Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung kongenital ini, yang pertama kali dijabarkan oleh fallot
pada tahun 1888, merupakan gangguan jantung yang paling sering dijumpai
pada di luar fase bayi (Davies, 2012). Tetralogi fallot (TF) merupakan
penyakit jantung bawaan biru (siaotik) yang terdiri dari empat kelainan
yaitu Defek septum ventrikel perimembranus, stenosis pulmonal
infundibuler, overriding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan ( FKUI, 2018).

Tanpa penanganan bedah, sekitar 50% anak penderita gangguan ini akan
meninggal dunia. Metode pembedahan yang akan dikerjakan bergantung
kepada pilihan sang ahli jantung. Pembedahan untuk memperbaiki tetrologi
fallot dapat dikerjakan secara bertahap. Tujuan pembedahan paliatif adalah
meningkatkan aliran darah pulmonal untuk bayi sianotik berat, dan ini dapat
di capai dengan metode yang dinamakan modifikasi pemintasan blalock
tussing (Karen, 2014). Dalam hal ini di bahas tentang prinsip paliatif yaitu
peningkatan kualitas hidup anak dan memampukannya meninggal dengan
damai.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mampu memberikan Asuhan Keperawatan Anak dengan kasus
terminal: Tetralogy Of Fallot
2. Merencanakan Pendidikan Kesehatan pada anak dengan penyakit
terminal

1
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi Fisiologi Peredaran Darah

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya


menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom).Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya
tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah
agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga
dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada , diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat di
belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada
tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus
kordis.Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan
beratnya kira-kira 250-300 gram.

Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah
(disebut diastol).Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah
keluar dari ruang jantung (disebut sistol).Kedua serambi mengendur dan
berkontraksi secara bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan
berkontraksi secara bersamaan.Darah yang kehabisan oksigen dan

2
mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh
mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam serambi
kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke
dalam bilik kanan. Darah dari bilik kanan akan dipompa melalui katup
pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan
mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi
kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan
karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang kaya akan
oksigen (darah bersih) mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke
serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan
atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.

2.2 Pengertian Tetralogy Of Fallot

Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan


yang terjadi adalah pertubuhan dimana terjadi defek atau lubang dari
bagian infundibulum septum intraventikular (ekat antar rongga ventrikel)
dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang
aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi
sebagai berikut:
1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel
2. Stenosis Pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah
yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot di bawah klep
juga menebal dan mimbulkan penyempitan

3
3. Aorta Overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari
vetrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seola-olah sebagian
aorta keluar dari bilik kanan
4. Hipertrofi Ventrikel kananatau penebalan otot di ventrikel kanan
karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis
pulmonal.

Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik palig banyak yang terjadi
pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup. TF umumnya berkaitan dengan kelainan
jantung lainnya seperti defek septum atrial (Koes, 2015). Semua ciri-ciri
tetralogi fallot ini terjadi akibat dislokasio/ pemindahan anterosuperior
septum infundibular yang mengakibatkan septasi abnormal antara trunku
spulmo dan pangkal aorta (Kumar, 2015).

Untuk klasifikasi/ Derajat TOF dibagi dalam 4 derajat :


1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja
sianosis bertambah, ada dispneu.
4. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

2.3 Gambaran Klinis


Konsekuensi hemodinamik dari tetralogi Fallot adalah aliran darah dari
kanan ke kiri, berkurangnya aliran darah keparu, dan meningkatnya
volume aorta. Beratnya gejala klinis sebagian besar bergantung pada
derajat obstuksi aliran keluar ke paru; bahkan jika tidak diobati, beberapa
pasien dapat selamat hingga usia dewasa. Dengan demikian, jika derajat
obstruksi arteri pulmo ringan, kondisi ini mirip dengan DSV terisolasi
karena tekanan sisi kiri ke kanan saja tanpa adanya sianosis. Yang sering
terjadi, stenosis arteri pulmo dengan derajat keparahan yang lebih tinggi
menyebabkan sianosis dini. Terlebih lagi, ketika si anak tumbuh dan
ukuran jantung membesar secara berimbang, sehingga mengakibatkan
perburukan yang progresif dari pengaruh stenosis. Namun untungnya,

4
stenosis aliran keluar arteri pulmo melindungi pembuluh darah paru
sehingga tidak terjadi hipertensi pulmo, dan gagal ventrikel kanan jarang
terjadi. Namun demikian, pasien menderita kelainan yang sering
ditemukan pada penyakit jantung sianotik, seperti misalnya polisitema
(akibat hipoksia) disertai hiperviskositas serta osteoartropati hipertrofik;
aliran darah dari kanan ke kiri juga meningkatkan risiko terjadinya
endokarditis infeksi dan embolisasi sistemik. Perbaikan operatif total
mungkin dilakukan pada tetralogi fallot klasik namun lebih sulit dilakukan
jika terdapat kondisi 9atresia arteri pulmo (Karen, 2014).

2.4 Etiologi

Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui,


biasanya melibatkan berbagai faktor. Faktor prenatal yang berhubungan
dengan resiko terjadinya tetralogi Fallot adalah:
1. Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus
lainnya
2. Gizi yang buruk selama kehamilan
3. Ibu yang alkoholik
4. Usia ibu diatas 40 tahun
5. Ibu menderita diabetes
Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita
sindroma Down Tetralogi Fallot dimasukkan ke dalam kelainan jantung
sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen
ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan)
dan sesak nafas. Mungkin gejala sianotik baru timbul di kemudian hari,
dimana bayi mengalami serangan sianotik karena menyusu atau menangis.

Menurut Koes (2015) Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit


jantung bawaan juga diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen,
antara lain :
A. Faktor endogen :
1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom

5
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes
melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
B. Faktor eksogen :
1. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB
oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine.aminopterin, amethopterin, jamu).
2. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari
90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap
faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh
karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin
sudah selesai.

2.5 Manifestasi Klinis


Derajat sianosis bergantung pada berat ringannya stenosis pulmonal. Bayi
pada awalnya dapat tampak asianotik. Bising stenosis pulmonal merupakan
temuan abnormal awal yang biasanya terdeteksi. Jika stenosis pulmonal
tergolong berat atau bertambah berat seiring berjalannya waktu, besar
piraukanan ke kiri pada DSV meningkat dan pasien tampak semakin
sianotik. Seiring meningkatnya drajat stenosis pulmonal, bising jantung
menjadi semakin pendek dan halus. Selain sianosis dan bising dalam
berbagai derajat, bunyi jantung II tunggal dan impuls ventrikel kanan pada
tepi kiri sternum merupakan temuan yang khas (Davies, 2012).
Jika terjadi serangan atau spel hipoksis atau hypoxic (Tet) spells, biasanya
bersifat progresif. Selama serangan , anak umumnya gelisah dan mengalami
agitasi dan mungkin menangis berkepanjangan. Anak pra-sekolah yang
sudah bisa berjalan mungkin akan berjongkok. Hiperpnea terjadi seiring
meningkatnya sianosis dan hilangnya bising jantung. Pada serangan yang
berat, penurunan kesadaran dan kejang, hemiparesis, atau kematian dapat

6
terjadi. Independen terhadap spel, pasien dengan tetralogi fallot memiliki
peningkatan risiko untuk mengalami tromboemboli serebral dan abses
serebri yang antara lain disebabkan oleh pirau kanan ke kiri intrakardiak
(Davies, 2012).
Menurut Koes (2015) anak dengan Tetralogi fallot umumnya akan
mengalami keluhan:

1. Sesak saaat beraktivitas


2. Berat badan bayi tidak bertambah
3. Pertumbuhan berlangsung lambat
4. Jaritangan clubbing (seperti tabuh genderang)
5. Kebiruan (sianosis)

Kebiruan akan muncul saat anak beraktivitas, makan, menyusu atau


menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di
seluruh tubu) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke
kiri (right to left shunt). Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan
darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan
kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.

Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan


berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah
sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan
right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari ventrike kanan ke
paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan
semakin berat gejala yang terjadi.

Dispnea. Terjadi jika penderita melakukan aktifitas fisik. Serangan-


serangan dispnea paroksimal (seranga-serangan anoreksia biru) umum pada
pagi hari. Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat.

Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Gangguan


pada pertabahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari
kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dan jaringan subkutan terlihat
kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.

7
Denyut jantung darah normal. Jantung biasanya dalam ukuran norma,
apeks jantug jelas terlihat, suatu getaran sistol dapat dirasakan disepanjang
tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.

Bising sistolik. Terdengarnya keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetapi
intensitas tersebar pada tepi kiri tulang dada.

2.6 Pemeriksaan
2.6.1 Pemeriksaan Fisik
Anaktampak birupada mukosamulut dan kuku, kadang kadang disetai
jari-jari tabuh. Bunyi jantung pertama biasanya normal, bunyi jantung
dua terpisah dengan komponenpulmonal melemah. Terdengar bising
sistolik ejeksi di sela iga II parasternal kiri ( FKUI, 2018).

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang


Catat peningkatan hemaokrit, hemoglobin, dan hitung sel darah merah yang
berkaitan dengan polisitemia.
Pemeriksaan tambahan dapat mencakup:
1. Ekokardiografi
(pemeriksaan ultrasonografi terhadap struktur dan gerakan jantung),
kemungkinan mengungkap hipertrofi ventrikel kanan, dan pengurangan
ukuran arteri pulmonali. Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta
dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis
dan penurunan aliranarah ke paru-paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemglobindan hemotokrit (Ht) akibat
hematokrit antara 50-65%. Nilai BGA menunjukkan peningkatan
tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial
oksigen (PO2) dan penurunan pH. Pasien dengan Hg dan Hit normal
atau rendah mungkin menderita defisinsi besi.
3. Radiologi

8
Sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal,
tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tapak apeks
jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
4. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi kekanan.tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek
septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah.

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Koes (2015) pada penderita yang mengalami serangan sianosis
maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, aliran
lain dengan cara:
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah.
2. Morpihine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernapasan dan mengatasi takipneu.
3. Bikarbonas natrikus1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi aisdosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukankarena kekurangan oksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak
tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila
hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian.
5. Propanolo 10,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/ bolus diberikan
separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan
dalam5-10menit berikutnya.

9
6. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif.
7. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga
dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh
tubuh juga meningkat.

2.8 Komplikasi
Menurut Koes (2015) komplikasi daigangguan iniantaralain:
1. Penyakit vaskuler pulmonel
2. Deforimitas arteri pulmoner kanan
3. Perdarahan hebat terutama pada anak degan polistemia
4. Emboli atau trombosis serebri, risiko lebih tinggi pada polisitemia,
anemia, atau sepsis
5. Gagal jantung kongestif jika pirau terlalu besar
6. Oklusi dini pada pirau
7. Hemotoraks

2.9 Hambatan Perawatan Paliatif Anak

Pada perawatan paliatif pediatri, didapatkan beberapa hambatan dan sifat-


sifat khas sebagai berikut:

1. Jarangnya kasus yang memerukan perawatan paliatif pediatrik


Jumlah kasus pediatrik dengan penyakit kronis dan/arau terminal yang
membu tuhkan perawatan paliatif pediatri tidak banyak, dan lokasi
geografis pasien anak ini biasanya tersebar.
2. Jenis dan durasi penyakit sangat bervariasi
Spektrum penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif pediatri
sangat lebar dan heterogen (termasuk penyakt-penyakit neutologl,
onkolog, metabolik. kromosomal, kardiolog, respiratori, infeksi, efek
prematuritas dan trauma) Durasi dan kompleksitas penyakit juga sangat

10
bervariasi. Banyak penyakit pada anak merupakan penyakit yang
langka, bahkan pada beberapa kasus tidak bisa ditegakkan
diagnosisnya.
3. Perawatan yang spesithk dan kompleks
Pasien anak membutuhkan jenis pendekatan yang berbeda-beda dalam
periode waktu yang bervariasi, yang melibatkan emosi sehingga
membutuhkan energi yang lebih besar; dan juga membutuhkan tindakan
multidisipliner yang sangat kompleks. Anak-anak sedang mengalami
evolusi fisik, emosional, dan kognitif yang berkelanjuran, sehingga
mcmengaruhi setiap aspek dari perawatan.

4. Asuransi
Meskipun asuransi memberikan santunan untuk perawatan horpice,
kebanyakan masih terfokus pada perawatan dewasa. Perawatan ini jauh
lebih mahal daripada santunan yang bisa dicakup oleh asuransi.
5. Masalah etik dan hukum
Anak mempunyai posisi etik dan sosial yang istimewa dalam
masyarakat. Untuk pasien anak, tidak selalu mudah berbicara tentang
kebebasan memilih, menghargai keinginan pasien, dan hak-hak pasien
untuk berkomunikasi secara jujur, tergantung pada wali hukum yang
sah, yaitu orangtua atau walinya. Seringkali didapatkan dikotomi antara
kebutuhan ctik, tindakan profesional, dan kebutuhan hukum.
6. Kurangnya pengalaman ahli kesehatan
Penelitian oleh Wolfe (2000) menunjukkan bahwa 60% pasien
keganasan menderita nyeri, dan hanya 20% pasien yang merasa bahwa
rasa nyeri telah ditangani dengan baik. Para tenaga medis sendir juga
merasa bahwa mereka masih kurang berpengalaman menangani nyeri
dan gejala lain pada anak yang sekarat.
Tenaga medis secara unum juga merasakan kesulitan dalam
mengkomunikasikan masalah akhir hidup pasien kepada keluarganya.
Komunikasi yang jelek dan Inkonsisten, penyampaian kabar buruk yang
tidak baik, sikap tenaga medis yang tidak sensitit, kurangnya

11
pengalaman tenaga medis, dan kurangnya empati serta dukungan
terhadap keluarga setelah kermatian anaknya.
7. Akses perawatan paliatif pediatri
Perawatan paliatif pediatri seringkali tergantung pada jenis penyakit
yang diderita dan lokasi pasien. Perawatan paliatilt pediatri saat ini
lebilh tersedia untuk pasien keganasan dan pasien dewasa. Fasilitas
yang disediakan untuk perawatan paliatif pediatri secara umum masih
terbatas.
8. Penelitian perawatan paliatif pediatri
Penelitian perawatan paliatif pada pasien anak lebih sulit dilakukan
daripada pasien dewasa, schingga diperlukan pengcmbangan ilmu dan
keahlian. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan penclitian antara
lain adalah masalah etlk dan hukum, sulitnya pengumpulan sampel
yang bersedia dan memenuhi kriteria Inklusi penelitian, serta sulitnya
menghindari tambahan beban emosional karena penelitian.

2.10 Perawatan Paliatif Pediatri

Perhatian pada aspck-aspek khusus perawatan paliatif ini memungkinkan


tenaga medis untuk lebih memahami bagaimana mengintegrasikan
perawatan paliatif ke dalam perawatan anak yang sakit akut atau kronis.
Pada dasarnya, perawatan paliatif merupakan perawatan untuk
meringankan/melegakan pendenitaan fisik, sosial, emosional, dan spiritual.

1. Perawatan paliatif untuk mengurangi penderitan fisik


Penatalaksanaan gejala merupakan bagian utama perawatan paliatit selama
per jalanan penyakit anak. Penelitian membuktikan bahwa penanganan
gejala ini seringkali tidak adekuat dan penanganan yang diberikan jarang
efektif. Pasien anak yang menderita penyakit yang membatasi dan
mengancam hidup seringkali mengalami banyak gejala berat yang
memberikan akibat negatif dan dramatik pada kualitas hidup, yaitu 90%
mengalami penderitaan berat dan lebih dari 70% mengalami nyeri (hanya
30% yang dapat dikontrol). Rasa nyeri mungkin merupakan gejala yang

12
paling umum dan paling prominen. Langkah penting yang harus dilakukan
ialah mengenali dan menilai rasa nyeri itu sendiri. Rasa nyeri ini bisa sangat
sulit dikenali. Anak-anak yang mengalami nyeri kronik, meskipun nyeri itu
sangat berat, bisa terlihat nyaman saga dan tdak terganggu. Upaya untuk
menilai derajat nyeri pada anak ini tidak mudah. Penilaian nyeri biasanya
menggunakan skala yang disesuaikan dengan usia. Beberapa prinsip penting
tatalaksana

Prinsip umum penanganan nyeri pada anak.

 Prinsip Umum Penanganan Nyeri pada Anak harus disesuaikan dengan


tahap perkembangannya
 Baku emas pengukuran nyerl ialah laporan dari paslen sendiri
 Rasa percaya pada tenaga medis sangat penting untuk mendapatkan
laporan yang jujur dari anak
 Rasa percaya diperoleh dari respon yane segera dan efektif terhadap
laporan nyeri
 Pencegahan dan penatalaksanaan efek vang tidak dinginkan dari
intervensi medis sangat penting
 Penggunaan kata-kata anak sendiri tentang rasa nyeri sifatnya sangat
penting misalnya hurt, boo-boo, owie
 Sangat penting menanya anak secara teratur tentang rasa nyeri, serta
menilai ulang dan mendokumentasikan rasa nyeri pada anak setelah
diberi intervensi
 Indikator fisiologis, seperti perubahan nadi dan tekanan darah, bisa jadi
bukan merupakan indikator nyeri pada anak yang sakit berat atau kronis
 Indikator perilaku, sepert menveringal atau menangis, tidak bisa
diandalkan dan bisa tidak tampak pada rasa nyeri kronis atau pada sakit
kritis
 Anak-anak yang mengalami nyeri bisa bermain atau tidur sebagal
mekanisme coping, sehingga perilaku ini tidak berarti bahwa anak
tersebut bebas dari rasa nyeri ("Pediatric Paliative Care". Pediatrics in
Review 2007).

13
Kadangkala, intervensi terapeutik nyeri yang paling baik ialah penanganan
penyebab dasarnya, sehingga mencari penyebab sangat penting untuk
tatalaksana. Untuk mengatasi beberapa jenis nyeri yang spesihk, sclain
analgestk atau opioid bisa ditambahkan terapi tambahan, antara lain:

 Nyeri neuropatik yang disebabkan olch iritasi langsung pada saraf dan
biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tajam dan menusuk. Pengobatan
yang elektil antana lain amitriptilin, nortriptilin, dan gabapentin.
 Nyeri somatik yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak dan biasanya
dides i kripsikan sebagai bony pain, seperti dipukul, seperti ditembus,
dan memberat bila bergerak. Pengobatan yang efcktif ialah obat-obatan
anti-inflamasi non steroid dan kadang-kadang glukokortikoid.
 Nyeri viseral yang discbabkan oleh distensi atau obstruksi viscera dan
biasanya dideskripsikan sebagai rasa kram. Nyeri ini disebabkan oleh
batu ginjal, kolelitiasis, atau obstruksi usus. Pengobatan yang efcktif
ialah glukokortikoid atau octreotide.

Selain penanganan medis, didapatkan juga tata laksana integretif untuk


nyeri, antara lain teknik prilaku kognitif (mislnya hipnosis, teknik
pernapasan abdominal, dan distraksi) dan metode fisik (misalnya pelukan
pijatan, transcutaneous electrical nerve stimulation [TENS], aromaterapi,
dan akupuntur). Penanganan-penanganan tersebut di berikan bersama-sama
dengan terapi farmakologi sehingga daat saling melengkapi.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam perawatan paliatif pediatrik


adalah:

1. Selain nyeri, anak-anak yang berpenyakit kronis dan terminal ini


biasanya menderita gejala-gejala lain, seperti rasa lelah, mual, muntah,
sesak napas, dan konstipasi. Gejala lain yang jarang terjadi adalah diare,
kejang, pendarahan, anoreksia dan delirium. Gejala yang menetap
sebaiknya ditangani dengan obat yang diberikan secara teratur,
sedangkan gejala yang berat dan tidak terkontrol sebaiknya dianggap
sebagai kegawatan medis dan diberikan intervensi aktif segera. Tanpa

14
memandang berapa lama kemungkinan hidup dan beratnya pengaruh
penyakit pada hidup dan perkembangan anak, tetapi harus diperhatikan
tumbuh kembang dan maturitasnya.
2. Perawatan paliatif untuk mengurangi penderitaan sosial
Anak-anak yang sakit kronis, terminal, dan mengancam jiwa, bisa
merasa sangat terisolasi, terbatas secara fisik dan kognital, serta sering
absen disekolah sehingga akhirnya terpisah dari teman sebayanya dan
masyarakat. Isolasi secara sosial dapat dibantu dengan pemberian
informasi kepada guru sekolah dan teman-teman tentang penyakit
pasien, dengan seizin pasien atau keluarganya. Diharapkan informasi ini
dapar meredakan rasa takut dan kecemasan mereka, sehingga mereka
lebih dapat menerima teman mereka yang sakit. Anak yang sakit ini
harus tetap diberi semangat untuk tetap mengikuti pelajaran disekolah
dan beraktivitas senormal mungkin. Tim kesehatan sebaiknya bekerja
sama dengan perawat sekolah/pengelola UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah) untuk memastikan kesiapan pengobatan penderita sepanjang
jam sekolah.
3. Perawatan paliatif untuk mengurangi penderitaan emosional
Anak yang sakit sebenarnya berjuang melawan gejala penyakitnya,
ketidakpastian tentang masa depannya, dan ketakutan akan kematian,
sehingga mereka bisa mengalami depresi dan kecemasan. Langkah
penting utama ialah mengenal depresi atau kecemasan itu. Untuk anak
yang lebih kecil hal ini dapat di lakukan dengan terapi bermain, seperti
bermain boneka, seni, atau terapi musik. Anak yang kesulitan
mengkomunikasikan rasa takutnya melalui kata-kata kadang kala dapat
menggunakan gambar. Bila seorang anak dapat menyuarakan
ketakutannya, biasanya pengungkapan tersebut akan sangat membantu
meringankan depresi dan kecemasan, bila di duga akan ada depresi atau
kecemasan, sebaiknya anak ini dirujuk ke psikiater atau psikolog anak.
4. Perawatan paliatif untuk mengurangi penderitaan spiritual
Spiritual mempunyai arti yang lebih luas dari pada agama, yaitu “rasa
akan harapan dan nilai diri, rasa akan arti dan tujuan, dan keterkaitan

15
dengan orang lain”. Anak-anak lebih besar yang sakit kronis dan sedang
menghadapi kematian pada umumnya menjadi lebih tertarik pada
masalah keagamaan dan spiritual.

16
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


1. Nadi
a) Denyut apeks (frekuensi, kuelitas, irama)
b) Nadi perifer (frekuensi, irama, kualitas, kesimetrisan, perbedaan
antar ekstrenitas)
c) Tekanan darah pada kedua lengan
2. Pemeriksaan thorax dan hasil auskultasi
a) Lingkar dada
b) Adanya deformitas thorax
c) Bunyi jantung mur-mur
d) Titik impuls maksimum
3. Tampilan umum
a) Tingkat aktivitas
b) Tinggi dan berat badan
c) Perilaku gelisah dan ketakutan
d) Jari tabuh pada tangan dan kaki
4. Kulit
a) Pucat
b) Sianosis membran mukosa, ekstrenitas
c) Diaforesis
d) Suhu
5. Edema
a) Periorbital
b) Ekstrenitas
6. Kaji tingkat aktivitas dan tahap perkembangan anak

3.2 Rencana Tindakan Keperawatan


Intervensi menurut Aziz (2006) sebagai berikut:
1. Penurunan Curah Jantung

17
Pada kelainan jantung kongenital dapat teriadi kemungkinan penurunan
curah jantung, hal ini dapat disebabkan oleh adanya cacat struktur.
Untuk itu sasaran perbaikan utama adalah perbaikan curah iantung
untuk mencegah dammpak yang lehih luas memperbaikan energi, dan
mengurangi adanya stres.

Tindakan:

1. Kurangi beban jantung dengan cara berikan digoxin,


berikan obat-obatan yang dapat menurunkan afterload
2. Berikan diuretik.
3. Monitoring frekuensi jantung, tekanan darah, perfusi
jaringan, dan produksi urine.
4. Berikan istirahat yang cukup.
5. Berikan permainan atau aktivitas yang tenang dan
menyenangkan serta bantu untuk memilihnya.
6. Cegah peningkatan suhu karena dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen.
2. Perubahan Pertumbuhan dan Perkembangan
Kelainan jantung bawaan juga dapat membuat anak mengalami
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan
oleh adanya ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada tingkat
jaringan, sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup. Sasarannya adalah anak diharapkan dapat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva
pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang
sesuai dengan usianya.

Tindakan:

1. Berikan diet/nutrisi yang cukup.


2. Monitor pertummbuhan dan perkembangan.
3. Berikan suplemen besi untuk mencegah terjadinya anemia.

18
4. Berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan
membantu anak untuk melakukan tugas perkembangan
sesuai usianya.
3. Risiko Infeksi

Terjadinya kemungkinan infeksi pada anak dengan kelainan jantung


kongenital ini dapat disebabkan adanya penurunan status kesehatan,
maka upayanya adalah mencegah jangan sampai anak mengalami
infeksi.

Tindakan:

1. Berikan istirahat yang cukup.


2. Berikan nutrisi yang cukup dengan status gizi yang
seimbang.
3. Hindari kontak langsung dengan anak yang mengalami
infeksi.

4. Perubahan Proses Keluarga

Perubahan proses keluarga ini sering terjadi pada keluarga yang


memiliki anak dengan kelainan jantung bawaan, karena keluarga akan
merasakan ketakutan atau kecemasan atas penyakit anaknya serta
ketidakmampuan keluarga dalam mencar koping yang efektif.

Tindakan:

1. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi seperti adanya


ketakutan atau kecemasan.
2. Libatkan keluarga dalam berpartisipasi perawatan. Bantu
keluarga dalam menentukan aktivitas untuk anak.
3. Ajari keterampilan dalam merawat anak di rumah seperti
pemberian obat obatan, makanan, tanda-tanda kekambuhan,
dan lain-lain

19
5. Risiko Cedera

Risiko terjadinya cedera dapat disebabkan oleh kondisi jantung dan


prosedur terapi yang ada. Untuk mengurangi adanya cedera maka upaya
yang dilakukan adalah keluarga mampu mengenali tanda komplikasi
dini, serta mampu melakukan tindakan yang tepat dalam melakukan
terapi.

Tindakan:

1. Ajari keluarga untuk mengenali tanda adanya komplikasi


seperti adanya gagal Jantung kongestif, tanda awalnya
seperti takikardia, takipne, banyak keringat, kelethan,
distres pernapasan, disritmia, atau lainnya
2. Aiari keluarga cara mengatasinya, seperti tempatkan anak
dalam pos dada dengan kepala dan dada ditinggikan,
berikan oksigen ahlinya.
3. Bantu keluarga dalam memutuskan tindakan pembedahan
dan kaji perasaan yang dialaminya.

20

Anda mungkin juga menyukai