Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami
tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dengan
judul “Asuha Keperawatan Gawat Darurat sistem Musculo Fraktur”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi.

Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Majene,  05 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................... i


Daftar Isi ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian........................................................................................................... 3
B. Etiologi ............................................................................................................... 3
C. Tanda dan gejala ................................................................................................ 4
D. Proses Terjadinya Fraktur .................................................................................. 4
E. Klasifikasi fraktur .............................................................................................. 5
F. Faktor Penyembuhan Fraktur ............................................................................. 7
G. Komplikasi Fraktur ............................................................................................ 8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian .......................................................................................................... 10
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 18
C. Rencana Keperawatan ........................................................................................ 19
D. Implementasi ...................................................................................................... 25
E. Evaluasi .............................................................................................................. 25
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 26
B. Saran .................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia, namun dari
kelainan ataupun ketidaksiplinan dari manusia itu sendiri (patah tulang) fraktur adalah
hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang
bersifat total maupun partial . fraktur biasanya terjadi pada cruris, karena cruris sangat kurang
di lindungi oleh jaringan lunak, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan (Rasjad, 1998).

Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko
terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang melainkan juga
oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatkannya
resiko untuk jatuh. (Sudoyo: 2010)

Kematian dan kesakitan yang terjadi akibat patah tulang umumnya disebabkan oleh
komplikasi akibat patah tulang dan imobilisasi yang ditimbulkannya. Beberapa diantara
komplikasi tersebut adalah timbulnya dikubitus akibat tirah baring berkepanjangan,
perdarahan, trombosis vena dalam dan emboli paru; infeksi pneumonia atau infeksi saluran
kemih akibat tirah baring lama; gangguan nutrisi dan sebagainya. (Sudoyo: 2010)

Walaupun dalam kasus yang jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara
tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan penderita.
Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam
menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Fraktur ?
2. Apa etiologi fraktur ?
3. Apa saja tanda dan gejala fraktur ?
4. Bagaimana proses terjadinya fraktru ?
5. Apa saja klasifikasi fraktur ?
6. Apa faktor penyembuhan fraktur ?
7. Apa saja komplikasi pada fraktur ?
8. Bagaimana ASKEP pada fraktur ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fraktur
2. Untuk mengetahui etiologi fraktur
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala fraktur
4. Untuk mengetahu proses terjadinya fraktru
5. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur
6. Untuk mengetahui faktor penyembuhan fraktur
7. Untuk mengetahui komplikasi pada fraktur
8. Untuk mengetahui ASKEP fraktur

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas, tulang rawan,baik yang bersifat toral maupun
sebagian (Chairuddin Rasjad, 1998).

Patah tulang merupakan suatu kondisi di mana tulang mengalami keretakan.


Umumnya disertai dengan cedera pada jaringan di sekitarnya. Patah tulang disebut juga
fraktur yang biasanya terjadi akibat terjadinya cedera, seperti kecelakaan, jatuh, atau
cedera olah raga.

Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atu
tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999).

B. ETIOLOGI

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut .
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.

3
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. TANDA DAN GEJALA


a. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan figmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
e. Pergerakan abnormal
i.        peningkatan suhu

D. PROSES TERJADINYA FRAKTUR

Kebanyakan fraktur tulang terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan,


terutama tekanan membengkok, memutar, menarik (Chairuddin Rasdjad, 1998)

Trauma muskuluskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut :

1. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang.


Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan ajringan lunak ikut mengalami
kerusakan.

4
2. Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih dari
daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya, jstuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam
menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanaan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi vertical dapat
menyebabkan fraktur komunitif atau memecah, misalnya pada badan vertebra , talus atau
fraktur buckle pada anak-anak, trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu
jarak tertentu akan menyebabkn fratur oblik fraktur Z, fraktur karena remuk, trauma
larena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tubuh.

E. KLASIFIKASI FRAKTUR

Chairuddin Rasdjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan berikut :

1. Fraktur traumatic. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahahan trauma tersebut sehungga
terjadi patah.
2. Fraktur patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada aderah –daerah tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.
3. Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.

Secara umum,keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan/ tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar)

5
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, de-layed
union, non-union, dan infeksi tulang.

Charles A. Rockwood mengklasifikasikan fraktur secara radiologis.

1. Lokalisasi atau letak fraktur : diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur dengan
dislokasi
2. Konfugurasi / sudut patah dari fraktur :
- fraktur transversal, adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang . pada fraktur smeacam ini, sgemen-segmen tulang yang
patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula. Segmen-segmen
itu akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
- fraktur oblik, adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Farktur ini tidak satabil dan sulit diperbaiki.
- Fraktur spiral, tim bul akibat torsi pada ekstremitas fraktur-fraktur ini khas
pada cedera main ski ketika ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski
terputar sampai tulang patah. Fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh
dengan imobilisasi luar.
- Fraktur komunitif, adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang.
- Fraktur segmental, adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplay darahnya. Fraktur
semacam ini sulit ditangani. Keadaan ini memerlukan pengobatan melalui
pengobatan.
- Fraktur impaksi, terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
3. Menurut ekstensi :
- Fraktur total
- Fraktur tidak total
- Fraktur buckle atau torus
- Fraktur garis lembut
- Fraktur greenstick
- Fraktur avulse

6
- Fraktur sendi
F. FAKTOR PENYEMBUHAN FRAKTUR
Chairuddin rasdjad (1999), factor-faktor yang menentukan lam penyembuhan fraktur
adalah sebagi berikut:
1. Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutam disebabkan aktivitas proses osteogenesis pda periosteum
dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila
usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.
Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada farktur diafisis. Disamping
itu, fraktur seeprti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur yanh periosteumnya tidak bergeser,
peyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai
vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi
fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian,
pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union.
5. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk
vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna
akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu
penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan
seblum terjadi union, kemungkinan terjadi non-union sangat besar
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan linak. Adanya
interposisi jaringan, bail berup periosteum maupun otot atau jaringan vibrosa
lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur
8. Factor adanya infeksi dan keganasan local
9. Cairan synovial yang berada dalam persendian merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota
gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi gerakan yang

7
dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu
vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empat bulan. Secara
kasar, waktu penyembuhan pada anak setengah waktu penyembuhan orang dewasa.
Factor lain yang mempercepat penyembuahan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormon-
hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D dan steroid anabolic, seperti
kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

G. KOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur meliputi :

1. Komplikasi awal
- Kerusakan arteri . pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi , CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematoma melebar, dan dingin pada ektremitas yang disebabkan oleh tindakan
darurat splinting, perubahan posisi yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
- Sindrom kompartemen., merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebanya otot, tulang saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
- Fat Embolism Sindrom, adalah kom[likasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darahdan meneyebabkan kadar oksigen
dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan
pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam.
- Infeksi. System pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial), dan masuk
kedalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF & OREF)
dan plat

8
- Peran perawat sangat diperlukan dalam melakukan perawatan luka dengan
baik untuk menghindari terjadinya infeksi pada klien fraktur terbuka dan
pascaoperasi pemsangan pin.
- Nekrosis avaskular, terjadi karena aliran darah ke tulang atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya, diawali dengan adanya
iskemia Volkman.
- Syok, terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Hal ini biasanya terjadi
pada fraktur.
2. Komplikasi lama
- Delayed union, merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulag untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai
darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bula untuk anggota gerak atas dan lima
bulan untuk anggota gerak bawah). Etiologi delayed union sama dengan
etiologi pada non-union.
- Non-union, adalah fraktur yang tidak smebuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudortrosis (sendi palsu).
Pseudotrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama
infeksi yang disebut infected pseudoarthrosis.
- Mal-union. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada
saatnya, tetapi terdapat deformitas yang bebentuk angulasi

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang

10
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

11
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
h) Pola Sensori dan Kognitif

12
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
b.  Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
1. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b)      Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1. Sistem Integumen

13
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
4. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
7. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
9. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10. Paru
a)    Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b)   Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c)    Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d)   Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.

14
11     Jantung
(a)    Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b)   Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c)    Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12     Abdomen
(a)    Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b)   Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c)    Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d)   Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
13     Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2      Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia,
Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a)      Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1)   Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(2)   Cape au lait spot (birth mark).
(3)   Fistulae.
(4)   Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5)   Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(6)   Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7)   Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b)      Feel (palpasi)

15
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1)   Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time  Normal > 3 detik
(2)   Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(3)   Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c)      Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum
dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi 
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1)      Bayangan jaringan lunak.

16
2)      Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
3)      Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4)      Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1)      Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
2)      Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3)      Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4)      Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b.      Pemeriksaan Laboratorium
1)      Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2)      Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3)      Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

 c.       Pemeriksaan lain-lain
1)       Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2)       Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3)       Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.

17
4)       Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5)       Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6)       MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada

18
C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b/d spasme NOC
otot, gerakan fragmen Pain Level, NIC
tulang, edema, cedera Pain control,
jaringan lunak, Comfort level Pain Management
pemasangan traksi, Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri
stress/ansietas, luka 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu secara komprehensif termasuk
operasi. penyebab nyeri, mampu lokasi, karakteristik, durasi,
menggunakan tehnik frekuensi, kualitas dan faktor
nonfarmakologi untuk presipitasi
mengurangi nyeri, mencari 2. Observasi reaksi nonverbal
bantuan) dari ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi
berkurang dengan menggunakan terapeutik untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 4. Evaluasi pengalaman nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda masa lampau
nyeri) 5. Evaluasi bersama pasien dan
4. Menyatakan rasa nyaman tim kesehatan lain tentang
setelah nyeri berkurang ketidakefektifan kontrol nyeri
5. Tanda vital dalam rentang masa lampau
normal 6. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
7. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
8. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
9. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
10. Tingkatkan istirahat
11. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

19
12. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
2 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d perubahan Respiratory Status : Gas exchange
aliran darah, emboli, Respiratory Status : ventilation Airway Management
perubahan membran Vital Sign Status 1. Buka jalan nafas, guanakan
alveolar/kapiler Kriteria Hasil : teknik chin lift atau jaw thrust
(interstisial, edema 1. Mendemonstrasikan bila perlu
paru, kongesti) peningkatan ventilasi dan 2. Posisikan pasien untuk
oksigenasi yang adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru 3. Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan buatan
3. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara nafas yang 5. Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, tidak ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, mampu atau suction
bernafas dengan mudah, tidak 7. Auskultasi suara nafas, catat
ada pursed lips) adanya suara tambahan
4. Tanda tanda vital dalam 8. Lakukan suction pada mayo
rentang normal 9. Berika bronkodilator bial perlu
10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
6. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya

20
ventilasi dan suara tambahan
7. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
8. Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
3 Gangguan mobilitas NOC : Latihan Kekuatan
fisik b/d kerusakan Joint Movement : Active   Ajarkan dan berikan dorongan pada
rangka  Mobility Level klien untuk melakukan program
neuromuskuler, nyeri, Self care : ADLs latihan secara rutin
terapi restriktif Transfer performance Latihan untuk ambulasi
(imobilisasi). Kriteria Hasil : 1. Ajarkan teknik Ambulasi &
1. Klien meningkat dalam perpindahan yang aman
aktivitas fisik kepada klien dan keluarga.
2. Mengerti tujuan dari 2. Sediakan alat bantu untuk
peningkatan mobilitas klien seperti kruk, kursi roda,
3. Memverbalisasikan perasaan dan walker
dalam meningkatkan kekuatan 3. Beri penguatan positif untuk
dan kemampuan berpindah berlatih mandiri dalam batasan
4. Memperagakan penggunaan yang aman.
alat Bantu untuk mobilisasi Latihan mobilisasi dengan kursi
(walker) roda
1. Ajarkan pada klien & keluarga
tentang cara pemakaian kursi
roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan latihan
untuk memperkuat anggota
tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
Latihan Keseimbangan
1. Ajarkan pada klien & keluarga
untuk dapat mengatur posisi
secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang
Benar
1. Ajarkan pada klien/ keluarga

21
untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram
& cedera.
2. Kolaborasi ke ahli terapi fisik
untuk program latihan.
4 Gangguan integritas NOC : NIC : Pressure Management
kulit b/d fraktur Tissue Integrity : Skin and Mucous 1. Anjurkan pasien untuk
terbuka, pemasangan Membranes menggunakan pakaian yang
traksi (pen, kawat, Kriteria Hasil : longgar
sekrup) 1. Integritas kulit yang baik bisa 2. Hindari kerutan padaa tempat
dipertahankan tidur
2. Melaporkan adanya gangguan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
sensasi atau nyeri pada daerah bersih dan kering
kulit yang mengalami 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
gangguan pasien) setiap dua jam sekali
3. Menunjukkan pemahaman 5. Monitor kulit akan adanya
dalam proses perbaikan kulit kemerahan
dan mencegah terjadinya 6. Oleskan lotion atau
sedera berulang. minyak/baby oil pada derah
4. Mampu melindungi kulit dan yang tertekan
mempertahankan kelembaban 7. Monitor aktivitas dan
kulit dan perawatan alami mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
5 Risiko infeksi b/d NOC : NIC :
ketidakadekuatan  Immune Status Infection Control (Kontrol
pertahanan primer Risk control infeksi)
(kerusakan kulit, Kriteria Hasil : 1. Bersihkan lingkungan setelah
taruma jaringan lunak, 1. Klien bebas dari tanda dan dipakai pasien lain
prosedur invasif/traksi gejala infeksi 2. Pertahankan teknik isolasi
tulang) 2. Menunjukkan kemampuan 3. Batasi pengunjung bila perlu
untuk mencegah timbulnya 4. Instruksikan pada pengunjung
infeksi untuk mencuci tangan saat
3. Jumlah leukosit dalam batas berkunjung dan setelah
normal berkunjung meninggalkan
4. Menunjukkan perilaku hidup pasien
sehat 5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung

22
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

23
6 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
tentang   Kowlwdge : disease process
kondisi, Teaching : disease Process
prognosis   Kowledge : health Behavior
dan 1. Berikan penilaian tentang
kebutuhan pengobatan Kriteria Hasil : tingkat pengetahuan pasien
b/d kurang terpajan 1. Pasien dan keluarga menyatakan tentang proses penyakit yang
atau salah interpretasi pemahaman tentang penyakit, spesifik
terhadap informasi, kondisi, prognosis dan program 2. Jelaskan patofisiologi dari
keterbatasan kognitif, pengobatan penyakit dan bagaimana hal ini
kurang 2. Pasien dan keluarga mampu berhubungan dengan anatomi
akurat/lengkapnya melaksanakan prosedur yang dan fisiologi, dengan cara yang
informasi yang ada dijelaskan secara benar. tepat.
3. Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala
menjelaskan kembali apa yang yang biasa muncul pada
dijelaskan perawat/tim penyakit, dengan cara yang
kesehatan lainnya tepat
4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara yang
tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi, dengan
cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau

24
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat.
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

D. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan
adalah melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun.

E. EVALUASI
a.        Menunjukkan berkurang ansietas
b.       Melaporkan nyeri berkurang
c.        Melaporkan keterbatasan aktivitas teratasi
d.        Menunjukkan perawatan diri baik. 

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga
fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera,
fraktur patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu
terbuka dan tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya
fungsi dan deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan
Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
Sementara diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur adalah:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
B. Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani
secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan

26
penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus
diperhatikan dalam menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur. Pasien
harus mendapatkan pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang
tanggap dalam menangani pasien gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien
dengan kegawat daruratan sistem muskuloskeletal, fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurarif, amin huda dan Kusuma, hardhi. 2015. “ Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC”. Jogjakarta : MediAction.
2. http://novidaeli.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-sistem.html
3. http://wafiyahqonitatin.blogspot.com/2015/04/fraktur.html
4. http://inirizamala.blogspot.com/2013/05/askep-kegawadaruratan-fraktur.html

27

Anda mungkin juga menyukai