Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PERTEMUAN 4
HUKUM PAJAK
INTERNASIONAL
Capaian Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan mampu
menjelaskan pengertian hukum pajak internasional

Sub Pokok Bahasan : 2.1. Pajak Berganda dan Jenisnya


2.2. Metode penghindaran pajak berganda

Daftar Pustaka : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang


Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
2. Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011.
Jogjakarta. Andi Offset.
3. Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia Edisi 12
buku 1. Jakarta. Salemba Empat

23
4.1. Pajak Berganda dan Jenisnya
Knechtle dalam bukunya yang berjudul ”Basic Problems in Internasional Fiscal
Law” (1979) memberikan pembahasan secara rinci. Knechtle membedakan pengertian
pajak berganda, yaitu:
1. Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan
lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal.
2. Secara Sempit, Pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan
beberapa kali terhadap suatu subjek dan/atau objek pajak dalam satu administrasi
pajak yang sama, yang mengesampingkan pembebanan pajak oleh pemerintah
daerah.
Selanjutnya, pajak berganda sesuai dengan Negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya,
dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda:
1. Internal (domestic);
2. Internasional.

Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada
hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar
dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda
internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih
sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang
lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan
pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan
karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena dua
negara atau lebih secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena atas
suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali
sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak
tersebut.
Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab
terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:

24
1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang
dapat terjadi karena:
a. Domisili rangkap;
b. Kewarganegaraan rangkap;
c. Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
2. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
3. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan
atas wold wide incom, sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan
asas sumber.
Dalam setiap pemajakan, setiap Negara berdaulat akan melaksanakan pemajakan
terhadap subjek dan/atau objek yang mempunyai pertalian fiscal dengan Negara yang
berada dalam wilayah kedaulatannya berdasarkan ketentuan domestic. Kalau seandainya
dalam ketentuan domestic dari Negara-negara pemungut pajak tersebut terdapat
pengecualian atau pembebasan dari pajak terhadap subjek atau objek yang bertempat
kedudukan atau berada di luar wilayah kedaulatannya maka tidak akan terjadi PBI.
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di
bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak
menghambat perekonomian kedua negara dengan prinsip saling menguntungkan antar
kedua negara dan dilaksanakan oleh penduduk antar kedua negara yang terlibat dalam
perjanjian tersebut.
Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek
perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka. Penentuan aspek
perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam tax
treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.
Payung hukum persetujuan penghindaran pajak berganda atau P3B ini adalah Pasal 32A
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan pasal ini Pemerintah berwenang
untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran
pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
4.2. Metode penghindaran pajak berganda
Berikut ini beberapa metode penghindaran pajak berganda:

25
1. Metode Pengurangan Pajak (Tax Credit Method)
Metode ini memandang bahwa penghasilan dari luar negeri merupakan objek Pajak
dan harus digabungkan dengan penghasilan dari dalam negeri. Namun, pajak yang
telah dibayar oleh Wajib Pajak di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri tersebut
dapat dikurangkan dari jumlah pajak terutang yang harus dibayar di dalam negeri.
a. Full Tax Credit Method
Seluruh pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan dari jumlah pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan.
b. Ordinary Tax Credit Method
Jumlah pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikurangkan tidak boleh melebihi
jumlah pengurangan pajak yang dihitung berdasarkan undang-undang domestik.
c. Tax Sparing Credit Method
Penghasilan dari negara sumber yang mendapat fasilitas pembebasan pajak (tax
holiday) dianggap tetap terutang pajak di negara sumber untuk menghindari
penghasilan tersebut dikenai pajak di dalam negeri (negara domisili).

Contoh:
Wajib Pajak ABC penduduk Negara X dalam tahun 2019 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
 dari dalam negeri Rp 100.000.000,00
 dari luar negeri (Negara Y) Rp 50.000.000,00
Rp 150.000.000,00
Tarif PPh Negara X 25% dan tarif PPh Negara Y 30%.
a. Full Tax Credit Method
Total PPh terutang 25% x Rp150.000.000,00 = Rp37.500.000,00
Pajak yang dibayar di Negara Y:
30% x Rp50.000.000,00 = Rp15.000.000,00
Kredit pajak luar negeri = Rp15.000.000,00
Pajak yang masih harus dibayar = Rp22.500.000,00

26
b. Ordinary Tax Credit Method
Total PPh terutang 25% x Rp150.000.000,00 = Rp37.500.000,00
Pajak yang dibayar di Negara Y:
30% x Rp50.000.000,00 = Rp15.000.000,00
Kredit pajak luar negeri:
(50 juta/150 juta) x Rp37.500.000,00 = Rp12.500.000,00
Pajak yang masih harus dibayar = Rp25.000.000,00
c. Tax Sparing Credit Method
Total PPh terutang 25% x Rp150.000.000,00 = Rp37.500.000,00
Pajak yang dibayar di Negara Y: NIHIL
Kredit pajak luar negeri 30% x Rp50.000.000,00 = Rp15.000.000,00
Pajak yang masih harus dibayar = Rp22.500.000,00

2. Metode Pembebasan Pajak (Tax Exemption Method)


a. Full Exemption Method
Menurut metode ini penghasilan dari luar negeri bukan merupakan penghasilan
yang dikenai pajak di dalam negeri.
Contoh:
Total PPh terutang 25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00
b. Tax Exemption at the Top
Menurut metode ini penghasilan dari luar negeri tetap merupakan objek pajak di
dalam negeri. Namun, terhadap penghasilan tersebut diberikan pembebasan pajak
yang dihitung dimulai dari lapisan pajak tertinggi.
Contoh:
Wajib Pajak ABC penduduk Negara X dalam tahun 2019 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
 dari dalam negeri Rp 75.000.000,00
 dari luar negeri (Negara Y) Rp 75.000.000,00
Rp150.000.000,00
Tarif PPh Negara X:

27
 s.d Rp 100.000.000,00, tarif 20%
 di atas Rp100.000.000,00, tariff 25%
Tarif PPh Negara Y 30%.
PPh terutang
Total PPh terutang:
 20% x Rp100.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
 25% x Rp50.000.000,00 = Rp 12.500.000,00
 Total PPh terutang Rp32.500.000,00
Pembebasan pajak:
 25% x Rp50.000.000,00 = Rp 12.500.000,00
 20% x Rp25.000.000,00 = Rp 5.000.000,00
Total pembebasan pajak (Rp17.500.000,00)
Pajak yang masih harus dibayar Rp15.000.000,00

c. Tax Exemption at the Bottom


Menurut metode ini penghasilan dari luar negeri tetap merupakan objek pajak di
dalam negeri. Namun, terhadap penghasilan tersebut diberikan pembebasan pajak
yang dihitung dimulai dari lapisan pajak terendah.
Contoh:
Wajib Pajak ABC penduduk Negara X dalam tahun 2019 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
 dari dalam negeri Rp 75.000.000,00
 dari luar negeri (Negara Y) Rp 75.000.000,00
Rp 150.000.000,00
Tarif PPh Negara X:
 s.d Rp 100.000.000,00, tarif 20%
 di atas Rp100.000.000,00, tariff 25%
Tarif PPh Negara Y 30%.
PPh terutang
Total PPh terutang:

28
20% x Rp100.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
25% x Rp50.000.000,00 = Rp 12.500.000,00
Total PPh terutang Rp 32.500.000,00
Pembebasan pajak:
20% x Rp75.000.000,00 = Rp 15.000.000,00
Pajak yang masih harus dibayar Rp 17.500.000,00

d. Proportional Tax Exemption


Menurut metode ini penghasilan dari luar negeri tetap merupakan objek pajak di
dalam negeri. Namun, terhadap penghasilan tersebut diberikan pembebasan pajak
yang dihitung secara proporsional berdasarkan perbandingan antara penghasilan
luar negeri dengan pajak yang terutang.
Contoh:
Wajib Pajak ABC penduduk Negara X dalam tahun 2019 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
 dari dalam negeri Rp 75.000.000,00
 dari luar negeri (Negara Y) Rp 75.000.000,00
Rp 150.000.000,00
Tarif PPh Negara X:
 s.d Rp 100.000.000,00, tarif 20%
 di atas Rp100.000.000,00, tariff 25%
tarif PPh Negara Y 30%.
PPh terutang
Total PPh terutang:
 20% x Rp100.000.000,00 = Rp20.000.000,00
 25% x Rp50.000.000,00 = Rp12.500.000,00
 Total PPh terutang Rp 32.500.000,00
Pembebasan pajak:
(Rp75 juta/Rp150 juta) x Rp 32.500.000,00 Rp 16.250.000,00
Pajak yang masih harus dibayar Rp 16.250.000,00

29
3. Metode Pembebanan Pajak Sebagai Biaya (Tax Deduction Method)
Metode ini memandang bahwa penghasilan dari luar negeri merupakan objek Pajak
dan harus digabungkan dengan penghasilan dari dalam negeri. Namun, pajak yang
telah dibayar oleh Wajib Pajak di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri tersebut
diperlakukan sebagai biaya untuk menghitung PPh terutang.
Contoh:
Wajib Pajak ABC penduduk Negara X dalam tahun 2007 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
– dari dalam negeri Rp 100.000.000,00

– dari luar negeri (Negara Y) Rp 50.000.000,00

Rp 150.000.000,00
Tarif PPh Negara X 25% dan tarif PPh Negara Y 30%.
PPh terutang:
25% x (Rp150.000.000,00 – Rp15.000.000,00) = Rp33.750.000,00

4. Metode Pengurangan Tarif Pajak (Tax Rate Reduction Method)


Metode ini juga menganggap penghasilan dari luar negeri merupakan objek Pajak dan
harus digabungkan dengan penghasilan dari dalam negeri. Namun, penghasilan dari
luar negeri dikenakan tariff yang lebih rendah.
Contoh:
Wajib Pajak ABC penduduk Negara X dalam tahun 2007 memperoleh penghasilan
sebagai berikut:
– dari dalam negeri Rp 100.000.000,00
– dari luar negeri (Negara Y) Rp 50.000.000,00
Rp 150.000.000,00
Negara X:
Tarif PPh 25%

30
Untuk penghasilan dari luar negeri diberikan pengurangn 25%.
Tarif PPh Negara Y 30%.
PPh terutang:
– dari penghasilan dalam negeri
25% x Rp100.000.000,00
= Rp25.000.000,00
– dari penghasilan luar negeri:
25% x 75% x Rp50.000.000,00
= Rp 9.375.000,00
Total PPh terutang = Rp 34.375.000,00

Pemberian keringan dalam bentuk pembebasan (exemption) baik objek maupun


pajak dapat mengeliminasi secara tuntas karena pemajakan hanya dilakukan oleh Negara
sumber. Pelepasan pemajakan oleh Negara domisili menyebabkan hilangnya potensi
penerimaan Negara tersebut dari penghasilan mancanegara. Metode eksemsi didasarkan
atas prinsip netralitas impor modal (netralitas pasar internasional) yang secara otomatis
mendorong mobilitas sumber dana ke mancanegara. Hal ini dapat merupakan
rangsangan untuk menanam modal di Negara berkembang. Karena beban pajak hanya
ditentukan oleh Negara temapt penanaman modal, apabila beban tersebut lebih rendah
daripada Negara domisili dan Negara lainnya, investor memperoleh penghematan pajak.
Karena tidak mengenakan pajak, adminitrasi pajak Negara domisili investor tidak
direpotkan dengan kekurang-lengkapan informasi pajak kecuali Negara tersebut
menerapkan metode eksemsi pajak dan terdapat kerugian mancanegara.

Rangkuman
Pajak berganda sesuai dengan Negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya, dapat
dikelompokkan menjadi pajak berganda internal dan internasional. Pajak berganda
internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang
mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih.
Metode penghindaran pajak terdiri dari Metode pengurangan pajak Metode Pengurangan

31
Pajak (Tax Credit Method), Metode Pembebasan Pajak (Tax Exemption Method), Metode
Pembebanan Pajak Sebagai Biaya (Tax Deduction Method), Metode Pengurangan Tarif
Pajak (Tax Rate Reduction Method). Metode Pengurangan Pajak (Tax Credit Method)
terdiri dari beberapa metode yaitu Full Tax Credit Method, Ordinary Tax Credit Method,
Tax Sparing Credit Method. Metode Pembebasan Pajak (Tax Exemption Method) terdiri
dari Full Exemption Method, Tax Exemption at the Top, Tax Exemption at the Bottom,
Proportional Tax Exemption

Latihan
1. Jelaskan pengertian pajak berganda dalam arti luas dan sempit!
2. Sebutkan hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pajak berganda!
3. Sebutkan metode perhitungan pajak berganda!
4. CV Monetra merupakan Wajib Pajak di Indonesia, pada tahun 2019 memperoleh
penghasilan sebesar 2.5 Miliar Rupiah dengan alokasi 1 Miliar dari Indonesia, dan
sisanya berasal dari Singapura. Misal tarif PPh di Indonesia sebesar 30% dan di
singapura sebesar 20% maka hitung PPh terurang dengan menggunakan metodTax
Rate Reduction Method!
5. Berdasarkan kasus di nomor 4, hitunglah PPh terutang dengan menggunakan metode
Pengurangan Pajak (Tax Credit Method) dan Metode Pembebasan Pajak (Tax
Exemption)!

32

Anda mungkin juga menyukai