Anda di halaman 1dari 11

RESUME

EMPAT LEVEL BIAYA AKTIVITAS DAN PENENTUAN & PELAPORAN HARGA


PRODUK BERDASAR AKTIVITAS

AKUNTANSI BIAYA II

KELAS A

Dosen Pengampu :

Alfi Arif S.E, M.AK, Ak

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Moh. Fahrur Rozi 190810201086


Fika Firdaus 190810201088
Moh. Zadul Washil 190810201104
Nanda Unzila Aulia 190810201144

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

2021
A. Empat Level Biaya Aktivitas
Karena metode penghitungan harga pokok produk dengan menggunakan sistem ABC
pembebanannya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi produk, maka
landasan utama metode ABC adalah aktivitas. Menurut Supriyono (2002) ada 4 kategori
dari aktivitas dalam sistem ABC yakni sebagai berikut:
1. Aktivitas berlevel unit
Aktivitas berlevel unit adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali 1 unit produk
yang diproduksi. Besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit yang
diproduksi. Sebagai contoh, pemakaian bahan baku langsung, pemakaian jam
tenaga kerja langsung, serta pemasukan komponen dan inspeksi setiap unit.
2. Aktivitas berlevel batch
Aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang besar kecilnya di pengaruhi oleh
jumlah batch yang diproduksi. Contohnya yaitu, persiapan mesin, pengaturan
pesanan pembelian, penjadwalan produksi, inspeksi yang dilakukan oleh batch,
penanganan bahan baku, dan percepatan proses produksi.
3. Aktivitas berlevel produk
Aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung
berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Contohnya yaitu, desain
produk, pembelian suku cadang yang dibutuhkan oleh produk, dan keterlibatan
dalam perubahan rekayasa untuk memodifikasi produk.
4. Aktivitas berlevel fasilitas
Aktivitas berlevel fasilitas adalah aktivitas yang menopang proses operasi
perusahaan namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan
volume atau bauran produk yang di produksi. Contohnya mencakup penyediaan
keamanan untuk memelihara mesin pabrik dengan fungsi umum, pengelolaan
pabrik, pembayaran pajak bangunan dan asuransi pabrik, serta penutupan buku
setiap bulan. Beberapa perusahaan menyebutkan aktivitas ini sebagai aktivitas
pendukung bisnis atau infrastruktur.
 Kendala Activity-Based Costing System
Activity-Based Costing System merupakan pendekatan yang lebih baik daripada
Sistem Tradisional, namun Activity-Based Costing System mempunyai banyak kendala.
Menurut Abdul Halim (1999:470) kendala-kendala Activity-Based Costing System
meliputi:
1) Alokasi
Data aktivitas perlu diperoleh tetapi beberapa biaya memerlukan alokasi biaya
berdasarkan volume. Usaha-usaha untuk menelusuri aktivitas-aktivitas penyebab
biaya-biaya ini merupakan tindakan yang sia-sia dan tidak praktis.
2) Periode-periode akuntansi
Periode-periode waktu yang arbiter masih digunakan dalam apakah produk yang
dihasilkan menguntungkan atau tidak. Tujuannya tidak saja untuk mengukur
seberapa banyak biaya yang sudah diserap oleh produk tersebut, tetapi juga untuk
mengukur segi kompetitifnya dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh
perusahaan lain. Manajemen dalam hal ini memerlukan pengukuran dan
pelaporan yang interim. Informasi untuk mengevaluasi perilaku biaya tersebut
dapat diberikan pada saat siklus hidup produk itu berakhir sehingga untuk
pengukuran produk yang memiliki siklus hidup yang lebih lama membutuhkan
bentuk pengukuran yang interim (sementara).
3) Beberapa biaya yang terabaikan
Dalam menganalisa biaya produksi berdasarkan aktivitas, beberapa biaya yang
sebenarnya berhubungan dengan hasil produk diabaikan begitu saja dalam
pengukurannya.
Meskipun Activity-Based Costing System dapat menelusuri biaya ke produk
masing-masing dengan lebih baik, tetapi ActivityBased Costing System juga mempunyai
kendala-kendala yang harus diperhatikan pihak manajemen sebelum menerapkannya
untuk menentukan Harga Pokok Produksi. Apabila data aktivitas telah tersedia namun
ada beberapa biaya yang masih membutuhkan alokasi ke setiap departemen berdasarkan
unit karena secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya
tersebut. menghitung biaya-biaya. Banyak manajer yang ingin mengetahui.
Kendala lain dari penerapan Activity-Based Costing System adalah beberapa biaya
yang diidentifikasi pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Selain itu, Activity-Based
Costing System sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan karena biaya-
biaya yang dikeluarkan semakin komplek sehingga biaya administrasi akan menjadi lebih
mahal. Di samping itu juga membutuhkan waktu yang lama untuk
mengimplementasikannya secara total.
 Syarat-syarat penerapan Activity-Based Costing System
Supriyono (1999: 281) menyebutkan syarat-syarat penerapan Activity-Based Costing
System sebagai berikut:
1) Perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk Activity-Based Costing System
tidak diperlukan untuk perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk
karena tidak ada masalah dalam keakuratan pembebanan biaya. Jadi salah satu
syarat penerapan Activity-Based Costing System adalah perusahaan yang
menghasilkan beberapa jenis produk.
2) Biaya-biaya berbasis nonunit signifikan
Biaya berbasis nonunit harus merupakan persentase signifikan dari Biaya
Overhead Pabrik. Jika biaya-biaya berbasis nonunit jumlahnya kecil, maka
Activity-Based Costing System belum diperlukan sehingga perusahaan dapat
menggunakan Sistem Tradisional.
3) Diversitas produk
Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas
berbasis unit dan nonunit berbeda-beda. Jika dalam suatu perusahaan mempunyai
diversitas produk maka diperlukan penerapan Activity-Based Costing System.
Namun, jika berbagai jenis produk menggunakan aktivitas-aktivitas berbasis unit
dan nonunit dengan rasio yang relatif sama, berarti diversitas produk relatif
rendah sehingga tidak ada masalah jika digunakan Sistem Tradisional.
Apabila kondisi perusahaan beberapa jenis produk, biaya-biaya berbasis nonunit
signifikan, diversitas produk relatif tinggi maka Activity-Based Costing System dapat
diterapkan pada perusahaan tersebut. Selain syarat pertama, perusahaan juga harus
memenuhi kondisi kedua dan ketiga. Dengan penerapan Activity-Based Costing System
ketelitian pembebanan biaya akan meningkat.
B. Penentuan dan Pelaporan Harga Pokok pada Activity Based Costing
Activity-Based Costing System bertujuan untuk menghasilkan informasi Harga
Pokok Produksi yang akurat. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Activity-Based
Costing System terdiri dari dua tahap. Activity-Based Costing System merupakan suatu
sistem biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk
yang dihasilkan. Tahap-tahap dalam melakukan perhitungan Harga Pokok Produksi
dengan Activity-Based Costing System adalah sebagai berikut:
A. Prosedur Tahap Pertama
Tahap pertama untuk menentukan Harga Pokok Produksi berdasar Activity-Based
Costing System terdiri dari lima langkah yaitu:
1) Penggolongan berbagai aktivitas
Langkah pertama adalah mengklasifikasikan berbagai aktivitas ke dalam
beberapa kelompok yang mempunyai suatu interpretasi fisik yang
mudah dan jelas serta cocok dengan segmen-segmen proses produksi
yang dapat dikelola.
2) Pengasosiasian berbagai biaya dengan berbagai aktivitas
Langkah kedua adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap
kelompok aktivitas berdasar pelacakan langsung dan driver-driver
sumber.
3) Menentukan Cost Driver yang tepat
Langkah ketiga adalah menentukan Cost Driver yang tepat untuk setiap
biaya yang dikonsumsi produk. Cost Driver digunakan untuk
membebankan biaya pada aktivitas atau produk. Di dalam penerapan
Activity-Based Costing System digunakan beberapa macam Cost Driver.
4) Penentuan kelompok-kelompok biaya yang homogen (Homogeneous
Cost Pool)
Langkah keempat adalah menentukan kelompok-kelompok biaya yang
homogen. Kelompok biaya yang homogen (Homogeneous Cost Pool)
adalah sekumpulan Biaya Overhead Pabrik yang terhubungkan secara
logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan berbagai macam biaya
tersebut dapat diterangkan oleh Cost Driver tunggal. Jadi, agar dapat
dimasukkan ke dalam suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitas-
aktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio
konsumsi yang sama untuk semua produk. Cost Driver harus dapat
diukur sehingga Biaya Overhead Pabrik dapat dibebankan ke berbagai
produk.
5) Penentuan tarif kelompok (Pool Rate)
Langkah kelima adalah menentukan tarif kelompok. Tarif kelompok
(Pool Rate) adalah tarif Biaya Overhead Pabrik per unit Cost Driver
yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung
dengan rumus total Biaya Overhead Pabrik untuk kelompok aktivitas
tertentu dibagi dengan dasar pengukur aktivitas kelompok tersebut.

Contoh perhitungan tarif kelompok :

Kelompok I
 Biaya penyetelan Rp176.000,00
 Biaya inspeksi Rp148.000,00
Biaya Total Kelompok I Rp324.000,00
Produksi berjalan 50
Tarif Kelompok I Rp 6.480,00

Kelompok II
 Biaya listrik
 Kesejahteraan Rp168.000,00
karyawan Rp156.000,00
Biaya Total Kelompok II Rp324.000,00
Jam mesin 60.000
Tarif Kelompok II Rp 5,40

B. Prosedur Tahap Kedua


Tahap kedua untuk menentukan Harga Pokok Produksi yaitu biaya untuk
setiap kelompok Biaya Overhead Pabrik dilacak ke berbagai jenis produk. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap
produk. Ukuran ini merupakan penyederhanaan dari kuantitas Cost Driver yang
digunakan oleh setiap produk. Biaya Overhead Pabrik ditentukan dari setiap
kelompok biaya ke setiap produk dengan rumus sebagai berikut:

Berikut adalah contoh perhitungan harga pokok produksi dengan Activity-


Based Counting System.

Merah

Total Biaya Kuantitas Per Unit

Biaya Utama Rp 100.000 20.000 Rp 5,00

Overhead

Kelompok 1 = Rp 6.480 x 20PB Rp 129.600 20.000 Rp 6,48

Kelompok 2 = Rp 5,40 x 10.000JM Rp 54.000 20.000 Rp 2,70

Jumlah Overhead Rp 183.600 20.000 Rp 9,18

Jumlah Biaya Rp 283.600 20.000 Rp 14,18


Biru

Total Biaya Kuantitas Per Unit

Biaya Utama Rp 500.000 100.000 Rp 5,00

Overhead

Kelompok 1 = Rp 6.480 x 30PB Rp 194.400 100.000 Rp 1,94

Kelompok 2 = Rp 5,40 x 50.000JM Rp 270.000 100.000 Rp 2,70

Jumlah Overhead Rp 464.400 100.000 Rp 4,64

Jumlah Biaya Rp 964.400 100.000 Rp 9,64

CONTOH SOAL

PT Ayu Jelita membuat 4 produk A, B, C, dan D dengan data sebagai berikut :

Produk Unit Jumlah/Putaran Jam Kerja Jam Biaya Komponen


Keluaran Produksi Langsung/unit Mesin/unit Material/unit Material/unit
A 25 3 2 2 Rp 30 8
B 25 4 4 4 Rp 75 5
C 250 7 2 2 Rp 30 8
D 250 10 4 4 Rp 75 6
24
Biaya tenaga kerja Rp 7,- perjam
Biaya overhead pabrik :
 Biaya variable jangka pendek Rp8.250,-
 Biaya variable jangka penjang :
-Biaya penjadwalan Rp7.680,-
-Biaya set up Rp3.600,-
Rp11.280,-
 Biaya penanganan material Rp7.650,-
Rp27.180,-
Hitunglah harga pokok perunit :

a. Menggunakan kalkulasi biaya produk konversional dengan memakai tariff overhead jam
tenaga kerja.
b. Menggunakan ABC dengan pemacu biaya sebagai berikut :
Biaya variable jangka pendek Jam mesin
Biaya penjadwalan Jumlah putaran produksi
Biaya set up Jumlah putaran produksi
Biaya penanganan material Jumlah komponen
c. Bandingkan hasil dari kedua metode tersebut

Jawab :

a. Kalkulasi biaya konvensional


Jumlah jam tenaga kerja A 25x2 = 50
B 25x4 = 100
C 250x2 = 500
D 250x4 = 1000
1650
Tarif overhead pabrik = Rp16,47/Jam TK

Keterangan A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp) Total


Material 750,0 1.875 7.500 18.750 28.875,0
Upah 350,0 700 3.500 7.000 11.550,0
Biaya utama 1.100,0 2.575 11.000 25.750 40.425,0
BOP @16,47 823,5 1.647 8.235 16.470 27.175,5
HP Produksi 1.923,5 4.222 19.235 42.220 67.600,5
Unit produksi 25 25 250 250
Hp Produksi/unit 77 169 77 169

b. Kalkulasi Biaya dengan metode Activity Based Costing


 Biaya Variabel Jangka pendek Rp8.250,-/1.650 = Rp5/ jam TK
 Biaya penjadwalan Rp7.680,-/24 = Rp320 perputaran produksi
 Biaya set up Rp3.600,-/24 = Rp150 perputaran produksi
 Biaya penanganan material Rp7.650/3.825 = Rp2,-/komponen

Total komponen
A 25x8 = 200
B 25x5 = 125
C 250x8 = 2.000
D 250x6 = 1.500

Keterangan A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp) Total (Rp)


Biaya utama 1.100,0 2.575,0 11.000,0 25.750 40.425,0
Biaya variable jangka 250,0 500,0 2.500,0 5.000,0 8.250,0
pendek @Rp5/jam TK
Biya Penjadwalan 960,0 1.280,0 2.240,0 3.200,0 7.680,0
@Rp320
Biaya Set Up 450,0 600,0 1.050,0 1.500,0 3.600,0
@Rp150/putaran
Biaya penanganan 400,0 250,0 4.000,0 3.000,0 7.650,0
material
@Rp2/komponen
HP Produksi 3.160,0 5.205,0 20.650,0 38.450,0 67.605,0
Unit produksi 25 25 250 250
HP produksi/unit 126,4 208,2 83,16 153,8

c. Membandingkan hasil yang diperoleh


Keterangan A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp)
HP produksi/unit 77,0 169,0 77,0 169,0
metode konvensional
HP Produksi/unit 126,4 208,2 83,16 153,8
metode ABC

Metode ABC lebih banyak membebankan overhead terhadap produksi dengan volume
yang lebih rendah dan cenderung membebankan secara relative lebih kecil terhadap
produksi dengan volume yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka

Firdaus A. Dunia, Wasilah Abdullah, Catur Sasongko. 2020. Akuntansi Biaya. Jakarta:Salemba
Empat

Sujarweni V. Wiratna. 2015. Akuntansi Biaya. Yogyakarta:Pustaka Press

Wijayanti, R. 2011. Penerapan Activity-Based Costing System untuk Menentukan Harga Pokok
Produksi pada PT Industri Sandang Nusantara Unit Patal Secang. media.neliti.com. Diakses pada
tanggal 20 Maret 2021 pukul, 19.37.

Anda mungkin juga menyukai