Disusun oleh :
Kelompok 2
(A12.1)
A. Latar belakang
Gejala klinis dari apendisitis adalah nyeri kuadran bawah dan disertai demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Apendisitis juga mempunyai
komplikasi. Komplikasi utama pada apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses (Smeltzer, 2001). Untuk menangani gejala
dan mencegah komplikasi tersebut, maka diperlukan penatalaksanaan yang tepat pada
pasien dengan apendisitis.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
A. Definisi
Usus buntu adalah bagain kecil, seperti jari yang melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Karena proses pengosongan ke dalam usus besar tidak efisien dan
lumen yang kecil, maka rentan untuk terhambat dan rentan terhadap infeksi (apendisitis).
Usus buntu yang terhalang dapat menjadi radang dan edema dan akhirnya terisi dengan
nanah. Ini adalah yang paling penyebab umum dari peradangan akut pada kuadran kanan
bawah dari rongga perut (Brunner&Suddarth’s, 2008).
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks (ujung seperti jari-jari
kecil sepanjang kurang lebih 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal),
disebabkan oleh bakteri, dicetuskan oleh sumbatan lumen seperti fekalit, tumor appendiks
dan cacing askaris (UNIMUS).
B. Etiologi
Berbagai hal dapat berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004
dalam USU).
Apendisitis adalah infeksi dari bakteri. Hal yang berperan sebagai penyebabnya
adalah obstruksi lumen apendiks sebagai faktor presipitasi, kebiasaan makan-makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit
(Sjamsuhidayat, 2004 dalam UNIMUS).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004 dalam USU).
C. Manifestasi klinis
Menurut Diane C. Baughman (2000), tanda dan gejala apendisitis yaitu :
1. Demam derajat rendah (Pireksia)
2. Takikardia
3. Mual
4. Muntah
5. Nyeri kuadran bawah (nyeri abdomen periumbilikal)
8. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apekdiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan,
spasme otot dan konstipasi atau diare kambuhan.
9. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan melakukan palpasi kuadran kanan bawah,
yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
10. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
D. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi
perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses
dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger,
2005).Gejala khas pada apendisitis akut yaitu :
a. Radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonium lokal.
b. Nyerisamar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus.
c. Mual dan muntah.
d. Nafsu makan menurun.
e. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindahke titik McBurney.
f. Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka pasien
apendisitis akut akan merasa sangat nyeri.
g. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknyasehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
h. Kadang tidak ada nyeri epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan inidisebut apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
F. Komplikasi
H. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan
cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila
apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada
penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
APENDISITIS
Kasus
Seorang wanita 30 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sekitar pusar
sampai bagian kanan bawah sejak dua hari yang lalu dan bertambah parah mulai semalam.
Pasien terlihat gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya. Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk dan meningkat ketika bergerak atau berjalan. Pasien terlihat berkeringat
dingin dan pucat serta mengeluh mual dan muntah. Tekanan darah 112/68 mmHg, frekuensi
nadi 114x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan suhu 38,80C.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
Pada airway yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu apakah klien terdapat suara
tambahan atau tidak, apakah ada sumbatan/tidak.
b. Breathing
Nafas klien cepat dengan RR 24 kali per menit, yang perlu dikaji lebih lanjut
yaitu apakah pengembangan dada simetris/tidak,apakah ada retraksi dinding dada
c. Circulation
Klien mengalami takikardia dengan HR 114 x/menit, Tekanan darah klien 112/68
mmHg
d. Disability
Klien terlihat gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya
e. Exposure
Pada exposure yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu apakah klien terdapat trauma
atau jejas pada tubuhnya
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas klien
Nama : Ny. A
Tempat/tanggal lahir :-
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosis medis :-
b. Keluhan Utama
Ny. A datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sekitar pusar sampai bagian
kanan bawah
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Klien masuk IGD pada tanggal 3 November 2014
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk tusuk dan meningkat ketika
bergerak atau berjalan
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien memiliki riwayat penyakit yang
serius.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai keluarga klien apakah memiliki penyakit
keturunan.
Genogram
Ket:
= Laki-laki meninggal
= Wanita meninggal
= Laki-laki
= Wanita
= Klien
f. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
1) Pola aman nyaman
Saat dikaji :
P : Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah terdapat radang mendadak
yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritoneum lokal
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri perut sekitar pusar sampai bagian kanan bawah
S : Perlu dikaji pada klien apendisitis akut biasanya skala nyeri pada
pasien ulkus peptikum bervariasi pada rentang 7-9 (nyeri berat sampai nyeri
tak tertahankan)
T : dua hari yang lalu dan bertambah parah sejak semalam
2) Pola oksigenasi
Saat dikaji : Napas klien cepat dan dangkal dengan RR 24x/menit, klien
terlihat pucat dan berkeringat dingin
3) Pola nutrisi
Saat dikaji : klien mengeluh mual dan muntah
4) Pola eliminasi
Saat dikaji : perlu dikaji lebih lanjut apakah klien terjadi konstipasi pada
awitan, distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas
5) Pola aktivitas dan latihan
Saat dikaji : Perlu dikaji lebih lanjut apakah klien tidak dapat beraktivitas
sehari-hari / malaise.
6) Pola istirahat tidur
Saat dikaji : Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien dapat tidur
dengan nyenyak atau beristirahat.
7) Pola personal hygiene
Saat dikaji : Perlu dikaji lebih lanjut apakah klien dapat melakukan mandi,
berpakaian sendiri atau dibantu orang lain.
8) Pola komunikasi
Saat dikaji : perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien dapat
berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Klien mengeluh nyeri perut sekitar pusar sampai bagian kanan bawah sejak
dua hari yang lalu dan bertambah parah mulai semalam. Klien terlihat
gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya. Klien juga terlihat
berkeringat dingin dan pucat serta mengeluh mual dan muntah
2) Kesadaran
Tanggal/jam Tingkat Respon Respon Respon Nilai GCS
pengkajian kesadaran mata motorik verbal
3 Nov 2014 Composmentis 4 5 6 16
/11.00 WIB
3) TTV
Tanggal/waktu TD HR RR Suhu Capillary
pengkajian refill
0
3 Nov 2014 112/68 114 24 x/menit 38,8 C -
x/menit
/11.00 WIB mmHg
Perkusi Pekak
6) Paru
Tanggal 3 November 2014
7) Abdomen
Tanggal 3 November 2014
Auskultasi -
Perkusi -
8) Ekstremitas
Ekstremitas atas
a) Sinistra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
b) Dextra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
Tanggal Kanan Kiri
Baal Nyeri Edema Lemas Baal Nyeri Edema lemas
3 Nov Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada
2014 dapat dapat Ada dapat dapat Ada
dikaji dikaji dikaji dikaji
Ekstremitas bawah
a) Sinistra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
b) Dextra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
Tanggal Kanan Kiri
Baal Nyeri Edema Lemas Baal Nyeri Edema lemas
3 Nov Tidak Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Tidak Ada
2014 dapat dapat Ada dapat dapat Ada
dikaji dikaji dikaji dikaji
h. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terkaji
Perlu dikaji lebih lanjut dengan pemeriksaan penunjang yaitu :
a. Uji psoas dan uji obturator untuk mengetahui letak apendiks yang meradang
b. Laboratorium untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan serum, jumlah
leukosit dan neutrofil
c. Radiologi. Pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui bagian menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta
pelebaran sekum. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengetahui bagian
memanjang padatempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.
B. ANALISA DATA
DO :
- Pasien terlihat
menahan nyeri
dan memegang
perutnya
- Pasien terlihat
gelisah
- Suhu badan klien
38,8o C
- Tekanan darah
klien 112/68
mmHg
- Nadi klien 114
x/menit
- Frekuensi nafas
24 x/menit
Aliran limfe
terhambat
Edema, ulserasi
mukosa
Appendiksitis
Meradang Kurang
Mual muntah Kerusakan kontrol pengetahuan
suhu terhadap
Proses penyakit inflamasi
Resiko kekurangan
Ansietas
volume cairan
Nyeri Febris
Hipertermi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Judul jurnal
Pengaruh Teknik Hipnoterapi terhadap Nyeri Klien Post Appendictomy di Ruang Gawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi
C. Proses fisiologis
Hipnoterapi adalah metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian klien dengan sugesti yang diberikan sehingga klien akan lupa terhadap nyeri
yang dialami. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), hipnoterapi dapat menurunkan
persepsi nyeri pada seseorang dengan menstimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Teknik hipnoterapi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktifitas retikuler
menghambat stimulasi nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan
dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (Tamsuri, 2006 dalam Dewi,
2013).
D. Prosedur
Nyeri yang timbul akibat post operasi appendictomy timbul saat anastesi hilang dan
pasien sulit melakukan mobilisasi. Pelaksanaan hipnoterapi dilakukan oleh hipnoterapis.
Sebelum dilakukan hipnoterapi, dilakukan persiapan dan penjelasan kepada klien.
Hipnoterapi dilakukan selama 30-60 menit agar dapat memberikan efek terapeutik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak
ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011 dalam Meliala, 2011). Apendisitis dapat terjadi
pada semua usia. Meskipun bisa terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi antara usia 10
dan 30 tahun (Brunner&Suddarth’s, 2008). Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di
dunia. Menurut Lubis (2008), setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000
penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Association of
South East Asia Nation (ASEAN) (Indri, 2014).
B. Saran
Sebagai perawat gawat darurat tentunya kita harus memiliki keterampilan yang
komprehensif dalam menangani pasien. Perawat juga dituntut untuk memiliki critical
thinking yang tinggi dalam menangani pasien yang sangat kompleks permasalahannya.
Selain itu, tindakan yang diberikan dalam penatalaksanaan pun harus sesuai dengan
Evidence Based Practice yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Indri, Ummami Vanesa, Darwin Karim, Veny Elita. 2014. Hubungan Antara Nyeri,
Kecemasan dan Lingkungan dengan Kualitas Tidur pada Pasien Post Operasi
Apendisitis Volume 1 Nomor 2 JOM PSIK Universitas Riau diunduh dari
download.portalgaruda.org pada 5 November pukul 01.00 WIB
MN Hasya, 2012 diunduh dari repository.usu.ac.id pada 3 November 2014 pukul 08.30 WIB
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologis untuk Pemula. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. IOWA
Intervention Project. Mosby.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
IOWA Intervention Project. Mosby.