Anda di halaman 1dari 23

MODUL PERTOLON GAN PERTAMA PADA KERACUNAN,LUKA

BAKAR,TENGGELAM,KEMASUKKAN BENDA ASING,DAN GIGITAN BINTANG


BERBISA

DOSEN PENGAMPU : DARA HIMALAYAH , S.ST,M.Keb

Disusun Oleh:

RICA PUSTIKA F0G019029

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kasih atas rahmat
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul pertolongan pertama pada
bayi keracunan ,tenggelam,luka bakar,kemasukkan benda asing ,dan gigitan bintang
berbisa Kebidanan. Modul ini disusun untuk memudahkan mahasiswa mengikuti
proses belajar mengajar mata kuliah Dokumentasi kebidanan khususnya
pendokumentasian dalam menerapkan managemen kebidanan pada bayi baru lahir
dan anak balita. Penulis berharap Modul ini dapat berguna bagi mahasiswa terutama
dalam proses belajar mengajar dan proses belajar mandiri. Akhir kata penulis sangat
mengaharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan Modul ini.

Bengkulu ,desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3

A. Keracunan ................................................................................................ 3
B. Luka bakar .............................................................................................. 4
C. Tenggelam ...............................................................................................12
D. Kemasukkan benda asing ………………….. …………………………..
E. Gigitan bintang berbisa ………………………………………………….

BAB III PENUTUP.............................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktifitas


manusia dalam rumah tangga, industri, trafic accident, maupun bencana alam.
Luka bakar ialah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) (Paula,K.,dkk, 2009). Anak-anak kecil
dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka
bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering
menderita luka bakar dari pada yang diperkirakan lewat representasinya dalam
total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi di rumah. Memasak,
memanaskan dan menggunakan alat-alat listrik merupakan pekerjaan yang
lazimnya terlihat dalam kejadian ini. Kecelakaan industry juga menyebabkan
banyak kejadian luka bakar (Brunner&Suddarth, 2001). Sehingga sangat perlu
adanya penanganan atau pertolongan pertama pada luka bakar yang benar.
Pertolongan pertama adalah penanganan yang diberikan saat kejadian atau
bencana terjadi di tempat kejadian, sedangkan tujuan dari pertolongan pertama
adalah menyelamatkan kehidupan, mencegah kesakitan makin parah, dan
meningkatkan pemulihan (Paula,K.,dkk,2009). Namun ada kebiasaan masyarakat
yang kurang tepat, jika terjadi luka bakar banyak orang yang memberikan
pertolongan pertama pada kasus luka bakar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat
disimpulkan adalah bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang
pertolongan pertama kegawatdaruratan
BAB II

PEMBAHASAAN

A. KERACUNAN
a. Pengertian keracunan
Keracunan merupakan keadaan yang dapat mengancam jiwa jika tidak
segera ditangani secara tepat dan cepat oleh orang-orang di sekitar korban.
Oleh sebab itu, setiap orang harus mampu melakukan pertolongan pertama
(Thygerson, 2011). Namun, ketika suatu kedaruratan terjadi, pada umumnya
orang-orang sering menjadi panik dan histeris karena bingung dan tidak tahu
apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Keraguan tersebut muncul
diantaranya karena ketidaktahuan dan ketakutan akan akibat yang
ditimbulkannya (Junaidi, 2010

Menurut Arisman (2009), keracunan dapat berakibat ringan, namun


tidak jarang juga dapat berakibat parah. Keracunan berat baru dapat mereda
setelah beberapa hari, minggu, atau bulan. Keadaan ini bahkan seringkali
meninggalkan gejala sisa, seperti kanker, kebutaan kongenital (pada bayi
dengan ibu yang menelan zat toksik sewaktu hamil), artritis reaktif, dan
meningitis. Jika hal ini terjadi pada kelompok yang berisiko tinggi, seperti
balita, lansia, atau orang sakit, dapat mengakibatkan kematian (Apriyanty,
2007).

a. Pengetahuan Responden Sebelum Dilakukan Pendidikan Kesehatan


dengan Metode Demonstrasi
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa
pengetahuan responden mengenai pertolongan pertama pada
keracunan makanan sebelum mendapatkan pendidikan kesehatan
dengan metode demonstrasi adalah responden yang memiliki
pengetahuan dengan kategori kurang sebanyak 19 responden (76,0%),
kategori cukup sebanyak 6 responden (24,0%), dan kategori baik
sebanyak 0 responden atau tidak ada responden yang memiliki
pengetahuan dengan kategori baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan masyarakat terkait pertolongan pertama pada keracunan
makanan masih rendah. Pengetahuan masyarakat yang rendah terkait
pertolongan pertama keracunan makanan juga dijelaskan dalam
penelitian yang dilakukan Abbas (2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Abbas (2013)
terkait penerapan pertolongan pertama di rumah oleh ibu untuk
menangani keracunan makanan pada anak didapatkan bahwa bahwa
sebagian besar ibu tidak memiliki pengetahuan mengenai prosedur
yang digunakan , untuk kasus ambulans keracunan makanan pada
anak
Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2007), terdapat
lima faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain
 umur,
 pendidikan,
 informasi,
 budaya,
 dan pengalaman.

Berdasarkan teori tersebut, faktor yang kemungkinan


mempengaruhi pengetahuan kurang pada responden penelitian ini
adalah faktor umur dan informasi Responden tidak pernah terpapar
informasi dan tidak berinisiatif untuk mencari informasi terkait
pertolongan pertama pada keracunan makanan, sehingga
mempengaruhi pengetahuan responden, terkait pertolongan pertama
pada keracunan makananPengetahuan pertolongan pertama
merupakan hal yang penting untuk keselamatan korban. Menurut
Thygerson (2011), lebih baik mengetahui pertolongan pertama dan
tidak memerlukannya daripada memerlukan pertolongan pertama
namun tidak mengetahuinya. Sehingga setiap orang harus mengetahui
tentang pertolongan pertama
b. Pengetahuan Responden Setelah Dilakukan Pendidikan Kesehatan
dengan Metode Demonstrasi Setelah dilakukan pendidikan kesehatan
dengan metode demonstrasi, Hasil penelitian ini menunjukkan
perubahan yang berarti setelah dilakukan pendidikan kesehatan
dengan metode demonstrasi. Perubahan pengetahuan pada responden
setelah dilakukan pendidikan kesehatan ini sesuai dengan teori
menurut Wood (1926) dalam Fitriani (2011) yang menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan adalah pengalaman-pengalaman yang
bermanfaat dalam mempengaruhi kebiasaan, sikap, dan pengetahuan
seseorang atau masyarakat.
Pengetahuan itu sendiri memiliki definisi yaitu merupakan
hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu dimana sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang baik mengenai pertolongan pertama pada
keracunan makanan diharapkan mempengaruhi sikap dan perilaku
masyarakat dalam menyikapi keadaan keracunan makanan, jika hal
tersebut terjadi di sekitar masyarakat. Sehingga, korban dapat segera
ditangani secara cepat dan tepat. Definisi keracunan makanan
menurut Menteri Kesehatan (2013) adalah seseorang yang menderita
sakit dengan gejala dan tanda keracunan yang disebabkan karena
mengonsumsi pangan yang diduga mengandung cemaran biologis
atau kimia. Berdasarkan Undang Undang RI no 18 tahun 2012,
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,
perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Hal terkait definisi
keracunan makanan ini perlu dipahami karena pertolongan pertama
pada keracunan makanan dan pertolongan pertama pada keracunan
oleh penyebab lainnya berbeda. Selanjutnya, pengetahuan yang masih
kurang (≤50) adalah mengenai posisi pemulihan pada korban yang
tidak sadar pada item nomor (12).
Posisi pemulihan adalah posisi miring ke kiri yang bertujuan
untuk mencegah aspirasi (inhalasi) ke dalam paru jika korban mulai
muntah (Thygerson, 2011). Menurut Smith (2005), posisi pemulihan
adalah posisi aman untuk korban yang tidak sadar namun bisa
bernapas. Sehingga jika korban tidak bernapas, posisi pemulihan tidak
dianjurkan untuk dilakukan.Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan
Metode Demonstrasi terhadap Pengetahuan Pertolongan Pertama pada
Keracunan Makanan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuan pertolongan pertama pada keracunan makanan
mengalami peningkatan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
dengan metode demonstrasi
B. LUKA BAKAR
a. Pengertian luka bakar

Luka bakar merupakan trauma pada tubuh yang mengakibatkan


banyak kerusakan jaringan dan sering mempengaruhi fungsi-fungsi organ
penting pada tubuh penderita yang tidak jarang menyebabkan kematian
dan kecacatan.

b. Epidemiologi dan etiologi


Hampir 2 juta kasus luka bakar terjadi di USA/tahun dan separuhnya
melibatkan usia anak-anak , dan menyebabkan kematian 1000 – 5000
penderita dan dilakukan perawatan dirumah sakit sebanyak 30.000
penderita/tahun, dan kematian akibat luka bakar pada anak-2 dan usia
lanjut lebih tinggi dari kelompok usia lain.2,3 Penyebab luka bakar pada
anak umumnya disebabkan oleh karena air panas dibandingkan dengan
akibat terbakar api.4-6 Mayoritas luka bakar terjadi didapur rumah
penderita akibat anak menarik panci atau teko yang berisi air panas , anak
umur dibawah 5 tahun.
lebih sering terkena air panas yang berbeda dengan anak yang lebih
besar lebih banyak terkena luka bakar akibat api.3,6 Luka bakar yang
disertai trauma inhalasi akan menaikkan angka kematian secara
signifikan.4 Sedangkan di UK dilaporkan sekitar 250.000 kasus luka
bakar pertahun dan 90 % adalah luka bakar ringankelompok balita
merupakan kelompok umur yang paling rentan terhadap luka bakar air
panas
c. Patofi siologi
pada penderita luka bakar Tergantung dari tingginya sumber panas dan
lamanya kontak antara sumber panas dengan tubuh akan menghasilkan
luka bakar dengan kedalaman kerusakan yang berbeda beda , maka dikenal
dengan pembagian derajat /grade kedalaman luka bakar. Daerah yang
terkena luka bakar akan mempunyai zonazona kerusakan yg terdiri dari
zona inflamasi , zona stasis dan zona koagulasi/ nekrosis dimana terjadi
koagulasi dari protein. Secara sistemis akan terpengaruh dengan bocornya
atau peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan intravaskuler akan
keluar ke rongga interstitial yang pada luka bakar dengan luas tertentu
akan menimbulkan gangguan sirkulasi sampai pada syok hipovolemik
Terjadi juga fragilitas dari sel darah merah sehingga umurnya akan
lebih pendek dari biasanya sehingga menimbulkan anemia, terjadi juga
peninggian metabolism badan karena rusaknya sebagian kulit yang
berfungsi sebagai regulator suhu tubuh yang juga berpengaruh terjadinya
penurunan immunologi pada badan penderita. Karena kulit pada bayi, anak
dan orang tua lebih tipis maka kerusakan yang terjadi pada kelompok
umur ini akan lebih berat terjadi
d. Klasifi kasi luka bakar
Klasifikasi pada luka bakar dibagi menurut luasnya luka bakar yang
terjadi dipermukaan kulit dan menurut kedalaman kerusakan yang terjadi.
Luasnya luka bakar dihitung menurut rumus “ Rules of nine “ pada orang
dewasa (Gambar 1) dan Modified Lund and Brower pada luka bakar pada
anak

Kedalaman luka bakar :

1. Derajat I : Hanya melibatkan epidermis ( Sun burn ) Tidak


memerlukan terapi khusus
2. Derajat II : 1. Derajat II dangkal ( epidermis dan sebagian
dermis ) 2. Derajat II dalam ( sampai melibatkan seluruh
dermis ).
3. Derajat III/IV : Seluruh lapisan kulit dan sampai jaringan
dibawahnya
e. Pemberian nutrisi pada anak

penderita luka bakar berada pada keaadan hipermetabolik dan


hiperkatabolik, dimulai dari peningkatan tingkat metabolisme saat fase
injuri sampai proses penyembuhan luka. Selain itu, kebutuhan nutrisi
untuk proses penyembuhan luka, tandur kulit, dan lokasi donor juga
meningkatkan jumlah nutrisi yang dibutuhkan penderita luka bakar.
Pemberian nutrisi baik secara oral maupun enteral sebaiknya dimulai
sedini mungkin. Pemberian nutrisi perenteral (melalui pipa nasogastrik)
diyakini dapat mencegah atrofi vili pada usus dan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi infeksi dari kateter intravena. Pemberian nutrisi
parenteral hanya disarankan

pada pasien dengan paralitik ileus yang berkepanjangan,


pankreatitis, obstruksi bowel, dan pada keadaan kontraindikasi pemberian
nutrisi enteral. Formula yang palingbanyak digunakan dalam penghitungan
kebutuhan kalori anak adalah formula Currie

f. Perawatan luka
Pada fase akut, intervensi bedah mencakup tindakan untuk menjaga
patensi jalan nafas, melakukan eskarotomi, dan manajemen trauma
penyerta. Pada kondisi yang stabil, perencanaan perawatan selanjutnya
dan manajemen perawatan luka dibutuhkan untuk meminimalkan
komplikasi lanjutan. Kolonisasi bakteri pada permukaan dalam eskar
yang nekrotik akan menjadi sumber infeksi bagi pasien luka bakar pada
masa perawatan. Penggunaan antibiotik topikal merupakan salah satu dari
pilar manajemen perawatan luka bakar.Idealnya, antibiotik topikal yang
layak memiliki kemampuan penetrasi eskar yang baik, bersifat empirik,
dan tidak memiliki efek samping sistemik.
Namun, perlu diingat dengan adanya konsistensi bakterial terhadap
antibaterial ini pada dosis subterapetik, maka kemungkinan resistensi
pada golongan, antibakterial tersebut semakin besar. Oleh karena itu,
higiene tiap individu yang melakukan kontak dengan pasien sangat
penting untuk meminimalkan pembentukan resistensi antibakterial dan
mencegah penyebaran organisme nosokomial di rumah sakit.
C. TENGGELAM
a. Definisi

Tenggelam atau drowning didefinisikan sebagai kematian karena


akfiksia akibat terendam pada cairan, terutama air. Penumpukan medium
cair mengakibatkan kerusakan tractus respiratorius primer. Aspirasi paru
terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80-90% pada korban
hampir tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirasi dapat mempengaruhi
perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia
toksik dan bahan asing lain dapat member cedera pada paru dan atau
menimbulkan obstruksi jalan nafas.

Pada korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama


merupakan tindakan wajib yang harus dilakukan segera mengingat pada
kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan pola nafas yang adekuat
karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan mengalami
hipoksemia, yang selanjutnya akan mengalami anoksia susunan syaraf
pusat, hingga terjadi kegagalan resusitasi jika tidak segera diberikan
pertolongan.

Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:


1) Bantuan hidup dasar penanganan airway, breathing,
circulation (ABC) merupakan hal utama yang harus
dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan napas
dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang
mengalami penurunan kesadaran.
2) Penilaian pernapasan.
3) Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu
pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi.
D. KEMASUKKAN BENDA ASING
a. Pengertian

Corpus alineum atau benda asing adalah benda yang berasal dari luar
atau dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda
asingdalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar
tubuh) dan benda asing endogen (dari dalam tubuh). Benda asing eksogen
terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat terbagi
terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka bintang) dan zat organik seperti
paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam
benda cair yang bersifat iritatif seperti zat kimia, dan benda cair non iritatif
yaitu cairan dengan pH 7

Benda asing eksogen dapat berupa sekret kental, darah, bekuan darah,
nanah, krusta. Benda asing pada hidung merupakan masalah kesehatan
keluarga yang sering terjadi pada anak-anak.

Pada anak-anak cenderung mengeksplorasi tubuhnya, terutama daerah


yang berlubang, termasuk telinga, hidung, dan mulut. Benda-benda asing yang
sering ditemukan pada anak-anak antaranya kacang hijau, manik-manik, dan
lain-lain. Pada orang dewasa yang relatif sering ditemukan adalah kapas
cotton bud, atau serangga kecil seperti kecoa, semut atau nyamuk. Diagnosis
pada pasien sering terlambat karena penyebab biasanya tidak terlihat, dan
gejalnya tidak spesifik, dan sering terjadi kesalahan diagnosis awalnya.
Sebagian besar benda asing pada hidung dapat dikeluarkan oleh dokter terlatih
dengan komplikasi yang minimal. Pengeluaran benda asing lazim dilakukan
dengan forceps, irigasi dengan air, dan kateter hisap.

Pengeluaran benda asing harus dilakukan sedini mungkin untuk


menghindari komplikasi yang dapat ditimbulkan misalnya perdarahan pada
hidung dan lain-lain. Usaha mengeluarkan benda asing seringkali malah
mendorongnya lebih ke dalam sehingga harus dilakukan secara tepat dan hati-
hati. Bila kurang hati-hati atau bila pasien tidak kooperatif, berisiko trauma
yang dapat merusak stuktur organ yang lain.

b. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Bagian hidung dalam terdiri atas stuktur yang membentang
dari os internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagia oleh
septum, dindinglateral terdapat konka superior, konka media, dan
konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
dianamakan meatus inferior, berikutnya celah anatara konka mendia
dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media
disebut meatus superior. . Anatomi rongga hidung ( Handoko Aditya)
2. Epidemiologi
Kasus benda asing di hidung paling sering terjadi pada anak,
terutama 1-4 tahun, anak cenderung mengeksplorasi tubuhnya,
terutama daerah yang berlubang termasuk hidung. Mereka dapat
memasukkan benda asing sebagai upaya mengeluarkan sekret atau
benda asing yang sebelumnya ada di dalam hidung, atau untuk
mengurangi gatal atau perih akibat iritasi yang sebelumnya sudah
terjadi. Benda asing yang paling sering ditemukan adalah sisa
makanan, permen, manikmanik dan kertas. Faktor yang
mempermudah terjadinya aspirasi benda asing dalam hidung antara
lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial
dan temat tinggal) kegagalan mekanisme proteksi normal (keadaan
tidur, penurunan kesadaran, alkoholisme, dan epilepsy) ukuran,
bentuk, serta sifat benda asing, serta faktor kecerobohan.
Benda asing dapat menyebabkan morbiditas bahkan mortalitas
bila masuk ke saluran nafas bawah.
3. Etiologi

Berdasarkan jenis bendanya, etiologi corpus alienum di hidung dapat


di bagi menjadi:

a. Benda asing hidup (benda organik)


1) Larva lalat
Beberapa kasus miasis hidung yang pernah
ditemukan di hidung manusia dan hewan di
Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies
Chryssonya bezziana adalah serangga yang
termasuk dalam famili Calliphoridea, ordo dipteral
subordo Cyclorrapha kelas Insecta. Lalat dewasa
berukuran sedang berwarna biru atau biru kehijauan
dan berukuran 8-10 mm, bergaris gelap pada thoraks
dan pada abdomen melintang. Lalat dewasa
meletakkan telurnya pada jaringan hidup misalnya
pada luka, lubang lubang pada tubuh seperti hidung,
mata, telinga, dan traktus urogenital.
2) Lintah Lintah (Hirudinaria javanica)
merupakan spesies dari kelas hirudinae.
Hirudinae adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk filum annelida.
Anggota jenis cacing ini tidak mempunyai rambut,
parapodia, dan seta. Tempat hidup hewan ini ada
yang berada di air tawar, air laut, dan di darat.
Lintah merupakan hewan penghisap darah. Pada
saat menghisap darah, lintah mengeluarkan zat
penghilang rasa sakit dan mengeluarkan zat anti
pembekuan darah sehingga darah pada pasin tidak
akan membeku. Setelah selesai menghisap darah,
lintah akan menjatuhkan diri.
3) Cacing
Ascaris Lumbricoides merupakan nematode
usus yang masih menjadi masalah di negara
berkembang seperti Indonesia. Hidung dapat
menjadi part d’entry atau tempat cacing tersebut
bermigrasi dari usus untuk mendapatkan oksigen
yang lebih banyak.
b. Benda asing tak hidup (benda anorganik)
Benda asing tak hidup yang tersering adalah manik-
manik, baterai logam, dan kancing baju. Kasus baterai
logam di hidung merupakan salah satu kegawatan yang
harus segera dikeluarkan karena kandungan zat kimianya
yang dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.
4. Patofisiologi
Daerah hidung merupakan daerah yang mudah diakses karena
lokasinya yang berada di wajah. Memasukkan badan asing ke dalam cavum
nasi sering kali terjadi pada pasien anak yang kurang dari 5 tahun disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain rasa penasaran untuk mengekspolarsi
orifisium atau lubang. Hal ini disebabkan pula oleh mudahnya akses terhadap
benda asing tersebut, kurang perhatian saat pengasuhan anak. Hal–hal lain
yang menjadi penyebab antara lain kebosanan, untuk membuat lelucon,
retardasi mental, gangguan jiwa, dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (GPPH). Benda asing hidung dapat ditemukan di setiap bagian
rongga hidung, sebagian besar ditemukan di dasar hidung, tepat di bawah
konka inferior atau di bagian atas fossa nasal anterior hingga ke bagian depan
konka media.
Benda-benda kecil yang masuk ke bagian anterior rongga hidung
dapat dengan mudah dikeluarkan dari hidung. Gambar 4. Lokasi tersering
benda asing hidung ( Steven WH, Karen LM, 2007) Beberapa benda asing
menetap di dalam rongga hidung tanpa menimbulkan perubahan mukosa.
Namun, kebanyakan objek yang berupa benda mati menyebabkan kongesti
dan edema pada mukosa hidung, dapat terjadi ulserasi, epistaksis, jaringan
granulasi, erosi, dan dapat berlanjut menjadi sinusitis. Sekret yang tertinggal,
dekomposisi benda asing, dan ulserasi yang menyertai dapat menghasilkan
fetor yang berbau busuk. Benda asing yang berupa benda hidup,
menyebabkan reaksi inflamasi dengan derajat bervariasi, dari infeksi local
sampai destruksi masif tulang rawan dan tulang hidung dengan membentuk
daerah supurasi yang dalam dan berbau.
Cacing askaris di hidung dapat menimbulkan iritasi dengan derajat
yang bervariasi karena gerakannya. Perubahan-perubahan ini apabila lebih
lanjut, maka akan memengaruhi benda asing karena dikelilingi oleh udema,
granulasi, dan kotoran. Benda asing organik, seperti kacang-kacangan,
mempunyai sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh
air, serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Kadang-kadang, reaksi inflamasi
dapat menghasilkan toksik. Benda asing anorganik, menimbulkan rekasi
jaringan yang lebih ringan dan lebih mudah didiagnosa dengan pemeriksaaan
radiologis karena umumnya benda asing anorganik bersifat radiopak. Sebuah
benda asing dapat menjadi inti peradangan apabila tertanam dalam jaringan
granulasi yang terpapar oleh kalsium, magnesium fosfat, karbonat, dan
kemudian akan menjadi rhinolith. Kadang-kadang,
proses ini dapat terjadi di sekitar area mukopus dan bekuan darah.
Rhinolit biasanya terletak dekat bagian basal hidung dan bersifat radiopak.
Baterai cakram dapat menyebabkan destruksi pada septum nasi karena
tersusun atas beberapa logam berat, seperti merkuri, zink, perak, nikel,
cadmium, dan lithium. Beberapa faktor dikatakan berperan dalam timbulnya
komplikasi akibat baterai cakram ini antara lain interval waktu saat baterai
masuk hingga dikeluarkan dan kontak antara permukaan mukosa hidung dan
kutub negatif baterai (anode). Karena itu, perforasi septum (90 jam setelah
baterai masuk ke hidung) umumnya terjadi ketika adanya kontak antara
mukosa hidung dan kutub negatif baterai.

Etiologi kerusakan jaringan diyakini terdiri atas 3 bagian, yaitu

1. perembesan substansi baterai dengan sifat korosif langsung


yang menyebabkan kerisakan,
2. efek langsung ke mukosa,
3. nekrosis oleh tekanan. Dari hasil dari reaksi ini, dapat
menyebabkan perforasi septum (umumnya 7 jam setelah
baterai masuk ke hidung), sinekia, konstriksi, dan stenosis
kavum nasi
5. Manifestasi Klinis

Gejala sumbatan benda asing tergantung pada lokasi benda asing,


derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran benda asing.
Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala sampai kematian sebelum
diberi pertolongan, 8 akibat sumbatan total. Benda asing di hidung pada anak
sering luput dari perhatian otang tua karena tidak ada gejala dan bertahan
untuk waktu yang lama. Dapat timbul rinolith di sekitar benda asing. Gejala
yang paling sering adalah hidung tersumbat, rinore unilateral, dengan cairan
kental dan berbau. Kadangkadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis,
bersin, dan disertai bekuan darah. Akan tetapi, adanya benda asing dalam
hidung terkadang tidak menimbulkan nyeri, terbukti dengan adanya kasus
benda asing yang telah berada dalam hidung selama bertahun-tahun tanpa
adanya gejala apapun.
Namun, walaupun jarang ditemukan, nyeri dan sakit kepala pada sisi
yang terlibat disertai dengan epistaksis intermitten dan bersin pernah
ditemukan dalam beberapa kasus. Pada pasien dengan benda asing hidung
yang hidup, gejala-gejala yang muncul biasanya terdapat pada hidung
bilateral. Hidung tersumbat, sakit kepala, dan bersin dengan kotoran
seropurulen biasanya merupakan gejala yang tampak. Peningkatan suhu tubuh
dan adanya bau tidak sedap yang berasal dari rongga hidung dapat pula
muncul. Leukositosis dapat terjadi akibat adanya infeksi sekunder. Rhinolith
biasanya tidak bergejala dan kemudian menyebabkan obstruksi apabila
membesar

E. GIGITAN BINATANG BUAS

a) gigitan binatang yang beracun.


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh
dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis
dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, dan bahkan
kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan
kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja
yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun
alam yang terdapat pada beberapa binatang yaitu ular berbisa dan
sengatan serangga. Kedua gigitan anjing yang menyebabkan penyakit
rabies
b) Rabies (gigitan anjing gila)
merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus
rabies yang menyerang susunan saraf pusat penderitanya. Penyakit ini
ditularkan langsung kepada manusia melalui kontak gigitan atau lebih
dikenal dengan istilah direct zoonosis Banyaknya segi yang
merugikan akibat gigitan binatang tersebut, masyarakat sebagai salah
satu faktor yang berperan penting dalam kasus gigitan binatang
diharapkan memiliki sikap positif dan dapat memiliki pengetahuan
baik. Seseorang yang dikatakan dapat memiliki pengetahuan baik
apabila seorang tahu, memahami, juga sudah bisa mengaplikasi,
menganalisis, dan apabila sudah mencapai tingkatan/ tahapan sintetis
dan evaluasi (Notoatmodjo,2003).
Untuk mencegah kematian dan kecatatan dan berfungsi kembali
dalam masyarakat, maka dari itu masyarakat harus mengetahui
tentang penanganan awal gigitan binatang (Ermawati,2015).
Penanganan awal binatang dengan melaporkan hewan yang
menggigit ke dinas perternakan setempat; mereka yang seharusnya
menangkap dan melakukan observasi terhadap hewan tersebut. Jika
korban tegigit anjing atau kucing peliharaan yang sehat, maka hewan
tersebut harus dikurung dan diobservasikan selama sepuluh hari untuk
memeriksa adakah penyakit lain. Jika korban tergigit hewan liar,
sebaiknya pikirkan kemungkinan negatif dan segera cari pertolongan
medis (Thygerson,2009). Tujuan penelitian ini adalah Untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat
dengan penanganan awal gigitan binatang
c) Gigitan Anjing Menurut andi (2011)
Gigtan anjing (anjing gila) menyebabkan penyakit rabies yang
disebabkan oleh suatu virus yang ditemukan dalam air liur hewan
berdarah panas yang menyebar dari satu hewan ke hewan lain,
biasanya melalui gigitan atau jilatan. Menurut Thygerson (2009)
Anjing yang dianggap harus dianggap (kemungkinan) gila bila
:Hewan menyerang tanpa propokasi. Hewan bertindak aneh atau
berbeda dari karakternya (misalnya anjing yang biasanya bersahabat
menjadi akresif atau srigala liar tanpak jinak dan “bersahabat”),
Hewan merupakan spisies berisiko tinggi
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di lapangan Menurut Thygerson (2006)
Penatalaksanaanya meliputi :
1) Jika luka tidak berdarah hebat, cuci dengan sabun dan air. Hindari
menggosok yang dapat menyebabkan jaringan menjadi memar.Cuci
luka seluruhnya dengan air yang menguncur deras. Kontrol
pendarahan dan tutup luka dengan kasa steril atau bersih. Cari
pertolongan medis untuk pembersihan dan penutup luka, dan dapat
juga diberikan perawatan untuk tetanus atau rabies.
2) Penatalaksanaan di rumah sakit Binatang diserahkan kepada dinas
perternakan atau dokter hewan untuk observasi. Sedangkan untuk
penderita tersebut: Debridement luka sesuai dengan cara mengatasi
luka, membuang jaringan nekrosis dan yang akan nekrosis. Cuci
dengan benzalkonium chloride atau air deterjen/sabun, H2O2. Jangan
dijahit. Pemberian vaksin dan serum anti rabies,
pemberianATS/toksoid, analgesik/antibiotic

d) Gigitan Ular
Hanya empat spesies ular asli dari amerika serikat yang beracun :
rattlesnake (yang menyebabkan 65% gigitan ular beracun dan hampir
semua kematian akibat gigitan ular di amerika serikat),
copperhead,water Moccasin (dikenal juga sebagai cottonmouth), dan
koral snake. Ular derik (rattlesnake), copperhead, dan water
moccasin, semuanya adalah ular beracun yang hidup didalam lubang.
Coral snake berukuran kecil dan berwarna warni, dengan moncong
hitam dan serangkaian pita merah terang, kuning, dan hitam di sekitar
tubuhnya. Ular beracun dari negara lain juga menimbulkan masalah
gigitan ular.
Pertolongan pertama Pertolongan pertama dilakukan segera setelah
gigitan ular dan sebelum pasien sampai di rumah sakit atau klinik, dapat
dilakukan oleh korban maupun orang lain dengan prosedur yang sesuai .
Pertolongan pertama yang direkomendasikan adalah upaya
menenangkan korban, melakukan imobilisasi seluruh tubuh korban
dengan membaringkannya dalam recovery position¸ dan melakukan
imobilisasi pada tangan/kaki yang terkena gigitan baik menggunakan
sling, splint, maupun metode pressure bandage immobilization (PBI).
Selain itu, transportasi secepat mungkin korban menuju ke fasilitas
kesehatan terdekat dan apabila memungkinkan bersama dengan ular
yang menggigit, karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir
dari penanganan medis korban.
Manifestasi klinik Tanda dan gejala yang umum di temukan
pada pasien bekas gigitan ular adalah : Lokasi sakit bukan gambaran
umum, Tandatanda bekas taring, laserasi, Bengkak dan kemerahan,
kadang –kadang bulae/ vasikular, Sakit kepala, mual muntah, Rasa
sakit pada otot- otot , dinding perut, Demam, keringat dingin, Untuk
bisa neurotoksik : Kelumpuhan otot pernafasan, Kardiovaskuler
terganggu, Kesadaran menurun menurun sampai koma. Untuk bisa
haemolitik, Luka bekas patukan yang terus berdarah, Haematoma
pada tiap suntikan IM, Hematuria , Haemoptisis/ atau haematimisi,
Kegagalan ginjal (HTN), Ular yang hidup di dalam lubang , Nyeri
terbakar hebat, Satu atau dua luka tusuk kecil berjarak sekitar satu cm
, Bengkak, Lepuh berisi darah dan berubah warna kemungkinan
terjadi beberapa jam setelah gigitan, Mual muntah, berkeringat dan
lemah.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan di lapangan : Secara umum :
Mintak korban dan orang orang di sekitarnya untuk menjauhi ular,
Tenangkan korban dan batasi gerakan, Cuci area yang tergigit secara
lembut dengan sabun dan air, Stabilkan ekstermitas yang tergigit
seperti halnya saat menangani fraktur, Cari pertolongan medis dengan
segera.
Jenis gigitan ular berbisa Mintak korban dan orang orang di
sekitarnya untuk menjauhi ular, Tenangkan korban dan batasi
gerakan, Cuci area yang tergigit secara lembut dengan sabun dan air,
Berikan tekanan ringan dengan melilitkan perban elastik di atas
tempat gigitan dan di seluruh panjang lengan atau tungkai, Cari
pertolongan medis dengan segera.
Jenis gigitan ular tidak berbisa Minta korban dan orang orang
di sekitarnaya menjauhi ular, Cuci area yang tergigit secara lembut
dengan sabun dan air.Jika lukanya kecil, oleskan salep antibiotik dan
tutupi lukanya.Cari pertolongan medis, ( Thygerson,2009)
Penatalaksanaan dilapangan menurut Harrison tahun 2013 :
Bawa korban ketempat perawatan yang memadai sesegera mungkin,
Jaga agar korban tidak bergerak untuk meminimalisir penyebaran bisa
secara sitemik, Pasang belat pada ekstremitas yang tergigit, dan dijaga
ekstremitas itu dalam posisis setinggi jantung, Lalu lakukan
imobilisasi dengan tekanan ( pembebatan seluruh ekstremitas dengan
perban dengan tekanan 40-70 mmHg dan pemasangan belat)dapat
dilakukan bisa itu terutama bersifat neurotoksid tanpa adanya
pengaruh lokal pada jaringan,jika penyelamat terampil melakukan
teknik ini dan jika korban dapat dibawa ketempat, perawatan
kesehatan.
Hindari menyayat kedalam luka gigitan, dinginkan,
mengkonsumsi minuman berakohol oleh korban, dan kejut listrik.
Pertolongan pertama yang terbaik adalah : melakukan dengan benar
(RIGHT) =Reassure (tenangkan) korban, imobilisasi ekstremitas,
ggettodhe hospital (=bawa kerumah sakit), berikan keterangan kepada
dokter tentang tanda dan gejala yang timbul. (RIGHT : reassure
victim, imobilize ektremity, get the hospital, inform physician of tale
signs and symptoms.
Penatalaksanaan di rumah sakit
1. Monitor tanda vital, irama jantung,saturasi o2 secara
ketat, dan awasi adanya tanda-tanda kesulitan
menelan atau insuvisiensi pernafasan.
2. Perhatian tingkat eritema dan pembengkakan dan
lingkar ekstremitas setiap 15 menit sampai
pembengkakan telah stabil.
3. Mula-mula obati syok dengan resusitasi cairan
kristaloid menggunakan cairan isotonis. Jika
hipotensi masih menetap, coba berikan albumin 5%
dan fasofresor.
4. Mulailah pencarian anti bisa ular spesifik yang
sesuai, untuk semua kasus gigitan ular berbisa yang
diketahui jenisnya. Di amerika serikat, tersedia
bantuan 24 jam dari pusat pengendalian racun
regional.
5. Adanya bukti keracunan bisa ular secara sistematik (
gejala sistemik adnormalitas laboratorium) dan
(kemungkinan) tanda lokal progresif yang signifikan
adalah indikasi untuk pemberian bisa ular.
6. Pemberian anti bisa ular sebaiknya dilanjutkan
sampai korban memperlihatkan perbaikan yang
pasti. Tetapi neurotoksisitas akibat gigitan seekor
ular (misalnya kobra) lebih sulit disembuhkan
dengan menggunakan anti bisa ular. Diperlukan
intubasi, pemberian lebih banyak anti bisa ular
biasanya tidak dapat membantu.
7. Crofab, yaitu antibisa ular yang digunakan di
amerika serikat untuk spesies pit viver (ular ekor
mira atau ular bangkai laut) berbisa di amerika
utara, mempunyai resiko yang cukup rendah umtuk
menimbulkan alergi.
8. Jika terdapat resiko alergi yang sinifikan, pasien
sebaiknya diberikan terapi antihistamin IV
(misalnya difenhidramin, 1 mg kg sampai dosis
maksimal sebesar 100 mg; ditambah dengan
simetidin,5-10 mg/kg sampai dosis maksimal
sebesar 300 mg) dan diberikan cairan kristaloid IV
untuk mengembangkan volume intravaskula.
9. Penhambat asetilkolinesterase mungkin
menyebabkan perbaikan neurorogis pada penderita
yang digigit ular yang mengandung neurotoksin
pasca sinaps. Setelah dilakukan pemberian anti bisa
ular naikan ekstremitas yang tergigit. Perbarui
imunisasi tetanus, Observasi apakah ada sindroma
kompartemen-otot. observasi pasien yang
memperlihatkan tanda keracunan. (Harrison,2013)
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tingkat keparahan suatu seperti gigitan binatang buas tergantung, bagian tubuh yang
diserang dan seberapa keparahan gigitan atau sengatan. Oleh karena itu, kita harus
mengetahui hal pertama yang harus dilakukan ketika terjadi sengatan atau orang
sekitar terjadi gigitan suatu hewan.Kita juga harus waspada terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi setelah pertolongan pertama. Tetapi jangan melupakan bahwa
hewan jika diperlakukan dengan baik dan benar tidak akan memberontak kepada
manusia. Tetap bersikaplah tenang dan waspada terhadap tanda-tanda yang terjadi

Anda mungkin juga menyukai