Anda di halaman 1dari 42

SKRIPSI

Hubungan Mekanisme Koping Stres Dengan


Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru

Disusun oleh :

Nama : Regita Fika Usarida

Nim : 0117059/4B

PRODI ILMU KEPERAWATAN

STIKES DIAN HUSADAMOJOKERTO

2020-2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit paru merupakan salah satu masalah kesehatan dunia, bahkan di Indonesia,
seperti kita ketahui baha tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis, yang ditularkan melalui udara, percikan dahak dari
penderita kepada individu yang rentan. Bakteri mycobacterium tuberculosis tidak hanya
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang orang lain (kemenkes RI 201 ). Tuberculosis
paru merupakan penyakit yang menjadi perhatian global saat ini. Berbagai upaya
pengendaliantelah dilakukan, namun jumlah penderita dan jumlah kematian masih banyak, pada
tahun 201 diperkirakan 1,2 juta orang meninggal karena tuberculosis (hasanah 2017).
Kebanyakan orang menganggap tuberculosis adalah penyakit yang memalukan, membuat
mereka diisolasi, dan dikucilkan, hal tersebut yang menjadi alasan atau penyebab seseorang
yang mengidap penyakit tuberculosis menjadi merasa kurang memiliki makna hidup yang baik,
dan membuat mereka merasa tidak yakin akan kemampuan mereka untuk menyelesaikan
pengobatan (sedjati 201). Maka dukungan sosial sangat dibutuhkan bagi penderita tuberculosis
paru. Dukungkan sosial merupakan dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang
memiliki hubungan sosial dan akrab dengan individu yang menerima bantuan.individu
penderita tuberculosis kurang memiliki makna hidup yang berarti karena merasa kurang
mendapat dukungan dari lingkungan disekitarnya akibat sikap yang diterimannya yakni
dikucilkan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya serta menggap dirinya kurang mampu
untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat atau merasa urang produtif karena mengidap
penyakit tuberculosis paru.

Jumlah penderita tuberculosis setiap tahun diseluruh dunia terus meningkat pada tahun 2017
diperiraan yang meninggal 1,2 juta pada orang penderita tuberculosis paru penyebab kematian
adalah aibat penyakit ini ditularkan melalui udara,percikan dahak. Dalam peningkatan
tuberculosis paru merupaan masalah serius di dunia. Tuberculosis paru dipuskesmas prambon
sidoarjo pada tahun 2019 81 penderita tuberculosis paru. Pada tahun ini penderita tuberculosis
paru adalah 66 penderita.
Kepatuhan minum obat tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
penderita merasa bosan dengan program pengobatan yang lama, penderita merasa tidak nyaman
dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut, penderita lupa membaa obat saat
berpergian jauh, dan penderita merasa dirinya telah sembuh arena tidak adanya gejala yang
timbul sehingga memutuskan untu tida minum obat. Penyakit tuberculosis paru menimbulkan
dua dampak yaitu dampak dari penyakit tuberculosis paru serta dampak dari pengobatan
tuberculosis paru penyakit tuberculosis paru menimbulkan dampak secara fisik yaitu gangguan
kenyamanan seperti nyeri dada,keletihan dan mengalami sulit bernafas (smeltzer dan bare
2002). Menurut smith (2005) dampak penyakit tuberculosis paru pada klien adalah tidak dapat
melaksanakan aktifitas fisik sehari-hari dan juga rata-rata klien tuberculosis paru akan
kehilangan aktu kerja produktifnya dalam 6 bulan pengobatan tuberculosis paru. Dampak yang
berbahaya jika penyakit tuberculosis paru tidak segera diobati akan berakibat kesakitan janga
panjang,kematian. Dampak psikologis akibat penyakit tuberculosis paru diantarannya
menimbulkan stress,bingung,penyesalan,dan meningkatnya emosipada klien.
Penyakit tuberculosis paru membutuhkan aktu pengobatan yang panjang dengan
obat yang cukup banyak serta mempunyai berbagai efek pengobatan sehingga seringkali
menyebabkan penderita putus berobat,dukungan sosial yang baik diperluan dalam masa
pengobatan penyakit tuberculosis paru yang mengharuskan untuk mengkonsumsi obat secara
rutin tanpa henti. Kepatuhan ialah ketaatan pasien dalam menjalankan pengobatan yang
disarankan oleh dokter (hendiani, 201). Dukungan sosial dari keluarga dapat dibentuk untuk
membantu kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan (hasanah, 2017). Dukungan sosial
dapat berpengaruh terhadap individu sehingga menumbuhkan keyakinan pada penderita untu
dapat sembuh dari penyakit yang di deritanya. Bagi penderita tuberculosis tentu saja tida mudah
untuk melakukan atifitas-aktifitas seperti sebelum menghadapi penyakit hal ini tentunya
membutuhkan banyak dukungan sosial dari lingkungannya seperti dukungan emosional yaitu
dukungan yang melibatkan ekspresi atau penyampaian rasa empati,kepedulian, dan perhatian
terhadap orang lain sehingga dukungan ini dapat memberikan perasaan aman,nyaman,dan
perasaan dicintai dalam situasi-situasi stress (sedjati, 201)
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
apakah ada hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB paru diprambon sidoarjo
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
mengetahui hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan minum obat TB paru
diprambon sidoarjo
1.3.2 Tujuan Khusus
1. mengidentifikasi mekanisme koping stress masyarakat terhadap kepatuhan minum
obat TB paru diprambon sidoarjo
2. mengidentifikasi kepatuhan minum obat TB paru diprambon sidoarjo
3. menganalisis hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan minum obat TB
paru diprambon sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Dan Petugas Kesehatan
diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikandasar teori perawat desa untuk edukasi
tentang kepatuhan minum obat TB paru.
1.4.2 Manfaat Bagi Responden
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan supaya responden
dapat mengetahui dengan baik tentang kepatuhan minum obat pada TB paru.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Kesehatan
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kepustakaan dan
pengetahuan yang berguna bagi mahasiswa, khususnya pada mahasiswa STIKES DIAN
HUSADA MOJOKERTO
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti
untuk menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti sekaligus sebagai media dalam
mengemukakan pendapat tentang hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mekanisme Koping

Kemampuan menghadapi stress berbeda pada setiap individu tergantung kemampuan koping

yang dimiliki. Koping merupakan respon yang dilakukan tubuh untuk mengurangi beban

fisik,emosional, dan psikologis yang berhubungan dengan akivitas atau kesibukan sehari-hari.

Bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negative

yang ditimbulkannya.Bahkan diantara mereka yang menilai suatu situasi sebagai penuh stress,

efek stress dapat bervariasi tergantung bagaimana individu menghadapi berbagai situasi yang

terjadi. Koping yang efektif dan tepat akan memberikan kemampuan kepada pasien untuk

menyesuaikan diri atau mennghadapi stressor seperti nyeri, hilangnya sebagianfungsi tubuh,

mual muntah, kelelahan, penurunan mobilitas, isolasi social, harga diri, ketidak pastian, takut

akan kematian penyesuian diri dengan lingkungan rumah sakit.

Faktor yang mempengaruhi mekanisme koping individu

Menurut Siswanto (2007), stresor yang sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada

setiap individu sesuai dengan karakteristik yang memiliki seperti:

1) Usia

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres dan jenis stresor yang paling

mengganggu. Usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stres dibanding dengan usia anak-

anak dan usia lanjut.


2) Jenis kelamin

Wanita biasanya memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap stresor dibanding dengan pria

terutama wanita-wanita di usia produktif karena hormon-hormon masih bekerja secara normal.

3) Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap stresor

biasanya lebih baik.

4) Tingkat kesehatan

Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stres dibandingkan orang yang sehat.

5) Kepribadian

Seseorang dengan kepribadian tipe A (tertutup) lebih mudah terkena stres daripada orang dengan

kepribadian tipe B (terbuka).

6) Harga diri

Harga diri yang rendah cenderung membuat efek stres lebih besar dibandingkan dengan orang

yang memiliki harga diri yang tinggi.

2.1.2 Jenis Mekanisme koping

Taylor, (2012) membagi mekanisme koping dalam dua kategori:


1. Direct action (strategi koping yang berfokus pada masalah problem focused coping) yaitu

segala tindakan yang diusahakan individu untuk mengatasi atau menanggulangi stres

yang langsung diarahkan pada penyebab stres atau stresor. Palliation (strategi koping

yang berfokus pada emosi emotional focused coping), perilaku kategori ini merupakan

suatu usaha yang diarahkan untuk mengatasi, mengurangi, atau menghilangkan

ketegangan emosional yang timbul dari situasi stres, atau bertahan terhadap tekanan

emosi negatif yang dirasakan akibat masalah yang dihadapi. Jenis mekanisme koping

yang berfokus pada masalah mencakup tindakan secara langsung untuk mengatasi

masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi

2..1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan mekanisme koping

a. Harapan akan self-efficacy, harapan akan self-efficacy berkenaan dengan harapan

terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap

kemampuan diri untuk menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap

kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup (Mutoharoh, 2010).

b. Dukungan sosial, individu dengan dukungan sosial yang tinggi akan mengalami stres

yang rendah ketika mengalami stres, dan mereka akan mengatasi stres atau melakukan

strategi koping yang lebih baik (Taylor, 2012).


c. Optimisme, pikiran yang optimis dapat menghadapi suatu masalah lebih efektif

dibandingkan pikiran yang pesimis berdasarkan cara individu melihat suatu ancaman.

Individu dengan pikiran optimis akan melihat masalah sebagai sesuatu hal yang harus

dihadapi sehingga mereka memilih menyelesaikan masalah yang ada (Mutoharoh, 2010).

d. Pendidikan, tingkat pendidikan individu memberikan kesempatan yang lebih banyak

terhadap diterimanya pengetahuan baru (Mutoharoh, 2010).me. Jenis kelamin, terdapat

perbedaan mekanisme koping antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki sering

menunjukkan perilaku-perilaku yang kita anggap sulit yaitu gembira berlebihan dan kadang-

kadang melakukan kegiatan fisik yang agresif, menentang, menolak otoritas. Perempuan

diberi penghargaan atas sensitivitas, kelembutan, dan perasaan kasih (Mutoharoh, 2010).

2.1.4Instrumen Way of Coping

Strategi koping diukur dengan dengan menggunakan skala Way of Coping Lazarus yang

sudah dimodifikasi dalam bahasa Indonesia dan sudah digunakan dalam penelitian.

Responden dikategorikan ke dalam kelompok problem focused coping (PFC) dan emotion

focused coping (EFC). Skala ini merupakan jenis pertanyaan tertutup bila jawaban selalu skor

4, sering skor 3, kadang-kadang skor 2, tidak pernah skor 1. Pernyataan ini berlaku untuk

pernyataan favorable (pernyataan positif), sedangkan untuk pernyataan unfavorable yaitu

tidak pernah skor 4, kadang-kadang skor 3, sesuai sering skor 2, selalu skor 1 (Halim, 2014).
Koping PFC = skor PFC> skor EFC, koping EFC jika skor EFC> skor PFC. PFC

dikategorikan sebagai strategi koping yang baik sedangkan EFC dikategorikan sebagai

strategi koping yang buruk. Nilai reliabilitas skala ini sebesar 0,89 sehingga dapat digunakan

dan memiliki hasil nilai validitas yang memuaskan karena nilai Cronbach’s alpha lebih dari

0,7 (Halim, 2014).).

2.2 Definisi Kepatuhan Minum Obat

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan

lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan , walaupun efek

samping obat OAT sangat berdampak pada tubuh mereka akan tetapi respon keinginan pasien

untuk sembuh dari penyakit tuberculosis sangat besar.

2.2.1 Faktor Penderita Atau ndividu

1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh

Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu sendiri. Motivasi individu

ingin tetap mempertahankan kesehatanya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya

2) Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalanikehidupan. Penderita yang

berpegang teguh terhadap keyakinanya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus

asa serta dapatmenerima keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih baik. Kemauan

untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana

penderita memiliki keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau

tahu akibatnya.

b. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat

dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tenteram apabila mendapat perhatian dan

dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan

dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik, sertapenderita mau

menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain merupakan

faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat

mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan

terhadap ketidaktaatan.
d. Dukungan petugas kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku

kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat

yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi

perilakupasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakantertentu dari

pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah

mampu berapdatasi dengan program pengobatanya. Faktor lain adalah peran PMO, kolaborasi

petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum

obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat kepatuhan dan keberhasilanya

(Purwanta, 2005, Ciri-ciri Pengawas Minum Obat, diperoleh tanggal 23 Maret

2007).Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka panjang, sehingga kepatuhan minum

obat (adherence) juga sering menjadi masalah yang harusdipikirkan sejak awal pengobatan.

Minum obat yang tidak rutin terbukti telah menyebabkan resistensi obat yang dapat

menyebabkan kegagalan pengobatan. Berdasarkan hal tersebut, tentu perlu adanya

pengaturanpenggunaan obat sesuai tujuannya terutama obat seperti yang dikehendaki. Aturan

minum obat sangat berpengaruh pada kepatuhan penderita (complience) (Nirmala, 2003,

Konsultasi kesehatan kepatuhan minum obat, diperoleh tanggal 23 Maret 2007


Pengelolaan stres atau mekanisme koping dapat membantu individu menghilangkan,

mengurangi, mengatur dan mengelola stres yang dialami. Koping juga menjadi usaha individu

dalam mempertahankan penyesuaian diri terhadap situasi yang menyebabkan stres [27]. Untuk

mengatasi stres yang dialami diperlukan mekanisme koping yang adaptif, dengan mekanisme

koping yang adaptif maka stres yang dialami akansemakin ringan [15].Dengan mengetahui

penyebab stres maka dapat digunakan untuk mengatasi stres yang dialami. Penggunaan

mekanisme koping yang adaptif sangat membantu pasien untuk mengatasi stres akibat

penyakitnya. Dengan koping adaptif maka dapat meningkatkan pemikiran yang positif dan

perilaku positif seperti berhenti merokok, gaya hidup sehat, aktivitas fisik dan nutrisi yang tepat,

tidur yang cukup. Perilaku positif tersebut dapat meningkatkan kesehatan pasien, apabila

kesehatan dan kondisi fisik pasien baik maka stres juga akan berkurang [14]. Peneliti

berpendapat bahwa mekanisme koping memiliki hubungan berlawanan arah dengan stres,

semakin adaptif mekanisme koping yang dimiliki seseorang maka semakin ringan stres yang

dialami. Peneliti berpendapat bahwa koping menjadi usaha individu untuk beradaptasi dengan

situasi yang membuat tertekan dan stres, ketika individu mampu beradaptasi maka stres tidak

akan terjadi.Stres juga bergantung bagaimana individu memandang suatu masalah. Ketika

seseorang memandang suatu masalah sebagai musibah, maka yang dirasakan hanya kesedihan

dan hal tersebut menimbulkan pikiran negatif sehingga menyebabkan stres. Ditambah lagi

dengan sedih terus menerus maka sulit untuk memikirkan langkah apa yang harus diambil dalam
menghadapi masalah. Sebaliknya apabila seseorang memandang masalahsecara positif maka ia

akan dapat mengambil hikmah dari masalah yang dialami. Misalnya dengan sakit yang dialami

sisi negatifnya tidak bisa bekerja dan harus berobat, namun sisi positifnya waktu bersama

keluarga menjadi banyak dan lebih menjaga kesehatan.Selain itu koping adaptif juga dapat

dilakukan dengan cara menerima kondisi penyakit, dengan menerima maka individu akan lebih

merasa tenang. Ketika merasa tenang stres yang dialami juga akan berkurang. Ditambah lagi

ketika merasa tenang maka individu akan mampu berpikir jernih tentang apa yang harus

dilakukan ketika menghadapi masalah.

2.3 Konsep Tuberculosis

2.3.1 Definisi Tuberculosis

tuberculosis adalah penyakit menular langsung yg disebabkan oleh kuman TB

(mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru ,tetapi dapat juga

menyerang organ tubuh lainnya. TB paru adalah penyakit yang menular melalui udara

(airborne disease).Kuman TB menular dari orang ke orang melalui percikan dahak. Ketika

penderita TB paru aktif batuk,bersin,bicara atau tertawa. Kuman TB cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan

lembap .dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama selama beberapa tahun.

2.3.2 Etiologi Tuberculosis Paru


Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman berbentuk batang yang berukuran dengan

panjang 1-4mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar komponen tuberculosis adalah

berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan

dengan zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai

daerah yang banyak oksigen.Oleh karena itu tuberculosis senang tinggal di daerah apeks

paru-paru yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi.Daerah tersebut menjadi

daerah yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.

Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalan keadaan dingin (dapat tahan bertahun-

tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam sifat

dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan

tuberculosis aktif kembali.Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi pada saluran

pernapasan. Hasil mikrobacterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran

nafas sampai alfeoli maka terjadilah infeksi primer selanjutnya menyerang kelenjar getah

bening setempat dan terbentuklah primer kompleks keduanya ini dinamakan tuberculosis

primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami kesembuhan.

Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan

spesifikterhadap hasil mikrobacterium tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia

1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer adalah peradangan jaringan paru

oleh karena itu terjadi penularan ulang yang mana didalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap hasil tersebut. Jika penyebab penularan TB telah diketahui, sumber

ataupun cara penularaanya dapat dipastikan sehingga penulanggan dapat dilakukantanpa

penyelidikan yang luas. Jika penyebabnya diketahui sementara sumber dan cara

penularannya, belum dapat dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan.

2.3.2 Patofisiologi Tuberculosis Paru

Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita penyakit

tuberculosis pada orang lain. Penularan tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara

penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada dalam ruangan tidur atau

ruang kerja yang sama, penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia

menderita sakit tuberculosis. Droplet yang mengandung hasil tuberculosis yang dihasilkan

dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1-2 jam tergantung ada atau

tidaknya sinar matahari serta ventilasi ruangan dan kelembapan.Dalam suasana yang gelap

dan lembap kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet

terhirup oleh orang lain yang sehat maka droplet akan masuk ke system pernafasan dan

terdampar pada dinding system pernafasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran

pernafasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli. Pada tempat

terdamparnya hasil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat

pembiakan. Tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi.

Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrophage, sehingga

berkurang atau tidaknya kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari

macrophage adalah membunuh kuman jika proses ini berhasil dan macrophage lebih banyak

maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya

menurun pada saat itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru-paru

dengan membentuk tuberkel ( biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan

akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul pekejuan

ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk

yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah.

2.3.4 Tanda Dan Gejala Tuberculosis Paru

1.batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan.Batuk terjadi karena

adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering( non produktif) kemudian setelah timbul

peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3

minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk darah.

2. batuk darah

Pada saat batuk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi, mungkin tampak berupa

garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.Batuk ringannya batuk darah

tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3.sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah

setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim

paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti evusi pleura,

pneumothoraks,anemia dan lain-lain.

4. Nyeri dada

Nyeri dada pada tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan.Gejala nyeri dada ini

timbul apabila system persarafan dipleura terkena.

2.3.5 Faktor Factor Yang Mempengaruhi Tuberculosis Paru

a. factor lingkungan

factor lingkungan sangat berpengaruh dalam penularan penyakit tuberculosis yaitu

kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian, lingkungan rumah,serta lingkungan dan

sanitasi tempat bekerja yang buruk. Semua factor tersebut dapat memudahkan penularan

penyakit tuberculosis.

b. factor social ekonomi


pendapatan keluarga juga sangat mempengaruhi penularan penyakit tuberculosis karena

dengan pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup dengan layak seperti tidak

mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi dan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

c. status gizi

kekurangan kalori,proteinvitamin,zat besi,akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang,

sehingga rentan terhadap berbagai penyakit termasuk tertular penyakit tuberculosis paru.

Keadaan ini merupakan factor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang

dewasa maupun anak-anak.

d. umur

penyakit tuberculosis paru ditemukan pada usia muda atau usia produktif, dewasa, maupun

lansia karena pada usia produktif orang yang melakukan kegiatan aktif tanpa menjaga

kesehatan beresiko lebih mudah terserang tuberculosis. Dewasa ini, dengan terjadinya

transisi demografi akan menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada

usia lanjut atau lebih dari 55 tahun, system imunologis seseorang menurun, sehingga sangat

rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penularan penyakit tuberculosis.

e. jenis kelamin

menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak diderita oleh laki-laki dari pada

perempuan,hal ini dikarenakan pada laki-laki banyak merokok dan minum alcohol yang
dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga wajar jika perokok dan peminum

beralkohol sering terkena penyakit tuberkolosis paru.

2.3.6 Pengobatan Tuberculosis Paru

a.obat-obat primer

obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat menimbulkan

resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu

dilakukan dengan kombinasi dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitive.

Berikut obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (BPOM RI,2017) :

1. Isoniazid

Insoniazid merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat untuk obat tuberculosis

yang paling kuat terhadap mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat

bakterisid terhadap hasil yang tumbuh pesat. Efek sampingnya adalah

mual,demam,hiperglikemia,dan neuritis optic.

2. Rifampisin

Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak dipakai untuk

menanggulangi infeksi.Mycobacterium tuberculosis rifampisin menghambat pertumbuhan

bakteri dengan menghambat sistesis protein terutama pada tahap transkripsi.Efek samping

dari rifampisin adalah gangguan saluran cerna, terjadi gangguan sindrim influenza,

gangguan respirasi, warna kemerahan pada urin.


3. Pirazinamid

Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri

tuberculosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari

pirazinamid adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek sampingnya adalah

anoreksia,ivterus,anemia,mual.

4. Etambutol

Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mecegah pertumbuhan bakteri tuberculosis di

dalam tubuh. Indikasi dari etabutamol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat

lain. Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap

kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.

5. Streptomisin

Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah disebut Streptomyces

griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk

menghambat pertumbuhan mikroba.Saat ini streptomisin semakin jarang digunakan kecuali

untuk kasus resistensi.Efek sampingnya adalah gangguan fungsi ginjal, gangguan

pendengaran, dan kemerahan pada kulit.

b. obat-obat sekunder

obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang disebabkan kuman yang resisten

atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Berikut yang
termasuk obat sekunder adalah kaproemisin, sikliserin, macrolide, quinolone dan

protionamid.Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

a. Tahap intensif (2-3 bulan )

Pada tahap intensif (awal) penderita menciptakan obat setiap hari dan diawasi langsung

untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap OAT, terutama rifampisin, bila pengobatan

tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit

menjadi tidak menularkan penyakit dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita

tuberculosis BTA positif menjadi BTA negative pada akhir pengobatan intensif.Pengawasan

ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)

Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka

waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan ini pnting untuk membunuh kuman sehingga dapat

mencegah terjadinya kekambuhan.Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan

obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah

rifampisin,INH,pirasinamid,streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan

adalah kanamisin,kuinolon,makrolode, dan amoksilin,derivate rifampisin/INH.

c. Terapi komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung

pada pengobatan medis konvesional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan

medis.

2.4 Konsep Ketidakpatuhan Pengobatan

1. Pengertian Ketidakpatuhan Pengobatan

Ketidakpatuhan merupakan perilaku individu atau pemberi asuhan tidak mengikuti sesuai

dengan rencana perawatan atau pengobatan yang disepakati dengan tenaga kesehatan,

sehingga menyebabkan hasil perawatan atau pengobatan tidak efektif (Tim pokja SDKI DPP

PPNI,2016).

Menurut (bulechek, 2015) ketidakpatuhan adalah perilaku individu dan pemberi asuhan

yang tidak sesuai dengan rencana promosi kesehatan atau terapeutik yang ditetapkan oleh

individu keluarga atau komunitas serta professional pelayanan kesehatan.Perilaku pemberian

asuhan atau individu yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau

teraputik secara keseluruhan atau sebagian tidak efektif.

2. Penyebab Ketidakpatuhan Terhadap Pengobatan Pada Pasien Tuberculosis

Menurut (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2016) penyebab ketidakpatuhan yaitu

a. Disabilitas (misalnya penurunan daya ingat, sensorik/motoric)

b. Efek samping program perawatan/pengobatan

c. Beban pembiayaan program perawatan/pengobatan


d. Lingkungan tidak terapeutik

e. Program terapi kompleks

f. Hambatan mengakses pelayanan kesehatan (misalnya gangguan mobilisasi, cuaca tidak

menentu)

g. Program terapi tidak ditanggung asuransi

h. Ketidakadekuatan pemahaman (sekunder akibat deficit kognitif,kecemasan,gangguan

penglihatan/pendengaran,kelelahan,kurang motivasi)

5. Tanda dan gejala ketidakpatuhan terhadap pengobatan tuberculosis

Berikut tanda dan gejala ketidakpatuhan terhadap pengobatan tuberculosis menurut (Tim pokja

SDKI DPP PPNI, 2016) :

Subjektif :

1. Klien menolak menjalani perawatan/pengobatan

2. Klien menolak mengikuti anjuran

Objektif :

1. Perilaku tidak mengikuti program perawatan/pengobatan

2. Perilaku tidak menjalankan anjuran

Tujuan pengobatan pada penderita tuberculosis paru selain untuk menyembuhkan atau

mengobati penderita juga dapat mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi

OAT serta memutuskan mata rantai penularan.


2.2.6 Kerangka Konsep

Mekanisme koping stres Kepatuhan minum obat


Faktor yang mempengaruhi
Faktor mekanisme koping
Kepatuhan minum obat
1. Usia
1. Komunikasi
2. Jenis kelamin
2. Pengetahuan
3. Tingkat pendidikan 3. Fasilitas kesehatan
4. Tingkat kesehatan 4. Faktor penderita
5. Keperibadian a. Sikap
6. Harga diri b. Keyakinan
5. Obat
6. Dukungan keluarga
7. Dukungan sosial
8. Dukungan petugas
kesehatan

Keterangan :
: Tidak diukur.
: Diukur.
: Mempengaruhi

2.2.6 penelitian terkait

 menurut lie liana fuadiati 2019 menunjukkan hasil bahwa analisa bervariat dari

kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara mekanisme

koping dengan stres pasien tb paru dirumah sakit jember dengan p value 0,00 dan

nilai koefisien korelasi (r)sebesar -0,529. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan

antara variabel keduannya tergolong sedang dan bernili negatif, yang artinya

semakin adaptif mekanisme koping maka semakin ringan stres yang dialami.

Nilai koefisienkorelasi mendekati nol maka hubungan kedua variabel akan

semakin lemah.

 Menurut dwi rifqi putri wahyu hidayati 2019 menunjukkan hasil bahwa penderita

TB paru dipuskesmas tanah kali kedinding memiliki mekanisme koping adaptif


karena adanya faktor dari suatu dukungan yg baik dari keluarga. Hal ini dapat

dibuktikan pada hasil tabulasi silang bahwa sebagian besar keluarga menjadi

pengawas minum obat penderita TB paru dipuskesmas tanah kali kedinding

surabaya yaitu 53 responden 93%.

 Menurut limbu dalam penelitian septia 2013 tanpa pengobatan setelah lima tahun

50% dari pasien tuberkulosis paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri

dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25% sebagai kasus kronik yg mentap

menular.

 Menurut aditama 2009 tuberkulosis adalah penyakit menular lansung yang

disebabkan oleh kuman microbacterium tuberkulosis (TBC).

 Menurut anand 2014 di india tentang persepsi pasien TB terhadap stigma

masyarakat dan keluarga kepada mereka yaitu pasien pernah menunda

pengobatan TB karena stigma 21%. 34% pasien mengeluhkan adanya perubahan

negatif.

2.2.7 Hipotesis

H0 = ada hubungan mekanisme koping stres terhadap kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru.

BAB 3

METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu carauntuk memperoleh suatu kebenaran. Ilmu pengetahuan

atau pemecahan masalah menurut metode keilmuan (Notoatmodjo, 2010). Pada bab ini akan

menguraikan tentang1) Desain penelitian, 2) Populasi, Sampel dan Sampling, 3) Identifikasi

variabel penelitian dan definisi operasional, 4) Prosedur penelitian, 5) Analisa Data,6)Etika

Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga

peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pernyataan penelitian. Desain penelitian

mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian,

serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut.(Setiadi,

2013)Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahobservasi analitik.

Dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan

koping stres dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di puskesmas.

Pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersaam pada data variabel lndependen dan

dependen.

Kerangka Kerja Penelitian

Populasi
Semua pasien dengan TB Paru di Puskesmas prambon sidoarjo
Teknik Sampling :
Probability sampling dengan pendekatan simple random sampling

Sampel :
Sebagian pasien dengan TB paru di Puskesmas prambon sidoarjo yang
memenuhi kriteria inklusi ∑ = 62

Pengumpulan Data

Kuisioner Observasi
Mekanisme Koping

Pengolahan Data
Editing, coding, skoring, cleaning

Analisa Data
Uji Bivariat :Non Parametrik Uji Spearman
rho
Hasil dan Pembahasan
3.1 Alat Ukur Penelitian

Instrumen penelitian menjadi suatu hal yang penting dalam menjalankan


sebuah penelitian. Menurut Wina Sanjaya (2009: 84) dalam Ria (2015) instrumen adalah alat
yangdapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Dalam penelitian ini instrument
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Lembar Observasi

Lembar observasi menurut Wina Sanjaya (2009: 84).berisikan daftar dari semua aspek
yang akan diobservasi,sehingga obsever tinggal memberi tanda pada aspek yang diobservasi.
Lembarobservasi dibuat berdasarkan pendapat dari beberapa ahli mengenai
kemampuanmembaca permulaan yang diambil oleh peneliti dan disesuaikan
denganPermendiknas No 58 Tahun 2009. Berikut akan disajikan tabel kisi-kisi
instrumenthubungan mekanisme koping stres dengan kepatuhan minum obat pada penderita
tuberkulosis paru.
No. Indikator Skor Deskripsi
1. Kepatuhan minum obat 1 Px mampu
menyebutkan
jadwal minum
obat.
2 Px mampu
menerapkan
kepatuhan
minum obat
2. Mekanisme stres 1 Px mampu
mengontrol
mekanisme stres

3.2 Populasi, sampling, sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini
populasi yang digunakan peneliti adalah masyarakat prambon sidoarjo yang berjumlah
66 orang.

3.2.2 Sampel
Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat prambon sidoarjo
yang sebesar 61 orang, sampel diambil dari kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut:
1. kriteria inklusi ; Usia penderita TB yang sedang menjalani pengobatan
2. kriteria ekslusi ; penderita TB
3. Besar sampel
Pada penelitian ini, jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin, yaitu (Notoatmodjo,
2012):
N
n= 2
1+ N ( d)
62
n=
1+62(0,05)2
62
n=
1+62 ( 0,0025 )
62
n=
1+0,155
62
n=
1,155
n=53
Keterangan :
n = jumlah sampel.
N = jumlah populasi.
D = batas toleransi kesalahan (error tolerance).
Jadi, besar sampel pada penelitian ini adalah 53 orang penderita tb paru .

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan probability sampling dengan metode

simple random sampling. Untuk mencapai sampling ini, maka setiap elemen akan diseleksi

secara acak dengan cara mengundi anggota populasi (lottery technique atau teknik undian).

Semua nama responden dalam populasi didata dan diberikan nomor urut. Setelah itu, peneliti

menulis nomor urut responden sesuai data pada secarik kertas dan memasukkannya ke dalam

botol. Dari total populasi terjangkau sebanyak 53 orang penderita TB yang memenuhi kriteria

penelitian, kemudian dikeluarkan sebanyak 10 nomor, sehingga sisa nomor di dalam botol yang

berjumlah 43 orang penderita TB diambil untuk dijadikan sampel.

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah mediapuzzle.mekanisme koping stres

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah kemampuan membaca kepatuhan minum obat

Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor


Operasional
Independe Suatu cara 1. meminta Kuisioner ordina 1. skor pernyataan
n yang dukungan l positif
Mekanism dilakukan oleh pada individu 4 = sangat setuju
e penderita TB lain 3= setuju
Koping paru ketika 2. melihat 2 = tidak setuju
sedang seuatu dari 1 = sangat tidak
menyelesaikan segi setuju
masalah positifnya 2. skor pernyataan
3. cenderung negatif
realistik 1 = sangat
4. cenderung setuju
bersifat 2 = setuju
emosional 3 = tidak setuju
4 = sangat tidak
setuju
Kategori :
1. Kurangdari 50 =
maladaptif
2. Lebih dari 50 =
adaptif
(azwar 2011)
Dependen Suatu cara Pasien mampu Observas ordina Baik : 11- 16
Kepatuhan yang minum obat secara i l Cukup : 6- 10
minum dilakukan rutin Kurang : 1- 5
obat masyarakat
pada
kepatuhan
minum obat

3.4.3 Pengumpulan Data

metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam pengumpulan data

dalam penelitian. Cara pengumpulan data tersebut meliputi

wawancara,observasi,pengukuran atau melihat data statistik (data sekunder seperti


dokumentasi) (hidayat,2011). Pada penelitian ini metode pengumpulan data

menggunakan kuisioner. Kuisioner merupakan cara pengumpulan data penelitian yang

berisi suatu pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh respond3n

(hidayat,2011). Proses pengambilan data dengan pre post. Peneliti memberi

kuisionertertutup yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang mekanisme koping stres TB

berupa multipel choice dan 5 pertanyaan tentang kepatuhan minum obat.

3.4.4 instrumen Penelitian

instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner.

Kuisioner merupakan cara pengumpulan data dengan cara mengisi pertanyaan-pertanyaan

yang harus dijawab atau dikerjakan oleh responden (hidayat 2011). Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner tertutup yang mencakup 10 pertanyaan

yang mengarah pada variabel independen mekanisme koping stres dan 5 pertanyaan yang

mengarah pada variabel depen yaitu kepatuhan minum obat TB. Peneliti menjelaskan

cara pengisian kuisioner kepada responden. Responden bertanya kepada peneliti jika

kurang paham. Kuisioner dikembalikan kepada peneliti jika sudah selesai.

3.4.5 Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

penelitian dilakukan di puskesmas prambon sidoarjo

2. Waktu Penelitian

penelitian ini dilaksanakan


3.4.6 Pengolahan Data

kuisioner yang telah di isi oleh responden lalu diperiksa kelengkapaannya kemudian

diberi kode responden. Data yang telah terkumpul diberi kode berupa angka yang terdiri

dari beberapa karakteristik yaitu :

1. setelah data kuisioner factor mekanisme koping terkumpul peneliti memberikan

skor pada setiap pernyataan

bila pertanyaan jawaban selalu=1 ,kadang-kadang=2,tidak pernah=1 kemudian skor

dijumlahkan 2-10

skor tertinggi = 2

skor terendah = 1

jumlah pertanyaan 10

nilai maksimal : skor tertinggi X jumlah pertanyaan

: 2 x 10

: 20

Nilai minimal : skor terendah X jumlah pertanyaan

: 1 x 10

: 10

Sehingga dapat disimpulkan hasil dari kuisioner mekanisme koping

Mekanisme koping adaptif = 10 – 2

Mekanisme koping maladaptive = 10 – 1

3.4.7 Analisa Data


Analisa data adalah kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi informasi yang

dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian. Cara pengambilan kiesimpulan

dengan uji hipotesis (sulistyaningsih,2011) analisa data pada penelitian ini menggunakan

program sofware SPSS dengan uji statistik dengan menggunakan chi-square

menunjukkan bahwa pvalue (0,05)<a (=0,01). Maka dapat disimpulkan bahwa Ha

diterima yaitu ada hubungan mekanisme koping stres dengan kepatuhan minum obat

dipuskesmas prambon sidoarjo.

3.4.8 Etika Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan manusia sebagai objek penelitian, wajib

mempertimbangkan etika penelitian agar tidak menimbulkan masalah etik yang dapat

merugikan responden maupun peneliti. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat

rekomendasi dari STIKeS dan izin dari dinkes. Penelitian dimulai dengan melakukan

beberapa prosedur yang berhubungan dengan etika penelitian meliputi :

1. Lembar Persetujuan (informant consent)

Diberikan kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan dengan tujuan agar

responden mengetahui tujuan penelitian, apabila responden menolak untuk diteliti maka

peneliti menghargai hak tersebut, hal-hal yang dijelakan meliputi status responden selama

penelitian dengan menyatakan bahwa data yang mereka berikan akan digunakan untuk

keperluan penelitian. Responden dalam penelitian memperoleh lembar informant consent

yang berisi penjelasan mengenai mekanisme koping stress dan kepatuhan minum obat TB

paru dan pernyataan kesediaan untuk menjadi responden. Responden yang bersedia

mengikuti penelitian harus menandatangani lembar informant consent.

2. Tanpa Nama (Anonimity)


Nama responden tidak perlu dicantumkan pada lembar kuisioner. Pada penelitian ini

dilakukan dengan cara menggunakan kode dan alamat responden pada lembar kuisioner

dan mencamtumkan pada tangan pada lembar persetujuan sebagai responden.

3. Kerahasiaan (confidentialy)

Kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan responden dan data hasil penelitian

tidak akan diberikan kepada orang lain.

4. Keadilan (justice)

Penelitian dilakukan secara jujur , hati-hati , berperikemanusiaan. Penggunaan

prinsip keadilan pada penelitian ini dilakukan dengan cara tidak membedakan jenis

kelamin,usia,suku/bangsa dan pekerjaan sebagai rencana tindak lanjut dari penelitian ini.

5. Asas Kemanfaatan (beneficiency)

Peneliti harus secara jelas mengetahui manfaat dan resiko yang mungkin terjadi pada

responden. Penggunaan asas kemanfaatan pasa penelitian ini dilakukan dengan cara

menjelaskan secara detail tujuan, manfaat, dan teknik penelitian kepada responden.
Daftar Pustaka
Lampiran 1

Kepatuhan Minum Obat

1. Apakah bapak/ibu minum obat setap har?


a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
2. Apakah bapak/ibu mengerti tentang jadwal waktunya minum obat?
a. Sangat mengert
b. Tidak mengert
c. Mengerti
3. Apakah anda tahu bahwa pengobatan tb memerlukan waktu jangka panjang?
a. Sangat tau
b. Tau
c. Tidak tau sama sekali
4. Apakah anda pernah lupa minum obat ?
a. Kadang-kadang lpa
b. Sangat lupa
c. Tidak pernah lupa
5. Ketika anda merasa merasa kondisi membaik apakah anda pernah berhenti minum obat?
a. Pernah
b. Tidak pernah
c. Sangat pernah
6. Apakah obat tb yang dberkan oleh dokter habis anda minum secara teratur sesuai dengan
dosis dokter?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah anda terkadang lupa membeli obat yang diresepkan?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah anda selalu mematuhi petunjuk aturan pakai dari dokter?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah bapak/ibu pernah membagi obat dengan orang lain?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah anda terkadang lupa membeli obat yang diresepkan?
a. Ya
b. Tidak
Lampran 2
Kusoner mekansme kopng stress

Jawaban
No Pertayaan YA Tdak

1. Perasaan saya menjadi lebh


tenang setelah mendapat
penjelasan tentang tb paru
dari dokter
2. Saya mencari nformasi yang
lebih banyak tentang tb paru
kepada orang yang pernah
mengalaminya
3. Saya percaya dokter dapat
membantu saya atas
kesembuhan penyakit saya
4. Saya berdoa kepada tuhan
agar saya kuat menjalani
pengobatan tb
5. Saya sering merasa capek dan
bosan minum obat tb paru
6. Saya selalu mengkuti nasehat
dari dokter
7. Saya mudah putus asa dengan
penyakit saya

Anda mungkin juga menyukai