Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi adalah faktor risiko utama penyakit kardiovaskular di dunia. Hipertensi


merupakan penyebab sakit nomor satu di negara maju, penyebab sakit nomor dua di negara
berkembang, penyebab nomor satu untuk risiko stroke dan gagal jantung, dan penyebab
nomor dua untuk serangan jantung (Perhimpunan Hipertensi Indonesia, 2015). Hipertensi
atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik
di atas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg (WHO, 2013; Ferri, 2017).

Hipertensi juga disebut sebagai The Silent Killer karena banyak orang tidak
menyadari kalau dirinya mengidap hipertensi. Hal ini disebabkan gejala yang timbul
memang sering tidak menentu. Tanpa ada gejala dan tanda yang dirasakan oleh seseorang
hipertensi mampu merusak tubuh dan menyebabkan komplikasi yaitu kerusakan pada
ginjal, serangan jantung dan gagal jantung, stroke serta perubahan kognitif (Fahey et.al,
2004; National Institutes of Health, 2015).

World Health Organization (WHO) tahun 2014 menyatakan bahwa di dunia


prevalensi penderita hipertensi pada orang dewasa berumur ≥ 18 tahun adalah sebesar 22%.
Di dunia, empat dari sepuluh orang dewasa memiliki tekanan darah yang tinggi dan sering
sekali tidak disadari. Di Indonesia, satu dari tiga orang dewasa adalah penderita hipertensi
(Perhimpunan Hipertensi Indonesia, 2015).

Didapatkan data dunia tahun 2014 prevalensi hipertensi pada kelompok umur ≥18
tahun di Australia (19,0%), Inggris (20,3%), dan Afrika Selatan (25,2%). Berdasarkan data
dunia negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi pada Latvia (37,1%) dan yang terendah
pada Republik Korea (12,8%). Dan untuk Prevalensi hipertensi pada kawasan Asia
Tenggara, dimana Thailand (23,6%), Myanmar (21,5%), Indonesia (21,3%), Vietnam
(21,0%), Malaysia (19,6%), Filipina (18,6%), Brunei Darusalam (17,9%), dan Singapura
(16,0%) (WHO, 2016).
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran
pada penduduk usia > 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%), DKI Jakarta sendiri prevalensi hipertensi
pada tahun 2018 sebesar 34%. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Sedangkan dilihat dari
profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2017, terlihat bahwa prevalensi hipertensi tertinggi ada
di wilayah kotamadya Jakarta Pusat sebesar 64,94%, sedangkan wilayah kotamadya Jakarta
Selatan sebesar 27,49%.

WHO (2015) menjelaskan tekanan darah tinggi menyebabkan kematian sebanyak 7,5
juta, sekitar 12,8% 7,5 juta, sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Hipertensi juga
menyambung 57 juta seseorang mengalami kecacatan. Data dari NHANES (National
Health and Nutrition Examination Survey) menunjukkan bahwa orang-orang dengan
tekanan darah tinggi 81,5% mereka sadar hipertensi, 74,9% berada di bawah pengobatan,
52,9% terkendali dan 47,5% tidak terkendali (American Heart Association,2013).
Sedangkan di Indonesia kasus kematian akibat hipertensi terjadi peningkatan dari 7,6%
menjadi 9,5%, dan stroke (Siswanto dkk, 2014).

Beberapa faktor resiko hipertensi antara lain faktor Indeks Massa Tubuh (IMT), Rasio
Lingkar Pinggang Panggul (RLPP), Aktivitas Fisik, Riwayat Keluarga dan Tingkat
pendidikan. Menurut hasil penetian Dien, dkk (2014) menunjukkan terdapat hubungan
yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh. terhadap Hipertensi . Penelitian Kurniasih dkk
(2013) terdapat adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan hipertensi. Di China
penelitian (Ren, et al 2016) ditemukan Indeks Massa Tubuh merupakan faktor resiko
hipertensi. Penelitian Martonggo (2012), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) dengan hipertensi.

Penelitian Rachmawati (2013) menunjukkan hubungan yang signifigkan antara


Aktifitas Fisik dengan hipertensi. Sedangkan penelitian Pramana, dkk (2016) terdapat
hubungan bermakna antara Aktifitas Fisik dengan Hipertensi. Penelitian di Talumewo, dkk
(2014) terdapat hubungan bermakna riwayat keluarga dengan hipertensi. Dan penelitian
Pramana, dkk (2016) terdapat hubungan bermakna antara riwayat keluarga dengan
hipertensi. Penelitian Waas, dkk (2014) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan hipertensi. Penelitian Adyanyani (2014) terdapat
hubungan yang signifigkan antara tingkat pendidikan dengan hipertensi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan hipertensi di puskesmas jagakarsa Jakarta Selatan pada
tahun 2020. Adapun pemilihan puskesmas jagakarsa dilatar belakangi dengan berdasarkan
data laporan bulanan penderita rawat jalan di puskesmas jagakarsa bahwa terdapat 90
pasien dengan usia > 45 tahun yang mengalami hipertensi dari sebanyak 150 pasien dengan
usia > 45 tahun. Dari total pasien dengan usia > 45 tahun yang mengalami kejadian
hipertensi di puskesmas jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2019 sekitar 13% berakhir
dengan kematian.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Tercatat bahwa terdapat 90 pasien dengan usia > 45 tahun yang mengalami hipertensi
dari sebanyak 150 pasien dengan usia > 45 tahun pada tahun 2019 di puskesmas jagakarsa
Jakarta Selatan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi yaitu Indeks Massa Tubuh, Rasio
Lingkar Pinggang Panggul, Riwayat Keluarga, Aktifitas Fisik dan Tingkat Pendidikan di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020.

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN

1.3.1 Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas


Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.3.2 Bagaimana gambaran kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020?

1.3.3 Bagaimana gambaran indeks massa tubuh di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta
Selatan tahun 2020?

1.3.4 Bagaimana gambaran Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) di Puskesmas


Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.3.5 Bagaimana gambaran riwayat keluarga di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020?

1.3.6 Bagaimana gambaran aktivitas fisik di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan
tahun 2020?

1.3.7 Bagaimana gambaran tingkat pendidikan di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020?
1.3.8 Apakah ada hubungan antara indeks massa tubuh terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.3.9 Apakah ada hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap
kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.3.10 Apakah ada hubungan antara riwayat keluarga terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.3.11 Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.3.12 Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di


Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020

b. Mengetahui gambaran indeks massa tubuh di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020

c. Mengetahui gambaran Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) di Puskesmas


Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

d. Mengetahui gambaran riwayat keluarga di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020

e. Mengetahui gambaran aktivitas fisik di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020

f. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta


Selatan tahun 2020
g. Menganalisis hubungan antara indeks massa tubuh terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

h. Menganalisis hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap


kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

i. Menganalisis hubungan antara riwayat keluarga terhadap kejadian hipertensi di


Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

j. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi di


Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

k. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian hipertensi di


Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti Lain

Manfaat bagi peneliti lain adalah untuk dapat menjadi bahan referensi, gambaran
maupun bahan acuan pembanding bagi penelitian yang akan datang.

1.5.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Manfaat bagi masyarakat, diharapkan dapat mampu memberikan informasi kepada


masyarakat mengenai pencegahan timbulnya hipertensi sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.

1.5.3 Manfaat Bagi Puskesmas Jagakarsa

Manfaat bagi puskesmas jagakarsa adalah untuk dapat menjadi dasar penyusunan
program-program penanggulangan yang berhubungan dengan risiko timbulnya
hipertensi.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan. Hal ini dikarenakan
tingginya angka pasien yang mengalami kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa
wilayah Jakarta Selatan, pada tahun 2019 terdapat 90 pasien dengan usia > 45 tahun yang
mengalami hipertensi dari sebanyak 150 pasien dengan usia > 45 tahun. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Desain penelitian
cross sectional yang digunakan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara faktor risiko
terhadap kejadian hipertensi tersebut. Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei-Juni 2020,
dengan sasaran penelitian yakni pasien dengan usia > 45 tahun yang mengalami penyakit
hipertensi yang datang ke Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan. Penelitian
dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengukuran
langsung terhadap responden terkait variabel permasalahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat sistemik


alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi tidak terjadi
tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama.Tekanan darah tinggi yang tidak
terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan darah tinggi permanen
yang disebut hipertensi (Lingga, 2012).

Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik
merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang disebabkan sistoleventricular.
Hasil pembacaan tekanan sistolik menunjukkan tekanan atas yang nilainya lebih
besar. Sedangkan tekanan diastolik merupakan tekanan minimum dalam arteri yang
disebabkan oleh diastoleventricular (Widyanto, S. & Triwibowo, C., 2013).

Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik>140mmHg atau nilai
tekanan diastolik > 90 mmHg. Menurut InaSH (Perhimpunan Hipertensi Indonesia),
untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah
minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg
(Garnadi, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan


sfigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari pengukuran
tersebut adalah tekanan darah sistolik maupun diastolik yang dapat digunakan untuk
menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat klasifikasi hipertensi pada hasil
pengukuran tersebut.
Adapun klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII 2003

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II ˃ 160 ˃ 100
Sumber: JNC VII 2003 (Garnadi, 2012)

2.1.3 Etiologi Hipertensi

Hipertensi terbukti sering muncul tanpa gejala, berarti gejala bukan merupakan
tanda untuk diagnostic dini. Dokter harus aktif menemukan tanda awal hipertensi,
sebelum timbul gejala dan hipertensi muncul tidak dapat dirasakan atau tanpa gejala
dan terjadi kelainan pada jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah tubuh berupa
arteriosclerosis kapiler (Mansjoer et al, 1999).

Hal ini, karena ada hubungan antara hipertensi, penyakit jantung coroner,
dengan gagal ginjal khususnya gagal ginjal kronik. Munculnya hipertensi, tidak
hanya disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Akan tetapi juga karena adanya
faktor risiko lain seperti komplikasi penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu
jantung, otakm ginjal, dan pembuluh darah dan juga sering mucul dengan faktor risiko
lain yang mana sedikitnya timbul sebagai sindrom X atau reavan, yaitu hipertensi plus
gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus (DM), dislipidemia, dan obesitas
(Muktar, 1998).

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolic kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut sejalan dengan
bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan
sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolic terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis (Muktar, 1998).
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati,
akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi ini jarang terjadi
hanya 1 dari 200 penderita hipertensi (Mansjooer et al, 1998).

2.1.4 Gejala Hipertensi

Gejala klasik dari hipertensi adalah sakit kepala, epistaksis, pendarahan hidung,
dan pusing. Namun, berbagai studi mengindikasikan frekuensi yang rendah atas
gejala-gejala tersebut di populasi. Gejala lain yang lebih umum dipopulasi adalah
kemerahan, berkeringat, dan pandangan kabur. Walaupun bergitu, tidak sedikit juga
yang asimtomatik (tidak menunjukkan gejala) (Lily, 2011).

Gejala-gejala yang sifatnya khusus akan terasa pada kondisi atau aktivitas
tertentu berhubungan dengan perubahan dan proses-proses metabolisme tubuh yang
sedikit terganggu.

a. Kondisi istirahat
Gejala hipertensi pada kondisi istirahat berupa kelemahan dan letih, nafas
pendek, gaya hidup monoton, frekuensi jantung meningkat.
b. Berkaitan dengan sirkulasi darah
Gejala hipertensi berkaitan dengan sirkulasi darah berupa kenaikan tensi
darah, nadi denyutan jelas, kulit pucat, suhu dingin akibat pengisian
pembuluh kapiler mungkin melambat.
c. Kondisi emosional
Berkaitan dengan masalah emosional, seseorang pasti mengalami riwayat
perubahan kepribadian. Hal tersebut dapat dipicu oleh faktor-faktor multiple
stress atau tekanan yang bertumpuk seperti hubungan dengan orang lain,
keuangan, pekerjaan, dan sebagainya.
Gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi emosional berupa fluktuasi turun
naik, suasana hati yang tidak stabil, rasa gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Kondisi makanan dan pencernaan
Gejala-gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi makanan dan pencernaan
berupa makanan yang disukai mencakup makanan tinggi.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi

Adapun faktor -faktor yang berhubungan dengan hipertensi antara lain sebagai
berikut:

2.1.5.1 Usia

Ada hubungan positif antara usia dengan hipertensi. Prevalensi


hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Bullock,
1996). Pada usia 45-54 tahun kejadian hipertensi pada pria sebesar 37,1%
dan pada wanita 35,2%, pada usia 55-64 prevalensi meningkat menjadi
54,0% pada pria dan 53,3% pada wanita begitu seterusnya sampai usia 75
tahun ke atas (CDC, 2012).

2.1.5.2 Ras

Ras kulit hitam memiliki risiko hipertensi yang lebih tinggi


dibandingkan dengan ras kulit putih baik pada pria maupun wanita (Bullock,
1996). Hipertensi sangat umum terjadi di daerah perkotaan di Afrika.
Hipertensi banyak terjadi pada ras kulit hitam karena perbedaan respon
terhadap obat anti-hipertensi.

2.1.5.3 Jenis Kelamin

Berdasarkan data dari Framingham Heart Study yang usia respondennya


berkisar antara 65-90 tahun dengan hipertensi, ditemukan 65% berjenis
kelamin perempuan dan 57% laki-laki (Chernoff, 2006). Hal ini menunjukkan
bahwa hipertensi pada kisaran umur tersebur lebih banyak diderita oleh
wanita. Setelah melewati usia produktif, wanita akan memasuki masa
menopause. Pada menopause, terjadi penurunan sekresi hormon estrogen.
Salah satu fungsi estrogen adalah untuk mempertahankan fleksibilitas
pembuluh darah dan memodulasi kerja hormone lain yang dapat berkontribusi
meningkatkan tekanan darah.

2.1.5.4 Riwayat Keluarga

Sekitar 70-80% orang dengan hipertensi-hipertensi primer ternyata


memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya. Apabila riwayat hipertensi
didapatkan pada kedua orang tua, maka risiko terjadinya hipertensi primer 2
kali lipat dibanding dengan orang lain yang tidak mempunyai riwayat
hipertensi pada orang tuanya. Faktor genetik yang diduga menyebabkan
penurunan risiko terjadinya hipertensi terkait pada kromosom 12p dengan
fenotip postur tubuh pendek disertai efek neurovaskuler.

2.1.5.5 Konsumsi Lemak

Asam lemak tak jenuh (omega-3 dan omega-6) memegang peranan


penting pada pengaturan tekana darah karena dapat mengurangi risiko
hipertensi. Konsumsi lemak tak jenuh yang tinggi dapat menurunkan tekanan
darah. Sebaliknya, konsumsi lemak jenuh berlebih bisa meningkatkan tekanan
darah. Studi meta-analisis menyatakan bahwa intake minyak ikan yang tinggi
dengan dosis rata-rata 4,8 gram asam lemak omega-3 (10 kapsil) per hari
dapat menurunkan tekanan darah sebesar 1,5-3 mmHg (Shills, 2006)

2.1.5.6 Konsumsi Natrium

Natrium merupakan ion bermuatan positif. Natrium diabsorspsi secara


aktif (membutuhkan energi). Natrium yang diabsorpsi dibawa oleh aliran
darah ke ginjal. Di ginjal Natrium disaring dikembalikan ke aliran darah
dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah.

Asupan natrium yang berlebihan menyebabkan tubuh meretensi cairan,


yang dapat meningkatkan volume darah, sebagai akibatnya jantung harus
memompa keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui
ruang yang sempit. Hal inilah yang menyebabkan hipertensi (Hull, 1993).
Adapun penjelasan yang menyatakan bahwa natrium itu sendiri
mengakibatkan kontraksi otot pada pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah (Bowman and Russell, 2000).

2.1.5.7 Merokok

Menurut Winnifor (1990), merokok dapat meningkatkan tekanan darah


dan denyut jantung melalui mekanisme sebagai berikut :

a. Merangsang saraf simpatis untuk melepaskan norepineprin melalui


saraf energi dan meningkatkan catecolamine yang dikeluarkan
melalui medulla adrenal.
b. Merangsang kemoreseptor di arteri karotis dan aorta bodies dalam
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
c. Secara langsung melalui otot jantung yang mempunyai efek
inotropik (+) dan efek chonotropik.

2.1.5.8 Alkohol

Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan


darah. Mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin plasma (Widyanto
dan Triwibowo, 2013).

Studi di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa orang minum alkohol


3 atau lebih minuman per hari memiliki tekanan sistolik 3-4 mmHg lebih
tinggi dari yang bukan peminum alkohol dan tekanan diastolik 1-2 mmHg
lebih tinggi. Sedangkan, orang yang minum 5 atau lebih minuman per hari
tekanan sistoliknya 5-6 mmHg lebih tinggi dari yang bukan peminum dan
tekanan diastolik 2-4 mmHg lebih tinggi (Pickering, 1996).

2.1.5.9 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap Gerakan tubuh yang meningkatkan


pengeluaran tenaga dan energi (Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, 2002).
Aktivitas fisik mempengaruhi tekanan darah karena aktivtas fisik terkait
dengan peningkatan dan reduksi saraf simpatis dan para simpatis (Mohler dan
Townsend, 2006). Selain aktivitas fisik yang rutin dapat mengurangi lemak
jenuh, meningkatkan eliminasi sodium akibat terjadinya perubahan fungsi
ginjal dan megurangi plasma renin serta aktivitas katekolamin.

Oleh karena itu, aktivitas fisik yang rutin dapat menurunkan tekanan
darah sistolik maupun diastolic sehingga mampu mencegah hipertensi (Rahl,
2010). Durasi, intensitas dan frekuensi aktivitas fisik akan mempengaruhi
manfaat akvitas fisik bagi kesehatan (Carnethon, 2009).

2.1.5.10 Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh (IMT) berlaku untuk orang yang telah berusia di
atas 18 tahun. IMT tidak dapat digunakan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil,
dan olahragawan. Selain itu, IMT IMT tidak dapat digunakan pada seseorang
yang memiliki penyakit atau keadaan khusus seperti edema, hepatomegaly,
dan asites (Supariasa, 2001). IMT dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

IMT = Berat Badan (Kg)


Tinggi badan (m) x Tinggi badan(m)

Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia


Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan ˃ 25,0-27
Kelebihan berat badan tingkat berat ˃ 27,0
Sumber: Depkes 1994 dalam Supariasa, 2001

Orang yang memiliki IMT dengan kategori obesitas maka tekanan darah
cenderung lebih tinggi. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,
1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi
yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional)
(Cortas, 2008).
2.1.5.11 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi tekanan


darah. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup yaitu kebiasaan
merokok kebiasaan minum alkohol, dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik
seperti olahraga.

Hasil Riskesdas tahun 2013 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan (2013) menyatakan bahwa penyakit hipertensi (tekanan darah
tinggi) cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan
peningkatan pendidikan. Tingginya risiko terkena hipertensi pada pendidikan
yang rendah, kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada
seseorang yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau
lambat menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas
sehingga berdampak pada perilaku/pola hidup sehat (Anggara dan Prayitno,
2013 ).

2.1.5.12 Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)

Rasio lingkar pinggang terhadap panggul adalah indikator untuk


menentukan obesitas abdominal yang diperoleh dengan cara menghitung
perbandingan antara lingkar pinggang (cm) dan lingkar panggul (cm). Pada
wanita usia 70-80 tahun setiap peningkatan 0,1 inchi pada rasio lingkar
pinggang panggul dapat menjadi faktor predisposisi peningkatan kematian
sebesar 28% (Proquest, 2009).

Pengukuran lingkar pinggang adalah prediktor kuat hipertensi. Obesitas


sentral telah sangat terkait dengan tingginya prevalensi hipertensi. Wanita
dengan lingkar pinggang yang lebih dari normal mengalami peningkatan tiga
kali lipat untuk mengalami hipertensi. Temuan dari studi MONICA (2002),
peningkatan 2,5 cm lingkar pinggang untuk perempuan sesuai dengan
peningkatan tekanan tekanan darah sistolik 1 mmHg (Krause dkk, 2009).
2.2 KERANGKA TEORI

Karakteristik:

• Usia
• Jenis Kelamin
• Ras
• Riwayat Keluarga
• Tingkat Pendidikan

Pola Makan:

• Lemak
• Natrium
Hipertensi
Gaya Hidup:

• Merokok
• Minum Minuman
Alkohol
• Aktivitas Fisik

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Rasio Lingkar Pinggang Panggul

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Modifikasi: Bullock (1996), Bowman&Rusell (2000), Chernoff (2006),
Kaplan (1979), Klag et al (2002)

2.3 PENELITIAN TERKAIT

Berikut ini adalah table dari penelitian terkait yang akan menjadi referensi penelitian
ini sehingga menambah wawasan dan menjadi pembanding terkait hasil, desain penelitian
dan variabel-variabel yang mempengaruhi hipertensi

Tabel 2.3 Penelitian Terkait


No. Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian Desain Variabel
Penelitian Penelitian Penelitian

1 Sukmawati Faktor-Faktor Hasil penelitian Metode Variabel


Yang menunjukkan tidak penelitian independent:
Berhubungan konsumsi
Dengan terdapat hubungan yang Deskriptif asupan
Kejadian signifikan antara Analitik garam,
Hipertensi kebiasaan asupan garam dengan konsumsi
Stadium 1 Dan (p=0,323), kebiasaan pendekatan makanan
Stadium 2 Pada konsumsi makanan cross berlemak,
Lansia Desa berlemak (p=0,515),umur sectional umur,
Borimatangkasa (p=0,101), aktifitas fisik study kurangnya
Dusun (p=0,567), dengan aktivitas
Bontosunggu kejadian hipertensi fisik, jenis
Kec.Bajeng stadium 1 dan stadium 2 kelamin,
Barat pada lansia. merokok.
Kebiasaan
minuman
alcohol
Variabel
dependen:
Hipertensi
2 Emerita Hubungan pola Berdasarkan penelitian Metode Variabel
Stefhany makan, gaya 55,3% responden penelitian Independen:
hidup, dan menderita hipertensi, Kuantitatif usia, jenis
indeks massa terdapat hubungan dengan kelamin.
tubuh dengan bermakna antara riwayat pendekatan Riwayat
hipertensi pada hipertensi, kebiasaan cross hipertensi,
pra lansia dan konsumsi lemak dan sectional kebiasaan
lansia di natrium dengan hipertensi study konsumsi
Posbindu (p< 0,05) lemak,
Kelurahan kebiasaan
Depok Jaya konsumsi
Tahun 2012 natrium,
kebiasaan
konsumsi
kalium,
kebiasaan
minum kopi,
kebiasaan
merokok.
Indeks
Massa
Tubuh,
Stress,
Aktivitas
Fisik
Variabel
Dependen:
Hipertensi
3 Pradana Hubungan Hasil analisis statistic Metode Variabel
Nur antara lingkar menunjukkan tidak Penelitian ini bebas:
Oviyanti pinggang dan adanya hubungan yang merupakan Lingkar
rasio lingkar bermakna antara lingkar penelitian pinggang
pinggang pinggang dengan tekanan observasional dan Rasio
panggul dengan darah sistolik dan analitik Lingkar
tekanan darah diastolik, rasio lingkar dengan Pinggang
pada subyek pinggang panggul dengan pendekatan Panggul
usia dewasa tekanan darah sistolik cross Variabel
pada subjek laki-laki, sectional. Tergantung:
serta lingkar pinggang Hipertensi
dengan tekanan darah
sistolik pada subjek
perempuan (p>0,05).
Hasil analisis statistik
antara lingkar pinggang
dan rasio pinggang
panggul dengan tekanan
darah sistolik, rasio
lingkar pinggang panggul
dengan tekanan diastolik
pada subjek perempuan,
serta rasio lingkar
pinggang panggul
dengan tekanan darah
diastolik pada subjek laki-
laki menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna
p<0,05
4 Donny Adi Faktor-Faktor Ada hubungan antara Jenis Variabel
Prasetyo Yang pola makan dengan penelitian ini independent:
Berhubungan kejadian hipertensi pada adalah aktivitas
Dengan dewasa muda di wilayah penelitian fisik, pola
Kejadian Puskesmas Sibela observasional makan. Dan
Hipertensi Pada Surakarta dengan status
Usia Dewasa (p=0,028;OR=2,667;95% pendekatan ekonomi.
Muda Di CI=1,099-6,468). kasus kontrol Variabel
Wilayah Tidak ada hubungan (case Dependen:
Puskesmas antara aktifitas fisik control). Hipertensi
Sibela dengan kejadian
Surakarta hipertensi pada usia
dewasa muda di wilayah
Puskesmas Sibela
Surakarta (p=0,290).
Tidak ada hubungan
antara status ekonomi
dengan kejadian
hipertensi pada usia
dewasa muda di wilayah
Puskesmas Sibela
Surakarta (p=0,450).
5 Ainul Faktor-Faktor Ada hubungan antara Metode Variabel
Hiroh Yang umur (OR=4,265), Penelitian ini bebas: umur,
Berhubungan kebiasaan olahraga merupakan status gizi,
Dengan (OR=3,33), pola jenis kebiasaan
Terjadinya konsumsi makanan penelitian merokok,
Hipertensi Pada sumber natrium observasional kebiasaan
Pasien Rawat (OR=6,875), pola dengan olahraga,
Jalan konsumsi makanan rancangan pola
Di RSUD sumber kalium crossectional. konsumsi
Kabupaten (OR=0,258), asupan makanan.
Karanganyar natrium (6,109) dan Variabel
asupan kalium (OR=3,6) terikat:
dengan terjadinya Hipertensi
hipertensi pada pasien
rawat jalan di RSUD
Kabupaten Karanganyar.
Tidak ada hubungan
antara status gizi dan
kebiasaan merokok
dengan terjadinya
hipertensi pada pasien
rawat jalan di RSUD
Kabupaten Karanganyar
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP

a. Riwayat Keluarga
b. Tingkat Pendidikan
c. Aktivitas Fisik
d. Indeks Massa Tubuh Hipertensi
(IMT)
e. Rasio Lingkar Pinggang
Panggul

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 DEFINISI OPERATIONAL

Tabel 3.1 Definisi Operational

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operational
Variabel Independent
1. Riwayat Sejarah penyakit Wawancara Kuesioner 1. Ada, jika salah Ordinal
Keluarga hipertensi yang satu atau kedua
diturunkan dari orang tua
orang tua menderita
hipertensi
2. Tidak ada, jika
kedua orang tua
tidak menderita
hipertensi
2. Tingkat Jenjang pendidikan Wawancara Kuesioner 1. Tidak Sekolah Ordinal
Pendidikan formal yang pernah 2. SD
dilalui responden 3. SLTP/sederajat
4. SLTA/sederajat
5. Akademi/Pergu
ruan Tinggi
3. Aktivitas Penilaian aktivitas Wawancara Kuesioner 1. Ringan, jika Ordinal
Fisik fisik dengan melihat indeks < 5,6
aktivitas bekerja, 2. Sedang, jika
berolahraga, dan indeks 5,6-7,9
aktivitas pada waktu 3. Berat, jika
luang dengan indeks > 7,9
menggunakan
kuesioner
4. Indeks Berat badan dalam Pengukuran Timbangan 1. Obesitas, jika > Ordinal
Massa kg dibagi tinggi antropometri camry 27,0 kg/m²
Tubuh badan dalam meter digital dan 2. Overweight >
(IMT) dikuadrat microtoise 25,0-27,0
kg/m²
3. Normal 18,5 –
25,0 kg/m²
5. Rasio Hasil pengukuran Pengukuran Pita LP laki-laki > 0,95 Rasio
Lingkar besar lingkar antropometri pengukur LP Wanita > 0,80
Pinggang pinggang dan dalam cm
Panggul panggul, kemudian
lingkar pinggang
dibagi dengan
lingkar panggul
dinyatakan dalam
bentuk decimal
Variabel Dependent
1. Hipertensi suatu kondisi saat Mengukur Sphygmoma 1.Hipertensi, jika Ordinal
nilai tekanan sistolik tekanan nometer tekanan sistolik
>140 mmHg atau darah (Tensimeter) 140 mmHg atau
nilai tekanan lebih, atau
diastolik > 90 diastolik 90
mmHg mmHg atau lebih
2. Tidak
hipertensi, jika
tekanan sistolik
< 140 mmHg
dan atau
tekanan
diastolik < 90
mmHg

3.3 HIPOTESIS PENELITIAN


3.3.1 Ada hubungan antara riwayat keluarga terhadap kejadian hipertensi di Puskesmas
Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020
3.3.2 Ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian hipertensi di Puskesmas
Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020
3.3.3 Ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi di Puskesmas
Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020
3.3.4 Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020
3.3.5 Ada hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap kejadian
hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020

3.4 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2020 penelitian di Puskesmas Jagakarsa,
beralamat di Jalan Sirsak RT 01/RW 02, Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta
Selatan. Pengambilan data sampel pada saat penderita hipertensi dengan usia > 45 tahun
yang berkunjung di Puskesmas Jagakarsa.
3.5 JENIS PENELITIAN
3.5.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional. Desain penelitian cross sectional yang menganalisis hubungan antara
variabel independent dengan variabel dependent dengan melakukan pengukuran
sesaat. Kemudian faktor-faktor risiko (riwayat keluarga, tingkat pendidikan, aktivitas
fisik, indeks massa tubuh dan rasio lingkar pinggang panggul) dan kejadian hipertensi
diukur dan diamati secara bersamaan.

3.5.2 Pengumpulan Data


a. Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan pengambilan data langsung terhadap sampel
penelitian. Data berupa riwayat keluarga, tingkat pendidikan, aktivitas fisik
didapatkan melalui pertanyaan dalam kuesioner. Sedangkan, data indeks massa
tubuh, rasio lingkar pinggang panggul didapatkan melalui pengukuran
antropometri. Data hipertensi diperoleh melalui pengukuran tekanan darah.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh dari literatur berupa laporan, hasil seminar maupun
penelitian terdahulu.

3.6 POPULASI DAN SAMPEL


3.6.1 Populasi
Populasi adalah agregat keseluruhan dari suatu kasus, dimana peneliti tertarik di
dalamnya (Polit&Beck, 2014). Populasi pada penelitian ini adalah penderita
hipertensi dengan usia > 45 tahun yang berkunjung di Puskesmas Jagakarsa.

3.6.2 Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur
(Hastono&Sabri, 2010). Jumlah sampel yang dipilih dari populasi diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut:

n = {Z1-α/2√[2P(1-P)] + Z1-β√[P1(1-P1) + P2(1-P2)]}²


(P1-P2)²
Keterangan:

n = jumlah sampel yang dibutuhkan


Z1-α/2 = nilai Z pada derajat kepercayaan/kemaknaan α pada 2 sisi:5% (1,96)
Z1-β = nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β : 80%
P = (P1+P2):2
P1 = Proporsi hipertensi pada kelompok berisiko (ada riwayat hipertensi)
68,3% (Yulia, 2010)
P2 = Proporsi hipertensi pada kelompok tidak berisiko (tidak ada riwayat
hipertensi) 19,05%

Berdasarkan perhitungan diatas, setelah dikalikan 2 didapatkan jumlah sampel


42 orang usia > 45 tahun. Besar sampel dikoreksi dengan design effect 2. Besar
sampel minimal yang dibutuhkan setelah dikalikan dengan design effect yaitu 84.
Untuk menghindari data yang kurang lengkap, peneliti menambah jumlah sampel
10% dari hasil perhitungan menjadi 92 responden.

Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling yaitu sampel


dalam penelitian diambil secara acak sederhana dari daftar populasi pendertia
hipertensi > 45 tahun yang berkunjung di Puskesmas Jagakarsa pada bulan Mei 2020.
Kriteria inklusi dan eksklusi sampel adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi:
a. Individu berumur > 45 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Jagakarsa,
b. Bersedia menjadi responden penelitian
2. Kriteria Eksklusi:
a. Responden yang memiliki gangguan pendengaran dan gangguan bicara
b. Responden yang memiliki kemunduran daya ingat (pikun)

3.7 INSTRUMEN PENELITIAN


3.7.1 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga didapat dari kuesioner yang terdiri dari 1 pertanyaan tertutup
tentang ada atau tidaknya riwayat hipertensi pada keluarga (ayah dan ibu). Jawaban
ada (jika salah satu atau kedua orang tua menderita hipertensi), jawaban tidak ada
(jika kedua orang tua tidak menderita hipertensi).
3.7.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan diukur dengan menanyakan kepada responden tentang jenjang
pendidikan formal yang telah dilalui responden, dengan mengisi kuesioner yang telah
disiapkan.
3.7.3 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diukur dengan menanyakan kepada responden tentang kebiasaan
aktivitas bekerja, berolahraga dan aktivitas pada waktu luang melalui pengisian
kuesioner yang berisikan 18 pertanyaan, jawaban tidak pernah mendapatkan skoring
0, jawaban jarang mendapatkan skoring 1, jawaban kadang-kadang mendapatkan
skoring 2 dan jawaban sering mendapatkan skoring 3. Kuesioner ini didapatkan dari
kuesioner Baecke.
3.7.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur dengan menghitung berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) yang diukur secara langsung dengan timbangan camry digital dan
microtoise.
IMT dihitung dengan rumus sebagai berikut:

IMT = Berat Badan (Kg)


Tinggi badan (m) x Tinggi badan(m)

Hasil perhitungan IMT dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Obesitas, jika > 27,0 kg/m²
2. Overweight > 25,0-27,0 kg/m²
3. Normal 18,5 – 25,0 kg/m²
3.7.5 Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)
Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) diukur dengan menghitung lingkar pinggang
dan lingkar panggul yang diukur secara langsung menggunakan pita ukur dalam cm,
pengukuran dilakukan dengan membandingkan nilai lingkar pinggang dan lingkar
panggul dengan standart LP.
3.7.6 Hipertensi
Hipertensi diukur nilai tekanan sistolik dan nilai tekanan diastolik secara langsung
dengan menggunakan sphygmomanometer (tensimeter), pengukuran dilakukan
dengan membandingkan nilai tekanan sistolik dan nilai tekanan diastolik dengan
standart hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai