Anda di halaman 1dari 8

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan Rumah Sakit
tipe B milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, yang terletak di Kota Palangka Raya.
Perkembangan RSUD dr Doris Sylvanus dimulai pada tahun 1959. Sampai dengan tahun 1973
Rumah Sakit Palangka Raya masih dibawah pengelolaan/milik Pemerintah Dati II Kodya
Palangka Raya dan selanjutnya dialihkan pengelolaannya/menjadi milik Pemerintah Propinsi
Dati I Kalimantan Tengah.RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya terus berkembang hingga
pada tahun 2014 Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus sudah menjadi Rumah Sakit Pendidikan sesuai
dengan SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK 02.03/I/0115/2014 Tentang penetapan RSUD dr.
Doris Sylavnus sebagai Rumah Sakit Pendidikan.

Pelayanan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mencakup 4 (empat) pelayanan dasar
yaitu Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Bedah, saat ini
sudah mencakup Mata, THT, Jantung, Neurologi, Bedah Mulut, Penyakit Kulit dan Kelamin,
Anastesi, Patologi Klinik/Laboratorium, Radiologi, Kedokteran Gigi Anak, Orthopedi, Urologi,
Rehabilitasi Medik, Bedah Saraf, Bedah Digestive, Bedah Onkologi Hemodialisa dan lain-lain.
Tujuan utama RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yaitu Menjadi rumah sakit pendidikan
unggulan di Kalimantan dalam pelayanan medis khususnya bidang Kebidanan dan Kandungan
serta dalam bidang service excellence.

5.1.2 Deskripsi Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dari tanggal Januari 2020 sampai dengan Novemver 2020.
Total sampel yang didapatkan 52 sampel, terdiri atas 15 sampel kasus Abostus imminens dan 37
sampel kasus Bukan Imminens. Pengumpulan data adalah menggunakan rekap data rekam medis
RSUD dr. Doris Sylvanus.
5.1.3 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel bebas (Usia, Pekerjaan, Pendidikan),
dan variabel terikat (Kejadian Abortus Imminens) secara deskriptif dengan menghitung distribusi
frekuensi yang disajikan dengan tabel.

Tabel 5.1. Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Berdasarkan Umur Di RSUD dr.
Doris Sylvaus Palangka Raya 2020

Jumlah Persentase
Usia < 20 Tahun 4 7%
Usia 20-35 Tahun 35 66%
Usia > 35 Tahun 14 27%
Total 76 100%

Sumber : Data Rekam Medik RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Tabel 5.1. menunjukkan persentase kejadian abortus terbesar pada Usia antara 20 tahun sampai
dengan usia 35 tahun berjumlah 35 responden dengan persentase sebesar 66 %. Responden
dengan Usia kurang dari 20 tahun berjumlah 4 responden dengan persentase 7 %, dan
Responden dengan usia lebih dari 35 tahun berjumlah 14 responden (27 %)

Tabel 5.2. Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Berdasarkan Pekerjaan di RSUD dr.
Doris Sylvaus Palangka Raya 2020

Jumlah Persentase
IRT 43 81%
PNS 3 6%
Wiraswasta 7 13%
Total 53 100%

Tabel 5.2. menunjukkan persentase kejadian abortus terbesar pada ibu dengan pekerjaan sebagai
Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan jumlah Responden 43 Orang dengan persentase sebesar 81 %.
Responden dengan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 3 responden
dengan persentase 6%, dan Responden dengan Pekerjaan Wiraswasta berjumlah 14 responden
(13 %)
Tabel 5.3. Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Berdasarkan Pendidikan di RSUD dr.
Doris Sylvaus Palangka Raya 2020

Jumlah Persentase
SD 11 20.7%
SMP 12 22.6%
SMA 19 35.8%
Perguruan Tinggi 11 20.7%
Total 76 100%

Tabel 5.3. menunjukkan persentase kejadian abortus terbesar pada ibu dengan Pendidikan
Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah Responden 11 Orang dengan persentase sebesar 20.7%.
Responden dengan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 12 responden
dengan persentase 22,6%. Responden dengan Pendidikan Perguruan tinggi berjumlah 11
responden dengan persentase sebesar 20,7%.

Tabel 5.4. Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Berdasarkan Jenis Abortus di RSUD
dr. Doris Sylvaus Palangka Raya 2020

Jumlah Persentase
Imminens 14 26,4%
Insipiens 3 5,6%
Inkomplit 28 52,8%
Komplit 2 3,7%
Missed Abortus 5 9,4%
Provokatus 1 1,8%
Total 53 100%

Tabel 5.5. Menunjukkan persentase kejadian abortus Berdasarkan jenisnya, kejadian terbanyak
adalah Abortus Inkomplit sebanyak 28 responden dengan persentase 52%, Kemudia terbanyak
kedua yaitu abortus imminens sebanyak 14 responden dengan persentase 14%. Missed Abortus
sebanyak 5 Orang dengan persentase 9,4%, Abortus Insipiens Sebanyak 3 responden dengan
persentase 5,6%, Abortus Komplit dengan 2 orang responden dengan bersentase sebesar 3,7%
dan Abortus Provokatus sebanyak 1 responden dengan persentase 1,8%
5.1.4 Analisis multivariat

Tabel 5.6. Hubungan Antara Usia dan Kejadian Abortus Di RSUD dr Doris Sylvanus
palangka raya

Usia (Tahun)
Responden Berisiko Tidak Berisiko Total Uji Chi-Square

Abortus 14 8 38 p = 0,01
Non Abortus 3 19 38
Total 17 27 76

Tabel 5.6 menunjukan hubungan antara faktor usia dan kejadian Abortus. Dilihat dari hasil uji
statistik, didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara Usia dengan kejadian abortus
(p<0,05).

Tabel 5.6. Hubungan Antara Pendidikan dan Kejadian Abortus Di RSUD dr Doris
Sylvanus palangka raya

Pendidikan
Responden Wajib Tinggi Total Uji Chi-Square

Abortus 13 9 22 p = 0,42
Non Abortus 19 3 22
Total 32 12 44

Tabel 5.6 menunjukan hubungan antara faktor usia dan kejadian Abortus. Dilihat dari hasil uji
statistik, didapatkan hubungan yang bermakna antara Tingkat Pendidikan dengan kejadian
abortus (p<0,05).

Tabel 5.8. Hubungan Antara Pekerjaan dan Kejadian Abortus Di RSUD dr Doris Sylvanus
palangka raya
Status bekerja
Responden Tidak Bekerja Bekerja Total Uji Chi-Square

Abortus 15 7 22 p = 0,19
Non Abortus 21 1 22
Total 32 12 44

Note: 2 cells (50%) memiliki Nilai harapan kurang dari 5. Dengan nilai ekspektasi minimum adalah 4.00

Tabel 5.6 menunjukan hubungan antara faktor usia dan kejadian Abortus. Dilihat dari hasil uji
statistik, didapatkan nilai harapan kurang dari 5, sehingga uji Chi-square Pada variable Pekerjaan
dan Kejadian abortus tidak terpenuhi. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan pengujian
Fisher exact Test didapatkan hasil α 0,046 sehingga Dengan demikian tolak Ho (Tidak ada
hubungan antara Pekerjaan dan kejadian abortus) karena p-value < α (0,046 < 0,05) dan
simpulkan proporsi Pasien yang bekerja tidak sama dengan pasien yang tidak bekerja dengan
tingkat kepercayaan sebesar 95 %.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Hubungan Usia dan Kejadian Abortus
Pada Penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan antara Usia dengan kejadian
abortus di RSUD dr. Doris sylvanus Palangka Raya (p = 0,01) . Umur seorang ibu memiliki
peranan yang penting dalam terjadinya abortus. Semakin tinggi umur maka risiko terjadinya
abortus semakin tinggi pula. Hal ini seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada
ibu yang berusia 35 tahun. Wanita hamil kurang dari 20 tahun juga dapat merugikan kesehatan
ibu, Karena pada ibu usia dibawah 20 tahun risiko terjadinya abortus kurang dari 2%. Risiko
meningkat 10% pada usia ibu lebih dari 35 tahun dan mencapai 50% pada usia ibu lebih dari 45
tahun. Peningkatan risiko abortus ini diduga berhubungan dengan abnormalitas kromosom pada
wanita usia lanjut (Cunningham, 2012).

5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Kejadian Abortus


Penelitian ini sesuai dengan teori Prawirohardjo (2010) bahwa pendidikan sangat
dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan kematangan intelektual
seseorang. Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik dalam
tindakan maupun pengambilan dalam keputusan dalam membuat kebijaksanaan dalam
menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh
terhadap program kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi.
Meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu mereka mau menggunakannya.

Hasil penelitian ini Sejalan dengan penelitian Norsker et al, (2012) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki ibu yang sedang hamil juga mempengaruhi
kemungkinan terjadinya abortus spontan.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlidian (2015)
di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSUD Kalisat Jember 2014 dilaporkan bahwa dari hasil
analisis Chi Square diperoleh signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1 diterima atau H0 ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan
kejadian abortus. Seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung
memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.

5.2.2 Hubungan Pekerjaan dan Kejadian Abortus

Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Mulyaningsih(2012)


menunjukkan bahwa terdapat hubungan beban kerja terhadap kejadian abortus di sentra
pertanian dengan p value= 0.032 yang menunjukkan adanya hubungan antara beban kerja
terhadap kejadian abortus, Maghni mengatakan bahwa beban kerja yang berlebihan dapat
mempengaruhi kejadian abortus ada pekerja.

Penelitian ini juga sesuai dengan penelian Maghni (2015) yang mengatakan bahwa
aktivitas mental yang diakibatkan oleh beban kerja berpengaruh terhadap terjadinya abortus
spontan. Hasil penelitian Retno Restuargo (2008) dalam penelitiannya disemarang juga
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ibu hamil yang memiliki beban kerja
yang berlebihan dengan kejadian abortus denga p value = 0,0001. Beban kerja yang tidak sesuai,
stress psikologi yang disebabkan oleh pekerjaan hal itulah yang menjadi salah satu faktor resiko
dari kejadian abortus. Qu (2017) menyatakan bahwa stress psikologis dapat mempengaruhi
terjadinya abortus serta menunjukkan bahwa faktor psikologis dapat meningkatkan resiko sekitar
42%. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kasus dan kontrol dengan p=0,001 dan OR=
1,33. Hasil meta analisis mendukung keyakinan bahwa stress psikolgis sebelum dan selama
kehamilan dikaitkan dengan terjadinya abortus.

Beban kerja yang berlebihan akan menimbulkan penyakit akibat kerja yang akan
mempengaruhi pekerjaan. Beban kerja melibatkan aktivitas psikologis yang akan menimbulkan
strees. Stress pada ibu hamil akan mempenggaruhi secara tidak langsung pada kehamilan dan
dapat mengganggu proses fisiologis yang terjadi. wanita yang mengalami stress akan mengalami
peningkatan hormon kortisol kemudian Kortisol akan masuk ke plasenta dan mempengaruhi
janin, terutama pada awal kehamilan. Masuknya hormon kortisol tersebut akan mempengaruhi
terjadinya abortus pada kehamilan. Selain karena beban kerja, abortus dapat terjadi dikarenakan
terdapat faktor lain yang mempengaruhi abortus terdapat seperti faktor janin seperti gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin, dan plasenta. Infeksi pada ibu, trauma dan faktor ingkungan.
Kondisi psikis ibu hamil mempengaruhi bayi dalam kandungan dan ditularkan kepada janin
sehingga berpengaruh buruk baik secara fisik, psikis ibu dan janin (Santrock, 2002).
Kekhawatiran dan kecemasan ibu hamil yang berlebihan tidak jarang dapat menimbulkan
abortus, 15%-20% kecemasan yang terdeteksi berakhir dengan abortus.

BAB VI
KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian mengenai hubungan Usia, Pekerjaa,n dan Pendidikan
terhadap kejadian Abortus yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya pada tahun 2020 dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor risiko usia dengan kejadian Abortus Ibu
yang berobat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya (p-value : 0,01). Peningkatan
risiko abortus ini diduga berhubungan dengan abnormalitas kromosom pada wanita usia
lanjut
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara Pendidikan dengan dengan kejadian Abortus
pada ibu yang berobat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan ( p-value :
0,042). Seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memperhatikan
kesehatan diri dan keluarganya.
3. Terdapat hubungan antara status bekerja dengan kejadian abortus yang berobat di RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan (p-value : 0,046). Beban kerja yang berlebihan
akan menimbulkan penyakit akibat kerja yang akan mempengaruhi pekerjaan. Beban
kerja melibatkan aktivitas psikologis yang akan menimbulkan strees. Stress pada ibu
hamil akan mempenggaruhi secara tidak langsung pada kehamilan dan dapat
mengganggu proses fisiologis yang terjadi. wanita yang mengalami stress akan
mengalami peningkatan hormon kortisol kemudian Kortisol akan masuk ke plasenta dan
mempengaruhi janin, terutama pada awal kehamilan. Masuknya hormon kortisol tersebut
akan mempengaruhi terjadinya abortus pada kehamilan. Selain karena beban kerja,
abortus dapat terjadi dikarenakan terdapat faktor lain yang mempengaruhi abortus
terdapat seperti faktor janin seperti gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin, dan
plasenta. Infeksi pada ibu, trauma dan faktor ingkungan. Kondisi psikis ibu hamil
mempengaruhi bayi dalam kandungan dan ditularkan kepada janin sehingga berpengaruh
buruk baik secara fisik, psikis ibu dan janin (Santrock, 2002). Kekhawatiran dan
kecemasan ibu hamil yang berlebihan tidak jarang dapat menimbulkan abortus, 15%-20%
kecemasan yang terdeteksi berakhir dengan abortus.

Anda mungkin juga menyukai