUHAN, satu-satunya Allah. Tidak ada Allah kecuali Aku. Aku memasang pakaian
padamu, tetapi engkau masih belum mengenal Aku. Aku melakukan ini sehingga setiap orang
akan tahu, Akulah satu-satunya Allah. Dari timur ke barat orang-orang akan tahu bahwa
Akulah TUHAN dan tidak ada Allah yang lain.” (Yesaya 45:5-6)

“Ingatlah yang terjadi dahulu. Ingatlah, Akulah Allah dan tidak ada Allah yang lain. Tidak ada
yang lain seperti Aku.”  (Yesaya 46:9)
 

e) Aqidah Nabi Yesus (Isa AS)


 “Yesus menjawab, ‘Hukum yang paling utama adalah: ‘Dengarkanlah, hai orang-orang
Israel!  Tuhan Allah kita adalah satu-satunya Tuhan’.” (Markus 12:29)

“Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari kehendak-Ku sendiri. Seperti yang Aku dengar, Aku
menghakimi dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri,
melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.” (Yohanes 5:30)

“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar,
dan mengenal Kristus Yesus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17:3)

Maka dari beberapa bukti dan kenyataan yang telah disampaikan tentang tidak berdasarnya
konsep Tritunggal tersebut, bahwa ia adalah konsep yang terlalu dipaksakan dan diada-adakan
tanpa dalil yang tegas dari ayat-ayat Injil itu sendiri, selain juga ia justru merendahkan Dzat
Pencipta yang seharusnya diagungkan, kiranya umat Kristen dapat mempertimbangkan tawaran
kebenaran tauhid dari agama Islam. Tawaran tersebut niscaya akan mampu mengakhiri segala
keresahan yang timbul akibat memikirkan sebuah konsep yang jika boleh disebut adalah konsep
‘Tuhan Maha Tiga’ atau ‘Tuhan Maha Sepertiga’ yang mana telah begitu jelas bertentangan
dengan ayat-ayat monotheisme atau tauhid di dalam Injil itu sendiri, yang mana justru
mengajarkan konsep ‘Tuhan Maha Esa’. Maha Suci Tuhan dari memiliki sekutu di dalam Dzat-
Nya. 

Dan jika sekiranya umat Kristen bersedia menerima ajaran tauhid dalam Islam, maka
penerimaan itu pun juga tidak akan sampai menjauhkan mereka dari sosok Yesus, melainkan
akan justru menjadikan mereka lebih dekat dan lebih menghormatinya dengan cara yang lebih
disukai oleh Yesus itu sendiri, sebagaimana umat Islam menghormati junjungan mereka,
Rasulullah Muhammad SAW, bahkan termasuk Yesus itu sendiri serta para nabi dan para rasul
lainnya. Dan ketika umat Kristen telah mengimani tauhid dengan benar, maka mereka pun akan
pasti menghormati para nabi dan rasul tersebut dengan penghormatan yang benar dan lebih
layak, sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan Allah Yang Maha Esa.

Sesungguhnya, Allah adalah Dzat Pencipta yang selamanya akan bersifat Esa atau Tunggal.
Tiada satu makhluk pun yang dapat diserupakan dengan-Nya ataupun hingga bergabung menjadi
satu dengan-Nya. Maha Suci Allah dari keyakinan yang demikian itu. Jika Allah sendiri tidak
pernah membutuhkan kelahiran seorang anak untuk membantu-Nya dalam mengurus dan
mengatur jutaan bintang dan planet-planet, bahkan galaksi-galaksi yang tersebar di angkasa raya,
maka semestinya Dia juga tak akan sampai perlu untuk melahirkan seorang anak hanya untuk
sekedar mengurus urusan manusia di planet bumi ini yang nyatanya juga hanya berukuran jutaan
bahkan milyaran kali lipat lebih kecil dibandingkan apa yang tersebar di alam raya tersebut.
Maha Suci Allah dari memiliki seorang anak, dan Maha Suci Dzat-Nya yang tidak pernah
membutuhkan sekutu dalam kekuasaan-Nya. Allah memang telah berkehendak untuk
menciptakan segala bentuk sebab dan perantara, namun tiada satu sebab atau satu perantara pun
yang akan pernah menjadi bagian dari diri-Nya. Dia bahkan adalah Dzat yang terlalu suci untuk
dapat dijangkau oleh alam fikiran manusia secara seutuhnya. Maha Suci Allah SWT dengan
segala kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi itulebih besar daripada penciptaan manusia, akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Mu’min/Ghaafir: 57)

“Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam; yang kepunyaan-Nya sajalah kerajaan langit
dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-
ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Al-Furqaan: 2)
 
Demikianlah. Dan sesungguhnya, tiada seorang pun dari umat Islam yang tahu persis apakah
usahanya akan diterima oleh Allah SWT ataukah sebaliknya, karena memang umat Islam
hanyalah ditugaskan untuk berusaha sesuai kemampuan. Pencatatan usaha adalah tugas para
malaikat, dan bukan tugas manusia, sedangkan wewenang menerima hanyalah milik Allah SWT.
Jadi, yang sebenarnya akan dapat menyelamatkan umat Islam bukanlah ketaatan mereka ataupun
usaha mereka sendiri, dan bukan pula usaha orang lain, melainkan Allah SWT semata dengan
rahmat-Nya, melalui cara dan rencana-Nya sendiri. Maka mungkin akan lebih tentram bagi umat
Islam jika mereka tetap hidup sebagai manusia biasa, yang akan memang bias salah dan akan
juga bisa benar, tanpa perlu terbebani oleh tuntutan untuk selalu benar, selama yang diperbuat
bukan dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan, karena memang yang selalu benar hanyalah
Allah SWT. Dan kalaupun memang ternyata ada yang salah dari usaha atau perbuatan mereka,
maka semoga Allah SWT segera memperbaiki dan mengampuni. Niscaya dengan demikian,
mereka pun akan bisa hidup tentram karena tidak terlalu menggantungkan keselamatan mereka
kepada diri mereka sendiri.

Anda mungkin juga menyukai