Anda di halaman 1dari 17

Makalah Ergonomi

Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA

Disusun oleh :
Kelompok 5

Kartika Suci 13518603


Putrie Nurul Aulia H 15518680
Shohaibatul A 16518705
Teresa Kiseki 17518030
Tyana Cintya 17518168

DEPOK
APRIL 2021
Faktor-faktor Manusiawi dalam Desain Lingkungan Kerja
1. Kaitan antara Psi. Rekayasa/Ergonomi dengan Psi. Lingkungan

Istilah “ergonomi“ berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos
(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi
berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam
ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan
lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan
suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga “Human Factors”.

Psikologi Lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan


lingkungan fisik, merupakan salah satu cabang Psikologi yang tergolong masih
muda. Teori-teori Psikologi Lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori
besar yang berkembang dalam disiplin Psikologi maupun di luar Psikologi.

Maka dapat disimpulkan bahwa kaitan antara kedua nya adalah ergonomi
mempelajari aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya termasuk
psikologis nya yang dipelajari dalam psikologi lingkungan yang berkaitan
dengan lingkungan fisik,

2. Iluminasi

A. Sekilas Tentang Psi. Lingkungan


Menurut teori Gestalt, proses persepsi dan kognisi manusia lebih
penting daripada mempelajari perilaku tampak nyata (overt behaviour). Bagi
Gestalt, perilaku manusia lebih disebabkan oleh proses-proses persepsi.
Objek, perseptor, dan setting merupakan satu kesatuan dalam proses
persepsi. Dalam kaitannya dengan Psikologi Lingkungan, maka persepsi
lingkungan merupakan salah satu aplikasi dari teori Gestalt.
Teori yang berorientasi lingkungan dalam Psikologi lebih banyak dikaji
oleh behavioristik. Perilaku terbentuk karena pengaruh umpan balik
(pengukuh positif dan negatif) dan pengaruh modelling. Dilukiskan bahwa
manusia sebagai black-box yaitu kotak hitam yang siap dibentuk menjadi
apa saja. Dalam Psikologi Lingkungan, teori yang berorientasi lingkungan,
salah satu aplikasinya adalah geographical determinant yaitu teori yang
memandang perilaku manusia lebih ditentukan faktor lingkungan dimana
manusia hidup yaitu apakah di pesisir, di pegunungan, ataukah di daratan.
Adanya perbedaan lokasi di mana tinggal dan berkembang akan
menghasilkan perilaku yang berbeda.

B. Kaitan antara Psi. Lingkungan dengan Psi. Rekayasa


Maka dapat disimpulkan bahwa kaitan antara kedua nya adalah
ergonomi mempelajari aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya
termasuk psikologis nya yang dipelajari dalam psikologi lingkungan yang
berkaitan dengan lingkungan fisik,

C. Pengertian Iluminasi
Penerangan (iluminasi). Sinar yang menyilaukan merupakan faktor
lain yang mengurangi efisiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata
(eyestrain). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi
adalah kadar (intensity) cahaya, distribusi cahaya, dan sinar- sinar yang
menyilaukan.

D. Efek Iluminasi dalam Lingkungan Kerja Terhadap Kerja


Faktor pencahayaan merupakan salah satu faktor lingkungan kerja
yang termasuk kelompok faktor resiko, jika intensitas pencahayaan tidak
memadai maka dapat menyebabkan produktivitas tenaga kerja menurun.
Pencahayaan juga berpengaruh terhadap kesehatan mata dan secara tidak
langsung mempengaruhi tingkat konsentrasi terhadap pekerjaan. Kondisi
pencahayaan tempat kerja yang redup umumnya menyebabkan tenaga
kerja berupaya untuk dapat melihat pekerjaan dengan sebaik-baiknya
dengan cara melihat secara terus menerus, sehingga dapat terjadi
ketegangan mata (eye strain), terjadi ketegangan otot dan saraf sehingga
menimbulkan kelelahan mata, otot saraf dan kelelahan mental, sakit
kepala, konsentrasi dan kecepatan berpikir menurun, demikian juga
kemampuan intelektualnya juga mengalami penurunan (Tarwaka, 2004).

Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan


keadaan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan terkait erat dengan
produktivitas manusia dalam pekerjaan. Faktor penting pencahayaan
dalam lingkungan kerja dibuktikan dengan adanya riset terdahulu di
bagian pengepakan (Fathoni Firmansyah, 2010).

E. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Iluminasi Secara Ringkas


Intensitas Penerangan yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai
berikut :

a)  Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan


perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit
20 luks.

b)  Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan


barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas
penerangan 50 luks.

c)  Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan


barang-barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 100 luks.

d)  Penerangan untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang kecil


agak teliti paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200
luks.

e)  Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari


barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 300 luks.

f)  Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang


halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus
mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500 - 1.000 luks.

g)  Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang


yang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam waktu
yang lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit
2.000 luks.

F. Efek dari Regulasi Panas Tubuh Terhadap Kerja

Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces,


peleburan, boiler, oven, tungku pemanas atau bekerja di luar ruangan di
bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas
pada lingkungan panas tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan
reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan
dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh
dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut Suma’mur (1984)
dan Priatna (1990) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir
menetap (homoeotermis) oleh suatu pengaturan suhu (thermoregulatory
system ). Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di
antara panas yang dihasilkan dari metabolisme tubuh dan pertukaran panas
di antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya.

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh


untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Pulat (1992) bahwa
reaksi fisiologis tubuh (Heat Strain) oleh karena peningkatan temperatur
udara di luar comfort zone adalah sebagai berikut:

a)  Vasodilatasi

b)  Denyut jantung meningkat

c)  Temparatur kulit meningkat

d)  Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dll.

G. Beberapa Penelitian Tentang Efek Suhu Tubuh Terhadap Kerja

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu


lingkungan panas yang berlebihan dapat di jelaskan sebagai berikut:

1. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya


kelelahan, sering melakukan istirahat curian dll.

2. Dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang


berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak
cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan
tubuh <1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal
dan mulut mulai kering.

3. Heat Rash. Keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal
kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja
perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan
bedak penghilang keringat.

4. Heat Cramps. Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki)


akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam
natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena
minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.
5. Heat Syncope atau Fainting. Keadaan ini disebabkan karena aliran
darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah di bawa
kepermukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan
suhu tinggi.

6. Heat Exhaustion. Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu


banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering,
sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak
dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara
panas.

H. Beberapa Penelitian Tentang Pengaruh Suhu Terhadap Kerja

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu


organisasi adalah kinerja karyawannya. Usaha untuk meningkatkan kinerja
karyawan, diantaranya adalah dengan memperhatikan stres kerja. Stres
merupakan suatu kondisi keadaan seseorang mengalami ketegangan
karena adanya kondisi yang mempengaruhinya, kondisi tersebut dapat
diperoleh dari dalam diri seseorang maupun lingkungan diluar diri
seseorang. Faktor-faktor lingkungan fisik ini mencakup suhu, udara,
kebisingan, dan penerangan ditempat kerja. Faktor-faktor fisik inilah yang
akan sangat mempengaruhi kinerja dari karyawan yang ada berada
ditempat kerja tersebut.

a. Peningkatan suhu dapat menghasilkan kenaikan prestasi kerja, namun


disisi lain dapat pula menurunkan prestasi kerja. Kenaikan suhu pada
batas tertentu dapat menimbulkan semangat yang akan merangsang
prestasi kerja, tetapi setelah melewati ambang batas tertentu kenaikan
suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang dapat
mengakibatkan terganggunya prestasi kerja.
b. Temperatur atau Suhu Udara pada ruang kerja merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi konsumsi energi seseorang.

c. Ruangan kerja para pekerja harus dibuat senyaman mungkin agar para
pekerja juga dapat menyelesaikan tugasnya dengan maksimal. Untuk
menentukan suhu ruangan yang pas, memang tidaklah mudah karena
semua itu juga bergantung pada kondisitubuh masing-masing pekerja
yang akan bekerja di ruangan tersebut. Tetapi paling tidak, pihak
perusahaan dapat melakukan beberapa percobaan untuk mengetahui
suhu ruangan yang paling pas agar pekerja di ruangan tersebut dapat
berkerja secara maksimal.

I. Efek Cuaca dan kondisi yang berhubungan terhadap kerja

Cuaca dan Mood

Dalam sebuah penelitian di Jerman terhadap lebih dari 1600 individu,


terbukti bahwa individu yang terekspos oleh sinar matahari secara reguler
memiliki stabilitas mood yang berbeda dibanding dengan yang tidak.
Dalam studi ini dijabarkan bahwa kulit yang terekspos sinar matahari akan
memicu produksi zat serotonin di otak. Zat serotonin sendiri merupakan
zat biokimia yang membantu mengurangi depresi dan kegelisahan,
sekaligus memicu kesenangan. Peningkatan zat serotonin dalam tubuh
akan menstabilkan mood dan membantu individu untuk lebih fokus.
Sementara kadar serotonin yang rendah diindikasikan dengan efek negatif
dan depresi.

J. Beberapa penelitian tentang cuaca terhadap kerja

Cuaca dan Produktivitas


Apa Anda pernah membaca buku, menghabiskan beberapa paragraf
dan halaman, namun sampai di suatu titik Anda tidak merasa membaca
sesuatu? Lalu dengan terpaksa, Anda harus menghabiskan beberapa waktu
lagi untuk mengulang bacaan Anda dari titik terakhir yang Anda ingat.
Bila ya, maka secara tidak sadar Anda sudah melakukan mind wandering.
Dalam sehari, rata-rata otak manusia melakukan mind wandering adalah
50-80%. Dapat dibayangkan betapa terbatasnya waktu otak dalam mode
fokus dibandingkan dengan mode mind wandering. Padahal tingginya
intensitas mind wandering sering dihubungkan dengan tingginya
kegelisahan, depresi, kurang fokus, dan dalam kasus terparah dapat
memicu dementia.

Sebaliknya, produktivitas tentu akan meningkat secara otomatis


dengan peningkatan fokus dan konsentrasi. Namun pertanyaannya,
bagaimana kita bisa mengaktifkan mode fokus otak saat bekerja? Cuaca,
dalam hal ini, memiliki pengaruh dalam tingkat konsentrasi. Ada tiga
faktor utama yang dapat mempengaruhi konsentrasi yaitu; kelembapan,
temperatur, dan waktu atas cahaya matahari. Dari ketiga faktor ini,
kelembapan merupakan faktor yang terbukti secara dramatis
mempengaruhi konsentrasi. Kelembapan yang terlalu tinggi ternyata
beresiko mengurangi konsentrasi. Hal ini juga berarti di waktu hujan
ketika tingkat kelembapan terlalu tinggi, maka konsentrasi bisa berkurang.

Di sisi lain, temperatur udara juga terbukti berpengaruh pada tingkat


skeptisme individu. Sementara lawannya, optimisme, dipengaruhi secara
signifikan oleh waktu atas cahaya matahari. Semakin lama seseorang
terpapar cahaya matahari, diindikasikan bahwa orang tersebut cenderung
akan lebih optimis. Bahkan dalam studi lanjut, optimisme juga dikaitkan
dengan perilaku suka membantu, sehingga tingginya waktu atas cahaya
matahari juga berpengaruh terhadap perilaku membantu seseorang.
Bagaimana cuaca dapat mempengaruhi mood dan produktivitas
merupakan dimensi yang jarang dipertimbangkan oleh perusahaan.
Padahal ternyata perubahan cuaca dapat berpengaruh terhadap lingkungan
pekerjaan Anda. Ada baiknya bagi perusahaan untuk mulai memperbaiki
infrastruktur kantor maupun pabrik, sehingga karyawan dapat bekerja
dengan lebih maksimal. Untuk jangka panjang, perusahaan juga bisa
mengurangi klaim atas gangguan kesehatan dan meningkatkan atmosfir
kerja yang lebih kondusif.

K. Efek pencemaran udara terhadap kinerja

Pada tingkat konsentrasi tertentu zat-zat pencemar udara dapat


berakibat langsung terhadap Kesehatan manusia, bak secara mendadak
atau akut. Gangguan Kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara
dengan sendirinya dipengaruhi daya kerja seseorang, yang berakibat
turunnya nilai produktivits serta mengakibatkan timbulnya permasalahan
social ekonomi.

Polusi udara tidak hanya terkait terhadap masalah pernapasan,


kerusakan otak, dan membuat lansia lebih cepat pikun saja. Tetapi, tingkat
polusi udara dapat menjadi indikator perekonomian suatu negara, karena
polusi mempengaruhi kinerja dan produktivitas individu.

Para peneliti dari Columbia University's Mailman School of Public


Health, yang dipimpin oleh Matthew Neidell menyelidiki apakah tingkat
polusi udara di suatu wilayah dapat mempengaruhi kinerja para pekerja.
Studi ini berkaca pada studi sebelumnya yang mencatat bahwa jumlah
pasien rawat inap dan angka kematian berkurang setelah dibuat kebijakan
terhadap usaha mengurangi polusi.

Tanpa disadari, seseorang akan mudah jatuh sakit jika kondisi udara di
lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat dan penuh polusi. Hal ini
menyebabkan jumlah pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit
makin meningkat dan mengurangi tingkat produktivitas masyarakat suatu
negara. Peneliti menemukan bahwa perubahan sebanyak 10 ppb (parts-per-
billion) saja dalam lapisan ozon, rata-rata dapat mempengaruhi 5,5 persen
perubahan yang signifikan dalam produktivitas pekerja. Selain itu hasil
pertanian juga mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan
meningkatnya polusi udara.

L. Pencemaran udara terhadap kerja


Kualitas udara dalam ruang sangat memengaruhi manusia karena
sebagian besar manusia menghabiskan 85-90% waktunya di dalam ruang.
Keberadaan bahan pencemar udara dihasilkan dari proses alam maupun
aktivitas manusia. Kontribusi pencemar udara akibat aktivitas manusia
berasal dari sumber pencemar tidak bergerak seperti lingkungan kerja
perkantoran, industri, maupun sumber bergerak seperti kendaraan
bermotor (BBTKL dan PPM, 2009).
Pencemar udara yang paling dominan dan memengaruhi kesehatan
manusia adalah partikel, CO, NOx, SOx, dan Hidrokarbon (Sugiarti,
2009). Kondisi lingkungan dan perilaku pekerja yang tidak aman
merupakan dua hal terbesar yang menjadi penyebab terjadinya masalah
kesehatan terutama pada manusia.
Sesuai dengan baku mutu. Tingginya suhu udara dapat mempercepat
terjadinya perubahan kadar gas atau pencemar di udara. Semakin tinggi
suhu udara, maka partikel akan menjadi semakin kering dan ringan
sehingga partikel tersebut menjadi lebih reaktif serta bertahan lama di
udara.
Sesak nafas atau kesulitan bernafas merupakan salah satu gejala
penyakit yang mengenai jaringan parenkim paru dan rongga pleura.
Seseorang yang mengalami sesak nafas sering mengeluh merasa tercekik
atau nafas menjadi pendek (Pranowowati dan Maryanto, 2010). Keluhan
sesak nafas yang dialami pekerja terjadi apabila pekerja berjalan cepat di
tempat yang datar atau berjalan biasa di tempat yang sedikit menanjak.
M. Efek tekanan udara dan O2 terhadap kerja
Oksigen (O2) sangat diperlukan dalam semua kegiatan tubuh. Oleh
karena itu, pemasukan oksigen dari luar ke dalam tubuh tidak boleh
terhenti. Pada penderita tetanus, untuk memenuhi keperluan oksigennya
sering dilakukan trakeostomi, yaitu pengeboran batang tenggorok (trakea)
yang langsung dihubungkan dengan udara luar. Pada saat tekanan oksigen
dalam arteri 100 mmHg, setiap 100 ml darah dapat mengangkut 19 ml O2.
Dari 19 ml O2 tersebut, 12 ml oksigen ikut terbawa darah dalam vena,
sedangkan yang 7 ml disampaikan ke sel-sel jaringan tubuh. Jadi seorang
laki-laki dengan 5 liter darahnya dapat menyampaikan 350 ml oksigen
setiap satu kali beredar.
Untuk kekuatan dan ketahanan aerobik diperlukan otot-otot yang
mempunyai kapasitas oksidasi yang tinggi dan pengangkutan O2 yang
cukup dari paru dengan pertolongan jantung ke otot. Kekurangan O2
menyebabkan kecepatan pernapasan bertambah, sedangkan bila
konsentrasi CO2 bertambah kecepatan pernapasan bertambah pula.

3. Jenis Kondisi tanpa bobot kerja:


A. Kondisi Fisik dari lingkungan kerja

Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu


diperhatikan oleh pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah
satu cara yang dapat ditempuh untuk menjamin agar karuyawan dapat
melaksanakan tugas tanpa mengalami gangguan. Memperhatikan kondisi
fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal ini berarti berusaha
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat kerja
tersebut.
Kondisi fisik dari lingkungan kerja menurut Newstrom berarti bahwa
faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor yang lainnya dapat
mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang
termasuk didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat
kebisingan, jumlah dan macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat
kimia dan polusi-polusi, ciri-ciri estetis seperti warna dinding dan lantai
dan tingkat ada (atau tidaknya) seni didalam bekerja, musik, tumbuh-
tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi tempat kerja.
Menurut Handoko (1995), lingkungan kerja fisik adalah semua
keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja, yang meliputi temperatur,
kelembaban udara, sirkulasi juadara, pencahayaan, kebisingan, getaran
mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain yang dalam hal ini berpengaruh
terhadap hasil kerja manusia tersebut.

B. Efek terhadap kerja


Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari kerja adalah
menurunnya motivasi kerja dan kinerja karyawan. Motivasi kerja sangat
dibutuhkan oleh individu karyawan sebagai dorongan untuk menciptakan
gairah kerja. Kinerja karyawan timbul sebagai respon efektif atau
emosional terhadap tugas pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Beban
kerja yang tinggi akan menyebabkan munculnya stres pada karyawan.
Stres kerja disebabkan oleh konflik kerja, beban kerja, waktu kerja,
karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan.

C. Pengertian Akselerasi
Akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran
yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa
(unggul) dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan
mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal.
Dengan kata lain peserta didik dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih
cepat dari siswa lainnya (siswa yang mengikuti program reguler).
Secara singkat akselerasi mengandung pengertian, sebagai model
pembelajaran yaitu lompat kelas, dimana peserta didik berbakat yang
memiliki kemampuan unggul diberi kesempatan untuk mengikuti
pelajaran pada kelas yang lebih tinggi. Kurikulum atau akselerasi program,
menunjuk pada peringkasan program sehingga dapat dijalankan dalam
waktu yang lebih cepat. Memperoleh konten materi dengan irama yang
lebih dipercepat sesuai dengan kemampuan potensial siswa.

D. Efek akselerasi terhadap kerja


Percepatan waktu dalam pembelajaran akselerasi membawa
konsekuensi yang tidak ringan baik itu dalam hal penyediaan fasilitas
belajar muapun kemampuan kinaerja karyawan untuk melaksanakannya.
Jika pembelajaran akselerasi pelaksanaannya sama dengan pembelajaran
biasa hanya waktunya saja yang diperpendek maka mustahil tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Untuk itu perlu dilakukan pembelajaran yang
mampu mengoptimalkan kemampuan para pekerja, terutama kemampuan
kognitif.

E. Pengertian ilusi
Ilusi adalah sebuah kondisi mempersepsikan berbeda terhadap sebuah
obyek, atau suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya
rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Dengan kata lain,
ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada panca
indera. Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah,
dapat meng-interpretasikan suara gemerisik daun- daun sebagai suara yang
mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar
biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh
racun, infeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat adiktif.
Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual
(penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik
(pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan).

F. Efek ilusi terhadap kerja


Ilusi adalah kesalahan dalam memberikan arti terhadap stimulus yang
diterima. Misalnya tonggak dikira sebagai orang yang sedang berdiri.
Faktor-faktor penyebab terjadinya illusi antara lain:
1. Faktor ke-alaman
Ilusi terjadi karena faktor alam, misalnya illusi ekho (gema), illusi
kaca.
2. Faktor stimulus
a) stimulus yang mempunyai arti lebih dari satu dapat menimbulkan
illusi. Misalnya : gambar yang ambiguous.
b) stimulus yang tidak dianalisis lebih lanjut, yang memberikan
impresi secara total. Misalnya Illusi Muller-Lyer,
3. Faktor individu
Disebabkan karena adanya kebiasaan dan adanya kesiapan
psikologis (mental set).
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Avin Fadilla. (1999). Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin


Psikologi. VII(2).
Nurmianto, Eko. “Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Kedua”
Guna Widya, Surabaya, Indonesia, 2008.
Prasetyo, Yudik. 2003. Adaptasi Sistem Pernapasan Terhadap Latihan.
Universitas Negeri Yogyakarta Jurnal.
Purwanti, Indah, dkk. (2013). Analisa Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan
Mata Operator Di Ruang Kontrol PT. XYZ. e-Jurnal Teknik Industri FT
USU. 3(4): 43-48.
Rochman, Taufiq, dkk. (2012). Perancangan Ulang Fasilitas Fisik Kerja Operator
di Stasiun Penjilidan pada Industri Percetakan Berdasarkan Prinsip Ergonomi.
Performa. 11(1): 1-8.
Silalahi, Novia Febrianti. (2019). “Pengukuran Lingkungan Fisik Dan Keluhan
Subjektif Pada Pekerja Di Bagian Produksi Pt. Socfin Indonesia Perkebunan
Aek Pamienke”. Jurusan Kesehatan Lingkungan. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan.
Sugiarti. 2009. Kualitas fisik dan kimia udara, karakteristik pekerja, serta keluhan
pernapasan pada pekerja percetakan Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
(2015). 195-205.
Tarwaka., HA.Bakri, S., & Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS.
Widarobi, Rio, dkk. (2013). Pengaruh Pencahayaan Terhadap Beban Kerja Mental
di Area Kerja Scroll Cut. Jurnal Teknik Industri. 1(3): 193-199.

Anda mungkin juga menyukai