Anda di halaman 1dari 24

Laporan Pendahuluan Persalinan Dengan Indkasi Sectio Caecaria

CT : Ns. Maria Lupita Meo, M.Kep

Di Susun Oleh :

Riska Kristina Assa, S.Kep 20014104029

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MANADO 2021
Laporan Pendahuluan Persalinan Dengan Indkasi Sectio Caecaria

A. Definisi
Sectio Caecaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (NANDA, 2015). Sectio Caecaria suatu
persalitan buatan, dimana janin dilahirkan mellui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding Rahim dengan sayatan Rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Winkjosastro, 2013).
Sectio Caecaria adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (amru sofian 2012). Secio caecaria adalah
suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina .

B. Etiologi atau Faktor Resiko


a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak ada, dispropopso sevalo pelvic (disposisi janin / panggul), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta
previa terutama pada primigravida, solusio plasenta. Komplikasi kehamilan yaitu
preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit
(Jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovary, mioma uteri, dan
sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, malpresentasi dan malposisi kedudukan janin,
prolapses tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi (Nanda, 2015).

C. Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak
memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan tindakan secio caeserea , bahkan sekarang
sectio caeserea menjadi salah satu pilihan persalinan (Sugeng, 2010).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat
dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis,
panggul sempit, partus tidak maju (partus lama) , pre-eklamsi, distoksia service, dan mall
presentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan
yaitu secio saecerea. . Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan
menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intorelansi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai
proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan akan ilakukan
tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah dn saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostagladin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir , daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi ,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi .

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan Sectio
Caesarea adalah :
 Fetal distress
 His lemah
 Pre eklmasi
 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
 Plasenta previa
 Kelainan letak
 Panggul sempit

E. Klasifikasi Sectio Caesarea


Klasifikasi Sectio Caesarea menurut ( Hary Oxom dan William R. Fortue, 2010)
1. Segmen bawah : Insisi melintang
Kerena dengan cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dimana sekalipun rongga rahim terinfeksi
maka insisi melintang segmen bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam
pelaksanaan obstertic.
2. Segmen bawah : Insisi bujur
Cara membuka abdomen dan menyingkipkan uterus sama seperti insisi melintang,
insisi bujur dibuat dengan menggunakan scaple dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio caeserea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scapel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul.
Diperlukan luka insisi lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu.
Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada
masa moderen hampir sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan sectio
caeserea klasik . satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan
teknis dalam menyingkapkan segmen bawah.
4. Sectio Caeserea Extraperitoneal
Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histeretomi pada kasus-kasus
yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis geralisata yang sering
bersifat fatal. Ada beberapa metode ectio caeserea extraperitoneal seperti metode
waters, Latzko, dan Norton T. Teknik pada prosedur ini relative lebih sulit sering
tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesika urinaria
meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan
kasus-kasus tersebut.
5. Histerektomi Caeserea
Pembedahan ini merupakan sectio caserea yang dilanjutkan dengan pengeluaran
uterus. Jika memungkin histerektomi harus dikerjakan dengan lengkap (histerektomi
total). Akan tetapi karena pembedahan subtoral lebih mudah dan dapat dikerjakan
lebih cepat,maka pembedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat
perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akiat
sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus-semacam ini lanjutan pembedahan adalah
menyelesaikan secepat mungkin.

F. Kontraindikasi Sectio Saecerea


Secio caeserea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :
1. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan
hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi
berbahaya yang tidak diperlukan.
2. Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea
extraperitoneal tidak bersedia.
3. Kalau dokter bedah tidak berpengalaman. Kalau keadaan tidak menguntungkan
bagi pembedahan , atau kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai.

G. Risiko Bedah Sectio Caesarea


1. Masalah yang muncul akibat bius yang digunakan dalam pembedahan dan obat-
obatan penghilang nyeri sesudah bedah sectio caesarea
2. Penigkatan insidensi infeksi dan kebutuhan akan antibiotic
3. Perdarahan yang lebih berat dan peningkatan resiko predarahan yang dapat
menimbukan anemia atau memerlukan transfusi darah.
4. Rawat inap yang lebih lama
5. Nyeri pasca bedah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan
membuat sulit merawat diri sendiri dan merawat bayi
6. Resiko timbulnya masalah dari jaringan perut atau perlekatan di dalalam perut
7. Kemungkinan cedera organ lain (usus besar atau kandung kemih) dan resiko
pembntukan bekuan darah dikaki atau didaerah panggul.
8. Peningkatan resiko masalah pernapasan dan temperatur untuk bayi baru lahir
9. Tingkat kemandulan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
melahirkan lewat vagina
10. Peningkatan resiko plasenta previa atau plasenta yang tertahan pada kehamilan
berikutnya
11. Peningkatan kemungkinan harus dilakukannya bedah pada kehamilan berikut
(Penny, dkk 2008).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. Elektrolit
4. Pemeriksaan urin
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Umum
2. Riwayat Perawatan
a. Keluhan utama
Keluahan utama yang biasa ditemukan adalah nyeri seperti tusuk-tusuk,
panas, perih , mules, dan sakit pada jahitan perineum
b. Riwayat penyakit sekarang
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala timbul tba-tiba atau
perlahan , lokasi, obat yang diminum dan cara penanggulangan
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita keluaga baik penyakit kronis, keturunan, maupun
menular.
d. Riwayat seksualitas / reproduksi
Kebanyakan klien enggan diajak untuk berhubungan dengan pasangan.
Frekuensi untuk berhubungan berkurang karena pasien masih merasakan sakit
pada area bekas operasi.
 Usia menarche, siklus haid,lama haid, haid terakhir.
 Masalah dalam menstruasi,apakah ibu pernah melakukan papsmear
 Penggunaan kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implan dan oral)
 Riwayat reproduksi
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian faktor emosional, perilaku, dan sosial pada masa pascapartum
memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu dan kelurga terhadap
dukungan, penyuluhan dan bimbingan antisipasi , respons mereka terhadap
pengalaman kehamilan dan persalinan , dan perawatan pascapartum dan faktor-
faktor yang mempengaruhi pengembanan tanggung jawab menjadi orang tua baru.
Perawat juga mengkaji pengetahuan kemampuan ibu yang terkait dengan
perawatan diri, perawatan bayi baru lahir, dan pemeliharaan kesehatan serta
perasaan tentang diri dan gambaran diri.
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh diukur setiap 4-8 jam selama beberapa hari pasca partum karena
demam biasanya merupakan tanda awal infeksi. Suhu tubuh 38 derajat
mungkin disebabkan oleh dehidrasi karens awitan laktasi dalam 2-4 hari.
Demam yang menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam pertama
dapat menandakan adanya infeksi.
Bradikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6-10 hari
pascapartum dengan frekuensi nadi 40-70x/menit. Frekuensi diatas
100x/menit (takikardi) dapat menunjukkan adanya infeksi, hemoragic , nyeri
atau kecemasan. Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan
hipotensi menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.
Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilan.
Wanita pascapartum dapat mengalami hipertensi ortostic karena diuresis dan
diaphoresis, yag menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovaskuler.
Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Peningkatan tekanan darah dapat menunjukkan hipertensi akibat kehamilan,
yang dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejang eklemsia
dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascapartum. Nadi dan tekanan
darah diukur setiap 4-8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal
sehingga perlu diukur lebih sering.
Suhu tubuh diukur setiap 4-8 jam selama beberapa hari pasca partum karena
demam biasanya merupakan tanda awal infeksi. Suhu tubuh 38 derajat
mungkin disebabkan oleh dehidrasi karens awitan laktasi dalam 2-4 hari.
Demam yang menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam pertama
dapat menandakan adanya infeksi.
Bradikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6-10 hari
pascapartum dengan frekuensi nadi 40-70x/menit. Frekuensi diatas
100x/menit (takikardi) dapat menunjukkan adanya infeksi, hemoragic , nyeri
atau kecemasan. Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan
hipotensi menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.
Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilan.
Wanita pascapartum dapat mengalami hipertensi ortostic karena diuresis dan
diaphoresis, yag menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovaskuler.
Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Peningkatan tekanan darah dapat menunjukkan hipertensi akibat kehamilan,
yang dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejang eklemsia
dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascapartum. Nadi dan tekanan
darah diukur setiap 4-8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal
sehingga perlu diukur lebih sering.
b. Pernafasan
Klien post operasi terjadi peningkatan pernafasan, lihat adanya tarikan dinding
dada, frekuensi pernapasan, irama nafas, serta kedalam bernapas.
c. Kepala dan muka
Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidak adanya hiperpigmentasi pada
wajah ibu ,amati warna dari keadaan rambut, kaji kerontokan dan kebersihan
rambut , kaji pembengkakan pada muka.
d. Mata
Amati ada atau tidak ada peradangan pada kelopak mata, kesimetrisan kanan
dan kiri , amati keadaan conjungtiva, sclera (ikterik atau indikasi
hiperbilirubin dan gangguan pada hepar), pupil (isokor kanan dan kiri
(normal)). Refleks pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil, ada atau tidak
adanya nyeri tekan, atau peningkatan intraokuler pada kedua bola mata .
e. Hidung
Amati keadaan septum apakah tepat ditengah, kaji adanya masa abnormal
dalam hidung dan adanya sekret. Kaji adanya nyeri tekan pada hidung.
f. Telinga
Amati kesimetrisan , warna, ada atau tidak adanya luka , kebersihan telinga, ,
amati ada atau tidak serumen otitis media.
g. Mulut
Amati bibir ada kelainan kogenital(bibir sumbing) warna, kesimetrisan ,
sianosis atau tidak dan pembengkakan. , lesi, amati adanya stomatitis pada
mulut, amati jumlah dn bentuk gigi, warna dan kebersihan gigi.
h. Leher
Amati adanya luka , kesimetrisan dan masa abnormal, kaji adanya distensi
vena jungularis , dan adanya pembesaran kelenjar tiroid.
i. Paru
Kesimetrisan bentuk /postur dada , dan gerakan nafas (frekuensi irama,
kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot bantu nafas), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/penonjolan, kaji pergerakan dada , massa, nyeri,
tractile fremitus apakah normal kanan dan kiri, perkusi (normalnya berbunyi
sonor), kaji bunyi (normal kanan dan kiri terdengar vesikuler).
j. Cardiovskuler
Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta peningkatan
tekanan darah.
k. Payudara
Pengkajian payudara selama pasca partum meliputi inspeksi ukuran , bentuk,
warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah ada nyeri tekan guna
menentukan status laktasi. Pad 1 sampai 2 hari pertama pascapartum,
payudara tidak banyak berubah kecil, kecuali skresi kolostrum yang banyak.
Pada ibu menyusui, saat asi mulai diproduksi payudara menjadi lebih besar ,
keras, hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol atau bernodul. Wanita
sering mengalami ketidaknyamanan dengan awitan awal laktasi. Pada wanita
yang tidak menyusui, perubahan ini kurang menonjol dan menghilang dalam
beberapa hari. Banyak wanita mengalami pembengkakan nyata seiring dengan
awitan menyusui. Payudara menjadi lebih besar, dan teraba beras dan tegang
dengan kulit tegang yang mengkilap serta terlihatnya pembesara vena
berwarna biru. Payudara dapat terasa sangat nyeri dan teraba panas saa
disentuh.
l. Abdomen
Kaji apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar
abdomen , bising usus, tampak linear nigra atau alba , striae livida atau
albican, terdapat bekas luka operasi. Mengkaji luka jahitan post sectio
caesarea yang meliputi kondisi luka (melintang, membujur, keringm basahm
atau adanya nanah atau tidak). Dan mengkaji kondisi jahitan (jahitan menutup
atau tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta warna kemerahan pada sekitar
area jahitan luka postsectio sectio caesarea.
m. Ekstremitas bawah
Inspeksi ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, varises, suhu dan
pembengkakan dirasakan dengan palpasi.
Tanda-tanda tromboflebitis adalah bengkak unilateral, kemerahan, panas, dan
nyeri tekan biasanya terjadi pada betis. Trombosis pada vena femoralis
menyebbakan nyeri dan nyeri tekan pada bagian distal paha dan daerah
popliteal. Tanda hormon munculnya nyeri betis saat gerakan dorsofleksi.
n. Genitalia
Inspeksi ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, varises, suhu dan
pembengkakan dirasakan dengan palpasi.
Tanda-tanda tromboflebitis adalah bengkak unilateral, kemerahan, panas, dan
nyeri tekan biasanya terjadi pada betis. Trombosis pada vena femoralis
menyebbakan nyeri dan nyeri tekan pada bagian distal paha dan daerah
popliteal. Tanda hormon munculnya nyeri betis saat gerakan dorsofleksi
5. Nutrisi
Ibu yang menyusui mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, pil zat besi
harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, makan
dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup. Makan makanan bergizi terdapat pada sayur hijau, lauk pauk dan buah.
Konsumsi sayur hijau seperti bayam , sawi, kol dan sayur hijau lainnya menjadi
sumber makanan bergizi. Untuk lauk pauk dapat memilih daging ayam, ikan, telur
dan sejenisnya. Ibu post secti caesar harus menghindari makanan dan minuman
yang mengandung bahan kimia, pedas dam menimbulkan gas, karena gas perut
kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah secio caesarea . jika ada gas dalam
perut iu akan merasakan nyeri yang menusuk (Siti, dkk 2013)
6. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan BAB dan BAK meliputi
frekuensi, jumlah, konsistensi, bau, serta masalah eliminasi (Anggraini, 2010) .
pada klien post SC biasanya 2-3 hari mengalami kesulitan buang air besar
(konstipasi) hal ini dikarenakan ketakuan akan rasa sakit pada daerah sekitar post
operasi dan takut jahitan terbuka karena mengegajan. (handayani, 2011).
7. Peremiksaan Penunjang
Untuk mengkaji apakah ada anemia , pemeriksaan darah lengkap, hematokit atau
hemoglobin dilakukan dalam 2 sampai 48 jam setelah persalinan. Karena
banyaknya adaptasi fisilologis saat wanita kembali ke keadaan sebelum hamil,
nilai darah berubah setelah melahirkan. Dengan rata-rata kehilangan darah 400-
500 ml, penurunan Ig kadar hemoglobin atau 30 % nilai hematokrit masih dalam
kisaran yang diharapkan. Penurunan nilai yang lebih besar disebabkan oleh
perdarahan hebat saat melahirkan, hemoragi, atau anemia prenata.
Selama 10 hari pertama pascapartum jumah sel darah putih dapat meningkat
sampai 20.000/mm3 sebelum akhirnya kembali ke nilai normal. Karena
komponen selular lekosit ini mirip dengan komponen selular selama infeksi,
peningkatan ini dapat menutupi proses infeksi kecuali jika jumlah sel darah putih
lebih tinggi dari jumlah fisiologis.
ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN DENGAN INDKASI SECTIO CAECARIA

Kasus ketiga : Persalinan dengan Indikasi Sectio Caesaria


Seorang perempuan berusia 35 tahun, G1A0P0, usia kehamilan 39 minggu, dibawah ke
rumah sakit untuk persiapan operasi SC dengan indikasi letak lintang. Perawat melakukan
persiapan operasi meliputi puasa, pre medikasi, cukur, enema, dan pemberian informed
concent, DJJ : 160x/menit, tekanan darah : 110/80 menit, nadi 80x/menit, RR : 12x/menit.
Diagnosa Keperawatan :
1. Kesiapan Persalinan (D. 0070)
2. Risiko Infeksi (D. 0142)
3. Risiko Cedera pada Ibu (D. 0137)
4. Risiko Cedera pada Janin (D. 0138)

No SDKI SLKI SIKI


1 (D. 0070) Setelah dilakukan Edukasi Persalinan (I.12437)
Kesiapan tindakan keperawatan … Observasi
Persalinan x .. jam diharapkan status  Identifikasi tingkat
antepartum membaik, pengetahuan
dengan kriteria hasil :  Identifikasi pemahaman ibu
Status Antepartum tentang persalinan
(L.07059) Terpeutik
 Kelekatan  Sediakan materi dan media
emosional dengan Pendidikan Kesehatan
janin meningkat (5)  Berikan kesempatan untuk
 Koping dengan bertanya
ketidaknyamanan Edukasi
kehamilan  Jelaskan metode persalinan
meningkat (5) yang ibu inginkan
 Jelaskan persiapan dan tempat
persalinan
 Ajarkan Teknik relaksasi untuk
meredakan kecemasan dan
ketidaknyamanan persalinan
 Ajarkan ibu cara mengenali
tanda-tanda persalinan
 Ajarkan ibu mnegenali tanda
bahaya persalinan

Perawatan Pra Seksio Sesaria


(I.07229)
Observasi
 Identifikasi Riwayat kehamilan
dan persalinan
 Lakukan pemeriksaan
laboratorium
 Monitor tanda-tanda vital ibu
 Monitor denyut jantung janin
selama 1 menit
Terapeutik
 Diskusikan perasaan,
pertanyaan dan perhatian
terkait pembedahan
 Siapkan Tindakan pembedahan
(mis. Persiapan fisik, persiapan
psikologis)
 Pasang IV line (termasuk
persiapan transfuse)
 Pasang kateter urin
Edukasi
 Jelaskan alasan perlunya
pembedahan
 Jelaskan proses persalinan
seksio sesaria
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
premedikasi

Promosi Laktasi (I.03138)


Observasi
 Identifikasi kebutuhan laktasi
bagi ibu dan bayi
Terapeutik
 Fasilitasi ibu saat melakukan
IMD (Inisiasi menyusui dini)
 Fasilitasi ibu untuk rawat
gabung atau rooming in
Edukasi
 Jelaskan pentingnya menyusui
sampai 2 tahun
 Anjurkan ibu menjaga
produksi ASI dengan memerah
ASI
 Anjurkan ibu untuk
memberikan nutrisi kepada
bayi hanya dengan ASI
ekslusif selama 6 bulan dan
dilanjutkan sampai 2 tahun
 Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin segera
setelah lahir sesuai kebutuhan
bayi
2 (D. 0142) Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Risiko Infeksi tindakan keperawatan … Observasi
x .. jam diharapkan
ditandai dengan tingkat infeksi menurun,  Monitor tanda dan gejala
Faktor risiko : dengan kriteria hasil : infeksi
Efek prosedur Tingkat Infeksi Terapeutik
infasif Seksio (L.14137)  Brikan perawatan kulit pada
Sesaria area edema
 Kemerahan
 Cuci tangan sebelum dan
menurun (5) sesdudah kontak dengan pasien
 Bengkak menurun dan lingkungan pasien
 Pertahankan Teknik aseptik
(5)
pada pasien
 Nyeri menurun (5) Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

3 (D. 0137) Risiko Setelah dilakukan Perawatan Persalinan (I.07227)


Cedera Pada tindakan keperawatan … Observasi
x .. jam diharapkan  Identifikasi kondisi proses
Ibu ditandai
tingkat cedera menurun, persalinan
dengan dengan kriteria hasil :  Monitor kondisi fisik dan
Faktor risiko : Tingkat Cedera psikologis pasien
(L.14136)  Monitor kesejahtraan ibu (mis
malposisi janin,
 Luka seksio saesar tanda vital, kontraksi, lama,
usia ibu (<15 menurun (5) frekuensi dan kekuatan
tahun atau >35  Perdarahan Terapeutik
tahun), efek menurun (5)  Berikan metode alternative
 Toleransi aktivitas penghilang rasa sakit
metode/intervensi
meningkat (5) Edukasi
bedah selama  Jelaskan prosedur pertolongan
persalinan persalinan
 Anjurkan ibu cukup nurisi
 Anjurkan ibu mengenali tanda
bahaya persalinan
Perawatan Pascapersalinan
(I.07225)
Observasi
 Monitor tanda-tanda vital
 Periksa robekan (kemerahan,
edema, ekomosis, pengeluaran,
penyatuan jahitan)
 Monitor nyeri
Terapeutik
 Dukung ibu untuk melakukan
ambulasi dini
 Berikan kenyamanan pada ibu
 Diskusikan kebutuhan aktivitas
dan istirahat
Edukasi
 Jelaskan pemeriksaan pada ibu
secara rutin

4 (D. 0138) Risiko Setelah dilakukan Pemantauan Denyut Jantung Janin


Cedera Pada tindakan keperawatan … (I.02055)
x .. jam diharapkan statusObservasi
Janin ditandai
pertumbuhan membaik,  Identifikasi status obstetric
dengan dengan kriteria hasil :  Periksa denyut jantung janin
Faktor risiko : Status Pertumbuhan selama 1 menit
(L.10102)  Monitor denyut jantung janin
malposisi janin,
 Berat badan Terapeutik
efek
sesuai usia  Atur posisi pasien
metode/intervensi Edukasi
meningkat (5)
bedah selama  Jelaskan tujan dan prosedur
 Panjang/tinggi pemantauan
persalinan,
badan sesuai usia  Informasikan hasil pemantauan
meningkat (5) Kolaborasi
 Kolaborasi dengan dokter
obstetric dan dokter spesialis
kandungan

Promosi ASI Eksklusif ( I. 03135)


Observasi
 Identfikasi kebutuhan laktasi
Terapeutik
 Fasilitasi ibu melakukan IMD
(Inisiasi menyusui dini)
 Dukung ibu menyusui dengan
mendapingi ibu
 Diskusikan dengan keluarga
tentang ASI eksklusif
Edukasi
 Jelaskan manfaat menyusui
bagi ibu dan bayi
 Jelaskan pentingnya menyusui
untuk mempertahankan dan
meningkatkan produksi ASI
 Jelaskan tanda-tanda bayi
cukup ASI (mis berat badan
meningkat, BAK lebih dari 10
kali/hari, warna urine tidak
pekat)
 Anjurkan ibu menyusui
sesegera mungkin setelah
melahirkan
 Anjurkan ibu memberi nutrisi
kepada bayi hanya dengan ASI
 Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin setelah lahir
sesuai kebutuhan bayi
KAJIAN LITERATUR TINDAKAN KEPERAWATAN INISIASI MENYUSUI DINI
PADA IBU DENGAN SC

1. Defenisi
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah suatu proses membiarkan bayi dengan nalurinya
sendiri untuk menyusu sesegera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan
kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu (Depkes RI, 2008). Kebijakan inisiasi menyusu
dini telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007 (Roesli, 2008). World Health
Organization (WHO) telah merekomendasikan kepada semua bayi untuk mendapatkan
kolostrum yaitu ASI pada hari pertama dan kedua untuk melawan berbagai infeksi dan
mendapatkan ASI sejak lahir selama 6 bulan (Kemenkes, 2012).

2. Indikasi dan kontraindikasi


Manfaat IMD Menurut Roesli (2010) ada beberapa manfaat yang bisa didapat dengan
melakukan IMD yaitu :
- Menurunkan resiko kedinginan ( hypothermia). Bayi yang diletakkan segera di dada
ibunya setelah melahirkan akan mendapatkan kehangatan sehingga dapat menurunkan
resiko hypothermia sehingga angka kematian karena hypothermia dapat ditekan.
- Membuat pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Ketika berada di dada
ibunya bayi merasa dilindungi dan kuat secara psikis sehingga akan lebih tenang dan
mengurangi stres sehingga pernafasan dan detak jantungnya akan lebih stabil .
- Bayi akan memiliki kemampuan melawan bakteri. IMD memungkinkan bayi akan
kontak lebih dahulu dengan bakteri ibu yang tidak berbahaya atau ada antinya di ASI
ibu, sehingga bakteri tersebut membuat koloni di usus dan kulit bayi yang akan dapat
menyaingi bakteri yang lebih ganas di lingkungan luar.
- Bayi mendapat kolostrum dengan konsentrasi protein dan immunoglobulin paling
tinggi. IMD akan merangsang pengeluaran oksitosin sehingga pengeluaran ASI dapat
terjadi pada hari pertama kelahiran. ASI yang keluar pada hari pertama kelahiran
mengandung kolostrum yang memiliki protein dan immunoglobulin dengan
konsentrasi paling tinggi. Kolostrum sangat bermanfaat bagi bayi karena kaya akan
antibodi dan zat penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan terhadap infeksi
yang sangat dibutuhkan bayi demi kelangsungan hidupnya.
- Produksi Hormon Oksitosin Saat bayi menyusu, dalam tubuh ibu akan terjadi proses
biokimiawi, di mana tubuh ibu akan mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon
oksitosin ini sangat berperan dalam kelancaran pengeluaran ASI.Selain itu, hormon
oksitosin akan menstimulasi perasaan bahagia, membuat ibu menjadi lebih tenang,
rileks, dan mencintai bayinya. Ibu menjadi 'lupa' akan rasa sakit persalinan, karena
hormon oksitosin meningkatkan ambang nyeri pada tubuh ibu. Hormon oksitosin juga
mempengaruhi kontraksi rahim saat nifas. Rahim yang berkontraksi dengan baik
dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, mempercepat pengecilan
rahim, sehingga rahim lebih cepat kembali seperti ke keadaannya sebelum hamil.Saat
inisiasi menyusui dini dilakukan, hormon oksitosin yang akan diproduksi tubuh ibu
semakin cepat yang sangat bermanfaat untuk pemulihan masa nifas ibu.
- Kontraksi uterus Merangsang kontraksi miometrium sehingga mengurangi risiko
perdarahan setelah melahirkan.
- Mendukung keberhasilan ASI Eksklusif Bayi yang diberikan kesempatan menyusu
dini akan mempunyai kesempatan lebih berhasil menyusu Eksklusif dan
mempertahankan menyusu dari pada yang menunda menyusu dini.
- Membantu pengeluaran plasenta dan mencegah pendarahan Sentuhan, kuluman dan
jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang sekresi hormon oksitosin yang
penting untuk menyebabkan rahim kontraksi yang membantu pengeluaran plasenta
dan mengurangi pendarahan sehingga mencegah anemia, merangsang hormon lain
yang membuat ibu menjadi tenang, rileks dan mencintai bayinya serta merangsang
pengaliran ASI dari payudara. i. Membantu bayi agar memiliki keahlian makan di
waktu selanjutnya
- Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya pertama kali di dada
ibunya.

Ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu
dini, baik kondisi ibu maupun kondisi bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya
ditemui di Rumah Sakit karena kondisi ini merupakan kondisi kegawatdaruratan yang
penanganan persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh dokter-dokter yang ahli
dibidangnya (Roesli, 2008).

a. Kontra Indikasi Pada Ibu


Kontra indikasi pada ibu antara lain :
1) ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi
II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik.
Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian
akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong
berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang otot
polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi,
menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga
kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung.
2) ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan
dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan
kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI
dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski
tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai
boleh- tidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu
serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi.
3) ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayi yang
dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra
indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu
menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan
menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu bayinya juga
positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh
memberi ASI pada bayi.
4) ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai ASInya keluar
karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya
sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa menyusu ibu ternyata
harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian ASI.
Obat- obatan antikanker yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya
mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke
bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi.
5) ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila
menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi
selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayinya.
6) ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami gangguan hormon
dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan hormon,
sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar
tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi jadi terganggu.
7) ibu dengan tuberculosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh menyusu karena
kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak menyebarkan kuman ke
bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker. Tentu saja ibu harus
menjalani pengobatan secara tuntas. Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu
terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada
pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk
meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama.
Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan
hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa
ditentukan, boleh-tidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah,
umumnya tidak dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan
pada si bayi.

b. Kontraindikasi pada bayi


Kontra indikasi pada bayi, antara lain:
1) bayi kejang. Kejang - kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak
memungkinkan untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi
menyusu. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk
menyusu.
2) bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit
lain yang memerlukan perawatan intensif tidak memungkinkan untuk menyusu,
namun setelah keadaan membaik tentu dapat disusui. Misalnya bayi dengan
kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (Very Low Birth
Weight) . Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLSR belum baik sehingga
tidak memungkinkan untuk menyusui.
3) bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima
keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi
merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis, palatoskisis
bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusui.

3. Langkah-langkah tindakan
Menurut Roesli (2010), tahapan yang biasanya dilakukan bayi pada saat IMD adalah :
a. Istirahat sebentar dalam keadaan siaga untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya
b. Memasukkan tangan ke mulut.
c. Menghisap tangan dan mengeluarkan suara
d. Bergerak ke arah payudara dengan aerola sebagai sasaran.
e. Menyentuh puting susu dengan tangannya.
f. Menemukan puting susu.
g. Melekat pada puting susu.
h. Menyusui untuk pertama kalinya

Hasil penelitian terkait :

PERAN AYAH DALAM KEBERHASILAN PROGRAM INISIASI MENYUSUI DINI


(IMD) PADA BAYI YANG LAHIR SECARA SECTIO CESARIA

Penulis : Sestu Retno D.A, Nursalam, Budi Santoso, Rachmat H


Hasil :
Faktor ayah dijelaskan oleh dua indicator yaitu dukungan ayah dan interaksi ayah-
ibu. Hasil penelitian menunjukan mayoritas ayah memberikan dukungan cukup terhadap
ibu yang melahirkan secara SC. Faktor dukungan ayah membuktikan mampu
meningkatkan pelayanan IMD pada ibu bersalin secara SC.
Dukungan ayah yang merupakan faktor pendukung dalam keberhasilan ASI
Eksklusif merupakan suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologis yang
diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI.Hal ini berkaitan dengan pikiran,
perasaan, dan sensasi yang dapat memperlancar produksi ASI (Roesli 2001).Ayah
merupakan orang terdekat bagi ibu menyusui yang diharapkan selalu ada di sisi ibu dan
selalu siap memberi bantuan.Keberhasilan ibu dalam menyusui tidak terlepas dari
dukungan yang terus-menerus dari suami. Jika ibu mendapatkan kepercayaan diri dan
mendapat dukungan penuh dari suami, motivasi ibu untuk menyusui akan meningkat
(Sari, 2011).Keterlibatan seorang ayah dalam pelaksanaan IMD akan memberi motivasi
ibu dan menentukan kestabilan emosi ibu. Kondisi emosi yang stabil menentukan sikap
positif ibu. Kestabilan tersebut bisa diraih bila sang ayah atau keluarga memberikan
dukungan atau motivasinya secara maksimal. Dukungan memberikan suatu kesan bahwa
ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai sehingga dengan sendirinya
akan berpengaruh terhadap emosional ibu dimana ia lebih tenang, nyaman (Lumula, et.
al, 2012).
Selain itu, ayah didukung untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat
berlangsung beberapa menit atau satu jam. Dukungan ayah akan meningkatkan rasa
percaya diri ibu (Roesli 2001). Pada kenyataannya, hal ini sesuai karena aya tidak
diperbolehkan mendampingi istrinya di kamar operasi terutama saat di ruang operasi,
sehingga dukungan yang diberikan ayah tidak maksimal. Padahal dukungan ayah selama
di kamar operasi diperlukan untuk meningkatkan percaya diri ibu dalam melaksanakan
IMD. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun ibu mendapatkan dukungan ayah,
tetapi ayah tidak berada disisi ibu saat operasi menyebabkan ibu tidak mampu
melaksanakan IMD.

Anda mungkin juga menyukai