Anda di halaman 1dari 50

50

LAPORAN PENDAHULUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL

I. KONSEP SISTEM MUSKULOSKLETAL


A. Definisi Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang
dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)
B. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
1. Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat
lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya
terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67% dan
bahan seluler 33%. Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut :
a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b) Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, dan jaringan
lunak).
c) Memberikan pergerakan (otot berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
d) Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang
(hematopoesis).
e) Menyimpan garam-garam mineral (kalsium, fosfor, magnesium
dan fluor).
Struktur tulang:
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut
periosteum. Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan
memungkinkan tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang terdekat mengandung osteoblast . Dibagian
50

dalamnya terdapat endosteum yaitu membran vascular tipis yang


menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast terletak dekat endosteum dan dalam lacuna
howship (cekungan pada permukan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga
sumsum (batang) tulang panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang
merah terutama terletak di sternum, ilium, vetebra dan rusuk pada
orang dewasa, bertanggungjawab dalam produksi sel darah merah dan
putih. Pada orang dewasa tulang panjang terisi oleh sumsum lemak
kuning. Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang baik. Tulang
kanselus menerima asupan darah melalui pembuluh metafis dan
epifis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak
melalui kanal volkman. Selain itu terdapat arteri nutrient yang
menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui
foramina (lubang-lubang kecil). Arteri nutrient memasok darah ke
sumsum tulang, System vena ada yang keluar sendiri dan ada yang
mengikuti arteri.
Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu :
a) Osteoblas
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan
mensekresikan matrik tulang. Matrik tulang tersusun atas 98%
kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan/ asam
polisakarida dan proteoglikan). Matrik tulang merupakan
kerangka dimana garam garam mineral ditimbun terutama
calsium, fluor, magnesium dan phosphor.
b) Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
pemeliharaan fungsi tulang dan terletak pada osteon (unit matrik
tulang). Osteon yaitu unit fungsional mikroskopik tulang dewasa
yang di tengahnya terdapat kapiler dan disekeliling kapiler
tedapat matrik tulang yang disebut lamella. Di dalam lamella
50

terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi lewat prosesus yang


berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak kurang
lebih 0,1 mm).
c) Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan
remodeling tulang. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas
mengikis tulang. Tulang merupakan jaringan yang dinamis dalam
keadaan peralihan tulang (resorpsi dan pembentukan tulang).
Kalium dalam tubuh orang dewasa diganti 18% pertahun.

Gambar 1.1 struktur tulang

Faktor yang berpengaruh terhadap keseimbangan pembentukan dan


reabsorpsi tulang adalah :
50

a) Vitamin D
Berfungsi meningkatkan jumlah kalsium dalam darah dengan
meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan.
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan deficit mineralisas,
deformitas dan patah tulang.
b) Horman parathyroid dan kalsitonin
Merupakan hormone utama pengatur homeostasis kalsium.
Hormon parathyroid mengatur konsentrasi kalsium dalam darah,
sebagian dengan cara merangsang perpindahankalsium dari
tulang. Sebagian respon kadar kalsiumdarah yang rendah,
peningkatan hormone parathyroid akan mempercepat mobilisasi
kalsium, demineralisasi tulang, dan pembentukan kista tulang.
Kalsitonin dari kelenjar tiroid meningkatkan penimbunan kalsium
dalam tulang.
c) Peredaran darah
Pasokan darah juga mempengaruhi pembentukan tulang. Dengan
menurunnya pasokan darah / hyperemia (kongesti) akan tejadi
penurunan osteogenesis dan tulang mengalami osteoporosis
(berkurang kepadatannya). Nekrosis tulang akan terjadi bila
tulang kehilangan aliran darah. Pada keadaaan normal tulang
mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat yang
konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak diman
lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.
Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini
membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat
dan untuk mencegah terjadi patah tulang. Perubahan tesebut
membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses
penuaan. Matrik organic yang sudah tua berdegenerasi, sehingga
membuat tulang relative menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan
tulang baru memerlukan matrik organic baru, sehingga memberi
tambahan kekuatan tulang. (Price,S.A,1995 : 1179)
50

Berdasarkan bentuknya tulang dapat diklasifikasikan sebagai


berikut :
a) Tulang Panjang / Tulang Pipa
Tulang ini sering terdapat dalam anggota gerak. Fungsinya
sebagai alat ungkit dari tubuh dan memungkinkan untuk
bergerak. Batang atau diafisis tersusun atas tulang kortikal
dan ujung tulang panjang yang dinamakan epifis tersusun
terutama oleh tulang kanselus. Plat epifis memisahkan epifiis
dan diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan
longitudinalpada anak-anak. Yang pada orang dewasa akan
mengalami kalsifikasi. Misalnya pada tulang humerus dan
femur.

Gambar 1.2 Struktur tulang panjang

b) Tulang Pendek
Tulang ini sering didapat pada tulang-tulang karpalia di
tangan dan tarsalia di kaki. Fungsinya pendukung seperti
tampak pada pergelangan tangan. Bentuknya tidak teratur
dan inti dari konselus (spongi) dengan suatu lapisan luar dari
tulang yang padat.
c) Tulang Pipih
Tulang ini sering terdapat di tengkorak, panggul / koxa,
sternum, dan iga-iga, serta scapula (tulang belikat).
Fungsinya sebagai pelindung organ vital dan menyediakan
50

permukaan luas untuk kaitan otot-otot, merupakan tempat


penting untuk hematopoesis. Tulang pipih tersusun dari
tulang kanselus diantara 2 tulang kortikal.
d) Tulang Tak Beraturan
Berbentuk unik sesuai dengan fungsinya. Struktur tulang
tidak teratur, terdiri dari tulang kanselous di antara tulang
kortikal. Contoh : tulang vertebra, dan tulang wajah.
e) Tulang Sesamoid
Merupakan tulang kecil disekitar tulang yang berdekatan
dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial. Contoh : tulang patella (Kap lutut).Bentuk dan
kontruksi tulang ditentukan fungsi dan gaya yang bekerja
padanya.
Kerangka:
Sebagian besar tersusun atas tulang. Kerangka tulang merupakan
kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh.Kerangka
dibagi menjadi :
a) Kerangka aksial
Kerangka aksial terdiri dari 80 tulang, terkelompok pada 3
daerah yaitu Kranium dan Tulang Muka ( TENGKORAK )
Kranium terdiri atas 8 tulang yaitu tulang-tulang parietal (2),
temporal (2),frontal, oksipital, stenoid, dan etmoid. Tulang
muka terdiri atas 14 tulang yaitu tulang maksila (2),
zigomatikus (2), nasal (2), lakrimal (2), palatinum (2),concha
inferior (2),mandibula dan vomer.
50

b) Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis terdiri atas 26 tulang berbentuk tidak
teratur, terbentang antara tengkorak dan pelvis. Juga
merupakan tempat melekatnya iga dan otot punggung.
Kolumna vertebralis dibagi dalam 7 vertebra sevikalis, 12
vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacrum dan
4 vertebra koksigius.

c) Thoraks tulang
Thorak tulang terdiri tulang dan tulang rawan. Thoraks
berupa sebuah rongga berbentuk kerucut terdiri dari 12
vertebra torakalis dan 12 pasang iga yang melingkar dari
tulang belakang sampai ke sternum. Pada sternum terdapat
beberapa titik penting yaitu supra sternal notch dan angulus
sterni yaitu tempat bertemunya manubrium dan korpus sterni.
Bagian-bagian tersebut merupakan penunjang kepala, leher,
dan badan serta melindungi otak, medulla spinalis dan organ
dalam thoraks.
50

d) Kerangka Apendikular
Kerangka apindikuler terdiri atas :
1) Bagian bahu (Singulum membri superioris)
Singulum membri superior terdiri atas klavikula dan
scapula. Klavikula. mempunyai ujung medial yang
menempel pada menubrium dekat suprasternal notch dan
ujung lateral yang menempel pada akronion.
2) Bagian panggul (Singulum membri inferior )
Terdiri dari ileum, iskium, pubis yang bersatu disebut
tulang koksae. Tulang koksae bersama sacrum dan
koksigeus membentuk pelvis tulang. Ekstremitas bawah
terdiri dari femur, patella, tibia, fibula, tarsus,
metatarsus.

3) Cartilago (tulang rawan)


Tulang rawan terdiri dari serat-serat yang dilekatkan
pada gelatin kuat, tetapi fleksible dan tidak bervasculer.
Nutrisi melaui proses difusi gel perekat sampai ke
kartilago yang berada pada perichondium (serabut yang
membentuk kartilago melalui cairan sinovial), jumlah
serabut collagen yang ada di cartilage menentukan
bentuk fibrous, hyaline, elastisitas, fibrous
(fibrocartilago) memili paling banyak serabut dan
memiliki kekuatan meregang. Fibrus cartilage menyusun
discus intervertebralis articular (hyaline) cartilage halus,
50

putih, mengkilap, dan kenyal membungkus permukaan


persendian dari tulang dan berfungsi sebagai bantalan.
Cartilage yang elastis memiliki sedikit serat dan terdapat
pada telinga bagian luar.

e) Ligamen (simplay)
Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari
jaringan ikat keadaannya kenyal dan fleksibel. Ligament
mempertemukan kedua ujung tulang dan mempertahankan
stabilitas. Contoh ligamen medial, lateral, collateral dari lutut
yang mempertahankan diolateral dari sendi lutut serta
ligament cruciate anterior dan posterior di dalam kapsul lutut
yang mempertahankan posisi anteriorposterior yang stabil.
Ligament pada daerah tertentu melengket pada jaringna
lunak untuk mempertahankan struktur. Contoh ligament
ovarium yang melalui ujung tuba ke peritoneum.
50

f) Tendon
Tendon adalah ikatan jaringan fibrous yang padat yang
merupakan ujung dari otot yang menempel pada tulang.
Tendon merupakan ujung dari otot dan menempel kepada
tulang. Tendon merupakan ekstensi dari serabut fibrous yang
bersambungan dengan aperiosteum. Selaput tendon
berbentuk selubung dari jaringan ikat yang menyelubungi
tendon tertentu terutama pada pergelangan tangan dan tumit.
Selubung ini bersambungn dengan membrane sinovial yang
menjamin pelumasan sehinggga mudah bergerak.
g) Fascia
Fascia adalah suatu permukan jaringan penyambung longgar
yang didapatkan langsung di bawah kulit, sebagai fascia
superficial atau sebagai pembungkus tebal, jaringan
penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan
pembuluh darah. Yang demikian disebut fascia dalam.
h) Bursae
Bursae adalah kantong kecil dari jaringna ikat di suatu
tempat dimana digunakan di atas bagian yang bergerak.
Misalnya antara tulang dan kulit, tulang dan tendon, otot-
otot. Bursae dibatasi membrane sinovial dan mengandung
caiaran sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-
50

bagian yang bergerak seperti olekranon bursae terletak antara


prosesus olekranon dan kulit.
i) Persendian
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang.
Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara misalnya
dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia atau
otot. Dalam membentuk rangka tubuh, tulang yang satu
berhubungan dengan tulang yang lain melalui jaringan
penyambung yang disebut persendian. Pada persendian
terdapat cairan pelumas (cairan sinofial). Otot yang melekat
pada tulang oleh jaringan ikat disebut tendon. Sedangkan,
jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang disebut
ligamen. Secara structural sendi dibagi menjadi: sendi
fibrosa, kartilaginosa, sinovial. Dan berdasarkan
fungsionalnya sendi dibagi menjadi: sendi sinartrosis,
amfiartrosis, diarthroses.
1) Sendi Fibrosa/ sinartrosis
Sendi yang tidak dapat bergerak atau merekat ikat, maka
tidak mungkin gerakan antara tulang-tulangnya. Sendi
fibrosa tidak mempunyai lapisan tulang rawan dan
tulang yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh
jaringan penyambung fibrosa. contohnya sutura pada
tulang tengkorak, sendi kaitan dan sendi kantong (gigi),
dan sindesmosis (permukaan sendi dihubungkan oleh
membran).
50

2) Sendi Kartilaginosa/ amfiartrosis


Sendi dengan gerakan sedikit, dan permukaan
persendian- persendiannya dipisahkan oleh bahan antara
dan hanya mungkin sedikit gerakan. Sendi tersebut
ujung-ujung tulangnya dibungkus tulang rawan hyalin,
disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit
bergerak. Ada dua tipe kartilago :
a) Sinkondrosis
Sendi yang seluruh persendianyan diliputi oleh
tulang rawan hialin
b) Simfisis
Sendi yang tulangnya memiliki hubungan
fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin
yang menyelimuti permukaan sendi. Contohnya
:simfisis pubis (bantalan tulang rawan yang
mempersatukan kedua tulang pubis), sendi antara
manubrium dan badan sternum, dan sendi
temporer / sendi tulang rawan primer yang dijumpai
antara diafisis dan epifisis.

3) Sendi Sinovial/ diarthroses


Sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi ini memiliki
rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan
hialin. Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup
50

fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari


jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan
sinovium yang membentuk suatu kantong yang melapisi
suatu sendi dan membungkus tendon-tendo yang
melintasi sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang
sangat kental yang membasahi permukaan sendi.
Caiaran sinovial normalnya bening, tidak membeku dan
tidak berwarana. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap
sendi relative kecil 1-3 ml. Cairan sinovial bertindak
pula juga sebagi sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Tulang rawan memegang peranana penting, dalam
membagi organ tubuh. Tulang rawan sendi terdi dari
substansi dasar yang terdiri dari kolagen tipe II dan
proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel tulang rawan.
Proteoglikan yang ditemukan pada tulang rawan sendi
sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan rawan
tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi
menerima beban berat. Perubahan susunan kolagen dan
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera
atau ketika usia bertambah. Persendian yang bergerak
bebas dan banyak ragamnya. Berbagai jenis sendi
sinovial yaitu sendi datar / sendi geser, sendi putar, sendi
engsel, sendi kondiloid, sendi berporos, dan sendi pelana
/ sendi timbal balik.Gerak pada sendi ada 3 kelompok
utama yaitu gerakan meluncur, gerkan bersudut /
anguler, dan gerakan rotasi. Adapun pergerakan yang
dapat dilakukan oleh sendi-sendi adalah fleksi, ekstensi,
adduksi, abduksi, rotasi, sirkumduksi dan Pergerakan
khusus seperti supinasi, pronasi, inversion, eversio,
protaksio. Sendi diartrosis terdiri dari:
50

a) Sendi peluru
Sendi peluru adalah persendian yang
memungkinkan gerakan yang lebih bebas. Sendi ini
terjadi apabila ujung tulang yang satu berbentuk
bonggol, seperti peluru masuk ke ujung tulang lain
yang berbentuk cekungan. Contoh sendi peluru
adalah hubungan tulang panggul dengan tulang
paha, dan tulang belikat dengan tulang atas. 

b) Sendi engsel
Memungkinkan gerakan melipat hanya satu arah,
Persendian yang menyebabkan gerakan satu arah
karena berporos satu disebut sendi engsel. Contoh
sendi engsel ialah hubungan tulang pada siku, lutut,
dan jari-jari.

c) Sendi pelana
Sendi pelana adalah persendian yang membentuk
sendi, seperti pelana, dan berporos dua. Contohnya,
50

terdapat pada ibu jari dan pergelangan tangan


Memungkinkan gerakan 2 bidang yang saling tegak
lurus. misal persendian dasar ibu jari yang
merupakan sendi pelana 2 sumbu.

d) Sendi pivot
Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas
untuk memutar pegangan pintu, misal persendian
antara radius dan ulna.
e) Sendi peluncur
Memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah.
Contoh adalah sendi-sendi tulang karpalia di
pergelangan tangan
j) Jaringan Penyambung
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang
berdekatan terutama adalah jaringan penyambung, yang
tersususn dari sel-sel dan subtansi dasar. Dua macam sel
yang ditemukan pada jaringan penyambung sel-sel yang
tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung,
seperti sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting
pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat
pada penyakit-penyakit reumatik. Jenis sel yang kedua dalam
sel penyambung ini adalah sel yang tetap berada dalam
jaringan seperti fibroblast, kondrosit, osteoblas. Sel-sel ini
mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari
50

substansi dasar dan membuat tiap jenis jaringan


pemyambung memiliki susunan sel yang tersendiri. Serat-
serat yang didapatkan didalam substansi dasar adalah
kolagen dan elastin. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis
yang penting. Serat ini didapat dalam ligament, dinding
pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah oleh enzim
yang disebut elastase.
k) Otot
Otot yang melekat pada tulang memungkinkan tubuh
bergerak. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik
untuk gerakan maupun produksi panas untuk
mempertahankan temperature tubuh. Jaringan otot terdiri atas
semua jaringan kontraktil. Menurut fungsi kontraksi dan
hasil gerakan dari seluruh bagian tubuh otot dikelompokkan
dalam :
1) Otot rangka (striadted / otot lurik).
Terdapat pada system skelet, memberikan pengontrolan
pergerakan, mempertahankan postur tubuh dan
menghasilkan panas.
2) Otot polos (otot visceral).
Terdapat pada saluran pencernaan, perkemihan,
pembuluh darah. Otot ini mendapat rangsang dari saraf
otonom yang berkontraksi di luar kesadaranOtot
jantung. Hanya terdapat pada jantung dan berkontraksi
di luar pengendalian.Otot rangka dinamai menurut
bentuknya seperti deltoid, menurut jurusan serabutnya
seperti rektus abdominis, menurut kedudukan ototnya
seperti pektoralis mayor, menurut fungsinya seperti
fleksor dan ekstensor. Otot rangka ada yang berukuran
panjang, lebar, rata, membentuk gumpalan masas. Otot
rangka berkontraksi bila ada rangsang. Energi kontaraksi
50

otot diperoleh melalui pemecahan ATP dan kegiatan


calsium. Otot dikaitkan di dua tempat tertentu yaitu :
3) Origo
Tempat yang kuat dianggap sebagai tempat dimana otot
timbu
4) Isersio
Lebih dapat bergerak dimana tempat kearah mana otot
berjalan.
Kontraksi otot rangka dapat terjadi hanya jika
dirangsang. Energi kontraksi otot dipenuhi dari
pemecahan ATP dan kegiatan kalsium. Serat-serat
dengan oksigenasi secara adekuat dapat berkontraksi
lebih kuat, bila dibandingkan dengan oksigenasi tidak
adekuat. Pergerakan akibat tarikan otot pada tulang yang
berperan sebagai pengungkit dan sendi berperan sebagai
tumpuan atau penopang. Masalah yang berhubungan
dengan system ini mengenai semua kelompok usia,
masalah pada system musculoskeletal tidak mengancam
jiwa tetapi berdampak pada kativitas dan produktivitas
penderita.
C. Patofisiologi , Eiologi Dan Manifestasi Klinis Sistem Muskuloskeletal
1. Kelainan Pada Tulang
a. Osteoporosis
Osteoporosis yaitu kelainan yang terjadi penurunhan massa
tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis
normal. Kecepatan resorpsi tulang dari kecepatan pembentukan
tulang yang mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang
secara progresif menjadi porus, rapuh, dan mudah patah.
Patofisiologi :
1) Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan
terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses
50

pembentukan tulang. Setiap ada ada perubahan dalam


kesimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari
proses penbenutkan maka kan terjadi penurunan massa
tulang.
2) Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia
30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pada
bagianh trabekula.
3) Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5
%/ tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda.
4) Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan
tulang berkisar 20-30 % dan pada wanita 40-50 %.
5) Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian
tubuh seperti metakarfal, kolum femoris, dan korpus
vertebra.
6) Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra,
paha bagian proksimal dan radius bagian distal.
b. Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabilisme tulang yang di tandai
dengan tidak memadainya mineralisasi tulang. Pada orang
dewasa osteomalasia bersifat kronik dan deformitas skeletalnya
tidak seberat pada anak karena pertumbuhan skletal telah selesai.
Pada pasien ini,sejumlah besar osteoroid atau remodelling tulang
baru tidak mengalami kalsifikasi, diperiksakan bahwa defek
primernya adalah kekurangan vitamin D aktif ( kalsitrol), yang
memacu absorpsi kalsium dari traktus GI, dan menfasilitasi
tulang. Pasokan kalsium dan fosfat dalam cairan ekstra sel
rendah. Tanpa vitamin D yang mencukupi, kalsium dan fosfat
tidak dapat di masukkan ke tempak kalsifikasi tulang.
Patofisilogi:
50

1) Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan


umum metabolisme mineral. Faktor risiko terjadinya
osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsorpsi,
gasterktomi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan
berkepentingan dan kekurangan vitamin D.
2) Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D) sering berhubungan
dengan kalsium yang jelek terutama akibat kemiskinan, tetapi
memakan makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai
nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering terjadi
dibagian dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan
dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar
matahari.
3) Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi
kalsium atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh.
Kelainan GI dimana absorpsi lemak tidak memadai sering
menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan vitamin D dan
kalsium, kalsium diekskresikan melalui feces dalam kombinasi
dengan asam lemak.
4) Osteomyelitis
Osteomyelitis dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi
kalsium atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh.
Etiologi :
1) Osteomyilitis ini biasanya disebabkan oleh bakteri
maupun virus, jamu dan mikroorganisme lain.
2) Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran henatopgen
(melalui darah) dari fokus infeksi dari tempat lain.
3) Osteomylitis dapat berhubungan dengan penyebaran
infeksi jaringan lunak seperti ulkus dekubitus yang
terinfeksi atau ulkus vaskuler. Atau kontaminasi lansung
tulang misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik seperti
luka tembak dan pembedahan tulang.
50

Patofisiologi :
1) Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% -
80%menginfeksi tulang.
2) Awitan osteomylitis ortopedi dapt terjadi dalam 3 bulan
pertama ( akut fulminan staduim I ) dan sering
berhubungan dengan hematomaatau infeksi superfisial.
Infeksi awitan lambat ( stadium II) terjadi antara 4-24
bulansetelah pembedahan. Osteomylitis lama ( stadium III
)biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi dua
tahun atau lebih setelah pembedahan.
3) Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari
inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah
2-3 hari trombus pada pembulu darah terjadi pada tempat
tersebut. Sehingga mengakibatkan iskemia dengan
nekrotis tulang. Seiringan dengan peningkatan dan dapat
menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
c. Skoliosis
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari
garis tengah. Skoliosis merupakan deformitor tulang belakan
yang menggambarkan deviasi vertebrata ke arah lateral. Bentuk
dan tiap-tiap ruas tulang manusia pada umumnya adalah sama
hanya ada perbedaan sedikit tergantung pada kerja yang di
tanganinya.
Etiologi :
1) faktor heriditas
yaitu yang di turunkan secara auotsomal dominan, kelainan
ini dapat terjadi karena akibat adanyaabnormalitas tulang
bawahyang mengenai vertebra atauipun struktur-strukturnya.
2) Kongenital
Yaitu didapat sejak lahir. Adapula yang tidak didapat sejak
lahir tetapi berkembang pada masa berikutnya.
50

3) Idiopatik
Tidak di ketahui penyebabnya, tetapi jenis ini lebih umum
biasanya berkembang pada masa remaja.
Struktural :
Perubahan pada steruktur tulang belakang karena sebab yang
bervariasi
Klasifikasi Skoliosis :
1) Skoliosis non struktural ( reversible )
a) Skoliosis postural
b) Nyeri dan spasme otot
c) Tungkai bawah yang tidak sama panjang
2) Skoliosis struktural ( ireversble )
a) Skoliosis idoptik
b) Skoliosis osteopatik
c) Skoliosis neuropatik
d) Skoliosis miopatik
Patofisiologi :
Skoliosis dapat terjadi hanya pada daerah tulang spinalis
termasuk rongga tulang spinal. Lengkungan dsapat berbentuk S
atau C. Derajat lengkungan penting untuk di ketahui karena hal
dapat menentukan jumlah tulang rusuk yang mengalami
pergeseran. Pada tingkat rootasi lengkungan yang cukup besar
mungkin dapat menekan dan menimbulkan keterbatasan pada
organ penting yaitu paru-paru dan jantung. Aspek paling penting
terjadinya deformitas adalah progresivitas pertumbuhan tulang.
Dengan terjadinya pembengkokan tulang vertebra ke arah
lateraldi sertai dengan rotasi tulang belakang. Maka akan diikutio
dengan perkembangan sekunder pada tulang vertebra dan iga.
Oleh karena adanya gangguan pertumbuhan yang bersifat
progresif, di samping terjadi perubahan pada vertebra, juga
terdapt perubaahan pada tulang iga. Dimana bertambahnya kurva
50

yang menyebabkan deformitasi tulang iga semakin jelas.


Pada kanalis spinalis terjadi pendorongan dan penyempitan
kanalis spinalis oleh karena terjadinya penebalan dan
pemendekan lamina pada sisi konkaf. Kesimbangan lengkungan
juga penting karena mempengaruhi stabilitas dadi tulang
belakang dan pergerakan panggul.
d. Osteosarcoma
Osteosarcoma adalah suatu pertumbuhan yang sangat cepat pada
tumor maligna tulang. Osteosarcoma merupakan tumor ganas
tulang yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor
ganas yang menyebar secara cepat pada periosteum dan jaringan
ikat luarnya.
Etiologi :
Penyebab yang pasti terhadap kanker belum di ketahui secara
jelas tetapi faktor-faqktor etilogilah yang membantu terbetuknya
kanker sudah banyak di ketahui yang disebut bahan-bahan
karsinogen, sinar ultraviolet, sinar radioaktif parasif dan virus.
Patofisiologi :
Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang dari
jaringan sel tulang ( sarcoma ) sehingga sel-sel tulang akan pada
nodul-nodul limfe, ginjal, dan hati sehingga dapat mengakibatkan
adanya pengaruh aktivitas hamateotik sum-sumj tulang yang
cepat pada tulang sehingga sel-sel plasma yang belum matang
akan terus membelah terjadi penambahan jumlah sel yang tidak
terkontrol lagi.
e. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al,
2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing
Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
50

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku
Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
Etiologi :
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang
patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Patofisiologi :
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993).
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
50

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah


putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
a) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang
dapat menyebabkan fraktur.
b) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 1995 ).
c) Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang
lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang
yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas
sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
d) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar
daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna
melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
e) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
50

osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.


Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
f) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang
tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan
osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus
atau bebat pada. Permukaan endosteal dan periosteal.
Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
g) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup
kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
h) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang
padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
50

diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,


dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
Komplikasi fraktur :
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
50

e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
1) Amputasi
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih
diartikan pancung. Amputasi dapat pula diartikan sebagai
memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian
ekstremitas. Dalam ilmu kedokteran diartikan
“membuang” sebagian atau seluruh anggota gerak,
sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ
tubuh).Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala organ yang
terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin mendapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
manakala organ mendapat membahayakan tubuh klien
secara utuh atau merusak argon tubuh yang lain separti
dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan
amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa
sistem tubuh seperti sistem intigumen, sistem persyarafan,
sistem muskuloskeletal, dan sistem kardiovaskuler. Lebih
lanjut dia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi
klien atau keluarga berupa penurunan harga diri dan
produktifitas. Penyebab atau faktor perediosposisi
terjadinya amputasi. Tindakan amputasi dapat dilakukan
pada kondisi:
50

a) Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat


diperbaiki
b) Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin dapat
diperbaiki
c) Gangguan vaskuler atau sirkulasi pada ekstremitas yang
berat
d) Infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke
onggota tubuh lainnya
e) Adanya tumor pada organ yang tidak muangkin dapat
diterapi secara konservatif
f) Deformitas argon.
Jenis-jenis amputasi :
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:
1) Amputasi selektif atau terencana. Amputasi jenis ini
dilakukan pada penyakit yang terdiognosis dan mendapat
penangan yang baik serta terpantau secara terus menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif
terakhir.
2) Amputasi akibat trauma. Ini merupakan amputasi yang
terjadi sebagai akibat trauma dan tidak terncana. Kegiatan
tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi
serta memperbaiki kondisi umum klien.
3) Amputasi darurat. Kegiatan amputasi inin dilakukan secara
darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan
yang memerlukan kerja yang cepat seperti trauma dengan
patah tulang multiple dan kerusakan kulit yang luas.
Tetapi jenis amputasi yang lebih sering kita kenal adalah :
1) Amputasi terbuka ini di lakukan pada kondisi infeksi yang
berat dimana pada pemotongan tulang dan otot pada tingkat
yang sama.
50

2) Amputasi tertutup ini dilakukan dalam kondisi yang lebih


memungkin dimana dibuat skalf kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 cm dibawah
potongan otot dan tulang.
2) Kelainan Pada Sendi
Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia,
atau otot. Ada tiga tipe sendi, yaitu :
a) Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang
tidak dapat bergerak.
b) Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan
sendi yang sedikit bergerak.
c) Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang
dapat bergerak dengan bebas.
f. Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang
terutama terjadi pada orang yang berusia lanjut dan ditandai oleh
degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran sinovia
serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku,
khususnya setelah melakukan aktivitas yang lama akan menyertai
perubahan degeneratif tersebut.
Insidens, Etiologi Dan Patologi :
Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling
sering ditemukan. Diperkirakan ⅓ dari orang berusia >35 tahun,
menunjukkan bukti radiografik yang memperlihatkan penyakit
osteoarthritis dengan prevalensi yang terus meningkat sampai 80
tahun. Meskipun mayoritas pasien, khususnya yang berusia
muda, menderita penyakit ringan dan relatif asimptomatik,
osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab
utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65
50

tahun. Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan


beberapa penyakit yang semuanya memperlihatkan gambaran
klinis dan patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua
perubahan morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang rawan
sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi
tulang rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tulang
rawan sendi sudah timbul sejak awal proses patologis
osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa
peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan proteoglikan.
Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen
berkurang sehingga kadar air tulang rawan sendi juga berkurang
Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini.
Penambahan usia semata tidak menyebabkan osteoarthritis,
sekalipun perubahan selular atau matriks pada kartilago yang
terjadi bersamaan dengan penuaan kemungkinan menjadi
predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami osteoarthritis.
Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah
obesitas, trauma, kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus)
dan kelainan primer persendian (misalnya arthritis inflamatorik).
Keluhan dan Gejala :
Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang
terkena, lama dan intensitas penyakitnya, serta respons penderita
terhadap penyakit yang dideritanya. Gejala Osteoarthritis adalah
sebagai berikut:
1) nyeri sendi yang khas yaitu nyeri yang bertambah berat pada
waktu menopang berat badan atau waktu aktivitas
(melakukan gerakan), dan membaik bila diistirahatkan
2) gerakan sendi menjadi terhambat karena nyeri
50

3) pada beberapa penderita, nyeri sendi atau kaku sendi dapat


timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk di kursi atau
mobil (perjalanan jauh), atau setelah bangun tidur di pagi
hari
4) kadang disertai suara gemeretak/kemretek pada sendi yang
sakit
5) penderita mungkin menunjukkan salah satu sendinya (sering
lutut atau tangan) secara perlahan membesar
Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu:
1) Subklinis
Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis
lainnya. Kelainan baru terbatas pada tingkat seluler dan
biokimiawi sendi.
2) Manifest.
Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter.
Kerusakan rawan sendi bertambah luas disertai reaksi
peradangan.
3) Dekompensasi
Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi
deformitas dan kontraktur. Pada tahap ini biasanya
diperlukan tindakan bedah.
g. Arthritis Rheumatoid
Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi
yang mengenai jaringan ikat sendi, bersifat progresif, simetrik,
dan sistemik serta cenderung menjadi kronik. Atau arthritis
reumatoid adalah kelainan sistemik dengan manifestasi utama
pada persendian yang berkembang secara perlahan-lahan dalam
beberapa minggu. Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik
yang paling sering ditemukan pada sendi, insidensnya sekitar 3%
dari penduduk menderita kelainan ini dan terutama ditemukan
50

pada umur 20-30 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria
dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi
kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar pada
lutut, panggul serta pergelangan tangan.
Etiologi :
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori
yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1) Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-
hemolitikus
2) Endokrin
3) Autoimun
4) Metabolik
5) Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen
tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan
organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan
antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
h. Arthritis Gout
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi (tofi). Gout
juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan
metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia). Serta Artritis gout suatu penyakit autoimun
dimana persendian secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
1) Insidens dan Patogenesis
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer
merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh
yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang
50

akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.


Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai
meningkat setelah pubertas. Pada wanita kadar urat tidak
meningkat sampai setelah menopause karena estrogen
meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah
menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout
adalah pria. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada
semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit
gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini.
Namun ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi
timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya
hidup.
Gejala :
Gejala gout berkembang dalam 4 tahap :
1) Tahap Asimptomatik : Pada tahap ini kadar asam urat dalam
darah meningkat, tidak menimbulkan gejala.
2) Tahap Akut : Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan
cepat memuncak, umumnya terjadi pada tengah malam atau
menjelang pagi. Serangan ini berupa rasa nyeri yang hebat
pada sendi yang terkena, mencapai puncaknya dalam waktu
24 jam dan perlahan-lahan akan sembuh spontan dan
menghilang dengan sendirinya dalam waktu 14 hari.
3) Tahap Interkritikal : Pada tahap ini penderita dapat kembali
bergerak normal serta melakukan berbagai aktivitas olahraga
tanpa merasa sakit sama sekali. Kalau rasa nyeri pada
serangan pertama itu hilang bukan berarti penyakit sembuh
total, biasanya beberapa tahun kemudian akan ada serangan
kedua. Namun ada juga serangan yang terjadi hanya sekali
sepanjang hidup, semua ini tergantung bagaimana sipenderita
mengatasinya.
50

4) Tahap Kronik : Tahap ini akan terjadi bila penyakit


diabaikan sehingga menjadi akut. Frekuensi serangan akan
meningkat 4-5 kali setahun tanpa disertai masa bebas
serangan. Masa sakit menjadi lebih panjang bahkan kadang
rasa nyerinya berlangsung terus-menerus disertai bengkak
dan kaku pada sendi yang sakit.
2. Kelaianan Pada Otot
a) Strain
Strain adalah trauma pada suatu otot atau tendon yang biasanya
disebabkan oleh peregangan otot yang melebihi batas normalnya.
Strain dapat pula disertai dengan robekan atau ruptur jaringan.
Pada cedera otot terjadi peradanagan yang menyebabkan jaringan
membengkok atau terasa nyeri. Penyembuhannya mungkin
memerlukan beberapa minggu.
b) Sprain
Sprain atau keseleo adalah trauma pada suatu sendi biasanya
berkaitan dengan cedera ligamentum. Pada keseleo yang berat ,
ligamentum dapat putus. Psrain dapat menyebabnkan peradangan,
pembengkakan, dan nyeri.
c) Rigor Mortis
Rigor Mortis atau kaku mayat adalah kekakuan atau kontraksi
otot-otot yang terjadi beberapa jam setelah kematian. Rigor
mortis timbul akibat berkurangnya ATP dalam sel-sel otot. Tanpa
adanya ATP yang terikat ke kepala miosin, maka jembatan-
jembatan silang yang terhubung di otot pada saat dan segera
setelah kematian tidak dapat di lepaskan dan otot tetap
berkontrksi. Dalam satu hari protein-protein otot dihancurkan
oleh enzim-enzim lokal yang dikeluarkan oleh sel-sel yang
berdegenerasisehingga otot kembali melemas.
50

d) Atrofi
Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi
suatu otot dapat terjadi akibat tidak di gunakannya otot atau
terjadi pemutusan saraf yang menpersarafi otot tersebut. Pada
atrofi otot ukuran miofibril berkurang, atau walaupun tidak
mengalami atrofi kepadatan tulang dapat berkurang akibat tidak
digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit desiensi
metababolik.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar – X
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi dan perubahan
hubungan tulang. Sinar-X multipel diperlukan untuk pengkajian
paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X korteks tulang
dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan dan tanda
iregularitas. Sinar – X sendi dapat menunjukkan adanya cairan,
iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
2. CT Scan (Computed Tomografi Scan)
Menunjukkan rincian bidang tertentu dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon. CT Scan
digunakan untuk mengindentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang di daerah yang sulit dievaluasi, seperti asetabulum.
Pemeriksaan dilakukan bisa dengan atau tanpa kontras dan
berlangsung sekitar satu jam.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan medan
magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan
abnormalitas, misal tumor atau penyempitan jaringan lunak. Klien
yang mengenakan implant logam atau pacemaker tidak bisa menjalani
pemeriksaan ini. Perhiasaan harus dilepas, klien yang klaustrofobia
biasanya tidak mampu menghadapi ruangan tertutup tanpa penenang.
50

4. Angiografi
Pemeriksaan sisitem arteri. Suatu bahan kontras radiopaque
diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial
sistem arteri yang dipasok oleh arteri tersebut. Pemeriksaan ini sangat
baik untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk indikasi
tindakan amputasi yang akan dilaksanakan. Perawatan setelah
dilakukan prosedur yaitu klien dibiarkan berbaring selama 12-24 jam
untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan untuk melihat
adanya pembengkakan, perdarahan dan hematoma serta nya pantau
ekstremitas bagian distalnya untuk menilai apakah sirkulasinya
adekuat.
5. Digital Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi komputer untuk menggambarkan sistem
arteri melalui kateter vena. Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan
sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya
trombosis vena dalam
6. Mielografi
Suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam
rongga subarakhnoid spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya
herniasi diskus, stenosis spinal (penyempitan kanalis spinalis) atau
adanya tumor. Sementara, diskografi adalah pemeriksaan diskus
vertebralis dengan menyuntikkan bahan kontras ke dalam diskus dan
dilihat distribusinya
7. Arthrografi
Penyuntikkan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi
untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi
diletakkan dalam kisaran pergerakannya sementara diambil gambar
sinar-X serial. Pemeriksaan ini sangat berguna untukmengidentifikasi
adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau ligamen penyangga
lutut, bahu, tumit, pinggul dan pergelangan tangan. Bila terdapat
robekan bahan kontras akan mengalami kebocoran keluar sendi dan
50

akan terlihat dengan sinar-X. Perawatan setelah dilakukan artrogram,


imobilisasi sendi selama 12-24 jam dan diberi balut tekan elastis.
Tingkatkan kenyamanan klien sesuai kebutuhan
8. Arthrosentesis (aspirasi sendi)
Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan
pemeriksaan atau untuk meghilangkan nyeri akibat efusi. Normalnya,
cairan sinovial adalah jernih dan volumenya sedikit. Cairan sinovial
lalu diperiksa secara makroskopis terkait dengan volume, warna,
kejernihan, dan adanya bekuan musin. Secara mikroskopis diperiksa
jumlah sel, identifikasi sel, pewarnaan Gram, dan elemen
penyusunannya. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mendiagnosis
reumatoid artritis dan atrofi inflamasi, serta hemartrosis (perdarahan
di rongga sendi) yang mengarah pada trauma atau kecenderungan
perdarahan.
9. Arthroskopi
Merupakan prosedur endoskopi yang memungkinkan pandangan
langsung ke dalam sendi. Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi
dan memerlukan anestesi lokal atau umum sebelumnya. Jarum bor
besar dimasukkan dan sendi direnggangkan dengan salin. Artroskop
kemudian dimasukkan dan struktur sendi, sinovium dan permukaan
sendi dapat dilihat. Perawatan yang dilakukan setelah tindakan adalah
dengan menutup luka dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan
balutan tekan untuk menghindari pembengkakan. Kompres es
diberikan untuk mengurangi edema dan rasa tidak nyaman.
10. Skintigrafi Tulang (Pemindai Tulang)
Menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang “mengambil”
isotop radioaktif khusus tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem
tersebut. Pemindai dilakukan empat sampai enam jam setelah isotop
diinjeksikan. Derajat ambilan nuklida berhubungan langsung dengan
metabolisme tulang. Peningkatan ambilan tampak pada penyakit
primer tulang (osteomielitis) dan pada jenis patah tulang.
50

11. Termografi
Mengukur derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi
inflamasi seperti artritis dan infeksi, neoplasma harus dievakuasi.
Pemeriksaan serial berguna untuk mendokumentasikan episode
inflamasi dan respons klien terhadap terapi pengobatan antiinflamasi.
12. Elektromiografi
Memberi infoemasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang
menyarafi. Tujuannya adalah menentukan abnormalitas fungsi unit
motor end. Setelah tindakan berikan kompres hangat untuk
mengurangi ketidaknyamanan.
13. Absorpsiometri foton tunggal dan ganda
Uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada
pergelangan tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat
dideteksi dengan menggunakan alat densitometri.
14. Biopsi
Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan
sinovium serta untuk membantu menentukan penyakit tertentu.
Tindakan yang dilakukan setelah pelaksanaan prosedur adalah
memantau adanya edema, perdarahan dan nyeri. Kompres es dapat
diberikan untuk mengurangi edema, bahkan pemberian analgetik
untuk mengatasi nyeri.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULUSKLETAL

A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama
bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
50

simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu


senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda: Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidak
berdayaan (situasi ketidakmampuan).Ancaman pada konsep diri, citra
tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksia. Kesulitan untuk mengunyah. Tanda:
Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan. Gejala: Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
8. Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran
mukosa.
9. Interaksi sosial
50

Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan


peran; isolasi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/
mengingat,kesalahan interpretasi informasi
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor
yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program
50

b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur
sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada
sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan
pada sendi yang terinflamasi/nyeri
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan
trokhanter, bebat, brace.
R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan
posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat
mengurangi kerusakan pada sendi.
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan
sendi.Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada
waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat
untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau
suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.Sensitivitas pada panas
dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
f. Berikan masase yang lembut
R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri.
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman
imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping.
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
50

R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan


meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk.
R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi
kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama
periode akut
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/
atau konpensasi bagian tubuh.
c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
(R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi
dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan
tidur malam hari yang tidak terganmggu.
R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh
fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan
mempertahankan kekuatan)
50

c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif


dan isometris jika memungkinkan.
R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan
stamina umum.Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan
sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.
Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan
mobilitas, mis, trapeze.
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi.Memepermudah perawatan diri dan kemandirian
pasien.Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi
kulit.
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat,
brace.
R/ Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan
memepertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh,
mengurangi kontraktor.
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
R/ Mencegah fleksi leher.
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, dan berjalan.
R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi,
menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan
alat.
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
50

R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk


mengurangi risiko imobilitas.
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan
untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan
kemungkinan keterbatasan.
b. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit,
harapan masa depan.
R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan
konsep dan menghadapinya secara langsung.
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang
terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam
memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri
dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap
intervensi/ konseling lebih lanjut.
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat
menerima keterbatasan.
R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh
mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri.
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan
bermusuhan umum terjadi
50

e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu


memperhatikan perubahan.
R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping
maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut.
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat
jadwal aktivitas.
R/ Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan
mendorong berpartisipasi dalam terapi.
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.
R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
i. Berikan bantuan positif bila perlu.
R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya
sendiri.Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis
psikiatri, psikolog.
R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama
berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas
dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai
pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten
dengan kemampuan individual.
50

b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi


kebutuhan perawatan diri.
c. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/
eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang
diantisipasi.
R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan
adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
b. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional.
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi
/rencana untuk modifikasi lingkungan.
R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan
meningkatkan harga diri.
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan
individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai
sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan
dengan evaluasi setelahnya.
R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena
tingkat kemampuan actual.
f. Kolaborasi: atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan
perawatan rumah, ahli nutrisi.
R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk
persiapan situasi di rumah.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/
mengingat,kesalahan interpretasi informasi.
50

Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
b. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi
gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan
aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.
R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit
melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan
istirahat.
R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/
jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
deformitas.
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang
realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi
fisik, dan manajemen stres.
R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu
menangani proses penyakit kronis kompleks.
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan
dosis.
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida
pada waktu tidur.
R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan
meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari.
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus,
perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik.
50

R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat


mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar
terapeutik darah yang tinggi.
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi
penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.
R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat
meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya.
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak
mengandung vitamin, protein dan zat besi.
R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan.
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan
informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan.
R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi,
terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki.
j. Berikan informasi mengenai alat bantu.
R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan
individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang
dibutuhkan.
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri
untuk mempersiapkan makanan dan mandi.
R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan
kemandirian.
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat
istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga
agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk
periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh
selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika
memungkinkan.
R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup
pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri.
50

m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya
dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan
yang tepat.
R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit.
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan
laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT.
R/ Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus
menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek
samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan.
R/ Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau
pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan
hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis (bila
ada).
R/ bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan
pemulihan maksimal.
50

DAFTAR PUSTAKA
http://askepdankesehatan.blogspot.co.id/2009/03/patofisiologi-
moskuloskletal.html
http://ayoncrayon5.blogspot.co.id/2012/11/anatomi-fisiologi-
muskuloskeletal.html

http://my-beautifulhome.blogspot.co.id/2012/06/pemeriksaan-diagnostik
pada.html
Lukman, Ningsih Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai