PENDAHULUAN
Hipertensi juga disebut sebagai The Silent Killer karena banyak orang tidak
menyadari kalau dirinya mengidap hipertensi. Hal ini disebabkan gejala yang timbul
memang sering tidak menentu. Tanpa ada gejala dan tanda yang dirasakan oleh seseorang
hipertensi mampu merusak tubuh dan menyebabkan komplikasi yaitu kerusakan pada
ginjal, serangan jantung dan gagal jantung, stroke serta perubahan kognitif (Fahey et.al,
2004; National Institutes of Health, 2015).
Didapatkan data dunia tahun 2014 prevalensi hipertensi pada kelompok umur ≥18
tahun di Australia (19,0%), Inggris (20,3%), dan Afrika Selatan (25,2%). Berdasarkan data
dunia negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi pada Latvia (37,1%) dan yang terendah
pada Republik Korea (12,8%). Dan untuk Prevalensi hipertensi pada kawasan Asia
Tenggara, dimana Thailand (23,6%), Myanmar (21,5%), Indonesia (21,3%), Vietnam
(21,0%), Malaysia (19,6%), Filipina (18,6%), Brunei Darusalam (17,9%), dan Singapura
(16,0%) (WHO, 2016).
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran
pada penduduk usia > 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%), DKI Jakarta sendiri prevalensi hipertensi
pada tahun 2018 sebesar 34%. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Sedangkan dilihat dari
profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2017, terlihat bahwa prevalensi hipertensi tertinggi ada
di wilayah kotamadya Jakarta Pusat sebesar 64,94%, sedangkan wilayah kotamadya Jakarta
Selatan sebesar 27,49%.
WHO (2015) menjelaskan tekanan darah tinggi menyebabkan kematian sebanyak 7,5
juta, sekitar 12,8% 7,5 juta, sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Hipertensi juga
menyambung 57 juta seseorang mengalami kecacatan. Data dari NHANES (National
Health and Nutrition Examination Survey) menunjukkan bahwa orang-orang dengan
tekanan darah tinggi 81,5% mereka sadar hipertensi, 74,9% berada di bawah pengobatan,
52,9% terkendali dan 47,5% tidak terkendali (American Heart Association,2013).
Sedangkan di Indonesia kasus kematian akibat hipertensi terjadi peningkatan dari 7,6%
menjadi 9,5%, dan stroke (Siswanto dkk, 2014).
Beberapa faktor resiko hipertensi antara lain faktor Indeks Massa Tubuh (IMT), Rasio
Lingkar Pinggang Panggul (RLPP), Aktivitas Fisik, Riwayat Keluarga dan Tingkat
pendidikan. Menurut hasil penetian Dien, dkk (2014) menunjukkan terdapat hubungan
yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh. terhadap Hipertensi . Penelitian Kurniasih dkk
(2013) terdapat adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan hipertensi. Di China
penelitian (Ren, et al 2016) ditemukan Indeks Massa Tubuh merupakan faktor resiko
hipertensi. Penelitian Martonggo (2012), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) dengan hipertensi.
Tercatat bahwa terdapat 90 pasien dengan usia > 45 tahun yang mengalami hipertensi
dari sebanyak 150 pasien dengan usia > 45 tahun pada tahun 2019 di puskesmas jagakarsa
Jakarta Selatan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi yaitu Indeks Massa Tubuh, Rasio
Lingkar Pinggang Panggul, Riwayat Keluarga, Aktifitas Fisik dan Tingkat Pendidikan di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020.
1.3.3 Bagaimana gambaran indeks massa tubuh di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta
Selatan tahun 2020?
1.3.6 Bagaimana gambaran aktivitas fisik di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan
tahun 2020?
1.3.9 Apakah ada hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap
kejadian hipertensi di Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?
1.3.10 Apakah ada hubungan antara riwayat keluarga terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?
1.3.11 Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?
1.3.12 Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian hipertensi di
Puskesmas Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan tahun 2020?
Manfaat bagi peneliti lain adalah untuk dapat menjadi bahan referensi, gambaran
maupun bahan acuan pembanding bagi penelitian yang akan datang.
Manfaat bagi puskesmas jagakarsa adalah untuk dapat menjadi dasar penyusunan
program-program penanggulangan yang berhubungan dengan risiko timbulnya
hipertensi.
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik
merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang disebabkan sistoleventricular.
Hasil pembacaan tekanan sistolik menunjukkan tekanan atas yang nilainya lebih
besar. Sedangkan tekanan diastolik merupakan tekanan minimum dalam arteri yang
disebabkan oleh diastoleventricular (Widyanto, S. & Triwibowo, C., 2013).
Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik>140mmHg atau nilai
tekanan diastolik > 90 mmHg. Menurut InaSH (Perhimpunan Hipertensi Indonesia),
untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah
minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg
(Garnadi, 2012).
Hipertensi terbukti sering muncul tanpa gejala, berarti gejala bukan merupakan
tanda untuk diagnostic dini. Dokter harus aktif menemukan tanda awal hipertensi,
sebelum timbul gejala dan hipertensi muncul tidak dapat dirasakan atau tanpa gejala
dan terjadi kelainan pada jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah tubuh berupa
arteriosclerosis kapiler (Mansjoer et al, 1999).
Hal ini, karena ada hubungan antara hipertensi, penyakit jantung coroner,
dengan gagal ginjal khususnya gagal ginjal kronik. Munculnya hipertensi, tidak
hanya disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Akan tetapi juga karena adanya
faktor risiko lain seperti komplikasi penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu
jantung, otakm ginjal, dan pembuluh darah dan juga sering mucul dengan faktor risiko
lain yang mana sedikitnya timbul sebagai sindrom X atau reavan, yaitu hipertensi plus
gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus (DM), dislipidemia, dan obesitas
(Muktar, 1998).
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolic kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut sejalan dengan
bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan
sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolic terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis (Muktar, 1998).
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati,
akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi ini jarang terjadi
hanya 1 dari 200 penderita hipertensi (Mansjooer et al, 1998).
Gejala klasik dari hipertensi adalah sakit kepala, epistaksis, pendarahan hidung,
dan pusing. Namun, berbagai studi mengindikasikan frekuensi yang rendah atas
gejala-gejala tersebut di populasi. Gejala lain yang lebih umum dipopulasi adalah
kemerahan, berkeringat, dan pandangan kabur. Walaupun bergitu, tidak sedikit juga
yang asimtomatik (tidak menunjukkan gejala) (Lily, 2011).
Gejala-gejala yang sifatnya khusus akan terasa pada kondisi atau aktivitas
tertentu berhubungan dengan perubahan dan proses-proses metabolisme tubuh yang
sedikit terganggu.
a. Kondisi istirahat
Gejala hipertensi pada kondisi istirahat berupa kelemahan dan letih, nafas
pendek, gaya hidup monoton, frekuensi jantung meningkat.
b. Berkaitan dengan sirkulasi darah
Gejala hipertensi berkaitan dengan sirkulasi darah berupa kenaikan tensi
darah, nadi denyutan jelas, kulit pucat, suhu dingin akibat pengisian
pembuluh kapiler mungkin melambat.
c. Kondisi emosional
Berkaitan dengan masalah emosional, seseorang pasti mengalami riwayat
perubahan kepribadian. Hal tersebut dapat dipicu oleh faktor-faktor multiple
stress atau tekanan yang bertumpuk seperti hubungan dengan orang lain,
keuangan, pekerjaan, dan sebagainya.
Gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi emosional berupa fluktuasi turun
naik, suasana hati yang tidak stabil, rasa gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Kondisi makanan dan pencernaan
Gejala-gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi makanan dan pencernaan
berupa makanan yang disukai mencakup makanan tinggi.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi
Adapun faktor -faktor yang berhubungan dengan hipertensi antara lain sebagai
berikut:
2.1.5.1 Usia
2.1.5.2 Ras
2.1.5.7 Merokok
2.1.5.8 Alkohol
Oleh karena itu, aktivitas fisik yang rutin dapat menurunkan tekanan
darah sistolik maupun diastolic sehingga mampu mencegah hipertensi (Rahl,
2010). Durasi, intensitas dan frekuensi aktivitas fisik akan mempengaruhi
manfaat akvitas fisik bagi kesehatan (Carnethon, 2009).
Indeks Massa Tubuh (IMT) berlaku untuk orang yang telah berusia di
atas 18 tahun. IMT tidak dapat digunakan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil,
dan olahragawan. Selain itu, IMT IMT tidak dapat digunakan pada seseorang
yang memiliki penyakit atau keadaan khusus seperti edema, hepatomegaly,
dan asites (Supariasa, 2001). IMT dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Orang yang memiliki IMT dengan kategori obesitas maka tekanan darah
cenderung lebih tinggi. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,
1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi
yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional)
(Cortas, 2008).
2.1.5.11 Tingkat Pendidikan
Karakteristik:
• Usia
• Jenis Kelamin
• Ras
• Riwayat Keluarga
• Tingkat Pendidikan
Pola Makan:
• Lemak
• Natrium
Hipertensi
Gaya Hidup:
• Merokok
• Minum Minuman
Alkohol
• Aktivitas Fisik
Berikut ini adalah table dari penelitian terkait yang akan menjadi referensi penelitian
ini sehingga menambah wawasan dan menjadi pembanding terkait hasil, desain penelitian
dan variabel-variabel yang mempengaruhi hipertensi
METODOLOGI PENELITIAN
a. Riwayat Keluarga
b. Tingkat Pendidikan
c. Aktivitas Fisik
d. Indeks Massa Tubuh Hipertensi
(IMT)
e. Rasio Lingkar Pinggang
Panggul
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operational
Variabel Independent
1. Riwayat Sejarah penyakit Wawancara Kuesioner 1. Ada, jika salah Ordinal
Keluarga hipertensi yang satu atau kedua
diturunkan dari orang tua
orang tua menderita
hipertensi
2. Tidak ada, jika
kedua orang tua
tidak menderita
hipertensi
2. Tingkat Jenjang pendidikan Wawancara Kuesioner 1. Tidak Sekolah Ordinal
Pendidikan formal yang pernah 2. SD
dilalui responden 3. SLTP/sederajat
4. SLTA/sederajat
5. Akademi/Pergu
ruan Tinggi
3. Aktivitas Penilaian aktivitas Wawancara Kuesioner 1. Ringan, jika Ordinal
Fisik fisik dengan melihat indeks < 5,6
aktivitas bekerja, 2. Sedang, jika
berolahraga, dan indeks 5,6-7,9
aktivitas pada waktu 3. Berat, jika
luang dengan indeks > 7,9
menggunakan
kuesioner
4. Indeks Berat badan dalam Pengukuran Timbangan 1. Obesitas, jika > Ordinal
Massa kg dibagi tinggi antropometri camry 27,0 kg/m²
Tubuh badan dalam meter digital dan 2. Overweight >
(IMT) dikuadrat microtoise 25,0-27,0
kg/m²
3. Normal 18,5 –
25,0 kg/m²
5. Rasio Hasil pengukuran Pengukuran Pita LP laki-laki > 0,95 Rasio
Lingkar besar lingkar antropometri pengukur LP Wanita > 0,80
Pinggang pinggang dan dalam cm
Panggul panggul, kemudian
lingkar pinggang
dibagi dengan
lingkar panggul
dinyatakan dalam
bentuk decimal
Variabel Dependent
1. Hipertensi suatu kondisi saat Mengukur Sphygmoma 1.Hipertensi, jika Ordinal
nilai tekanan sistolik tekanan nometer tekanan sistolik
>140 mmHg atau darah (Tensimeter) 140 mmHg atau
nilai tekanan lebih, atau
diastolik > 90 diastolik 90
mmHg mmHg atau lebih
2. Tidak
hipertensi, jika
tekanan sistolik
< 140 mmHg
dan atau
tekanan
diastolik < 90
mmHg
3.6.2 Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur
(Hastono&Sabri, 2010). Jumlah sampel yang dipilih dari populasi diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut: