Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan

yang sangat serius pada lansia adalah hipertensi. Hipertensi merupakan “silent

killer” sehingga menyebabkan fenomena gunung es. Prevalensi hipertensi

meningkat dengan bertambahnya usia. Kondisi patologis ini jika tidak

mendapatkan penanganan secara cepat dan secara dini maka akan

memperberat risiko (Wahyuningsih dan Astuti, 2016).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang

berada di atas batas normal yaitu tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan

tekanan diastolik diatas 90 mmHg, beberapa orang menyebutnya penyakit

darah tinggi. Jangka waktu lama dan terus menerus dapat memicu stroke,

serangan jantung, gagal ginjal, dan merupakan penyebab utama gagal ginjal

kronik. Hipertensi adalah penyakit yang dikatagorikan sebagai the silent

disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi

sebelum memeriksakan tekanan darahnya (Purnomo, 2019).

Berdasarkan laporan WHO tahun 2015, hipertensi bertanggung jawab

atas sekitar 45% kematian akibat jantung iskemik dan 51% kematian akibat

stroke (WHO, 2015). Pada tahun 2015, kematian yang disebabkan oleh

jantung iskemik dan stroke meningkat menjadi 54% (dari 56.4 juta kematian

di dunia) (WHO, 2017).

1
2

Hipertensi merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak,

hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan

kesehatan primer kesehatan (Infodatin Hipertensi, 2016). Riskesdas pada

tahun 2018 mencatat prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 25,8 %,

dengan prevalensi tertinggi terdapat di Bangka Belitung (30,9%), diikuti

Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat

(29,4%).

Prevalensi hipertensi pada lansia menurut hasil Rikesdas 2018 mulai

dari lansia dan lansia tua berturut-turut adalah pada pada kelompok umur 55-

64 sebesar 45,6%, pada kelompok umur 65-74 sebanyak 58,9% dan pada

kelompok umur >75 tahun sebesar 62,6%.

Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 25,8% dari populasi pada

usia 18 tahun keatas. Prevalensi kasus hipertensi di Provinsi Sulawesi Selatan

sebesar 26,4%. Fenomena ini disebabkan karena perubahan gaya hidup

masyarakat secara global, seperti semakin mudahnya mendapatkan makanan

siap saji membuat konsumsi segar dan serat berkurang, kemudian konsumsi

garam, lemak, gula, dan kalori, yang terus meningkat sehingga berperan besar

dalam meningkatkan angka kejadian hipertensi (Dinkes Provinsi Sulawesi

Selatan, 2018).

Berdasarkan Riskesdas Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2018 dari

10 jenis penyakit tidak menular diketahui bahwa prevalensi hipertensi

menduduki peringkat tertinggi kedua dengan prevalensi 9,4% setelah penyakit


3

sendi yang mempunyai prevalensi 11,9%. Prevalensi hipertensi tertinggi di

Kota Makassar sebesar 13,3%.

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal sehingga memiliki resiko

penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya hipertensi yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti

jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan,

kebiasaan olah raga dan lain-lain. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran

faktor risiko tersebut secara bersama-sama (common underlying risk factor),

dengan kata lain satu faktor risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya

hipertensi.

Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya

adalah genetik, umur, obesitas, diet tinggi natrium, peningkatan konsumsi

alkohol, dan tidak pernah olah raga (Davis, 2016). Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Prasetyaningsih (2017), hasil dari

penelitiannya adalah ada hubungan antara senam lansia dengan kejadian

hipertensi pada lansia.

Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus ke sajian

siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi

rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor

berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi (Pratiwi, 2017).


4

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan data primer data rekam medik jumlah kunjungan lansia

yang mengalami hipertensi di Puskesmas Moncongloe pada tahun 2017

sebesar 338 kunjungan, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 460 kunjungan

dan pada bulan Januari – Februari 2019 sebanyak 128 lansia yang melakukan

kunjungan dengan diagnosa hipertensi.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dan permasalahan diatas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Desa

Moncongloe Wilayah Kerja Puskesmas Moncongloe”.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi

pada lansia di Desa Moncongloe Wilayah Kerja Puskesmas

Moncongloe.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Diketahui jenis kelamin lansia dengan kejadian hipertensi di desa

moncongloe di wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros

b. Diketahui obesitas lansia dengan kejadian hipertensi di desa

Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.

c. Diketahui stress lansia dengan kejadian hipertensi di desa

Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.


5

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Teoritis

Diharapkan bisa menambah pengetahuan dan pengalaman penulis

dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama

masa studi.

1.5.2 Praktis

a. Bagi Puskesmas

Diharapkan bisa menjadi bahan masukan untuk petugas kesehatan

Puskesmas Moncongloe dalam identifikasi faktor penyebab

hipertensi pada lansia agar upaya promotif dan preventif dapat

dilakukan sedini mungkin.

b. Bagi Keperawatan

Diharapkan bisa menjadi bahan bacaan dan masukan untuk

akademisi dan mahasiswa keperawatan mengenai faktor penyebab

hipertensi pada lansia agar upaya promotif dan preventif dapat

dilakukan pada keperawatan komunitas.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Menurut Masriadi (2016) yang mengutip pendapat Sheps, S.G

(2015) menyatakan bahwa hipertensi adalah penyakit dengan tanda

adanya gangguan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang naik di

atas tekanan darah normal. Tekanan darah sistolik (angka atas) adalah

tekanan puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan

memompakan darah keluar melalui arteri. Tekanan darah sistolik

dicatat apabila terdengar bunyi pertama pada alat pengukur tekanan

darah. Tekanan darah diastolik (angka bawah) diambil ketika tekanan

jatuh ke titik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali.

Tekanan darah diastolik dicatat apabila bunyi tidak terdengar.

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang akan

memberi gejala lanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak),

penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan

hipertropi ventrikel kiri / left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung).

Dengan target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi

penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan,

M.N, 2015).

6
7

Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan

tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu

lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Infodatin Hipertensi,

2016).

Hipertensi berarti terjadi peningkatan secara abnormal dan terus

menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang

tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan

darah secara normal (Hayens, R.B dkk, 2015).

2.1.2 Patofisiologi Hipertensi Pada Lansia

Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi

pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh

darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan

kemungkinan pembesaran plague yang menghambat gangguan

peredaran darah perifer. Kekakuan dan kelambanan aliran darah

menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya

dekompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang

memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem

sirkulasi (Bustan, 2015).

Hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi

(isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan

tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik, yang

disebabkan adanya perubahan di dalam struktur pembuluh darah utama,


8

yang menjadi kurang elastis dan kaku. Pada kondisi ini peningkatan

tekanan darah sistolik disebabkan oleh kekakuan dinding arteri dan

elastisitas aorta yang berkurang. Kekakuan dinding pembuluh darah

menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga aliran darah yang

dialirkan ke jaringan dan organ-organ tubuh menjadi berkurang.

Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik agar aliran darah

ke jaringan dan organ-organ tubuh tetap mencukupi (Kaplan, 2016).

2.1.3 Klasifikasi Hipertensi

a. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC-VII

Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah berdasarkan

JNC-VII (The Joint National Committee On Prevention, Detection

Evaluation and Treatment Of High Blood Preassure (JNC 7)

(Masriadi, 2016).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan Diastole
Sistole (mmHg)
Darah (mmHg)
Normal <120 <80
Pra hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100

b. Klasifikasi Hipertensi menurut World Healt Organization

WHO menggunakan tekanan diastolik sebagai bagian

tekanan yang dipakai dalam kriteria diagnosis dan klasifikasi.

Tekanan darah manusia meliputi tekanan darah sistolik, tekanan

darah waktu jantung menguncup dan tekanan darah diastolik yakni

tekanan darah waktu jantung istirahat. Pentingnya perhatian


9

terhadap diastolik dalam manajemen hipertensi berkaitan dengan

lebih tinginya prevalensi hipertensi diastolik dibandingkan dengan

prevalensi sistolik sehingga diastolik sangat penting dalam

menegakan diagnosis hipertensi. Diastolik dapat digunakan dalam

pengukuran keberhasilan pengobatan hipertensi dan menjadi

pegangan dalam melakukan prognosis serta pedoman dalam

evaluasi atau pengontrolan pengobatan (Bustan, 2015).

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa Menurut


WHO
Klasifikasi Tekanan Diastole
Sistole (mmHg)
Darah (mmHg)
Normal 120-130 80-85
Pra hipertensi 130-139 86-90
Hipertensi stadium 1 140-159 91-99
Hipertensi stadium 2 160-179 100-109
Hipertensi stadium 3 >180 >110

2.1.4 Hipertensi Berdasarkan Faktor Penyebabnya

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Budiyanto dalam Masriadi (2016) mengatakan bahwa

hipertensi esensial merupakan salah satu faktor risiko penting

untuk terjadinya penyakit cerebrovasculer dan penyakit jantung

koroner. Hipertensi esensial merupakan etiologi kesakitan dan

kematian yang cukup banyak dalam masyarakat. Bila dilihat

presentase kasus hipertensi secara keseluruhan, maka hipertensi

esensial meliputi kurang lebih 90-95% dan lainnya adalah kasus

hipertensi sekunder. Menurut Rinawang yang dikutip Masriadi

(2016), hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang


10

timbul terutama karena interaksi antara faktor risiko tertentu.

Faktor utama yang berperan dalam patofisiologi hipertensi adalah

interaksi faktor gentik dan faktor lingkungan. Hipertensi primer ini

tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

b. Hipertensi Non Esensial (Sekunder)

Aris Sugiarto dalam Masriadi (2016) menyatakan bahwa

hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya

ginjal, jantung koroner, diabetes, dan kelainan sistem saraf pusat.

Menurut Masriadi (2016) yang mengutip pendapat Sunardi

menyatakan bahwa hipertensi yang disebabkan kelainan organ

tubuh lain kejadiannya mencapai 10%, misalnya penyakit ginjal,

penyakit endokrin, penyakit pembuluh darah dan sebagainya, yang

memerlukan pemeriksaan khusus agar dapat ditentukan

penyebabnya.

2.1.5 Gejala Hipertensi

Hipertensi biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan

rutin. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah.

Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala, meskipun beberapa

pasien melaporkan nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka

yang terasa panas atau telinga mendenging (Agoes, A, 2017).

Hipertensi sering terjadi bersamaan dengan ketegangan mental,

stress, dan gelisah. Gelisah berkepanjangan atau kronis, atau mudah


11

tersinggung sering ditemukan pada pengidap hipertensi. Di pihak lain,

enselopati hipertensi sering menimbulkan gejala mengantuk,

kebingungan, gangguan penglihatan, mual, dan muntah (Agoes, A,

2017).

Pada hipertensi sekunder, akibat penyakit lain, seperti tumor

(freomositoma) terdapat keringat berlebihan. Peningkatan frekuensi

denyut jantung, rasa cemas yang hebat, dan penurunan berat badan.

Sebaliknya pada sindrom Cushing, terjadi pertambahan berat badan,

lesu, pertumbuhan rambut abnormal di tubuh, dan pada wanita

menstruasi dapat terhenti dan terbentuk garisgaris pigmentasi di dinding

perut. Hiperparatiroidisme dengan peningkatan kadar kalsium akan

menimbulkan gejala berupa lesu, peningkatan berkemih, konstipasi atau

pembentukan batu ginjal (Agoes, A, 2017).

Sedangkan menurut Sidabutar, R.P dalam Roslina (2018) yang

menyebutkan bahwa hasil survey hipertensi di Indonesia dengan

keluhan diantaranya: Pusing, mudah marah, sukar tidur, telinga

berdengung, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, rasa mudah lelah, mata

berkunang - kunang. Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti

gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gejala payah jantung dan

gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa

kelumpuhan, gangguan penglihatan, gangguan kesadaran bahkan

sampai koma.
12

Menurut Palmer (2015), bila tekananan darah tidak terkontrol dan

menjadi sangat tinggi, (keadaan ini disebut hipertensi berat atau

hiertensi maligna), maka mungkin akan timbul gejala seperti pusing,

pandangan kabur, sakit kepala kebingungan, mengantuk, sulit bernapas.

2.1.6 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi perlu dikendalikan karena bersama

berlalunya waktu, kekuatan berlebihan pada dinding arteri dapat sangat

membahayakan banyak organ-organ vital pada tubuh. Umumnya,

semakin tinggi tekanan darah atau semakin tak terkontrol, semakin

parah kerusakan yang terjadi (Sheps, S.G, 2015).

Menurut Susalit yang dikutip Masriadi (2016) tekanan darah tinggi

dalam jangka panjang waktu lama akan merusak endhotel arteri dan

mempercepat arterioklorosis. Bila penderita memiliki faktor risiko

kardiovaskuler lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas

akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut. Menurut studi

Farmingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko

bermakna untuk penyakit jantung koroner, stroke, penyakit arteri

perifer dan gagal jantung.

Sedangkan Suhardjono dalam Masriadi (2016) menyatakan

hipertensi yang tidak dapat diobati akan mempengaruhi semua sistim

organ dan akhirnya akan memperpendek harapan hidup sebesar 10-20

tahun.

2.1.7 Faktor Penyebab Hipertensi


13

a. Umur

Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi pada orang

berusia lebih dari 60 tahun karena tekanan darah secara alami

cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. (Palmer dkk,

2015). Akibat pertambahan umur dan proses penuaan, serabut

kolagen di pembuluh darah dan dinding arteriol bertambah sehingga

dinding pembuluh tersebut mengeras. Dengan berkurangnya

elastisitas ini, daerah yang dipengaruhi tekanan sistolik akan

menyempit sehingga tekanan darah rata-rata meningkat (Agus, A,

2017). Lima puluh enam persen pria dan 52% wanita yang berusia

lebih dari 65 tahun menderita tekanan darah tinggi (S.G, Sheldon

2015).

b. Jenis Kelamin

Di kalangan orang dewasa muda dan setengah baya, para

pria lebih cenderung terkena tekanan darah tinggi daripada wanita.

Belakangan, hal sebaliknya-lah yang terjadi setelah berusia kira-kira

50 tahun, ketika kebanyakan wanita telah mencapai menopause,

tekanan darah tinggi menjadi lebih umum ditemukan pada wanita

daripada pria (S.G, Sheldon 2015).

c. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah

yang meninggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang


14

untuk mengidap hipertensi di masa datang. Penelitian menunjukkan

bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan

darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah (Palmer

dkk, 2015).

Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan didalam

keluarga. Jika salah seorang dari orangtua mengidap tekakan darah

tinggi, maka akan seseorang akan mempunyai peluang sebesar kira-

kira 25% untuk mewarisinya. Jika ibu maupun ayah mempunyai

tekanan darah tinggi, maka peluang untuk tekena penyakit ini

meningkat menjadi kira - kira 60% (S.G, Sheldon 2015).

d. Obesitas

Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan dimana terjadi

penumpukan lemak tubuh yang berlebih, sehingga berat badan

seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan

(Irwan, 2016).

Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI)

atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Body Mass index dapat diketahui

dengan membagi berat badan dengan tinggi badan (Marliani, L.,

2017).

BMI = Berat Badan / (Tinggi Badan*Tinggi Badan)

Tabel 2.3 Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT)

Nilai BMI Kategori


<17.0 Kekurangan BB Berat
17.0-18,4 Kekurangan BB Ringan
18.5-25.0 Normal
15

25.1-27.0 Obesitas Ringan


>27.0 Obesitas Berat

e. Pola Makan

Makanan merupakan faktor penting yang menentukan

tekanan darah. Menerapkan pola makan yang rendah lemak jenuh,

kolesterol, dan total lemak serta kaya akan buah, sayur, serta produk

susu rendah lemak telah terbukti secara klinis dapat menurunkan

tekanann darah (Palmer dkk, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adriaansz, P. N

dkk (2016). konsumsi makanan tinggi natrium dapat mempengaruhi

kenaikan tekanan darah Dilihat dari hasil penelitian 30 responden

dengan konsumsi makanan asin lebih mengalami hipertensi dan

hanya ada 1 responden yang tidak hipertensi. Menurut Soeharto

(2017), faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah yaitu

pengobatan yang teratur dan pengontrolan tekanan darah secara

teratur. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian WHO

(2015) bahwa konsumsi garam berlebih memiliki efek langsung

terhadap tekanan darah. Menurut Blood Pressure UK, peningkatan

tekanan darah akibat mengkonsumsi terlalu banyak garam atau

natrium secara terus menerus dapat berakibat fatal untuk arteri

(Adriaansz, P. N, dkk 2016).

f. Aktivitas Fisik
16

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung juga harus bekerja lebih keras

pada setiap kontraksi. Semakin keras dan sering jantung memompa,

semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri (S.G, Sheldon

2015).

Orang yang bergaya hidup tidak aktif akan lebih rentan

terhadap tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur

tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga

dapat menurunan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat

mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda,

berenang, aerobik (Palmer dkk, 2015).

Cara pengukuran aktivitas fisik berdasarkan pendapat Arifin

(2015) yang mengutip dari Harvard Publication Health (2009)

dengan menggunakan International Physical Activity Questionnaire

(IPAQ) merupakan salah satu jenis kuesioner yang dapat digunakan

untuk mengukur aktivitas fisik seseorang. IPAQ berisikan

pertanyaan yang meliputi jenis, durasi dan frekuensi seseorang

melakukan aktivitas fisik dalam jangka waktu tertentu misalkan

dalam 7 hari terakhir.

Berbagai jenis aktivitas fisik tersebut dikelompokkan

menjadi tiga tingkatan yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang dan

aktivitas berat. Pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan dengan


17

cara mengukur banyaknya energi yang dikeluarkan untuk aktivitas

setiap menitnya.

g. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida

yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan

proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi

autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan

adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok

juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk

disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah

tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh

darah arteri (Kemenkes, 2016).

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara

temporer, yakni tekanan darah sistolik yang naik sekitar 10 mmHg

dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. Kenaikan tekanan

darah itu terjadi saat sedang merokok dan sesaat setelah merokok

selesai. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30

menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin

perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun

dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan

berada pada level tinggi sepanjang hari (Hayens, 2016).

h. Stress
18

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa

marah, dendam, rasa takut, dan rasa bersalah) dapat merangsang

kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu

jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan

darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan

berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan atau

perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi

atau penyakit maag (Kemenkes, 2016).

Stress juga sangat erat hubungannya dengan hipertensi.

Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di

mana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui

aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan

darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang

berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di

masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di

pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang

dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Andria K.E,

2016).

2.2 Tinjauan Umum Tentang Lansia

2.2.1 Definisi Lansia


19

Menurut Constantinides yang dikutip oleh Sunaryo dkk (2015),

pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya secara pelahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.

Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak

distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degenaratif

yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode

terminal (Suryono dkk 2015).

Berdasarkan pendapat berbagai ahli dalam Efendi yang dikutip

Suryono dkk (2015), batasan-batasan umur yang mencakup batasan

umur lansia sebagai berikut :

a. Menurut Undang-Undang No 13 tahun 1998 Pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “Lansia usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

(enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah

45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua

(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90

tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) tersebar empat fase, yaitu:

pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities)


20

ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun,

keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age) : >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric

age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old

(70-75 tahun), old (75-80 tahun) very old (>80 tahun) (Effendi,

2009).

2.2.2 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1999) yang dikutip Maryam (2018),

lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Berusia 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang

Kesehatan.

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.2.3 Kesehatan Lansia

Fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif

(penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia

lanjut. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh

sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit tidak

menular pada lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus

dan radang sendi atau rematik. Sedangkan penyakit menular yang


21

diderita adalah tuberkulosis, diare, pneumonia, dan hepatitis (Buletin

Lansia, 2016).

Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan tubuh

lansia adalah pola hidup yang dijalaninya sejak usia balita. Pola hidup

yang kurang sehat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh,

masalah umum yang dialami adalah rentannya terhadap berbagai

penyakit (Buletin Lansia, 2016).

Perjalanan dan penampilan serta sifat penyakit pada lanjut usia

berbeda dengan yang terdapat pada populasi lain. Secara singkat dapat

disimpulkan bahwa penyakit pada lanjut usia sebagai berikut (Nugroho,

2018) :

a. Penyakit bersifat multipatologis/penyakit lebih dari satu.

b. Bersifat degeneratif, saling terkait, dan silent.

c. Mengenai multi-organ/multisistem.

d. Gejala penyakit muncul tidak jelas/tidak khas.

e. Penyakit bersifat kronis dan cenderung menimbulkan kecacatan

lama sebelum meninggal.

f. Sering terdapat polifarmasi dan iatrogenik.

g. Biasanya juga mengandung komponen psikologis dan sosial.

h. Lanjut usia lebih sensitif terhadap penyakit akut.


22

2.3 Keaslian Penelitian

No Judul Karya Tulis Objek Hasil Penelitian


Penelitian

1. Analisis Faktor Risiko Jurnal Hipertensi Terdapat hubungan antara


Hipertensi Primer Pada Friska Ardiani primer pada faktor risiko dengan
Lansia Di Puskesmas Putri, 2016 lansias timbulnya hipertensi primer
Dinoyo Malang pada lansia dipuskesmas
Dinoyo Malang, namun
tidak ada hubungan yang
bermakna antara faktor
layanan kesehatan dengan
hipertensiprimer.
2. Faktor Risiko Jurnal Kategori faktor risiko yang
Hipertensi Pada Orang Fatimah lansia 45-74 berhubungan dengan
Umur 45-74 Tahun Di Amaliah, 2014 hipertensi adalah umur, jenis
Pulau Sulawesi kelamin, pekerjaan, dan
status ekonomi
3. Faktor Risiko Jurnal Asupan Kesimpulan dari penelitian
Hipertensi Pada Lansia Sintya Precilia natrium, ini bahwa asupan natrium,
Yang Rawat Jalan Di Rondonuwu, lemak, asupan lemak, aktivitas fisik
Puskesmas Touluaan 2016 alkohol dan dan konsumsi alkohol
Kabupaten Minahasa aktivitas mempunyai hubungan yang
Tenggara fisik pada bermakna dengan kejadian
lansia penyakit hipertensi pada
lansia di Puskesmas
Touluaan Kecamatan
Minahasa Tenggara
4. Faktor risiko penyebab Jurnal Lansia diatas Faktor risiko yang
kejadian Kristiawan 65 tahun mempengaruhi kejadian
Hipertensi di wilayah P.A.Nugroho1, hipertensi pada responden
kerja Puskesmas 2019 yaitu jenis kelamin,
Sidorejo Lor Kota pekerjaan, riwayat hipertensi,
Salatiga pola konsumsi (frekuensi
makan, jenis makanan dan
hiet hipertensi), asupan gizi
dan Indeks Massa Tubuh
(IMT). Namun hasil
penelitian tidak ditemukan
adanya keterkaitan antara
kejadian hipertensi dengan
kebiasaan merokok dan
olahraga
Tabel 2.4 Keaslian Penelitian
23

2.4 Kerangka Teori

HIPERTENSI

Kecepatan Denyut Jantung Jumlah Darah Yang Tahanan


Dipompa Perifer

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Obesitas
4. Stress
3.
5. Genetik
6. Merokok
7. Aktivitas Fisik
8. Pola Makan

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber : S.G, Sheldon (2015)
24

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan

yang sangat serius pada lansia adalah hipertensi. Hipertensi merupakan “silent

killer” sehingga menyebabkan fenomena gunung es. Prevalensi hipertensi

meningkat dengan bertambahnya usia. Kondisi patologis ini jika tidak

mendapatkan penanganan secara cepat dan secara dini maka akan

memperberat risiko (Wahyuningsih dan Astuti, 2017).

Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) Variabel yang akan diteliti:

Variabel Independen Variabel Dependen

Jenis Kelamin
Hipertensi Pada Lansia

Obesitas

Stress

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Penghubung variabel yang diteliti

24
25

3.2 Hipotesis Penelitian

a. Ha (Hipotesis Alternatif)

1) Ada hubungan antara jenis kelamin dengan hipertensi pada lansia di

desa Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.

2) Ada hubungan antara obesitas dengan hipertensi pada lansia di desa

Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.

3) Ada hubungan antara stress dengan hipertensi pada lansia di desa

Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.

b. H0 (Hipotesis Nol)

1) Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan hipertensi pada lansia

di desa Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab.

Maros

2) Tidak ada hubungan antara obesitas dengan hipertensi pada lansia di

desa Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.

3) Tidak ada hubungan antara stress dengan hipertensi pada lansia di desa

Moncongloe wilayah kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.


26

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode

analitik melalui pendekatan cross sectional. Rancangan penelitian cross

sectional adalah suatu penelitian yang semua variabelnya, baik variabel

dependen maupun independen diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam

waktu yang sama (Notoatmodjo, 2017).

4.2 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2016), populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek atau supjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah

semua lansia yang menderita di Desa Moncongloe Wilayah Kerja

Puskesmas Moncongloe Kab. Maros pada bulan Januari-Febuari 2019

sebanyak 128 orang.

2. Sampel

Menurut Sujarweni (2015) sampel adalah sejumlah karakteristik

yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian. Dalam

penelitian ini yang menjadi sampel adalah data yang menderita hipertensi

di Desa Moncongloe Wilayah Kerja Puskesmas Moncongloe Kab. Maros.

26
27

Untuk menentukan besar sampel penelitian, maka digunakan rumus

Slovin: N
n=

1+N (e)2

128
n=

1+128 (0.1)2

128

n=
1+128 (0.01)

128

n=
1+1.28

128

n=
2.28

n = 56.14

n = 56

Keterangan:

n = Ukuran Sampel (56 orang)

N = Ukuran Populasi (128 orang)

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih didapat ditolerir atau diinginkan (1 % )


28

Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 58 sampel.

3. Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah

Purposive Sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel

dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan

penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian

(Sugiyono, 2016).

Kriteria pemilihan sampel yaitu :

a. Kriteria Inklusi

1) Responden dengan kategori lansia

2) Bersedia menjadi responden

3) Mempunyai riwayat penyakit hipertensi

b. Kriteria Eklusi

1) Bukan kategori lansia

2) Tidak bersedia menjadi responden

3) Tidak memiliki riwayat hipertensi

4.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

4.3.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Independen (Bebas)

Memurut sugiyono (2016), variabel independen (variabel

bebas) adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen


29

(terkait). Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel bebas

adalah faktor jenis kelamin, obesitas dan stress.

b. Variabel Dependen (Terkait)

Menurut Sugiyono (2016), variabel terkait (variabel dependen)

adalah variabel yang yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang akan

menjadi variabel dependen yang akan di teliti yaiu kejadian

hipertensi pada lansia.

4.3.2 Defenisi Operasional

Skala Alat Kriteria objektif


Variabel Defenisi operasional
ukur ukur
Hipertensi Penyakit dengan tanda Nominal Lemb 1. Pra Hipertensi:
adanya gangguan tekanan ar Jika nilai sistole
darah sistolik maupun angket dan diastole 130-
diastolik yang naik diatas 139/86-90
tekanan darah normal 2. Hipertensi Stadium
1 : Jika nilai
sistole dan diastole
140-159/91-99
Jenis Dikalangan orang Nominal Lemb 1. Laki-laki
kelamin deawasamuda dan setenga ar 2. Perempuan
baya,para pria lebi cenderung angket
tekanan dara tinggi dari pada
wanita
Obesitas Kegemukan adalah suatu Nominal Lemb 1. Tidak Obesitas: ≤
keadaan dimana terjadi ar 25,0

penumpukan lemak tubuh angket 2. Obesitas: ˃ 25,0


yang lebi,sehingga berat
badan seorang jauh diatas
normal
30

Stress Masalah yang ,memicu Likert Kuesi 1.Tidak Stress =


terjadinya hipertensi dimana oner Apabila responden
hubungan antara stress dan menjawab
hipertensi diduga melalui kuesioner dengan
aktifitas saraf simpatis skor < 25
peningkatan saraf dapat 2.Stress = apabila
menaikkan teknan darah responden
secara intermiten (tidak menjawab
menentu). kuesioner dengan
skor ≥ 25
Tabel 4.1 Definisi Operasional

4.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan dalam penelitian ini menggunakan lembar angket dan

kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan oleh responden dan dibantu oleh

peneliti jika responden tidak mampu menjawab pertayaan pada kuesioner.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrument adalah alat sarana yang digunakan unuk mengambil data

penelitian. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar

lembar angket dan kuesioner serta format pengisian data sekunder yang dibuat

dengan mengacuh pada konsep teori yang terkait berisi tentang data informasi

dan faktor-faktor yang terkait.

Untuk variabel usia menggunakan data nominal dinilai berdasarkan

criteria “Laki-laki” dan “Perempuan”. Sedangkan untuk variabel obesitas

menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan

nilai IBM dengan kriteria “Tidak Obesitas” (Kekurangan Berat Badan Berat,

Kekurangan Berat Badan Ringan, Normal)”, dan “Obesitas “(Obesitas Ringan

dan Obesitas Berat).


31

Selain itu untuk variabel hipertensi dengan menggunakan skala

Ordianal yaitu dengan mengukur tekanan darah lansia untuk mengetahui nilai

sistole dan diastole pada lansia dengan kriteria “Normal” dan “Hipertensi”.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Moncongloe Wilayah Kerja Puskesmas

Sudiang Raya.

4.6.2 Waktu Penelitian

Waktu dalam penelitian ini dimulai pada tanggal 20 Juni – 01 Juli 2019.

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

4.7.1 Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari responden melaluai

kuesioner yang dibagikan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik

kuesioner yaiu pengumpulan data dengan menggunakan daftar

pertanyaan terkait dengan penelitian yang telah disiapkan sebelumnya

dan diberikan langsung kepada responden untuk diisi sesuai dengan

peunjuk kuesioner atau arahan peneliti.

4.7.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari catatan

yang ada pada perusahaan dan dari sumber lainnya yaitu penelitian,

misalnya melalui dokumen atau orang lain (Sunyoto, 2016).

4.8 Analisa Data dan Pengolahan Data

4.8.1 Analisa Data


32

1. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah data yang dilakukan secara

deskriptif untuk memperoleh gambaran nilai minimal, maksimal, rata-

rata, simpangan baku dan distribusi frekuensi atau besarnya proporsi

berdasarkan variabel yang diteliti.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data yang dilakukn untuk melihat

hubungan antara variabel bebas dan variabel terkait. Teknik analisis

yang digunakan adalah uji statistik chi square dengan batas kemaknaan

α = 0.05 dengan menggunakan rumus Hastono dan Sabri (2014) :

N (αd-bc)2

ᵪ2 =
(α+c) (b+c) (α+b) (c+d)

Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai ˂5 maka digunakan

fisher’s extact.

Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara

membandingkan niai p (value) dengan nilai α = 0.05 pada taraf

kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan

sebagai berikut:

Keputusan uji statistik:

a. Nilai p (value) ˂ 0,05 maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan

yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.


33

b. Nilai p (value) ˃ 0,05 maka H0 gagal ditolak yang berarti tidak ada

hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

4.8.2 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data. Pengolaha

data dilakukan secara elektronik melalui computer dengan bantuan

program SPSS 16.0:

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau di kumpulkan

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

c. Entri Data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam master table atau database computer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga

dengan membuat able kontigensi.

d. Cleaning
34

Cleaning data atau pembersihan data merupakan kegiatan

pengecekan kembali data yang suda dientri apakah sudah betul atau

ada kesalahan pada saat memasukkan data /entry data.

4.9 Masalah Etik

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang

sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan (Suryono,2015).

Masalah etika keperawatan antara lain sebagai berikut:

1. Informed Consent (Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

Informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak pasien.Beberapa informasi yang harus ada

dalam informed consert tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,

informasi yang mudah dihuubungi dan lain-lain.

2. Anonamity (TanpaNama)
35

Masalah etika keperawatan adalah masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode atau inisial nama pada lembar pengumpulan

data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalahlainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.


36

4.10 Kerangka Operasional/Kerja Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia yang


berada di Desa Moncongloe Wilayah Kerja Puskesmas
Moncongloe berjumlah 128
Purposive Sampling

Sampel pada penelitian ini adalah lansia di Desa


Moncongloe Wilayah Kerja Puskesmas Moncongloe
Berjumlah 56 orang
Persetujuan
Responden
Pengumpulan data

Kuesioner Variabel Jenis Pengukuran


Kelamin & Stress Variabel Obesitas & Hipertensi

Tabulasi data

Analisa data

Penyajian data

Bagan 4.1 Kerangka Operasional Kerja

Anda mungkin juga menyukai