Anda di halaman 1dari 37

PEDODONSIA

KESELAMATAN PASIEN DALAM BIDANG

KEDOKTERAN GIGI

UNMAS DENPASAR

Dosen Pembimbing : drg. Putu Yetty Nugraha, M.Biomed

Oleh :

Nama : A. A.Ayu Mas Sapontini Dwi Apsari 2006129010053

Ni Putu Shyntia Permatasari Arsana 2006129010055

Cluster : 20-AI-III

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2020

1
I. Kontrol Infeksi dalam Bidang Kedokteran Gigi

a. Pengertian Infeksi Silang

Infeksi silang dalam kedokteran gigi adalah perpindahan penyebab

penyakit di antara pasien, dokter gigi, mahasiswa klinik, dan petugas kesehatan

dalam lingkungan pelayanan kesehatan gigi. Perpindahan infeksi dari

seseorang ke orang lain memerlukan adanya sumber infeksi, perantara dan cara

transmisinya ( Darmadi 2018).

Salah satu infeksi yang disebabkan oleh infeksi silang adalah Infeksi

Nosokomial (INOS), infeksi nasokomial adalah infeksi yang didapat dari

rumah sakit. Kondisi ini merujuk pada keadaan bahwa pada saat pasien masuk

kerumah sakit, tidak sedang mengalami infeksi atau tidak dalam masa inkubasi

(Anies 2015).

a. Epidemiologi Infeksi Nasokomial

Infeksi nasokomial adalah infeksi yang berasal dari rumah sakit

yang muncul pertama kali pasien datang. Infeksi nasokimial ada 2

bentuk (Djojodibroto & Darmanto 2019):

1) infeksi endogen atau auto-infeksi Agen penyebab infeksi yang

menginfeksi pasien saat masuk kerumah sakit tetapi tidak

menimbulkan tanda-tanda infeksi, selama di rumah sakit infeksi

berkembang.

2) kontaminasi silang diikuti dengan infeksi silang Selama tinggal

dirumah sakit pasien datang dan berkontak dengan agen infektif,

2
lalu menjadi terkontaminasi, dan kemudian mengembangkan

infeksi.

b. Transisi dari kontaminasi ke infeksi Apakah jaringan akan

terinfeksi setelah terkontaminasi atau tidak, tergantung dari

interaksi antara organisme yang terkontaminasi dengan host.

Individu yang sehat mempunyai ketahanan yang normal terhadap

infeksi, pasien yang terkena penyakit, bayi yang baru lahir, dan

lansia mempunyai ketahanan yang lebih rendah dan cenderung

untuk terinfeksi setelah terkontaminasi. Tenaga medis dengan

demikian cenderung terkena infeksi dibanding dengan pasien.

c. Pencegahan dan pengendalian infeksi silang Pada tahun 2013,

Center for Disease Control and Prevention (CDC) dan Hospital

Infection Control Practise Advisory Committee (HICPAC)

memperkenalkan standar tindakan pencegahan, Standard

precaution terdiri dari dua yaitu standar tindakan pencegahan dan

transmission based precautions. Yaitu standar tindakan pencegahan

yang diaplikasikan terhadap semua pasien dirancang untuk

mereduksi resiko transmisi mikroorganisme dari sumber infeksi

yang diketahui dan tidak diketahui (Fritz 2013).

Dasar-dasar tindakan pencegahan termasuk cuci tangan,

pemakaian alat pelindung diri (APD), manajemen lingkungan,

penanganan dan pembuangan secara tepat jarum, manajemen

benda tajam (Kemenkes 2017).

3
Beberapa penerapan yang harus diperhatikan di klinik agar kewaspadaan

standar tetap terjaga adalah sebagai berikut (Kemenkes 2017) :

1) Kebersihan Tangan

Kebersihan tangan merupakan salah satu cara untuk mengurangi potensial

patogen pada tangan dan faktor penting untuk mengurangi resiko transmisi pada

pasien.14 Hal yang sama juga disampaikan oleh Kementerian Kesehatan yang

menyatakan bahwa Kebersihan tangan merupakan salah satu pilar terpenting dari

upaya pencegahan dan pengendalian infeksi (Kemenkes 2017) :

a). Pengertian kebersihan tangan :

Merupakan suatu proses menghilangkan kotoran atau debris pada kulit

tangan dengan mengunakan sabun/antiseptik atau larutan berbasis alkohol pada air

mengalir.

b) Tujuan mencuci tangan :

(1) Menurunkan kejadian infeksi terkait dengan pelayanan keseahatan atau


Healthcare Associated Infections,

(2) Menurunkan resistensi pengunaan antimikroba atau Multi Drug Resistensi


Organisme (MDRO),

(3) Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

c) Indikasi mencuci tangan (Molina 2012):

4
(1) Saat tangan tampak kotor,

(2) Sebelum dan sesudah berkontak langsung dengan pasien,

(3) Sebelum dan sesudah sarung tangan dilepaskan,

(4) Dengan tangan kosong menyentuh peralatan dan bahan yang


terkontaminasi,

(5) Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekret,

(6) Setelah berkontak dengan lingkungan kerja.

d) Teknik mencuci tangan

(1) Sanitasi tangan berbasis alkohol Pertama letakan cairan pada tangan lalu
gosokan kedua tangan bersamaan sampai semua permukaan tertutupi dan
tangan terasa kering, lakukan selama 20 detik.

(2) Sanitasi tangan dengan menggunakan sabun dan air Pertama basahi tangan
dengan air lalu letakan sabun cair sesuai yang disarankan oleh pabrik pada
tangan, gosokan kedua tangan secara bersamaan selama 15 detik meliputi
seluruh permukaan tangan dan jari.

Tahapan tindakan mencuci tangan menurut WHO 2018 sebagai berikut :

a) Basahi kedua tangan dengan air mengalir, ambil sabun dan gosok kedua
telapak tangan secara bersamaan

Gambar 1. Mencuci tangan pada telapak tangan


(Menurut WHO 2018)
b) Usap dan gosok kedua punggung tangan secara bersamaan

5
Gambar 2. Mencuci tangan pada daerah
diantara jari-jari (Menurut WHO 2018)

c) Daerah di antara jari-jari dengan genggaman yang lain

Gambar 3. Mencuci tangan di antara jari-jari


dengan genggaman yang lain (Menurut WHO 2018)

d) Bersihkan kuku-kuku jari dengan cara mengatupkan tangan

Gambar 4. Mencuci telapak tangan pada bagian jari


tangan yang berlawanan (Menurut WHO 2018)

e) Ibu jari dibasuh oleh telapak tangan yang berlawanan

6
Gambar 5. Mencuci ibu jari lalu dibasuh oleh telapak
tangan yang berlawanan (Menurut WHO 2018)

f) Ujung kuku/ujung jari digosokkan melawan tapak tangan yang berlawanan


(4,5,6 diulangi untuk tiap tangan bergantian)

Gambar 6. Mencuci ujung kuku/jari


(Menurut WHO 2018)

2) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan Alat Pelindung Diri

(APD) untuk melindungi dokter gigi dari kontak dengan agen infeksius.

Penyediaan peralatan dan bantuan perlindungan diri bagi tenaga di puskesmas

wajib dipenuhi (Kemnkes 2020):

7
Memilih APD berdasarkan penilaian risiko (Kemnkes 2020):

Tingkat Kelompok Lokasi/Cakupan Jenis APD

Perlindungan
Petugas Fasilitas Umum (kegiatan  Masker Bedah 3ply

penanganan harus dilakukan di luar  Sarung tangan karet sekali

cepat/investigator/ rumah) pakai (jika harus kontak

relawan yang dengan cairan tubuh

melakukan pasien)

interview langsung

terhadap pasien

ODP atau PDP


Dokter dan Tempat Praktik Umum Masker bedah 3ply

perawat dan kegiatan yang tidak Sarung tangan karet sekali


Tingkat
Perlindungan I menimbulkan aerosol pakai
Tenaga Triase prapemeriksaan, Masker bedah 3ply
Kesehatan dan bagian rawat jalan umum Sarung tangan karet sekali
Pendukung
pakai
Staff / administrasi Masuk ke ruang  Masker bedah 3ply

perawatan, tanpa  Sarung tangan karet sekali

memberikan pakai

8
bantuan langsung  Masker kain 3 lapis (katun)

Ruang administrasi
Supir ambulans Ambulans, tidak kontak  Masker bedah 3ply

langsung dengan pasien,  Sarung tangan karet sekali

kabin tidak terpisah. pakai (jika harus kontak

dengan cairan tubuh pasien)


Ambulans, tidak kontak  Masker kain 3 lapis (katun)

langsung dengan pasien,

kabin terpisah.
Dokter dan Ruang poliklinik,  Masker bedah 3ply

perawat pemeriksaan pasien  Gown (pada resiko

dengan gejala infeksi percikan cairan tubuh)

pernapasan  Sarung tangan karet sekali

pakai

 Pelindung mata / Face

shield (pada resiko percikan


Tingkat
cairan tubuh)

Perlindunga  Headcap
Ruang perawatan pasien  Masker bedah 3ply
n II Tenaga COVID-19  Gown

Kesehatan  Sarung tangan karet sekali

pakai
dan
 Pelindung mata / Face
Pendukung
shield  Headcap
Mengantar pasien ODP  Masker bedah 3ply

dan PDP COVID-19  Gown

9
 Sarung tangan karet sekali

pakai

 Pelindung mata / Face

shield

 Headcap
Supir ambulans Ambulans, ketika  Masker bedah 3ply

membantu menaikan dan  Gown

menurunkan pasien ODP  Sarung tangan karet sekali


dan PDP COVID-19 pakai

 Pelindung mata / Face

shield

 Headcap
Dokter, perawat Pengambilan sampel  Masker bedah 3ply

atau petugas nonpernapasan yang tidak  Gown

laboran menimbulkan aerosol  Pelindung mata (pada

resiko percikan cairan

sampel)

 Sarung tangan karet sekali

pakai  Headcap
Analis  Masker bedah 3ply

 Sarung tangan karet sekali

pakai  Jas laboratorium

 Pelindung mata (pada

resiko percikan cairan

sampel)

10
 Headcap
Radiografer Pemeriksaan pencitraan  Masker bedah 3ply

pada pasien ODP dan PDP  Jas radiografer biasa

atau konfirmasi COVID19  Sarung tangan karet sekali

pakai

 Pelindung mata (pada

resiko percikan cairan

sampel)

 Headcap
Farmasi Bagian rawat jalan pasien  Masker bedah 3ply

demam  Sarung tangan

 Jas lab farmasi

 Pelindung mata (jika harus

berhadapan dengan pasien)

 Headcap
Cleaning Service Membersihkan ruangan  Masker bedah

pasien COVID-19  Gown

 Pelindung mata (pada


resiko percikan cairan kimia
atau organik)
 Sarung tangan kerja berat
 Headcap
Dokter dan Ruang prosedur dan  Masker N95 atau ekuivalen

perawat tindakan operasi pada  Coverall / gown

pasien ODP dan PDP atau  Boots / sepatu karet dengan

konfirmasi COVID-19 pelindung sepatu

11
 Pelindung mata

 Face shield

 Sarung tangan bedah karet

steril sekali pakai

 Headcap
Tingkat
 Apron
Perlindungan Kegiatan yang  Masker N95 atau ekuivalen

menimbulkan aerosol  Coverall / gown


III Tenaga
(intubasi, ekstubasi,  Pelindung mata
Kesehatan dan
trakeotomi, resusitasi
 Face shield
Pendukung
jantung paru, bronkoskopi,
 Sarung tangan karet steril
pemasangan NGT,
sekali pakai
endoskopi
 Headcap
gastrointestinal) pada
 Apron
pasien ODP dan PDP atau

konfirmasi COVID19
Dokter, perawat Pengambilan sample  Masker N95 atau ekuivalen

atau petugas pernapasan (swab  Coverall / gown

laboran nasofaring dan orofaring)  Boots / sepatu karet dengan

pelindung sepatu

 Pelindung mata

 Face shield

 Sarung tangan karet steril

sekali pakai

 Headcap

12
 Apron
Tabel 1. Tingkatan APD berdasarkan Levelnya (Kemenkes 2020)

Gambar 7. APD Level 1 (JAMA 2020)

13
Gambar 8. APD Level 2 (JAMA 2020)

14
Gambar 8. APD Level 3 (JAMA 2020)

15
3) Sterilization and Disinfection of Patient-Care Items

Barang-barang yang bersentuhan dengan pasien (instrumen dan

peralatan dental) dikategorikan sebagai kritis, semicritical, atau nonkritis,

tergantung pada potensi risiko infeksi yang berhubungan dengan

penggunaannya. Barang-barang kritis adalah yang digunakan untuk

menembus jaringan lunak atau tulang memiliki risiko terbesar penularan

infeksi dan harus disterilkan dengan panas (Kohli & Puttaiah 2017).

Barang-barang semicritical menyentuh kulit atau membran mukosa

yang tidak utuh dan memiliki risiko penularan lebih rendah; karena

mayoritas barang-barang semicritical dalam kedokteran gigi adalah toleran

terhadap panas, mereka juga harus disterilkan dengan menggunakan panas.

Jika barang semicritical sensitif terhadap panas, maka dapat menggunakan

desinfeksi tingkat tinggi (Kohli & Puttaiah 2017).

Barang nonkritis memiliki resiko penularan infeksi yang paling

rendah, karena hanya berkontak dengan kulit yang utuh, yang berfungsi

sebagai barier yang efektif untuk mikroorganisme. Pada sebagian besar

kasus, membersihkan, atau jika tampak kotor, membersihkan diikuti oleh

desinfeksi yang telah terdaftar pada EPA-rumah sakit sudah memadai

(Kohn dkk. 2013).

Kategori Definisi Instrumen dental/barang


Kritis Penetrasi jaringan lunak, Instrumen bedah, periodontal

16
berkontak dengan tulang, masuk scaler, scalpel blades, bur bedah

kedalam atau berkontak dengan

aliran darah atau jaringan lunak

lainnya
Semikritis Kontak membran mukosa atau Kaca mulut, kondensor amalgam,

kulit yang tidak utuh; tidak sendok cetak reusable, dental

berpenetrasi pada jaringan lunak, handpiece

tidak berkontak dengan tulang,

tidak masuk kedalam atau

berkontak dengan aliran darah

atau jaringan lunak lainnya


Non-kritis Berkontak dengan kulit yang utuh Head/cone radiograf, manset

tensi, facebow, pulse oximeter


Tabel 2. Infection-control categories of patient-care instrumentses
(Kohn dkk. 2013)

Menurut Kohn dkk. 2013, Instrumen dental yang tahan panas biasanya

disterilisasi menggunakan alat-alat dibawah ini yang telah mendapatkan sertifikasi

kelayakan penggunaan medis oleh FDA.

1. Uap dibawah tekanan (autoclaving)

Di antara metode sterilisasi, sterilisasi uap adalah yang paling

diandalkan dan ekonomis. Sterilisasi uap digunakan barang-barang critical

dan semicritical yang tidak sensitif terhadap panas dan kelembaban.

Sterilisasi uap memerlukan pemaparan langsung dari setiap item untuk

langsung menguapinya pada suhu dan tekanan pada jangka waktu tertentu

untuk membunuh mikroorganisme.

17
Gambar 10. Autoclave (Kohn ddk. 2013)

2. Dry Heat

Menurut Kohn dkk (2013), strerilisasi dry heat digunakan untuk

sterilisasi material yang dapat rusak oleh sterilisasi panas yang lembab

(misalnya, bur dan beberapa instrumen ortodontik). Walaupun dry heat

memiliki keuntungan biaya operasional yang rendah dan tidak korosif,

namum membutuhkan waktu proses yang lama dan tempratur yang tinggi

sehingga tidak cocok untuk beberapa barang dan instrumen.

Gambar 11. Dry Heat Sterilizer


(Kohn ddk. 2013)

18
3. Unsaturated chemical vapor
Menurut Kohn dkk (2013), sterilisasi unsaturated chemical vapor

melibatkan pemanasan larutan kimia alkohol primer dengan 0.23% 18

formaldehyde pada ruangan tertutup bertekanan. Unsaturated chemical

vapor mensterilisasi instrumen carbon steel (misal bur dental)

menghasilkan korosi yang lebih sedikit dibandingkan sterilisasi uap karena

rendahnya tingkay air yang terdapat selama siklus. Instrumen harus dalam

keadaan kering sebelum sterilisasi.

Pada dunia kedokteran gigi, digunakan beberapa jenis disinfektan.

Beberapa germisida yang umum digunakan dalam kedokteran gigi

digolongkan dalam tiga kategori utama seperti cairan sterilants/disinfektan

tingkat tinggi, disinfektan permukaan tingkat menengah & rendah, dan

antiseptik.

1. Sterilants

• Glutaraldehyde

• Chlorine dioxide

• Hydrogen Peroxide

2. Disinfectants (Intermediate and Low Level)

• Hydrogen peroxide

• Sodium Hypochlorite

• Chlorine Dioxide

• Iodophors

• Synthetic Phenols

• Quaternary Ammonia Compounds

19
3. Antiseptik (untuk penggunaan oral dan non-oral)

• Active Chlorine Dioxide Germicides

• Essential oil compunds

• Chlorhexidine Compounds

• Cetylpiridium compounds

• Sanguinarine based compounds

• Parachlorometaxylenol compounds

• Other bacteriostatic/bactericidal compounds

4) Kontrol Infeksi Lingkungan


Dalam praktek dokter gigi, permukaan lingkungan (yaitu,

permukaan atau peralatan yang tidak berkontak langsung dengan pasien)

dapat menjadi terkontaminasi selama perawatan. Permukaan tertentu,

terutama yang sering tersentuh (misalnya, light handle, unit switches, dan

tombol laci) dapat berfungsi sebagai tempat penampungan kontaminasi

mikroba, meskipun tidak berhubungan langsung dengan penularan infeksi

pada pasien ke pekerja kesehatan, maupun sebaliknya. Permukaan

lingkungan dapat dibagi menjadi 2, yaitu clinical contact surfaces dan

housekeeping surfaces (Kohn dkk, 2013).

Clinical contact surfaces dapat terkontaminasi langsung dari

material pasien baik dengan semprotan langsung atau percikan yang

terakumulasi selama prosedur dental atau melalui kontak dengan gloves

pekerja kesehatan. Contoh-contoh yang termasuk dalam clinical contact

surfaces antara lain: light handle, switches, peralatan dental radiografi, sisi

20
kursi komputer dental, tempat penyimpanan material dental yang reusable,

pegangan laci, countertops, pena, telefon dan pegangan pintu (Kohn dkk,

2013).

Menurut Kohli dan Puttaiah (2017), beberapa barang/peralatan

yang memerlukan pelindung antara lain:

1. Dental Unit Light handles

2. Dental Unit electrical or mechanical controls

3. Dental Chair Head Rest

4. Dental Chair Arm Rests

5. Dental Unit controls including the Bracket Table

6. Highspeed Handpiece couplings and hose (extended 6 inches

below the coupling covering the hoses)

7. Slow speed motor, coupling and hose (extended 6 inches below

the coupling covering the hoses)

8. Air/water syringe and hose (extended 6 inches below coupling

covering the hose)

9. Saliva ejector handpiece and hose (extended 6 inches below

coupling covering the hose)

10. HVE handpiece and hose (extended 6 inches below coupling

covering the hose)

11. X-ray unit handles and cone

12. X-ray Unit controls

13. Bite Block of the Panoramic X-ray Unit

14. Intra Oral Digital Sensors

21
15. RVG equipments

16. Apex locators

17. Endosonic Ultrasonic Units

18. NITI Torque control hand pieces

Lapisan pelindung permukaan dan peralatan dapat mencegah kontaminasi

clinical contact surfaces, tetapi ini sangat efektif bagi permukaan yang sulit

dibersihkan. Yang termasuk lapisan pelindung adalah bungkus plastik bening, tas,

seprai, tabung, dan plastic-backed kertas atau bahan lain yang tahan terhadap

kelembaban. Karena penutup tersebut dapat terkontaminasi, mereka harus dihapus

dan dibuang dengan kondisi tangan yang masih bersarung. Setelah menghilangkan

lapisan pelindung, periksa permukaan untuk memastikan tidak ada yang kotor.

Permukaan harus dibersihkan dan didesinfeksi hanya jika terdapat kontaminasi

yang jelas (Kohn dkk, 2013).

Pertimbangan Khusus

1. Dental Handpiece

Meskipun tidak ada bukti epidemiologi menyangkut transmisi

penyakit pada instrumen ini, penelitian tentang high-speed handpiece yang

menggunakan dye expulsion menunjukkan adanya potensi tarikan kembali

cairan oral kedalam kompartemen internal handpiece. Hal ini

menunjukkan bahwa material yang berasal dari pasien dapat dikeluarkan

dalam mulut orang lain pada penggunaan selanjutnya. Penelitian

menggunakan model laboratorium juga menunjukkan kemungkinan untuk

22
retensi virus DNA dan virus lainnya di dalam kedua handpieces

berkecepatan tinggi dan prophylaxis angles (Kohn dkk, 2013).

Metode panas dapat mensterilkan gigi handpieces dan perangkat

intraoral lainnya yang melekat pada dental unit air atau waterlines. Untuk

memproses setiap perangkat dental yang dapat dilepas dari dental unit air

atau waterlines, baik desinfeksi permukaan dengan bahan kimia atau

pencelupan bahan germisida adalah metode yang dapat diterima. Gas

etilen oksida tidak dapat secara memadai mensterilkan komponen internal

handpieces. Pada evaluasi klinis pada high-speed handpieces, pembersihan

dan pelumasan adalah faktor paling penting dalam menentukan kinerja dan

keawetannya. Instruksi pabrik untuk pembersihan, pelumasan, dan

sterilisasi harus diikuti erat dengan baik memastikan efektivitas proses dan

handpieces berumur panjang (Kohn dkk, 2013).

2. Saliva Ejector

Aliran balik dari volume saliva yang rendah terjadi ketika tekanan

dalam rongga mulut pasien kurang dari tekanan dalam evacuator.

Penelitian menunjukkan bahwa aliran balik dalam pipa low-volume

suction dapat terjadi dan adanya mikroorganisme dalam pipa yang ditarik

kembali ke dalam mulut pasien pada saat terciptanya seal disekitar ujung

saliva ejector (misal, pada saat pasien menutup bibir maka membentuk

partial vacuum disekitar ujung ejector). Aliran balik inni merupakan

sumber yang potensial untuk terjadinya kontaminasi silang; kejadian ini

tidak pasti karena tergantung kualitas seal yang terbentuk berbeda-beda

diantara pasien (Kohn dkk, 2013).

23
3. Dental Radiography

Pada saat mengambil radiografi, potensi kontaminasi silang antara

peralatan dan permukaan lingkungan dengan darah atau saliva sangat

lah tinggi jika tidak mempraktekkan teknik aseptik. Gloves harus

dipakai pada saat mengambil gambar radiografi dan memegang paket

film yang terkontaminasi. Perlindungan personal lainnya (misal

masker, protective eyewear, dan gaun) harus dikenakan jika sepertinya

terdapat percikan darah atai cairan tubuh lainnya. Aksesoris radiograf

intraoral yang toleran terhadap panas telah tersedia dan barang-barang

semicritical ini (misal film holding dan positioning device) harus

disterilkan dengan panas sebelum digunakan (Kohn dkk, 2013).

Menurut Kohn dkk (2013), pada alat radiografi juga harus

digunakan bahan pelindung, dan setiap permukaan yang

terkontaminasi harus dibersihkan dan didisinfektan dengan EPA-

registered hospital disinfectant aktivitas rendah (misal, HIV dan HB)

hingga intermediate-level (misal, tuberculocidal).

5) Manajemen limbah dan benda tajam


Manjemen Limbah dan Benda Tajam menurut Kemenkes 2017:

a. Peraturan pembuangan limbah sesuai peraturan yang berlaku.

24
b.Pastikan bahwa tenaga medis yang menangani limbah medis dilatih
tentang penanganan limbah yang tepat, metode pembuangan dan

bahaya kesehatan,

c. Gunakan kode warna dan label kontainer, warna kuning untuk


limbah infeksius dan warna hitam untuk limbah non infeksius,

Sampah sitotoksik kantong berwarna ungu, Sampah radio aktif

kantong ber warna merah

d.Tempatkan limbah tajam (jarum, blade scapel, orthodontic bands,


pecahan instrumen metal dan bur) pada tempat yang tepat yaitu

tahan tusuk dan tahan bocor, berikan kode warna kuning,

e. Darah, cairan suction atau limbah cair lain di buang ke dalam drain
yang terhubung dengan sistem sanitari,

f. Buang gigi yang dicabut ke limbah infeksius, kecuali diberikan


kepada keluarga.

g. Jarum bekas dibuang dengan cara dipatahkan, hati-hati saat

mematahkan jarum dan jangan mengarahkan ke badan operator dan

pasien.

h.Kegiatan yang merupakan sumber pencemaran Hg dalam bidang


kedokteran gigi adalah praktek dokter gigi yang menggunakan

amalgam sebagai bahan penambal gigi yang seringkali

penatalaksaan pembuangan limbah tidak sesuai standart.

25
II. Persiapan Pasien Sebelum Tindakan Perawatan Pada

Kedokteran Gigi

Persiapan pasien di sini adalah upaya yang dilakukan untuk

mencegah dan memperbaiki hasil tindakan yang tidak baik atau

munculnya injury dari proses perawatan gigi dan mulut (Sipahutar, 2020).

Berikut ini adalah beberapa persiapan pasien sebelum melakukan tindakan

perawatan gigi.

1. Penerapan Postur Tubuh Operator yang Egonomis

Dokter gigi telah lama paham bahwa posisi duduk lebih disarankan

untuk mengurangi gangguan musculoskeletal akibat postur statis yang

terlalu lama dan melelahkan. Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa terdapat

risiko gangguan muskuloskeletal saat dokter gigi bekerja pada posisi

duduk. Banyak tindakan medis yang dilakukan dokter gigi dalam posisi

duduk dan statis, sehingga jika tidak dilakukan dengan tepat akan tetap

mempunyai risiko gangguan muskuloskeletal. Usaha pencegahan

gangguan muskuloskeletal pada sistem ergonomi tidak terbatas pada

26
perbaikan posisi dan postur dokter gigi saat merawat pasien, namun juga

melibatkan peralatan di ruang perawatan dan bagaimana dokter gigi

bekerja secara bebas di dalam suatu ruang yang sempit

.Peralatan seperti kursi dokter gigi, kursi asisten dan dental chair

menunjang tubuh dari kemungkinan terjadinya ketegangan otot yang

menyebabkan gangguan musculoskeletal. ( Windi, 2015) Seriusnya risiko

yang ditimbulkan serta keluhan global dokter gigi dalam kesehariannya,

menjadi dasar perlunya pencegahan sedini mungkin. Penanganan tersebut

berupa pelaksanaan edukasi terhadap para calon dokter gigi,yaitu

mahasiswa preklinik maupun klinik sejak masih berada pada masa

pembelajaran di fakultas kedokteran gigi. Postur tubuh mahasiswa

program profesi saat melakukan perawatan pasien selama pendidikan di

klinik akan menjadi kebiasaan hingga menjadi dokter gigi. Jika postur

tubuh yang diterapkan saat melakukan perawatan merupakan postur yang

ergonomik, maka hal itu adalah baik. Namun jika postur tubuh yang

diterapkan merupakan postur yang salah dan hal ini menjadi kebiasaan,

maka akan berpengaruh terhadap kesehatan ( Rasmidar, 2015)

Tabel 3. Kriteria postur tubuh yang ergonomi berdasarkan test of visual perception

( Rasmidar, 2015)

1. Sudut antara paha dan betis harus membentuk sudut yang besarnya 110º atau lebih
2. Dokter gigi harus simetris ke depan dan punggung sejauh mungkin dari sandaran

tempat duduk, atau badan dimiringkan ke depan maksimal hingga 10-20º, hindari

memutar dan miring condong ke samping


3. Kepala dokter gigi dapat dimiringkan ke depan hingga 25º
4. Pedal drive harus diposisikan/ditempatkan dekat dengan salah satu kaki
5. Lengan diangkat hingga 10-25º dari sumbu horizontal
6. Jarak antara area kerja (mulut pasien) ke mata (atau kacamata pelindung) adalah

27
35-40 cm
7. Instrument harus diposisikan dengan area penglihatan dari dokter gigi pada jarak

antara 20-25 cm
8. Lampu dari dental chair harus diposisikan di atas kepala dokter gigi sebelum dan

saat dokter gigi bekerja, sehingga cahaya yang dihasilkan terpancar lurus searah

pandangan langsung ke dokter gigi

Tabel 4. Sistem klasifikasi untuk test of visual perception ( Rasmidar, 2015 )

Skor (item benar) Klasifikasi Interpretasi


1-2 Tidak cukup Hanya 25% sikap/postur

tubuh yang ergonomi telah

diterapkan
3-4 Cukup Hanya 50% sikap/postur

tubuh yang ergonomi telah

diterapkan
5-7 Baik 75% sikap/postur tubuh

yang ergonomi telah

diterapkan
8 Sangat baik 100% sikap/postur tubuh

yang ergonomi telah

diterapkan

28
Gambar 12. Postur tubuh yang ergonomi; A posisi dan sudut kaki, punggung
(duduk), dan posisi kepala; B posisi lengan diangkat hingga 10-25º dari sumbu
horisontal; C jarak antara area kerja (mulut pasien) 35-40 cm dan instrumen 20-25
cm ke mata (kacamata pelindung), serta posisi lampu dental chair yang tepat ke
area kerja; D posisi pedal drive dekat dengan salah satu kaki (Sumber: Atas izin
Sarwo Edy).

2. Posisi kerja sesuai arah jarum jam

Di bawah ini ada beberapa gambaran mengenai posisi kerja


berdasarkan arah jarum jam, walaupun sebenarnya posisi kerja bisa juga
berubah tergantung dari lingkungan klinik, perawatan yang dilakukan
(misal: pencabutan, penambalan, scalling dll) serta kenyamanan dari
masing-masing individu (Finkbeinr 2010).

29
A. Posisi kerja pada perawatan Rahang Atas kanan
Posisi operator yang nyaman pada jam 10, asisten pada jam 3,

sedangkan meja instrument pada jam 2. Kepala pasien menoleh ke kiri, jari

telunjuk tangan kanan fixasi pada permukaan bukal Molar 1 Rahang Atas,

kaca mulut posisi di dekat I1 atau I2 Rahang Bawah. Bisa juga melakukan

penambalan dengan posisi operator di jam 11/12 dengan cara merangkul

pasien/dibelakang pasien. Posisi asisten dan meja instrumen

menyesuaikan(Finkbeinr 2010).

Gambar 13. Posisi Kerja RA Kanan


(Finkbeinr 2010)

B. Posisi kerja pada perawatan Rahang Atas kiri

Operator pada posisi jam 9 atau 10. Kepala pasien menoleh ke arah

operator, kaca mulut agak jauh dari bagian oklusal gigi RA kiri, dekat

dengan bibir bawah. Daerah proksimal dan gingiva akan mudah terlihat.

Fiksasisi jari pada gigi Molar 1, juga berfungsi untuk membuka mukosa

pipi dan bibir (Finkbeinr 2010).

30
Gambar 14. Posisi Kerja RA Kiri
(Finkbeinr 2010)

C. Posisi kerja pada perawatan Rahang Bawah kiri

Posisi operator di jam 9, kepala pasien menghadap ke arah

operator. Kaca mulut dekat dengan molar RB. Tangan operator menyilang,

tangan kiri yang memegang kaca mulut terletak dibawah tangan kanan

yang memegang instrument lain. Asisten operator berada di posisi jam 2.

Sinar lampu direfleksikan lewat kaca mulut (Finkbeinr 2010).

Gambar 15. Posisi Kerja RB Kiri


(Finkbeinr 2010)

31
D. Posisi kerja pada perawatan Rahang Bawah kanan

Posisi operator yang nyaman adalah di jam 9. Sebaiknya posisi

pasien membentuk sudut 45O, kepala pasien menghadap kearah operator,

rahang pasien sejajar siku operator. Fiksasi dilakukan pada permukaan

bukal gigi molar dengan bantuan kaca mulut dan gigi lain yang dekat

dengan handpiece (Finkbeinr 2010).

Gambar 16. Posisi Kerja RB Kanan


(Finkbeinr 2010)

E. Posisi kerja pada perawatan gigi Anterior RA dan RB

Biasanya posisi operator di jam 8. Bekerja dengan bantuan

operator terutama pada bagian lingual dan palatum. Tetapi untuk

perawatan pada sebelah labial, pandangan langsung dengan mata, kaca

mulut digunakan untuk membuka mukosa labial (Finkbeinr 2010).

32
Gambar 17. Posisi Kerja Gigi Ante RA dan RB
(Finkbeinr 2010)

3. Posisi Duduk Pasien

Berikut adalah posisi duduk pasien sebelum melakukan tindakan

perawatan gigi (Chaikumarn 2014):

1. Saat pasien duduk diatas dental chair, punggung bersandar dan kepala

pada head rest, dilihat dari samping : kepala, leher dan punggung

posisinya lurus.

2. Pada posisi ini apabila pasien membuka mulut maka dataran oklusal gigi

geligi rahang bawah sejajar lantai.

3. Mulut pasien setinggi siku operator.

4. Untuk anak anak dengan ketidakmampuan ( disabled child ) missal : anak

tuna grahita / tuna mental / atau nakal khusus duduk diatur agak berbaring.

33
4. Posisi Orang Tua

Dalam melakukan perawatan gigi posisi orang tua dalam mendampingi

anaknya agar anak merasa nyaman pada saat pemeriksaan gigi berada pada posisi

berikut (Chaikumarn 2014):

1. Dibelakang kiri pasien dan pasif pada saat pemeriksaan lengkap

serta saat perawatan berlangsung.

2. Di depan kanan pasien atau di depan operator saat melakukan DHE

5. Penempatan Lampu Kerja

Penempatan lampu bekerja saat dokter gigi melakukan aktivitasnya sangat

penting. Jadi perlu diperhatikan posis dan letak dari lampu tersebut, diusahakan agar

cahaya lampu mengenai obyek yang dijadikan area kerja. Cahaya jangan mengenai tubuh

atau terhalang oleh bagian tubuh. Suhu ruangan tempat praktik dokter gigi harus nyaman

dan tidak boleh terasa panas, karena akan mengganggu aktivitas dokter gigi saat bekerja.

Suhu yang diakibatkan oleh lampu penernangan perlu diperhatikan, sehingga perlu

memilih lampu yang tidak menimbulkan panas tinggi saat dipergunakan. Lampu

penerangan untuk bekerja harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dipindah

pindahkan. Berikut adalah posisi lampu pada saat melakukan perawatan gigi : (Nurahmi,

2014)

1. Pergunakan lampu bila diperlukan

2. Saat lampu menyala yang terkena sinar adalah bibir atas ke bawah,jauhkan

dari wajah pasien

3. Posisi lampu diatur setelah pasien didudukan secara benar, sebelum

memulai pemeriksaan atau perawatan

34
4. Matikan lampu, bila meninggalkan pasien atau selesai bekerja

DAFTAR PUSTAKA

Anies. Penyakit Berbasis Lingkungan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.2015.


Chaikumarn, M., 2014, Working Conditions and Dentist’s Attitude Towards
Proprioceptive Derivation, Int. J Occup. Safety and Ergonomics
(JOSE), 10 (2): 137.
Conserving Supply of Personal Protective Equipment – A Call for Ideas
(Comment Section). JAMA. Published Online March 20,2020.
Doi:10.1001/jama.2020.4770.

Darmadi. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:


Salemba Medika.2018

Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.2019

Finkbeinr BL. Four-handed Dentistry Revisited. J Contemp Dent Pract 2010;


1(4):3-5.

Fritz, Sandy. Fundamental of Therapeutic Massage. Missouri: Elsevier.2013.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 27 tahun 2017 tentang


Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelyanan
Kesehatan. Jakarta.2017.

JAMA. Conserving Supply of Personal Protective Equipment – A Call for Ideas


(Comment Section). Published Online March 20,2020.
Doi:10.1001/jama.2020.4770.

35
Kementerian Kesehatan. (2020). “Daftar Info Alat Kesehatan.” Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat, Kementerian Kesehatan RI,
http://infoalkes.kemkes.go.id/. Diakses pada tanggal 31 Maret 2020.

Kohn, W.G., Collins, A.S., Cleveland J.L., Harte J.A., Eklund K.J., Malvitz D.M.,
2003, Guidelines for Infection Control In Dental Health-Care Settings,
MMWR; 23(17): 1-76

Molina, Vera Fitra. Analisis Pelaksanaan Manajemen Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta Tahun 2012.
[Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.2012.

Nurrahmi, B.L., 2014. Gambaran Kinerja Dokter Gigi Puskesmas di Kabupaten


Jember Ditinjau dari Aspek Ergonomi Kerja.

Sipahutar, I.P.S., 2020. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik di


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Mengenai Penyebab
Kesalahan pada Pembuatan Radiografi Panoramik.

WHO Clean Care is Safer Care team. Evidence of hand hygiene to reduce
transmission and infections by multidrug resistant organisms in health-care
settings. Switzerland: World Health Organization; 2018.

Windi, S.R. and Samad, R., 2015. Penerapan postur tubuh yang ergonomis oleh
mahasiswa tahap profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin selama prosedur perawatan (Application of ergonomic posture
by clinical dental students of Faculty of Dentistry Hasanuddin University
during. Dentofasial, 14, pp.32-7.

Wong, L.L., 2018. Penilaian Efektifitas Teknik Mencuci Tangan Menggunakan


Metode WHO yang Dinilai Dengan Ultraviolet Light Assessment pada
Tenaga Kesehatan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU Periode Februari-Maret Tahun 2018.

36
37

Anda mungkin juga menyukai