Anda di halaman 1dari 7

Tugas Individu Tutorial Blok 19 21-Oktober-2016

“TELINGAKU BERNANAH”

NAMA : WAHYUNI.N

STAMBUK : N 101 12 017

KELOMPOK : I (SATU)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2016
LEARNING OBJECTIVE

1. Diagnosis dari scenario dan diagnosis banding ?


2. Efek samping dari antibiotic ?
3. Terapi pada skenari ?

Jawab
 Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di
samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar.
Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai
39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit
waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang
sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua
pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran
timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging.
 Skor OMA
Kemerahan
Bengkak pada
Sko Tarik pada
Suhu Gelisah membrane
r telinga membrane
tympani (bulging)
tympani
0 <38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 38,0- Ringan Ringan Ringan Ringan
38,5
2 38,6- Sedang Sedang Sedang Sedang
39,0
3 >39,0 Berat Berat Berat Berat, termasuk
otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA
ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang,
suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri
telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rectal.

 Diagnosis Banding
 Otitis media supuratif subakut
 Otitis media supuratif kronik
Diagnosis Banding
Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratisf kronis selian merusak jaringan lunak pada
telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan
patologik sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna
karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik.
Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang
dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit
telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan
infeksi telinga tengah yang terus menerus ( hilang timbul ) dan gangguan kedua
adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme
hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi
langsung.
Sumber: American Academy of Pediatrics. 2013. The Diagnosis and
Management of Acute Otitis Media.

2. Bahaya Penggunaan Antibiotika Irasional Pada Anak


Sebenarnya penggunaan antibiotika secara benar dan sesuai indikasi memang
harus diberikan. Meskipun terdapat pertimbangan bahaya efek samping dan
mahalnya biaya. Tetapi menjadi masalah yang mengkawatirkan, bila
penggunaannnya berlebihan. Banyak kerugian yang terjadi bila pemberian
antibiotika berlebihan tersebut tidak dikendalikan secara cepat dan tuntas.
Kerugian yang dihadapi adalah meningkatnya resistensi terhadap bakteri.
Belum lagi perilaku tersebut berpotensi untuk meningkatkan biaya berobat. Harga
obat antibiotika sangat mahal dan merupakan bagian terbesar dari biaya pengobatan.
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotika adalah
gangguan beberapa organ tubuh. Apalagi bila diberikan kepada bayi dan anak-anak,
karena sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh
sempurna. Apalagi anak beresiko paling sering mendapatkan antibiotika, karena
lebih sering sakit akibat daya tahan tubuh lebih rentan. Bila dalam setahun anak
mengalami 9 kali sakit, maka 9 kali 7 hari atau 64 hari anak mendapatkan
antibiotika.
Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna,
gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah
dan sebagainya. Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut
mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti
pembengkakan bibir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa atau
reaksi anafilaksis.
Pemakaian antibiotika berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman
yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula
ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh Namur atau
disebut "superinfection". Pemberian antibiotika yang berlebihan akan menyebabkan
bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang
resisten atau disebut "superbugs".
Jadi jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan
Antibiotika yang ringan, apabila antibiotikanya digunakan dengan irasional, maka
bakteri tersebut mutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis antibiotika
yang lebih kuat. Bila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar suatu saat akan
tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis antibiotika yang dapat membunuh bakteri
yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kembali ke zaman sebelum
antibiotika ditemukan. Pada zaman tersebut infeksi yang diakibatkan oleh bakteri
tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik. Hal lain
yang mungkin terjadi nantinya kebutuhan pemberian antibiotika dengan generasi
lebih berat, dan menjadikan biaya pengobatan semakin meningkat karena semakin
harganya mahal.

3. terapi pada skenari ?


 Antibiotik
Antibiotik yang dipilih pada awalnya adalah yang bersifat broad spectrum atau di
dasarkan pada penelitian empiris berdasarkan bakteri penyebab terbanyak, yaitu
Streptococcus pneumoniae. Dalam hal ini antibiotik yang sesuai adalah golongan
penisilin, bisa dipakai amoksilin (atau amoxicillin + asam klavulanat, bila
dikhawatirkan resisten), kecuali bila ada kontraindikasi seperti hipersensitivitas, bisa
dipakai eritromisin atau sulfonamide.
Untuk terapi antibiotik definitifnya, diperlukan hasil pemeriksaan bakreriologis berupa
jenis bakteri penyebab dan kultur sensitivitas. Lama pemberian antibiotik antara 5-10
hari. Menurut beberapa penelitian, pemberian 10-14 hari tidak lebih efektif daripada
pemberian 5 hari.

Antibiotik Dosis dan cara pemberian


Amoxicillin Dosis anak : 40-45 mg/kg b.i.d untuk semua
terapi insial OMA
Dosis dewasa : 250-500 mg per oral setiap 8 jam
Amoxicillin/klavulanat Dosis anak : 90 mg/kg/hari per oral komponen
Alternatif alergi penisilin: amoxicillin untuk OMA rekuren
- Cefdinir Dosis dewasa : 250-500 mg amoxicillim dengan
- Cefeeroxime 62,6-125 mg klavulanat per oral setiap 8 jam
- Cefpodoxime
Eritromisin Dosis anak : 50 mg/kg/hari eritromisin per oral
etilsuksinat/sulfisoxazole setiap 8-12 jam
Derivat : Dosis dewasa : tidak digunakan
- Azithromtcin
- Clarithromycin
Trimetoprim/sulfametoxazol Dosis anak : 8 mg/kg TMP dengan 40 mg/kg
e SMZ per oral per hari dibagi setiap 12 jam
Dosis dewasa : 160 mg TMP dengan 800 mg
SMZ per oral 2 kali sehari
Ceftriaxone

 Terapi simpatomatis
- Analgetik-antipiretik : parasetamol 3x500 mg kalau perlu
- Pemberian dekongestan nasal, antihistamin, dan mukolitik pada anak dengan OMA
tidak direkomendasikan, karena tidak didapatkan keuntungan yang signifikan
 Timpanosintesis, bila:
- Pada anak dengan imunosupresi atau
- Neonatus dengan OMA (karena biasanya cenderung mempunyai patogen yang
tidak biasa dan lebih invasif
- Pasien yang gagal dengan terapi antibiotik dan terapi menunjukkan ada lokal atau
sistemik (sepsis)
- Kontrol dan follw up pasien 10-14 hari dari fase akut. Meskipun demikian bila
tidak ada perbaikan gejala, atau gejala makin memburuk atau terjadi komplikasi,
periksa kembali pasien dalam waktu 48 jam.

Sumber : Az, Hafid Nashar.2010.The Disease “Panduan Lengkap Diagnosis dan


Terapi dalam Praktik Klinik Sehari-hari”.FK UGM; Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai