Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“HIPERBILIRUBIN”

DISUSUN OLEH:

MIFTAHUL JANNAH
(P031914401021)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU


DIII KEPERAWATAN
TINGKAT 2A

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang masih
memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Makalah Hiperbilirubin”. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada para dosen yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ini. Jika ada
yang kurang dari makalah ini dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari pembaca guna
penyempurnaan dan perbaikan pada pembuatan makalah mendatang.

Wassalamu’alaikum.wr.wb

Pekanbaru, Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................ 2
D. Manfaat.......................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN


A. Konsep Dasar Hiperbilirubin......................................................... 3
1. Definisi................................................................................. 3
2. Etiologi dan Faktor Resiko................................................... 3
3. Gejala dan Tanda Klinis....................................................... 6
4. Manifestasi Klinis ............................................................... 7
5. Komplikasi........................................................................... 8
B. Asuhan Keperawatan Hiperbilirubin............................................. 8
1. Pengkajian Keperawatan......................................................... 8
2. Diagnosis Keperawatan.......................................................... 10
3. Intervensi Keperawatam......................................................... 11
4. Implementasi Keperawatan..................................................... 11
5. Evaluasi................................................................................... 14

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................... 15
B. Saran.............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu
Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor
penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum
terlaksana (Prawirohardjo, 2005).
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000
per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000
per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000
per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi
yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu
tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan
proyeksi pada tahun 2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup.
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris
(lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi
ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang
tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada
tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup
(Depkes, 2007).
Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan
penatalaksanaan. Angka kejadian hiperbilirubin pada bayi sangat bervariasi. Di
RSUD RA KARTINI Jepara tahun 2016 bulan April , persentase hiperbilirubin
pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar
42,95% ( Rekapitulasi Ruang Anyelir Bulan April dan Mei 2016 ).

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah


sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
4. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?

C. Tujuan

1. Untuk menambah pengetahuan mengenai Hiperbilirubin


2. Guna memahami asuhan yang dapat diberikan pada bayi patologi dengan
hiperbilirubin.
3. Mengetahui cara menganalisa data pada bayi hiperbillirubin.

D. Manfaat

Penulis dapat menerapkan konsep, teori, dan ilmu yang telah diperoleh
dalam melaksanakan asuhan kebidanan kepada klien.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Hiperbilirubin

1. Definisi
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir,
yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi
perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis
(terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus
kurang bulan). (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Hiperbilirubin adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga
menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

2. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

3
1) Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2) Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3) Gangguan konjugasi bilirubin.
4) Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup.
5) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6) Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7) Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
8) Produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk
mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada
inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim
G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
9) Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-
Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
10) Gangguan transportasi. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
11) Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya

4
disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
b. Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1) Faktor Maternal
 Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
 Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
 ASI
2) Faktor Perinatal
 Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
 Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
 Faktor Neonatus
 Prematuritas
 Faktor genetic
 Polisitemia
 Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
 Rendahnya asupan ASI
 Hipoglikemia
 Hipoalbuminemia
c. Fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi
menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

5
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau


kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun
tanda-tandanya sebagai berikut:
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
3) Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

3. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.


Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
a. Dehidrasi. Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-
muntah)
b. Pucat. Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular.
c. Trauma lahir. Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
d. Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat.
e. Letargik dan gejala sepsis lainnya.
f. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi congenital,
sepsis atau eritroblastosis
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal). Sering berkaitan dengan
anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati

6
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l. Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus obstruktif,
selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

4. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya


kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan
bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna
kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk)
memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya
dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat(normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al,
1994)

Gambaran klinik ikterus patologis:


a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

7
5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus
yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern
ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary
movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia (Nelson, 2007).

B. Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia

Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir yaitu meliputi


pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan

a. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan


hiperbilirubinemia menurut Widagdo, 2012 meliputi:
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status
nutrisi, postur/aktivitas anak, dan temuan fisis sekilas yang
prominen dari organ/sistem, seperti ikterus, sianosis, anemi,
dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.
b) Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.
c) Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal
lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar lengan atas.

2) Pemeriksaan Organ
a) Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,
hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis

8
b) Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan
bentuk wajah apakah simestris kanan atau kiri.
c) Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme,
supersilia, silia, esksoptalmus, strabismus, nitagmus, miosis,
midriasis, konjungtiva palpebra, sclera kuning, reflek cahaya
direk/indirek, dan pemeriksaan retina dngan funduskopi.
d) Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.
e) Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah
kotor berpeta, tonsil membesar dan hyperemia, pembengkakan dan
perdarahan pada gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/
morfologi/ kerapatan gigi.
f) Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.
g) Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksi,
murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.
h) Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.
i) Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur, irama
gallop, bising gesek perikard (pericard friction rub)
j) Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak, hipersonor,
fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan bising gesek pleura
(pleural friction rub)
k) Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus,
distensi, caput medusa, gerakan peristaltic, rigiditas, nyeri tekan,
masa abdomen, pembesaran hati dan limpa, bising/suara peristaltik
usus, dan tanda-tanda asites.
l) Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula, edema
skrotum.
m) Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri
otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary revill time,
cacat bawaan.

9
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-
kira 6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas
10 mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau
patologis. Pada bayi dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai
puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh hari
kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi & Yulliani,
2010).
2) Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi
cabang kantong empedu (Suriadi & Yulliani, 2010).
3) Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk
membantu membedakan hepatitis atau atresia biliary (Suriadi &
Yulliani, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia


menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :

a. Risiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin


sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan sekresi bilirubin.
b. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air
(insensible water loss) tanpa disadari dari fototerapi.
c. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan
bonding.

10
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman
orang tua.

3. Rencana Keperawatan

Rencana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan


hiperbilirubinemia menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :

a. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun,
tidak ada jaundice, refleks moro normal, tidak ada sepsis , refleks hisap
dan menelan baik.
b. Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan
urine output (pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml per jam, membran
mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.
c. Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi kulit yang ditandai dengan tidak
adanya rash dan ruam makular eritemosa.
d. Orang tua tidak tampak cemas ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi serta aktif dalam
partisipasi perawatan bayi.
e. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan; orang tua juga
berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan penggantian
popok.
f. Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak
adanya konjuntivitas.

11
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan


intervensi keperawatan. Berdasarkan terminilogi Nursing Outcome
Clacifikation (NIC), implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khhusus
yang diperlukan untuk melakukan intervensi atau program keperawatan
(Kozier, 2010).

Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan


ikterik neonatus pada bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi
diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut
dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air, dan
dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. Fototerapi
dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan
cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin
akan keluar dalam feses (Marmi , 2015).

Implementasi keperawatan dari rencana keperawatan menurut Mendri


dan Prayogi (2017) yaitu :

a. Mencegah adanya injury internal


1) Kaji hiperbilirubin tiap 1 - 4 jam dan catat
2) Berikan fototerapi sesuai program
3) Monitor kadar bilirubin 4 – 8 jam sesuai program
4) Antisipasi kebutuhan tranfusi tukar
5) Monitor Hb dan Hct

b. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan

12
1) Pertahankan intake cairan
2) Berikan minum sesuai jadwal
3) Monitor intake dan output cairan
4) Berikan terapi infus sesuai program, bila ada indikasi meningkatnya
temperatur, konsentrasi urin, dan cairan hilang berlebihan.
5) Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, dan mata.
6) Monitor temperature setiap 2 jam.

c. Mencegah gangguan integritas kulit


1) Inspeksi kulit setiap 4 – 6 jam
2) Ubah posisi bayi
3) Gunakan pelindung daerah genital
4) Gunakan alas yang lembut.

d. Mengurangi rasa cemas pada orang tua


1) Pertahankan kontak orang tua dan bayi
2) Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan dengarkan
kekhawatiran yang dialami orang tua.

e. Orang tua memahami kondisi bayi dan mau berpartisipasi dalam perawatan
1) Diskusikan dengan orang tua mengenai fisiologis, alasan keperawatan,
dan pengobatan yang dijalankan.
2) Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi.
3) Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; letargi,
kekakuan otot, menangis terus, kejang, tidak mau makan/minum,
temperatur meningkat, dan bayi menangis melengking.

f. Mencegah injury pada mata


1) Gunakan pelindung mata pada saat fototerapi

13
2) Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan
karena dapat menimbulkan jejak pada mata yang tertutup atau kornea
dapat tergores jika bayi membuka matanya saat dibalut.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi,
2012). Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan keperawatan diatas
adalah sebagai berikut:

1. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10mg/dl)


2. Warna kulit normal (tidakikterik)
3. Refleks mengisapbaik
4. Mata bersih (tidakIkterik)
5. Berat badan tidak menyimpang dari rentangnormal
6. Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidakpucat)

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada sklera, kulit dan membran
mukosa yang disebabkan akumulasi bilirubin pada jaringan atau cairan
interstitial, timbul apabila kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2,0 - 3
mg/dl/ Ikterus merupakan suatu gejala dari berbagai macam kelainan yang sangat
bervariasi beratnya, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang
membahayakan jiwa sampai gangguan transport bilirubin yang ringan.
Pemahaman mekanisme ikterus menyangkut pengetahuan tentang: pembentukan,
transportasi, metabolisme dan ekskresi dari bilirubin.
Ada dua bentuk bilirubin, yaitu bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin
terkonjugasi. dan perbedaan patofisiologinya sangat besar nilainya dalam
diagnosa klinis. Ada 4 mekanisme patofisiologi ikterus yaitu: pembentukan
bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi
oleh sel hepar, gangguan konjugasi bilirubin dan kolestasis. Ikterus paling sering
disebabkan oleh kolestasis, baik oleh penyakit hepatoseluler atau obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium lain harus dilakukan untuk mengetahui penyakit penyebab ikterus.
Terapi ideal untuk menghilangkan ikterus adalah dengan mengobati
penyebabnya.

B. Saran

15
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar
dapat menambah pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan
pada anak khususnya dengan hiperbilirubin.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny
Meiliya
Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Repository. usu. ac. id/ bitstream /123456789/37957/4/Chapter II.pdf
http://www.docstoc.com/myoffice/recommendations?docId=48037619&download=1
http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.

16

Anda mungkin juga menyukai