Anda di halaman 1dari 18

Tugas Farmasi Fisika

RANGKUMAN FARMASI FISIKA

DISUSUN OLEH
Siti Rahmawati Naue
NIM. 821419043

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
RANGKUMAN
1. Kelarutan gas dalam cairan, kelarutan cairan dalam cairan dan
kelarutan padat dalam cairan
Jawab
Kelarutan dapat dijelaskan sebagai kemampuan jumlah maksimum zat kimia
tertentu yang dapat larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Zat-zat tertentu
dapat larut dengan perbandingan komposisi berapa pun terhadap suatu pelarut
(solvent). Pada umumnya pelarut merupakan suatu cairan yang berupa zat murni
maupun zat campuran. Sedangkan zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui
untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh yang metastabil (Darmaji,
2005).
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai
konsentrasi  zat    terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram
zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air.  Kelarutan juga
dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (Tungandi, 2009).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di
absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha
untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
A. Kelarutan gas dalam cairan
Kelarutan gas dalam cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada
dalam kesetimbangan dengan gas murni di atas larutan. Prinsip kelarutan gas dalam
cairan adalah “like dissolve like” yang berarti zat pelarut dan terlarut saling
melarutkan, apabila mempunyai kemiripan kepolaran. Jadi suatu gas akan larut dalam
cairan ji m cairan jika mirip kepolarannya sehingga ka mirip kepolarannya sehingga
saling melarutkan. Kelarutan bergantung pada tekanan, suhu, adanya garam, reaksi
kimia. suhu, adanya garam, reaksi kimia.
1) Tekanan : tekanan gas diatas carian naik maka ke carian naik maka kelarutan
akan bertambah
2) Suhu : jika suhu naik, maka kelarutan akan turun
3) Adanya garam : penambahan garam ( gas terlarut ) maka akan membebaskan
zat terlarut
4) Reaksi kimia : gas tertentu karena memberikan re gas tertentu karena
memberikan reaksi kimia kelarut aksi kimia kelarutannya menjadi lebih besar
annya menjadi lebih besar
Kelarutan gas dalam cairan dinyatakan dalam Hukum Henry
C2 = σp
Dimana :
C2 = konsentrasi gas terlarut dalam gram/liter pelarut.
p = tekanan parsial gas yang tidak terlarut di atas larutan dalam mm Hg.
σ = tetapan perbandingan untuk lrutan tertentu yang sedang diselidiki. (Koefisien
kelarutan).
Kelarutan gas dalam cairan kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatan baik
deng dapat dinyatan baik dengan tetapan an tetapan σ hukum Henry maupun dengan
koefisien absorpsi Bunsen, α. Koefisien Bunsen α, didefinisikan sebagai volume gas
dalam liter (reduksi pada keadaan standar 0⁰ C dan tekanan 760 mm Hg ) yang larut
dalam 1 liter pelarut pada kanan parsial liter pelarut pada kanan parsial gas 1 atmosfer
pad gas 1 atmosfer pada temperature tertentu. a temperature tertentu.

Dimana Vgas adalah volume gas pada STP, yang terlarut dalam suatu volume
larutan Vlarutan pada tekanan gas parsial p. Koefisien Bunsen α untuk beberapa gas
dalam air pada 0⁰ C dan 25⁰ C.
B. Kelarutan cairan dalam cairan
Jika kelarutan cairan dalam cairan berdasarkan hukum Raoult maka disebut
sebagai Larutan Ideal. Apabila larutan dianggap mendekati ideal, tekanan dalam
(kal/cm3) diperoleh dengan menggunakan persamaan.

Dimana:
∆Hv = panas penguapan
V = volume molar cairan pada temperatur T
Seringkali satu atau lebih cairan dicampurkan dalam pembuatan larutan
farmasetik. Misalnya alkohol ditambahkan dalam air membentuk larutan
hidroalkohol, minyak menguap dengan air, minyak menguap dengan alkohol
membentuk spirit, dan lain-lain. Contoh sediaan dalam bidang Farmasi yaitu sirup
eliksir, parfum, dan spirit.
C. Kelarutan zat padat dalam cairan
Kelarutan padatan dapat juga disebut Kelarutan endapan adaalh suatu kondisi
kimia dalam cairan, di mana suatu zat padat terdispersi seluruhnya dalam cairan dan
pada titik di mana penambahan zat padat akan menyebabkan terjadinya endapan.
Terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1) Larutan Ideal
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal bergantung pada temperatur, titik leleh
zat padat, panas peleburan molar ΔHf.

dimana:
X2 = kelarutan ideal zat terlarut (fraksi mol)
ΔHf = panas peleburan molar
R = bilangan Avogadro = 1,987
To = Titik leleh zat terlarut (oK)( oC + 273)
T = Temperatur mutlak larutan (oK) )( oC + 273)
2) Larutan Non Ideal
Kelarutan zat padat dalam larutan nonideal dinyatakan dalam persamaan
berikut.

di mana:
y2 = koefisien keaktifan
3) Kelarutan Elektrolit Lemah yang Dipengaruhi pH
Sebuah larutan yang homogen yang jernih untuk mencapai keefektifan yang
maksimum, pembuatannya harus disesuaikan dengan pH maksimum. pH
maksimum dari larutan ini bergantung dari sifat keelektrolitan dari zat terlarut.
 Asam Tidak Terdisosiasi
Untuk mencari pH maksimum sebuah larutan jika zat terlarutnya adalah
elektrolit lemah dan tidak terdisosiasi jelas maka dapat digunakan rumus di
bawah ini.

dimana:
pHp = pH di mana di bawah pH ini obat akan terpisah dari larutan sebagai
asam tidakterdisosiasi
S = konsentrasi molar awal
So = konsentrasi molar dari asam tidak terdisosiasi
 Basa Lemah
Untuk menentukan pH maksimum pada kelarutan basa lemah, maka dapat
dilihat pada persamaan berikut.

dimana:
S = konsentrasi obat yang mula-mula ditambahkan sebagai garam
So = kelarutan molar basa bebas dalam air
pHp = pH dimana di atas pH tersebut obat mulai mengendap sebagai basa
bebas.
Kelarutan zat padat dalam cair dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1) Temperatur
Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zatpadat terutama kelarutan garam
dalam air, sedangkan kelarutan senyawa non polae hanya sedikit sekali
dipengaruhi oleh temperatur.
2) Pengaruh penambahan zat lain
Apabila dilakukan penambahan ion sejenis, jika elektrolit sukar larut
dilarutkan untuk membentuk larutan jenuh maka kelarutan digambarkan
sebagai Ksp sedangkan jika kelarutan menurun dengan adanya ion sejenis,
maka akan meningkat dengan penambahan ion tidak sejenis. Apabila
dilakukan penambahan surfaktan (molekul ampifilik yang tersusun dari bagian
polar/hidrofilik yaitu head dan bagian nonpolar/hidrofobik atau tail) dimana
bagian kepala dapat berupa anionik, kationik, zwitterion (dipolar) dan
nonionik serta bagian ekor merupakan senyawa hidrokarbon rantai panjang.
3) Pengaruh pH
Kelarutan senyawa yang terionisasi dalam air sangat dipengaruhi oleh pH
sedangkan kelarutan senyawa non elektrolit yang tidak terionisasi dalam air
hanya sedikit dipengaruhi pH. Peningkatan pH dapat meningkatkan kelarutan
senyawa asam lemah, dan penurunan pH dapat meningkatkan kelarutan
senyawa basa lemah.
4) Pengaruh polaritas pelarut
Polaritas molekul pelarut dan zat terlarut dapat mempengaruhi kelarutan.
Secara umum, molekul zat terlarut polar akan terlarut pada pelarut polar.
Molekul zat terlarut non-polar akan terlarut dalam pelarut nonpolar.
5) Pengaruh konstanta dielektrik
Senyawa hidrofobik meningkat kelarutannya dalam air dengan adanya
perubahan konstanta dielektrik pelarut yang dapat dilakukan dengan
penambahan pelarut lain (kosolven). Konstanta dielektrik dari suatu sistem
pelarut campur merupakan jumlah hasil perkalian fraksi pelarut dengan
konstanta dielektrik masing-masing pelarut dari sistem pelarut campur
tersebut.
6) Pengaruh ukuran partikel dan molekul
Ukuran partikel dapat memengaruhi kelarutan karena semakin kecil partikel,
rasio antara luas permukaan dan volume meningkat. Meningkatnya luas
permukaan memungkinkan interaksi antara solut dan solvent lebih besar.
Semakin besar ukuran molekul maka akan semakin berkurang kelarutan suatu
senyawa. Semakin besar ukuran molekul zat terlarut semakin sulit molekul
pelarut mengelilinginya untuk memungkinkan terjadinya proses pelarutan.
Dalam senyawa organik, percabangan akan meningkatkan kelarutan karena
semakin banyak percabangan maka akan memperkecil ukuran molekul,
sehingga mempermudah prose pelarutan oleh molekul pelarut.
7) Pengaruh polimorfisme
Polimorfisme adalah kapasitas suatu senyawa untuk terkristalisasi menjadi
lebih satu jenis bentuk kristal. Perubahan dari satu bentuk kristal ke bentuk
yang lain adlaah reversibel, proses ini disebut enantiotropik.

2. Apa yang dimaksud dengan isotonis, hipertonis, hipotonis, isohidris dan


tonisitas.
Jawab
A. Isotonis
Dua buah larutan atau lebih dikatakan isotonis kalau mempunyai tonisitas
yang sama. Jika tonisitas lebih rendah disebut hipotonis, jika lebih tinggi disebut
hipertonis.
Dalam bidang farmasi sering sebuah larutan dikatakan isotonis, hipotonis,
atau hipertonis tanpa menyebutkan larutan pembandingnya. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah larutan tersebut dibandingakn dengan cairan fisiologis seperti
plasma darah, air mata, cairan sitoplasma, dan lain-lainnya. Cairan ini mempunyai
tonisitas yang setara dengan larutan NaCl 0,9 %, atau titik bekunya – 0,52oC.
Berdasarkan buku ilmu resep halaman 203, Isotonis adalah suatu keadaan
pada saat tekanan osmosis larutan obat sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh
kita (darah, air mata).
Menurut R.Voight, hal. 479 Larutan injeksi dan infus serta larutan bahan obat
yang ditetapkan penggunaannya pada mata sebaiknya memiliki sifat yang dapat
diterima mata dengan baik, yang jika dibandingkan dengan cairan darah, cairan
jaringan atau cairan air mata harus sesuai yakni diisotonisasikan artinya turunnya titik
beku terhadap air murni dibuat sama.
Menurut Scoville’s halaman 152, dimana isotonis merupakan larutan yang
memiliki tekanan osmotik yang sama dikatakan isotonik satu sama lain. Untuk cairan
yang digunakan dalam tubuh manusia, larutan isotonik adalah salah satu yang
memiliki tekanan osmotik yang sama dengan cairan tubuh. Demonstrasi
menunjukkan tekanan osmotik itu, ketika 2 larutan atau pelarut dari larutan memiliki
konsentrasi yang lebih besar sehingga meningkatkan volume larutan yang terakhir.
B. Hipertonis
Berdasarkan buku formulasi Steril, hipertonis yaitu turunannya titik beku
besar yaitu tekakan osmosisnya lebih tinggi dari serum darah sehingga menyebabkan
air keluar dari sel darah merah melintasi membran semipermiabel dan menyebabkan
terjadinya penciutan sel%sel darah merah, peristi&a demikian disebut plasmolisa.
Berdasarkan buku ilmu resep halaman 202-203, hipertonis adalah tekanan
osmosis laruitan obat lebih besar daripada tekanan osmosis iran tubuh. 'ika larutan
injeksi hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik luar dari sel sehingga sel
akan mengerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan idak akan menyebabkan
kerusakan sel tersebut. keadaan hipertonis adalah jika nilai B negarif, maka b,c >0,52.
C. Hipotonis
Berdasarkan buku formulasi steril halaman 50, hipotonis turunannya titik
beku kecil, yaitu tekanan osmosisnya lebih rendah dari serum darah sehingga
menyebabakanb air akan melintasi membran sel darah merah yang permeabel
memperbesar sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel.
Menurut buku ilmu resep halaman 202-203, hipotonis adalah tekanan osmosis
larutan obat lebih kecil daripada tekanan osmosis cairan tubuh, jika larutan injeksi
yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk kedalam
sel, akibatnya sel akan mengembang dan peeah, dan keadaan ini bersifat tetap, 'ika
yang peeah itu sel darah merah, disebut hemodialisis. Pecahnya sel ini akan dibawa
ke aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil. Keadaan hipotonis
adalah jika nilai B positif maka b, C<0,52.
D. Isohidris
Berdasarkan buku formulasi steril halaman 54, Isohidris adalah kondisi suatu
larutan zat yang pHnya sesuai dengan pH fisiologis tubuh sekitar 7,4. Sedangkan
bersadarkan buku ilmu resep halaman 20, Isohidris adalah pH optimal untuk darah
atau cairan tubuh yang lain adalah7,4.
E. Tonisitas
Berdasarkan buku farmasi fisik halaman 2483, tonisitas larutan dapat
ditentukan dengan menggunakan salah satu yaitu hemolisis, pengaruh berbagai
larutan diperiksa berdasarkan timbulnya efek ketika disuspensikan dengan darah.
Berdasarkan SDF halaman 358, tonisitas mengacu pada tekanan osmotik yang
diberikan oleh larutan atau padatan terlarut ini. Cairan air mata dan cairan tubuh
lainnya mengerahkan tekanan osmotik sama dengan normal saline atau 0,9% larutan
natrium klorida. Larutan dengan sejumlah besar zat terlarut dari cairan mata memiliki
tekanan osmotik yang lebih besar  dan disebut hipertonik, sebaliknya, larutan dengan
zat terlarut kurang memiliki tekanan osmotik yang lebih rendah hipotonik. Mata
dapat mentoleransi larutan yang memiliki nilai tonisitas mulai dari setara 0,5%
menjadi natrium klorida 1,6% tanpa ketidaknyamanan besar.
3. Lartan buffer dan metode pembuatannya
Larutan penyangga atau disebut juga larutan buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan harga pH. Jadi, harga pH larutan penyangga praktis tidak akan
berubah meskipun ada penambahan sedikit asam, basa, atau pengenceran. Larutan
buffer memiliki komponen asam yang dapat menahan kenaikan pH dan komponen
basa yang dapat menahan penurunan pH. Komponen tersebut merupakan konjugat
dari asam basa lemah penyusun larutan buffer itu sendiri. Dengan demikian, larutan
penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan
basa konjugatnya ataupun basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut
sebagai reaksi asam-basa konjugasi.
Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan pH tertentu terhadap usaha mengubah pH, seperti penambahan
asam, basa, ataupun pengenceran. Dengan kata lain pH larutan penyangga tidak akan
berubah walaupun pada larutan tersebut ditambahkan sedikit asam kuat, basa kuat
atau larutan tersebut diencerkan (Sunarya, 2009). Dalam berbagai aktifitas yang
melibatkan reaksi-reaksi dalam larutan seringkali diperlukan pH yang harganya tetap.
Misalnya kita memerlukan suatu larutan dengan pH = 4 selama melakukan
percobaan, dan pH-nya tidak berubah-ubah.
Secara umum, larutan penyangga digambarkan sebagai campuran yang terdiri
dari:
 Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A– ), campuran ini menghasilkan
larutan bersifat asam.
 Basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH+ ), campuran ini menghasilkan
larutan bersifat basa.
A. Jenis – jenis larutan buffer
1) Larutan Penyangga Asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Larutan ini
dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya (yang merupakan basa
konjugasi dari asamnya). Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu
asam lemah dengan suatu basa kuat, asam lemahnya dicampurkan dalam
jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung
basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan.
Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium hidroksida,
kalium hidroksida, barium hidroksida, kalsium hidroksida, dan lain – lain.
2) Larutan penyangga basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Larutan ini
dapat dibuat dari basa lemah dan garam (yang berasal dari asam kuat).
Adapun cara lainnya yaitu: mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu
asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih (Krisbiyanto,
2008).
B. Sifat Larutan Buffer
Menurut Harnanto (2009), sifat-sifat larutan buffer sebagai berikut
1) pH larutan buffer praktis tidak berubah pada penambahan sedikit asam
kuat atau sedikit basa kuat atau pengenceran.
2) pH larutan buffer berubah pada penambahan asam kuat atau basa kuat
yang relatif banyak, yaitu apabila asam kuat atau basa kuat yang
ditambahkan menghabiskan komponen larutan buffer itu, maka pH
larutan akan berubah drastis.
3) Daya penyangga suatu larutan buffer bergantung pada jumlah mol
komponennya, yaitu jumlah mol asam lemah dan basa konjugasinya atau
jumlah mol basa lemah dan asam konjugasinya.
C. Fungsi Larutan Buffer
Larutan buffer digunakan secara luas dalam kimia analitis, biokimia, dan
bakteriologi, juga dalam fotografi, industri kulit, dan zat warna. Dalam tiap bidang
tersebut, terutama dalam biokimia dan bakteriologi, diperlukan rentang pH tertentu
yang sempit untuk mencapai hasil optimum. Kerja suatu enzim, tumbuhnya kultur
bakteri, dan proses biokimia lainnya sangat sensitif terhadap perubahan pH.
Cairan tubuh, baik cairan intra sel maupun cairan luar sel, merupakan larutan
buffer. Sistem buffer yang utama dalam cairan intra sel adalah pasangan asam basa
– 2-
konjugasi dihidrogenfosfat-monohidrogenfosfat ( H2PO4 - HPO4 ) . Sistem
inibereaksi dengan asam dan basa sebagai berikut.
H2PO4 2- (aq) + H+ (aq) H2PO4 – (aq)
H2PO4 – (aq)+ OH– (aq) H2PO4 2- (aq) + H2O(l)
Adapun sistem penyangga utama dalam cairan luar sel (darah) adalah pasangan asam
- -
basa konjugasi asam karbonat bikarbonat (H2CO3 HCO3 ). Sistem ini bereaksi
dengan asam dan basa sebagai berikut.
H2CO3 (aq) + OH– (aq) HCO3 - (aq) + H2O(l)
HCO3 - (aq) + H+ (aq) H2CO3 (aq)
Sistem penyangga di atas membantu menjaga pH darah hampir konstan, yaitu sekitar
-
7,4. Perbandingan konsentrasi HCO3 terhadap H2CO3yang diperlukan untuk
menjadikan pH = 7,4 adalah 20 : 1. Jumlah HCO3 - yang relatif jauh lebih banyak itu
dapat dimengerti karena hasil hasil metabolisme yang diterima darah lebih banyak
yang bersifat asam. Proses metabolisme dalam jaringan terus-menerus membebaskan
asam-asam seperti asam laktat, asam fosfat, dan asam sulfat. Ketika asam-asam itu
memasuki pembuluh darah maka ion HCO3- akan berubah menjadi H2CO3,
kemudian H2CO3 akan terurai membentuk CO2. Pernapasan akan meningkat untuk
mengeluarkan kelebihan CO2 melalui paru-paru. Apabila darah harus menerima zat
-
yang bersifat basa maka H2CO3akan berubah menjadi HCO3 . Untuk
-
mempertahankan perbandingan HCO3 / H2CO3 tetap 20 : 1 makasebagian CO2
yang terdapat dalam paru-paru akan larut kedalam darah membentuk H2CO3.
Apabila mekanisme pengaturan pH dalam tubuh gagal,seperti dapat terjadi
selama sakit, sehingga pH darah turundibawah 7,0 atau naik ke atas 7,8, dapat
menyebabkan kerusakanpermanen pada organ tubuh atau bahkan kematian.
D. Harga pH Larutan Buffer
Dalam suatu larutan penyangga, terjadi reaksi kesetimbangan dari asam lemah
maupun dari basa penyusunnya. Harga pH larutan penyangga akan bergantung pada
harga Ka dari asam lemah dan Kb dari basa lemah serta perbandingan konsentrasi
basa lemah dengan basa konjugatnya maupun perbandingan konsentrasi basa lemah
dengan asam konjugatnya.
1) Larutan penyangga asam lemah dengan basa konjugatnya
Harga pH larutan penyangga lemah dan basa konjugat ditentukan oleh
perbandingan konsentrasi asam lemah dan basa konjugatnya. Contoh larutan
penyangga yang mengandung asam asetat (CH3COOH) dan ion asetat
(CH3COO- ), yang berasal dari garam CH3COONa.
CH3COOH ↔ H+ (aq) + CH3COO (aq)
CH3COONa → Na+ (aq) + CH3COO (aq)
Asam asetat hanya terionisasi sebagian dan terjadi kesetimbangan dengan ion-
ionnya, sedangkan garam CH3COONa akan terionisasi seluruhnya menjadi
ion-ionnya. Tetapan ionisasi asam asetat adalah :

Dan konsentrasi ion H+ dalam larutan penyangga dapat dinyatakan menurut


persamaan berikut.

Secara umum, harga pH larutan penyangga dari campuaran asam lemah


(dimisalkan HA) dan basa konjugatnya (A- ) hanya dipengaruhi oleh
konsentrasi asam lemah dan konsentrasi basa konjugatnya, yang
dinyatakan dalam persamaan berikut.

Jika konsentrasi asam dan basa konjugat dinyatakan dalam mol per liter
larutan, maka dari persamaam tersebut diperoleh :
Dari persamaan ini akan dapat dihitung harga pH dari suatu larutan
penyangga yang mengandung campuran asam lemah dan basa
konjugatnya.
2) Larutan Penyangga basa lemah dan asam konjugasinya
Bentuk kedua dari larutan buffer adalah larutan buffer yang berasal dari
basa lemah dan asam konjugasinya, maka jenis buffer ini juga mengalami
kesetimbangan. Dengan cara yang sama, kita dapat memperoleh harga
kesetimbangan larutan buffer dari basa lemah dan asam konjugasinya,
yaitu:

4. Orde reaksi dan jenis-jenisnya


Jawab
Menurut Chang (2004) Orde reaksi (reaction order) menyatakan Jumlah dari
pangkatpangkat setiap konsentrasi reaktan yang ada dalam hukum laju tersebut.
Diantaranya :
A) Orde Nol
A zeroth-order reaction is one that has the rate law, throughout the course of
the reaction, the rate remains constant (=k), independent of the concentration of the
reactant (Mc Furry and Fay, 2004).
(Reaksi orde nol adalah salah satu yang memiliki tingkat hukum, sepanjang
perjalanan dari reaksi nilai (= k) konstan, tetap dari konsentrasi reaktan)
Reaksi orde nol (zero-order reaction) ialah apabila perubahan konsentrasi pereaksi
tidak mempengaruhi laju reaksi.
B) Orde Satu

A first-order reaction is one whose rate depends on the concentration of a


single reactant raised to the first power (Mc Furry and Fay, 2004).
(reaksi orde pertama adalah salah satu yang tergantung pada tingkat
konsentrasi dari reaktan dipangkatkan dengan satu).
Reaksi orde pertama (first-order reaction) ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu.
C) Orde Dua

A second-order reaction is one whose rate depends either on the consentration


of a single reactant raised to the second power or on the consentrations of two
defferent reactants, each raised to the first power (Mc Furry and Fay, 2004).
(Reaksi orde kedua adalah salah satu yang tingkat tergantung baik pada
konsentrasi dari reaktan tunggal pangkat dua atau pada konsentrasi dua reaktan yang
berbeda, masing-masing dipangkatkan satu).
Reaksi orde kedua (second-order reaction) ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada
konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masingnya dipangkatkan satu.

5. Koefisien Partisi
Jawab
Koefisien distribusi sering disebut juga dengan koefisien partisi. Koefisiennya
yakni angka dalam persamaan kimia yang menunjukkan kuantitas relatif spesies yang
terlihat dalam suatu reaksi. Tetapan kesetimbangannya yang menjelaskan distribusi
spesies zat terlarut diantara dua pelarut yang tak campur. Dalam penggunaan notasi
pH memungkinkan semuua tingkat keasaman dan kebasaan yang banyak dijumpai
dalam bidang kimia dinyatakan dalam skala 0 sampai 14 sesuai dengan konsentrasi
ion H+ yang terdapat didalam larutan. Larutan dengan pH <7 dinyatakan sebagai
asam, larutan dengan pH >7 dinyatakan sebagai basa, sementara larutan dengan pH
=7 dinyatakan sebagai larutan netral. Tingkat penetrasi sebuah substansi koefisien
partisi senya(a yang sama mudahnya larut dalam air yang mudah menerobos
masuk kedalam. Kebanyakan obat mele(ati membran sel dengan cara difusi pasif.
Dalam  proses ini diperlukan energi! dan obat bergerak menembus membran sel
berdasarkan adanya suatu perbedaan kadar obat antara dua permukaan membran serta
kelarutan obat dalam lipid bilayer yang membentuk membran sel. Selain bergantung
pada kelarutan obat dalam lipid kecepatan difusi juga dipengaruhi oleh koefisien
partisi lipid-air dari obat tersebut (Day dan Underwood, 2001)

6. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Stabilitas Obat


Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas obat menurut Gokani,
H. Rina D, N. Kinjal (2012) :
A. Oksigen
Oksigen merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam reaksi
oksidasi. Reaksi oksidasi ini dapat mempengaruhi kestabilan obat karena
dapat mendegradasi obat tersebut.
B. Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu
akan mempercepat reaksi kimia suatu obat. Suhu yang terlalu tinggi akan
menyebabkan stabilitas obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan
penurunan kadar dari obat tersebut.
C. pH
pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat. Obat biasanya stabil pada
pH 4 sampai 8. Dengan adanya penambahan asam ataupun basa dapat
menyebabkan penguraian larutan obat menjadi dipercepat dan menyebabkan
obat menjadi tidak stabil.

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1 Edisi 3. Jakarta :
Erlangga.
Darmaji. 2005. Kimia Fisika I. Jambi : Universitas Jambi.

Day, R.A dan Underwood, A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study : Regulatory
Requirenment. International Journal of Advances in Pharmaceutical
Analysis. 2(3) : 62-67.
Krisbiyanto Adi. 2008. Panduan Kimia Praktis. Jakarta: Pustaka Widyatama.
McMurry, J and R.C. Fay. 2004. Chemistry 4th Edition. Belmond CA : Pearson
Education International.
Santi Sinala. 2016. Farmasi Fisika. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Sunarya Yayan. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional
Tungadi, Robert. 2009. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Gorontalo : Jurusan

Farmasi Universitas Negeri Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai