Anda di halaman 1dari 51

Ha-Na (Chapter 

1)
AGU 11

Posted by dee3302

Title                 : Ha-Na (Part 1)

Author             : Lucky Cupcake

Rating             : PG-13

Lenght             : Chapter

Genre              : Romance, Friendship

Cast                 : Xi Luhan (EXO) Kim Ha Na (OC)

Support cast    : Na Eun (A Pink) Sandeul (B1A4) Jong Hun (FT Island)

Note                : Ini FF pertamaku, jadi kalau ada salah, maaf ya^^ Tolong kasi saran dan
jangan lupa juga comment yaa, gomawo~`~
 

“Coba saja aku seperti mereka, hidup normal seperti orang biasa”

Author’s POV

            Kata-kata itu tertulis rapi didalam buku harian Ha Na. Ini sudah ketiga kalinya ia
menulis kata-kata itu. Ha Na sejak lahir dianugerahi kemampuan spesial. Dia bisa
membaca pikiran orang dan melihat masa depan. Tapi kemampuan inilah yang membuat
dirinya dikenal aneh oleh orang-orang hingga dia tidak memiliki teman satu pun di
sekolahnya.

Ha Na’s POV

Hari ini seperti biasa, aku hanya bisa merenung di kamar sendirian. Bosan, akhirnya aku
turun dan melihat ibuku tengah sibuk merias dirinya. Semenjak ditinggal oleh ayah, ibu
selalu sibuk dan jarang di rumah.

“Ha Na, akhirnya kamu turun juga” kata ibu sambil merapikan lipstiknya.

Aku hanya mengangguk. Diam-diam aku tatap dia. Raut wajahnya yang terlihat sedih
membuatku penasaran dengan apa yang dipikirkannya, tetapi percuma karena aku tetap
tak bisa membacanya. Entah kenapa aku tidak bisa membaca pikiran orang-orang
terdekatku. Tiba-tiba aku mendapat penglihatan. Seorang laki-laki muda akan datang ke
rumah. Laki-laki itu adalah Tuan Choi Min Soo, kekasih ibuku.

Ting..tong.. sesuai dugaan, Tuan Choi pun datang. Ibu bukakan pintu dan memeluknya
dengan bahagia. Laki-laki itu memeluknya balik tapi pikiran jahatnya tetap bisa aku baca.

“Sebentar lagi wanita ini akan membuatku kaya, hahaha” isi pikirannya terdengar sangat
jelas. Aku pegang tangan ibuku bermaksud ingin memberitahu apa yang sedang aku dengar
tetapi percuma aku terlalu takut. Akhirnya aku hanya bisa mengucapkan selamat tinggal
untuk ibuku.
Pagi yang cerah, awal yang baik untuk pergi ke sekolah. Seperti biasa aku berusaha
berpenampilan seperti gadis-gadis yang lain tetapi tetap tidak bisa. Malah lebih terlihat
seperti hantu. Poni rambut yang panjang sampai menutupi mataku menambah keseraman
dalam penampilanku. Aku benar-benar tidak berani memotong rambutku karena aku benci
dengan gunting. Pasrah dengan keadaan, aku pun bergegas pergi menuju halte bus. Di
perjalanan sudah pasti aku mendengar pikiran orang-orang. Ada yang berpikir ingin
memukul temannya, mencuri uang, menggoda perempuan dan yang paling parah ada yang
berpikir bahwa aku seperti penyihir. Mereka tentu saja akan berpikir seperti itu, rambutku
yang panjang ditambah dengan sorot mataku yang tajam membuatku terlihat seperti
penyihir. Aku sudah terbiasa dengan itu, berjalanlah aku dengan biasa hingga sampailah
aku di halte. Seketika aku mendapat penglihatan. Akan ada seorang nenek yang akan
tertabrak mobil. Tanpa pikir panjang, aku segera mencari nenek itu. Tepat di seberang
jalan, nenek berbaju kuning sambil membawa tongkatnya tengah menyebrang di zebra
cross. Seketika sebuah mobil berwarna merah melaju kencang dari arah berlawanan. Aku
berlari dan berteriak “Nenek awas!!!!” tetapi sepertinya nenek tidak mendengar. Segera
aku tarik nenek jauh dari jalan dan kecelakaan pun dapat dihindarkan. Orang-orang datang
mengerumuniku. “Wah nenek ini hampir saja mati” “Penyihir ini hebat juga” aku
mendengar banyak sekali pikiran orang-orang. Hal itu membuatku pusing, segera setelah
memastikan nenek aman, aku segera kembali menuju halte. Namun tiba-tiba ada tangan
yang menyentuh pundakku.

“Terima kasih sudah menolong nenekku, kamu hebat” aku mendengar kata itu darinya.
Aku hanya mengangguk dan tidak berani melihat wajahnya. Yang aku tahu dia
menggunakan seragam sekolah yang sama denganku dan dia anak laki-laki.

Setelah dia pergi aku coba memandang wajahnya. Wajahnya sangat tampan, ini untuk
pertama kalinya ada seorang anak laki-laki yang berbicara padaku.Tapi aku merasa aneh
dengannya.

Akhirnya sampailah aku di sekolah. Tidak ada yang menyapa, merangkul ataupun
mengajakku jalan bareng. Tidak punya teman. Itulah masalahnya. Aku membaca pikiran
teman-teman di sekolah yang semuanya hanya mengejekku dan mengata-ngataiku. Aku
hanya bisa menunduk dan memandangi jalan didepanku.

Di kelas, lebih parah lagi. Duduk paling pojok, tidak ada teman yang mau mendekati.
Mereka semua berpikir aku orang yang aneh. Aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti
ini, aku hanya bisa menghela nafas panjang.

Bel berbunyi, tanda pelajaran akan segera di mulai. Guru pun datang.

“Baiklah anak-anak sebelum pelajaran akan segera dimulai, bapak akan memperkenalkan
murid baru pindahan dari Cina, mari silahkan masuk”

Datanglah seorang anak laki-laki dan memperkenalkan dirinya di depan kelas.

“Perkenalkan aku Xi Lu Han, panggil saja aku Luhan”

Setelah memandanginya cukup lama, aku sadar bahwa ternyata Luhan adalah laki-laki yang
menyapaku tadi. Dan ada satu keanehan. Kenapa aku tidak bisa membaca pikirannya?

Ha Na POV
 

“Hmm,  sebaiknya kamu duduk dimana ya?” Guru memperhatikan semua bangku yang
kosong.

“Aku duduk disamping gadis itu saja” Murid baru itu memandangku sambil tersenyum. Aku
tidah bisa membaca apa yang dipikirkannya. Apa tujuannya duduk disampingku? Untuk
menggangguku? Atau apa? Namun dilihat dari wajahnya, anak laki-laki yang bernama Luhan
itu terlihat tulus.

Perlahan-lahan dia jalan menuju bangku kosong yang ada disebelahku. Semua orang
terutama para gadis memperhatikannya tanpa henti. Wah dia tampan ya! Kenapa dia mau
duduk disamping penyihir? Jangan-jangan si penyihir sudah menyihirnya! Pikiran mereka
terdengar jelas. Aku hanya bisa menunduk hingga Luhan, orang baru yang duduk
disampingku tiba-tiba melambaikan tangannya. “Hai, kita bertemu lagi. Aku Luhan, kam–?”
sebelum dia selesai bicara, aku memberikan gulungan kertas padanya. Kim Ha Na. Dia
membacanya sambil tertawa kecil. Apa yang ia tertawakan? Apa tulisanku jelek? Atau
namaku aneh? Kemudian ia lemparkan sebuah gulungan kertas ke mejaku.
Kim Ha Na, nama yang bagus, salam kenal. Mari kita berteman^^. Entah kenapa rasanya
ada benturan keras dijantungku. Jantungku berdetak tanpa henti. Tanganku bergetar, aku
tidak mengerti kenapa aku seperti ini? Apa aku sakit?

“Baiklah anak-anak, setelah pelajaran selesai tolong salah satu dari kalian bagikan buku
catatan ini”

Kemudian Kim Yuna berdiri sambil mengancungkan tangannya “Biar Kim Ha Na saja pak!” 
jelas setelah dia berkata seperti itu semua orang tertawa sambil berteriak kalau mereka
setuju. Kecuali Luhan. Aku lihat Luhan terlihat bingung dan memandangiku dengan wajah
simpati. Tentu saja dia akan seperti itu melihat seseorang yang terus diintimidasi oleh
teman-temannya. Bel pun berbunyi, lantas setelah guru pergi, aku membagikan buku
catatan itu. Semua orang terlihat diam hingga tiba-tiba bruukkk!! Aku tersandung oleh kaki
seseorang. Kim Yuna!?. Dia sengaja membuatku tersandung. Buku catatan berantakan di
lantai. Teman-teman datang mengerumuniku. “Yaah!! Hati-hati buku catatanku
mahal!” Haha, rasakan! “Yaah!! Kim Ha Na!! Kalau buku catatanku rusak kamu harus ganti
dengan yang baru!” Siapa suruh dekat dengan Luhanku! Perkataan serta pikiran mereka
bergabung menjadi satu seperti ada bom atom yang siap meledakkan telingaku. Tanpa
sadar, air mataku turun. Aku berusaha untuk kuat tetapi malah semakin deras. Kemudian
tangan seseorang menggenggam lenganku dan menarikku keluar dari kelas. Luhan!? Apa
yang dilakukannya?
Sampailah kami di atap sekolah. Dia melepaskan genggaman tangannya dan
memandangiku. Aku hanya menunduk sesekali menghapus air mata yang terus turun.

“Kenapa kamu membawaku kesini?”

Dia dengan tegas menjawab “Aku muak dengan ulah mereka”

“Sebaiknya kita kembali atau guru akan menghukum kita” Sesaat ketika aku ingin berbalik
tiba-tiba bel berbunyi tanda jam makan siang.

“Lebih baik kita ke kantin, sudah bel makan siang” Aku menggelengkan kepalaku. Aku
menolak ajakannya. Di kantin merupakan neraka bagiku. Disana, hinaan dan ejekan tak
henti-hentinya akan terdengar.

“Aku…. ingin diam disini sebentar, kamu duluan saja ke kantin”

“Hmm, kalau kamu tidak kesana, aku juga tidak” Mendengarnya bicara begitu aku hanya
bisa menghela nafas. Aku duduk dan Luhan pun ikut duduk disampingku. Ada hening yang
panjang. Aku terdiam sambil merangkul kedua kakiku dan Luhan sedang sibuk dengan
rubiknya. Sambil bermain dia menghilangkan keheningan dengan memulai pembicaraan
denganku.

“Waktu aku kecil aku bercita-cita ingin menjadi ahli rubik tapi ternyata sulit” Aku hanya
menjawabnya dengan senyuman.

“Hmm, apa kamu punya impian?” Sejenak aku terdiam. Luhan berhasil menyelesaikan
rubiknya dan terlihat menunggu jawabanku.

“Aku… ingin… menjadi penyanyi….” Setelah bicara jujur seperti itu aku langsung menutup
telingaku untuk bersiap-siap mendengar tawa darinya. Tapi tidak ada tawa, aku
melihatnya dia hanya tersenyum dan seperti memikirkan sesuatu.

“Impian yang bagus, aku yakin pasti itu akan terkabul dan aku akan menjadi fans
pertamamu” Mendengar itu jantungku mulai berdetak lagi. Aku menepuk-nepuk dadaku
agar berhenti yang ada malah semakin keras.

Bel berbunyi. Aku berdiri dan merapikan rokku yang kotor “Luhan, aku duluan”. Tiba-tiba
langkahku berhenti oleh sebuah tangan yang menarikku. “Setelah ini ada kelas
matematika, aku tidak suka, sekarang lebih baik temani aku jalan-jalan disekitar sini”
Sekarang dia bukan lagi memegang lenganku tapi tangan. Jantungku mulai berdetak lagi.
Aku tidak bisa menolak.

Luhan POV
Hari ini sebagai rasa terima kasiku karena sudah menyelamatkan orang yang paling aku
sayangi, aku mengajak Ha Na berkeliling di kota Seoul. Sebenernya tujuannya bukan
berkeliling, aku bermaksud membantu Ha Na mencapai impiannya. Tapi sebelumnya ada
satu hal yang harus dirubah. Rambut. Rambutnya panjang memberikan kesan tidak baik
padanya maka dari itu aku bermaksud mengajaknya ke salon hari ini.

“Ki-kita akan kemana?”

Aku tersenyum dan berkata “Hari ini aku akan membantumu!”

“Hah? Membantu? Sudahlah Luhan, sebaiknya kita kembali ke sekolah”

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku terus menariknya hingga sampailah kami di
sebuah salon. Wajah Ha Na terlihat kaget, sebelum dia bertanya tujuanku mengajaknya
kesini, aku menjelaskan padanya.

“Kamu bilang ingin menjadi penyanyi, tetapi menjadi seorang penyanyi penampilan
sangatlah penting, jadi aku sarankan kamu memotong sedikit rambutmu”

Ha Na terlihat berpikir, terlihat dari wajahnya ia sangat kebingungan. Tetapi pada


akhirnya dia mengangguk. Lantas seorang pegawai mempersilahkannya duduk. Setelah
mencuci rambutnya, aku lihat tangan Ha Na bergetar.

“Ha Na, kenapa? Kalau kamu memang tidak ingin memotong rambutmu, tidak apa-apa”

“Bukan begitu, a-aku hanya takut pada gunting” Semula aku kaget, ternyata Ha Na punya
fobia terhadap gunting. Aku jadi ingat sewaktu aku kecil, aku yang punya fobia terhadap
ketinggian juga sering gemetar sampai suatu ketika sahabat masa kecilku, Na Eun
membantuku mengurangi ketakutanku terhadap ketinggian.

Flashback
“Pejamkan matamu” begitu katanya sambil memegang kedua tanganku yang tak henti-
hentinya bergetar. Saat itu kami sedang menaiki bianglala bersama. Aku pejamkan
mataku, perlahan-lahan ketakutan mulai hilang.

Kembali ke masa yang sekarang. Ketakutan Ha Na mulai menjadi-jadi. Wajahnya mulai


mengeluarkan keringat. Aku segera menggenggam tangannya.

“Pejamkan matamu” Ha Na terlihat bingung dan kaget.

“Lakukan saja” segera setelah aku mengatakan itu, Ha Na mulai memejamkan matanya.
Satu persatu rambut Ha Na mulai jatuh ke lantai. Sedikit demi sedikit aku melihat wajah
Ha Na dengan jelas.
Ha Na POV

Setelah pegawai salon mengatakan bahwa rambutku telah selesai dipotong dan Luhan
mulai melepaskan genggaman tangannya, aku membuka mataku perlahan-lahan. Aku
melihat pantulan wajahku di cermin. Siapa itu? Apa benar itu aku?

Luhan POV

Dia benar-benar sangat cantik. Andai saja aku menyadari ini dari awal. Mataku tidak bisa
berhenti memandangi Ha Na. Tanpa sadar aku melihatnya dengan mulut terbuka.

“Ekhem ekheem, sepertinya pacarmu tidak bisa berhenti melihatmu” pegawai itu tertawa
kecil melihatku salah tingkah.

“Ah dia bukan—“

“Ha Na, setelah ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Sebaiknya kita harus cepat-
cepat” aku memotong pembicaraannya. Tapi, kenapa aku memotong pembicaraan mereka?
Aku mulai bingung dengan kelakuanku saat itu.

Matahari mulai tidak nampak di langit. Waktu yang sangat tepat untuk melaksanakan misi
selanjutnya. Perjalanan kali ini terlihat sangat canggung. Entah kenapa setiap kali aku
melirik Ha Na, ada pukulan kuat yang menimpa jantungku. Kenapa aku seperti ini? Selama
perjalanan, semua orang memperhatikan kami, tepatnya Ha Na. Sepertinya mereka
terpikat dengan Ha Na. Aku mulai tidak senang.

Tibalah kami di sebuah taman. Para musisi-musisi jalanan mulai bersiap-siap dengan
peralatan musiknya. Aku menyapa salah satu dari mereka.

“Sandeul, hari ini aku tidak bisa menggantikanmu, tapi aku membawa vokalis pengganti”
Aku lihat Ha Na nampak kebingungan.

“A-ah, se-sepertinya ada yang salah”

“Wah, hyung membawa vokalis yang sangat cantik, baiklah hari ini target 100 penonton
akan berhasil” Sandeul mulai kegirangan dan langsung memberikan mikrofon pada Ha Na.
Tangan Ha Na bergetar lagi, aku memberikan jempol padanya. Dia mulai ketakutan tetapi
aku tetap menyemangatkannya. Sandeul mulai memanggil para penonton. Puluhan orang
mulai berkumpul. Para musisi mulai memainkan musiknya. Aku mulai cemas kalau-kalau Ha
Na tiba-tiba tidak menyanyi atau parahnya dia akan kabur. Tapi! Suara Ha Na mulai
terdengar. Ia menyanyi On Rainy Day dengan suara lembutnya yang khas. Para penonton
mulai bertambah dan menyaksikannya dengan rasa takjub.
“Luhan hyung, kamu membawa orang yang tepat”

“Tentu saja” aku jawab dengan rasa bangga.

“Dia pacarmu?” mendengar pertanyaan Sandeul, penyakit salah tingkahku kambuh lagi. Dia
hanya tertawa melihat tingkah lakuku yang sangat aneh.

Ha Na POV

Pagi yang cerah ditambah nyanyian burung yang mengiringi langkahku menuju sekolah.
Sangat sesuai dengan perasaanku yang sangat senang akibat kejadian kemarin malam.
Untuk pertama kalinya, aku bernyanyi didepan banyak orang. Aku sangat berterima kasih
kepada Luhan. Sesampai di sekolah, bukan hinaan atau ejekan yang ku dapat tetapi orang-
orang mulai bertingkah dan berpikir berbeda hari ini. Wah cantik sekali! Si penyihir
ternyata seorang peri!! Apa benar dia yang rekaman?Kalau itu benar dia yang di rekaman
berarti penyihir benar-benar DAEBAK!! Aku terkaget mendengar pikiran-pikiran mereka.
Rekaman apa? Apa kemarin ada stasiun TV yang merekamku? Sontak kemudian Ibu Lee
memanggilku untuk bertemu dengannya di ruang guru. Aku mulai takut. Aku pikir Ibu Lee
akan memarahiku karena kemarin aku dan Luhan tidak mengikuti pelajarannya.

“Nona Kim, ibu sudah melihat rekamanmu dan ibu sangat terkesan sekali, sebenarnya
beberapa hari lagi akan ada kontes menyanyi untuk merekrut seorang penyanyi oleh agen
bakat terkenal di Korea, apa kamu bersedia menjadi perwakilan sekolah?”

Semula aku sangat kaget. Apa benar ini bukan mimpi? Tapi rekaman apa maksudnya?
Lantas aku menjawab “Tentu saja, saya siap bu! Tapi saya tidak mengerti tentang
rekaman”

Ibu Lee menunjukkan sebuah rekaman yang sedang tayang di TV sekolah. Itu rekamanku
yang sedang menyanyi di taman.

“Ibu, siapa yang merekam semua itu?”

Ibu Lee tersenyum dan berkata “Kamu harus berterima kasih dengan anak laki-laki yang
sedang mendukungmu itu”

Aku langsung berbalik untuk melihat jendela yang ditunjukkan ibu Lee. Aku sontak kaget
karena melihat seorang anak laki-laki sedang membawa sebuah papan bertuliskan Ha Na,
aku akan jadi fans pertamamu! HWAITING!!^^. Laki-laki itu tidak lain adalah Luhan.
“Biga oneun nal-en nareul chajawa. Bameul saeweo gwireop hida. Biga geuchyeogamyeon,
neodo ddaraseo. Seoseo-hi jogeumsshik geuchyeogagettji”

Ha Na POV

            Suaraku berulang kali terdengar. Beberapa TV di sekolah masih menayangkan video
rekamanku. Teman-teman datang menghampiriku.

“Penyi- eh maksudku Ha Na, kamu benar-benar daebak!! Aku tidak tahu kamu punya suara
sebagus itu!” Ha Na, aku salah menilaimu.
“Benar, ditambah lagi dengan rambut barumu kamu terlihat sangat cantik!” Kecantikannya
melebihi Kim Yuna, omo!
            Perkataan serta pikiran mereka berubah 180 derajat. Entah kenapa aku ingin
waktu berhenti di saat itu juga. Ini benar-benar hari terbaik buatku. Tapi tidak semua
berubah. Kim Yuna dan teman-temannya tetap terlihat sinis.

Hari berganti hari, aku sudah memiliki banyak teman. Begitu juga dengan Luhan. Dia tipe
orang yang mudah berteman jangan heran kalau baru beberapa hari pindah sekolah dia
sudah menjadi anak paling populer. Walaupun begitu, kami berdua masih sering bertemu
dan makan siang bersama di atap sekolah sambil mengenal satu sama lain. Sekarang aku
sadar kalau aku mulai menyukai Luhan. Andai aku bisa membaca pikirannya agar aku tahu
bagaimana perasaannya kepadaku. Tetapi tidak bisa. Itu masih menjadi pertanyaan besar
yang masih belum bisa terjawab sampai saat ini. Kenapa aku tidak membaca pikirannya?
Apa dia punya hubungan darah denganku? Tapi itu tidak mungkin.

Tibalah waktuku di babak penyisihan. Aku bersama Bu Lee menunggu nomor antrianku
untuk dipanggil. “Nomor 287!! Harap bersiap-siap” teriak seorang panitia. “Ha Na, apa
kamu sudah siap” Aku mengangguk menjawab pertanyaan Bu Lee. Majulah aku ke atas
panggung. Aku pejamkan mataku dan berdoa. Ketika juri mempersilahkan, aku mulai
menyanyikan lagu I Think I Love You. Lagu ini aku persembahkan untuk laki-laki yang sudah
membantuku hingga aku bisa berdiri diatas panggung ini. Andai dia tahu aku menyanyikan
lagu ini untuknya. I’m falling for you nan mollah-jiman. Now I need you eonusaenka nae
mam kipun -koseh aju. Kugeh jaripan gudaeui, mosubeul ijen bowayo~ hmm. Ketika aku
selesai bernyanyi, tepuk tangan yang meriah dari penonton mulai terdengar. Wah suaranya
sangat bagus. Aku yakin dia akan jadi juaranya. Para juri mulai menulis skor. Aku tidak
sabar menunggu hasilnya walaupun aku tahu apa yang sedang mereka pikirkan tentangku.

Esoknya, Luhan memberitahuku bahwa pengumuman yang lolos ke babak selanjutnya sudah
ada di tangan Ibu Kepala Sekolah. Kemudian kami pun bersama-sama menuju ruang kepala
sekolah. Kepala sekolah menyambut kami dan lantas ia memberikan secarik kertas
kepadaku. Itu yang ada dipenglihatanku. Benar saja, Luhan datang menghampiriku yang
baru saja tiba di sekolah.

“Ha Na, ke—“

Belum selesai dia bicara, aku langsung menariknya menuju ruang kepala sekolah.

“Yah, baru saja aku ingin mengajakmu kesini”

“Aku sudah tahu”

“Hah benarkah? Tapi bukannya kamu baru saja sampai di sekolah, darimana kamu bisa
tahu?”

Aku hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaannya. Tapi sepertinya masa depan
telah berubah. Bukan secarik kertas yang kudapat tapi malah ada seorang anak perempuan
yang sedang berdiri dihadapan kepala sekolah.

“Ha Na, kamu sudah datang. Selamat kamu lolos ke babak selanjutnya!” Kepala sekolah
memelukku dan menyalamiku.

“Terima kasih”

“Ha Na, aku minta tolong untuk mengantarkan murid baru ini ke kelasmu”

“Murid baru? Ah annyeong haseyo, namaku Kim Hana”

“Annyeong haseyo, aku Son Naeun, salam kenal” anak perempuan cantik berambut
panjang itu menyapaku.

“Na Eun!?” Luhan terlihat kaget. Apa mereka saling mengenal?

“Luhan, sudah lama kita tidak bertemu sejak 3 tahun yang lalu” 3 tahun yang
lalu!?  Seketika aku melihat masa lalu mereka.
Flashback

Naeun dan Luhan sedang berjalan bersama. Waktu itu mereka masih SMP. Terlihat mereka
sedang berbicara sesuatu yang serius.

“Luhan, apa kamu punya cinta pertama?”

“A-aku punya, kalau kamu?”


“Jonghun Oppa. Dia adalah cinta pertamaku” Naeun menjawabnya dengan girang. Luhan
terlihat sedih mendengar itu.

“Hari ini, aku bermaksud mengutarakannya”

“Hmm, semoga berhasil” Naeun kemudian tersenyum dan melambaikan tangannya pada
Luhan.

Luhan yang terlihat sangat sedih kemudian menulis sebuah surat. Surat yang isinya tentang
kepergiannya ke Cina dan ungkapan perasaannya kepada Naeun. Surat itu ditaruhnya di
kotak surat milik Naeun.

“Ha Na! Ha Na!!” Ibu Kepala Sekolah menggoyangkan badanku. Sontak aku tersadar
kembali.

“Ma-maaf saya melamun, kalau begitu saya permisi dulu”

Ada hening yang panjang selama perjalanan. Naeun sedang memikirkan kenangan-
kenangannya bersama Luhan sedangkan Luhan, aku tidak tahu apa yang dipikirkannya.

“Ki-kita sudah sampai”

“Terima kasih Ha Na sudah mengantarku dan juga Luhan, terima kasih” Naeun mengambil
tempat duduknya dan menyiapkan peralatan sekolahnya. Para murid mulai
membicarakannya.Wah cantik sekali. Dia murid baru disini? Ahh aku sangat
beruntung. Tapi kehadiran Naeun bukan hal yang baik bagi Luhan. Selama pelajaran dia
tidak bicara, bergurau atau mengganggu teman yang lain. Luhan yang periang berubah
menjadi Luhan yang pendiam.

Aku pergi menuju atap sekolah. Sendirian. Aku melihat Naeun dari atas yang mulai
menjadi pusat perhatian di sekolah. Masa lalunya bersama Luhan terus terlintas
dipikiranku. Andai aku tidak tahu semua itu. Andai dia bukan murid baru. Apa Luhan masih
menyukainya? Lalu bagaimana denganku? *sigh* aku hanya bisa menghela nafas panjang.

“Kamu sedang apa?” Suara itu!?


            “A-ah hai, aku hanya melihat pemandangan” aku menjawab tapi tidak berani
melihat matanya.

“Apa boleh aku ikut?” Aku mengangguk dan dia langsung berdiri di sampingku.
“E-eh Luhan, apa boleh aku bertanya?”

Dia tersenyum. “Tentang apa?”

“Apa kamu punya cinta pertama?”

Dia terdiam sejenak dan melihat seseorang. Dia melihat Naeun. Aku tahu dia pasti akan
melakukan itu.

“……punya”

“Apa kamu masih menyukainya?”

Dia mengangguk. Tanganku bergetar. Jantungku mulai berdetak sangat kencang. Air
mataku hampir keluar.

“……punya”

“Apa kamu masih menyukainya?”

Dia mengangguk. Itu berarti dia masih menyukai Naeun. Aku mengusap-usap mataku yang
mulai mengeluarkan air mata. Aku mencoba untuk menahannya agar tidak keluar.

“Ha Na, kamu kenapa?”

“A-ah, mataku kemasukan debu. Lalu bagaimana hubunganmu dengannya?” walaupun aku
sudah tahu tapi aku ingin mendengarnya langsung dari Luhan.

“Hmm, tidak happy ending” dia tersenyum tapi dibalik senyumnya itu aku tahu ada
kesedihan didalamnya.

“Apa dia tidak tahu kamu menyukainya?”

Luhan sekali lagi menatap Naeun yang sedang berbincang dengan teman-teman barunya
“…..sepertinya dia tahu, hmm bagaimana denganmu, apa ada orang yang kamu suka?”

“……..ada, tapi…….. dia menyukai orang lain”

“Pasti rasanya sakit sekali” Iya. Sakit. Sekali. Seperti yang aku rasakan saat ini mendengar
jawabanmu tadi.

“Iya, Lu-luhan tadi kamu dan Naeun seperti sudah saling mengenal, apa kali–?”

“A-ah Naeun, dia kenalanku”


            “O-oh” aku tahu dia bukan kenalanmu. Aku tahu dia sahabatmu sejak kecil. Aku
tahu kamu menyukainya. Tapi kenapa kamu sebut dia kenalanmu? Kenapa kamu tidak
jujur?

Luhan POV

Hari ini bukan hari yang baik buatku. Ha Na ternyata sedang menyukai seseorang. Siapa?
Sejak kapan? Ditambah lagi aku bertemu lagi dengan Naeun, sahabat masa kecilku setelah
sekian lama sejak kejadian 3 tahun yang lalu. Dia datang di saat yang tidak tepat.
Perasaanku terhadapnya yang mulai menghilang semenjak aku sadar aku mulai menyukai
Ha Na tiba-tiba tumbuh lagi. Bagaimana bisa aku menyukai dua perempuan sekaligus!?
Inilah alasan kenapa aku tiba-tiba menjadi orang lain. Aku bingung dengan diriku sendiri.

“Luhan….” Seseorang memanggilku. Aku berbalik dan menemukan gadis itu sedang berdiri
di belakangku.

“Naeun? Kamu belum pulang?”

Dia menggeleng lalu kemudian ia ikut berjalan pulang disampingku.

“Kita terlihat sangat canggung padahal waktu kecil kita akrab sekali, apa itu karena surat
itu? ”

Aku berhenti berjalan. “Kamu membacanya?” Dia mengangguk sambil tersenyum.

“Maaf aku tidak menyada–“ belum selesai dia bicara, aku langsung memeluknya.

“Aku sangat merindukanmu”

“Aku juga, Luhan” dia memeluk balik. “Hmm, Luhan, apa Kim Ha Na itu pacarmu?”

Mendengar pertanyaannya, aku melepaskan pelukanku. “Kim Ha Na, dia…… hanya teman”

Naeun kemudian tertawa kecil. “Haha, jadi aku masih punya kesempatan untuk menjawab
isi suratmu itu”

Aku hanya diam. Tidak bisa menjawab apa-apa.

Ha Na POV

Aku bercermin dan melihat wajahku. Mataku lebam. Akibat dari aku menangis semalaman.
Aku meneteskan beberapa tetes mata tapi hasilnya sama saja. Hari ini seperti biasa aku
pergi ke sekolah. Tapi yang biasanya aku selalu bersemangat bersekolah mendadak jadi
malas.
“Ha Na!!” Luhan yang baru saja tiba di sekolah memanggilku. Tapi tidak sendiri. Dia
bersama Naeun. Ini adalah alasan kenapa aku malas sekolah untuk beberapa hari kedepan.

“A-ah Luhan, kamu bersama Naeun?”

“Ah iya, aku bertemu dengannya dijalan”

“Hai Ha Na, matamu kenapa?” Kenapa mata Ha Na seperti habis menangis? Naeun


menanyakan mata lebamku.

“Ke-kemarin aku digigit serangga terus aku menangis jadinya mataku seperti ini, hehe”

“Aku pikir kamu sedang ada masalah” Luhan terlihat cemas.

            “Ah tidak, sudah-sudah, ayo kita masuk”

Di kelas, mereka berdua terlihat sangat akrab. Mereka bercanda gurau, tertawa bersama,
mengerjakan latihan bersama, semua hal mereka lakukan bersama-sama. Luhan mungkin
lupa kalau aku juga ada disampingnya. Sudahlah. Bel berbunyi tanda istirahat makan siang
telah tiba. Aku mengeluarkan bekal makanku, bersiap-siap makan siang bersama Luhan di
atap sekolah. Tapi…

“Ha Na, sepertinya aku tidak bisa menemanimu makan siang, aku sudah janji mentraktir
Naeun, jadi—“

“Ah tidak apa-apa”

“Benarkah?”

“Iya” aku tersenyum dan melambaikan tanganku padanya. Sendirian. Lagi. Nafsu makanku
tiba-tiba hilang. Bekal makan yang kubawa aku simpan kembali. Waktu istirahat aku
habiskan dengan menyusuri taman sekolah.

“Noona!!” aku mengenal suara itu. Aku berbalik dan melihat Sandeul menggunakan
pakaian seragam yang sama denganku.

“Sandeul!? Kamu sekolah disini? Sejak kapan?”

“Aku mendapat beasiswa, ini berkat Luhan-hyung” lagi-lagi Luhan berbuat kebaikan lagi.
Dia benar-benar seperti malaikat.

“Noona tidak bersama Luhan-hyung?” Apa noona dengan Luhan-hyung sedang bertengkar?


            “Ah tidak, aku tidak bertengkar dengannya, e-eh maksudku Luhan sedang
bersama temannya, o-oh ya Sandeul, aku pergi dulu ada keperluan, maaf”
            “Iya noona, sampai jumpa” Sepertinya ada sesuatu antara Luhan-hyung dengan
noona.

Aku pergi meninggalkan Sandeul. Aku tidak ingin mendengar pikirannya yang penuh
pertanyaan antara aku dengan Luhan.

Teng..teng..teng. Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Luhan sudah pulang bersama teman-
temannya. Tinggal aku dan Naeun. Kenapa Naeun belum pulang?

“Ha Na…”

“I-iya”

“Ada yang ingin kubicarakan, apa kamu ada waktu?”

“Iya, tentang apa?”

“Ha Na, apa kamu dan Lu—?” Pertanyaan itu lagi!?

“Ti-tidak!! kami hanya teman”

“Baguslah, berarti aku bisa tenang. Ha Na, sebenarnya aku dan Luhan sudah saling
mengenal sejak kecil, dia sahabatku. Tapi aku tidak tahu kalau Luhan menyukaiku. Dia
pergi ke Cina tanpa pamit dan hanya meninggalkan sebuah surat. Aku merasa bersalah
karena tidak sempat membalas perasaannya. Setelah aku sadar kalau aku sebenarnya
menyukai Luhan bukan Jonghun oppa, aku benar-benar sangat menyesal. Sampai akhirnya
aku bertemu kembali dengannya. Tapi….. tadi, selama aku bersamanya, yang dia katakan
hanya tentangmu, suaramu, perubahanmu, kesukaanmu, semua tentangmu. Aku sangat
cemburu” Naeun mulai menangis. Luhan berbicara tentangku!? Kenapa? Apa dia…? Tidak!
Tidak mungkin!! Luhan masih menyukai Naeun.

“Walaupun begitu, Luhan pasti masih menyukaimu! Dia pasti benar-benar sayang
padamu!!” aku mengatakan itu dengan suara yang lantang. Aku mencoba menyemangati
Naeun. Untuk kali ini aku ingin membantu memulihkan hubungan Luhan dengan Naeun
walaupun sakit yang akan kurasakan.

“A-aku akan membantumu agar kamu bisa bersama Luhan lagi ”

“Ha Na….. benarkah?” aku mengangguk. “Ini mungkin sangat egois tapi aku mohon…..
JANGAN terlalu dekat dengan Luhan” Aku mohon dengan sangat, Ha Na.

            Aku mengangguk lagi. Ini mungkin permohonan yang sangat menyakitkan untuk
didengar. Tapi… aku harus melakukannya.
Dua hari lagi adalah Hari Valentine. Hari yang sangat buruk. Semua gadis memberikan
coklat pada orang yang disukainya sedangkan aku… harus menjauhi orang yang aku sukai.

“Ha Na, saat bel istirahat pergi ke atap sekolah, aku membawakan cupcake kesukaanmu,
kita makan sama-sama”

“Terimakasih, tapi….” Naeun mendengar pembicaraan kami. Aku mohon Ha Na, tolong


tolak ajakannya. Aku mendengar pikirannya. Wajah Naeun terlihat sangat memelas.

“Ma-maaf Luhan, aku sudah ada janji dengan Sandeul, kamu ajak saja Naeun, dia sangat
suka dengan cupcake” Luhan terlihat kecewa tapi ini semua demi kebaikannya juga.

Saat Luhan mengajakku berbicara aku hanya mengangguk, menggeleng, dan kadang tidak
menjawabnya. Saat Luhan mulai mencari-cari perhatianku, aku hanya diam dan
tersenyum. Aku mencoba untuk tidak terlalu dekat dengannya. Dan dia mulai menyadari
itu.

Saat pelajaran ketiga. Dreet. Hpku bergetar. Ada satu pesan yang masuk. Ha Na, ada apa
denganmu? From: Luhan. Aku tidak menjawabnya. Dreet…dreet. Kali ini dua pesan yang
masuk. Ha Na, ayo jawabb!! From: :Luhan. Ha Na, apa aku ada salah? Kalau ada, tolong
maafkan aku L. From: Luhan. Aku tetap mengabaikannya.

Luhan POV

Ada apa dengan Ha Na? Apa yang terjadi dengannya? Apa aku punya salah?
Teng..teng..teng, bel berbunyi tanda pelajaran telah usai. Aku langsung menuju Ha Na dan
memegang lengannya.

“Ha Na, aku ingin bicara denganmu” Ha Na tidak melihatku. Dia menunduk. Ada apa
dengannya? Kenapa dia selalu menghindar?

“Maaf, aku harus pergi” Ha Na melepaskan peganganku dan pergi begitu saja.

“Sudahlah Luhan, mungkin Ha Na hanya sedang tidak mood hari ini, ayo kita pulang”
Naeun menarik tanganku dan mengajakku pulang.

Tiba-tiba para murid mulai berlarian. Mereka berkumpul di koridor. Ternyata ada sebuah
pengumuman yang tertempel di papan. Untuk para siswa-siswi SM School, bertepatan
dengan Hari Valentine, pihak sekolah mengadakan sebuah kontes pemilihan couple
terbaik. Para kontestan diwajibkan menyanyikan sebuah lagu dengan pasangannya.
Penampilan terbaik akan menjadi best couple. Mohon partisipasinya. TerimakasihJ

Ini kesempatan bagus buatku. Aku segera mencari Ha Na diantara kerumunan. Aku
bermaksud ingin mengajaknya. Dan dengan cepat aku menemukannya.
“Ha Na, jadilah pasanganku” aku memegang tangannya dan memohon dengan sangat.
Semua orang mulai memperhatikan kami termasuk Naeun. Aku benar-benar merasa tidak
enak dengan Naeun tapi mau bagaimana lagi badanku bergerak sendiri mencari Ha Na.

Tapi Ha Na melepas peganganku. “Maaf Luhan, tapi… aku akan berpasangan dengan
Sandeul” Aku dan Naeun kaget. Sandeul yang ada disampingnya pun juga terlihat terkejut
mendengar jawabannya.

Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia selalu
menghindariku? Aku sudah capek menghadapinya. Tepat setelah ia berbicara, aku berbalik
untuk pergi dan tidak menjawab apa-apa. Naeun kemudian memegang tanganku.

“Luhan, biar aku yang jadi pasanganmu nanti” Aku hanya mengangguk.

Ha Na POV

H-1. Aku berlatih bersama Sandeul di taman. Kami akan menampilkan lagu “Love Day”
yang dinyanyikan Yoseob B2ST dan Eunji A Pink. Latihan bersama Sandeul tidak akan terasa
bosan karena Sandeul orangnya sangat humoris. Tak henti-hentinya dia buat aku tertawa.

“Noona, ini masih jadi pertanyaanku dari kemarin, kenapa noona lebih memilihku
ketimbang Luhan-hyung? Apa noona sedang bertengkar dengannya?” Noona dan Luhan-
hyung pasti sedang ada masalah
            “Ti-tidak, aku hanya ingin berduet denganmu, itu saja” Sandeul masih belum
percaya. Sudahlah. Aku tidak ingin dia tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Hari Valentine telah tiba. Tiba saatnya kontes best couple akan segera dimulai. Tapi
kenapa dari tadi aku tidak menemukan Sandeul, kemana dia? Para murid mulai datang
berpasangan dan mengambil nomor panggilan mereka. Aku pun turut mengambil nomor
walau tanpa pasangan tapi sepertinya bukan cuma aku, Naeun juga datang sendirian tanpa
Luhan.

“Pasangan nomor urut 10 segera naik ke atas panggung” setelah ini aku akan tampil. Tapi
sampai saat itu aku belum menemukan Sandeul. Dimana dia?

Aku mulai panik. Penampilan pasangan nomor urut 10 sudah selesai, tibalah waktunya
giliranku dan Sandeul. Tapi Sandeul belum muncul juga. Pembawa acara
mempersilahkanku naik ke atas panggung. Pasangan Kim Ha Na siapa? Kenapa Ha Na
sendirian?Sandeul dimana? Kalau tahu begini biar aku saja jadi pasangan Kim Ha Na.
Hwaiting Kim Ha Na!! Pertanyaan dan dukungan berkumpul jadi satu. Kepalaku sakit lagi.
Tanganku gemeteran.

“Nona Kim, pasanganmu mana?” pembawa acara bertanya padaku.


“A-anu, i-itu”

            “Aku pasangannya! Maaf aku terlambat” dari belakang panggung muncul
seseorang. Luhan!? Sedang apa dia disini!?

Ha Na POV

“Nona Kim, pasanganmu mana?” pembawa acara bertanya padaku.

“A-anu, i-itu”

            “Aku pasangannya! Maaf aku terlambat” dari belakang panggung muncul
seseorang. Luhan!? Sedang apa dia disini!?

“Baiklah, karena pasangannya sudah datang mari kita sambut penampilan pasangan nomor
urut 10!!” para penonton pun bertepuk tangan. Kenapa Luhan yang jadi pasangannya?
Bukannya Sandeul!? Lalu Naeun berpasangan dengan siapa? Pasti ada sesuatu di antara
mereka.Penonton mulai bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

“Ta-ta-tapi—“ aku mencoba berbicara pada pembawa acara tapi Luhan tiba-tiba menarik
tanganku dan berbisik.

“Ha Na………, tolong jangan menghindar lagi, berjanjilah..Jangan buat aku sedih lagi”
bisikannya terdengar sangat memohon. Aku sudah tidak kuat lagi untuk menghindar
darinya. Musik pun dimulai. Sebelum aku mulai bernyanyi, aku tersenyum padanya dan
berkata.

“Aku….. berjanji” Luhan tersenyum senang. Matanya terlihat sedikit berkaca-kaca.


Sepertinya Luhan mempunyai perasaan yang sama sepertiku. Mungkin ini kesempatan yang
bagus untukku mengungkapkan semua padanya. Aku merasa bersalah pada Naeun. Aku
lihat dia pergi dari bangku dengan wajah sangat kecewa. Maafkan aku Naeun, aku tidak
bisa mengabulkan permohonanmu. Aku harus mengatakannya.

“neoreul manhi manhi chohahae, neoreul na saranghage dwaettnabwa, ddokgachi


malhago shipeunde, naega geuraedo dwilkka, jomdeo gidaryeobolkka”

Aku merasa sepertinya lagu ini sangat cocok dengan keadaanku saat ini. Ditambah lagi aku
bernyanyi bersama tokoh utamanya. Ini untuk pertama kalinya aku mendengar Luhan
bernyanyi. Suaranya benar-benar indah. Aku ingin waktu berhenti di saat itu juga.

Plok..plok..plok. Penonton mulai bertepuk tangan dengan riuhnya. Waaah, mereka bagus


sekali. Pasangan yang sangat cocok. Kuharap mereka pemenangnya. Aku mendengar
banyak tanggapan baik dari teman-teman.
Aku dan Luhan pun turun dari panggung. Dan kami menemukan Sandeul dengan senyuman
anehnya.

“Ekhem, maaf noona, sepertinya hyung tidak mengizinkanku berduet dengan noona”

“Yaah! Bukannya kamu yang bilang sedang tidak enak badan dan menyuruhku
menggantikanmu”

“Kalaupun aku sehat, hyung tetap memaksaku digantikan oleh hyung”

“Yah! Lee Sandeul, kau ini!” Mereka berdua bertengkar seperti anak kecil. Benar-benar
sangat lucu. Aku hanya bisa tertawa melihat mereka saling berargumen.

“Luhan…….” kami terkaget oleh suara seseorang. Naeun?! “Aku ingin berbicara denganmu”
Luhan kemudian mengangguk dengan ragu. Aku tidak berani memandang Naeun, karena
aku sudah mengingkari janjinya.

Luhan POV

Apa yang ingin dibicarakan oleh Naeun? Timingnya sangat tidak tepat. Kenapa disaat aku
dan Ha Na sudah dekat lagi, dia datang!?

“Luhan, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi antara kamu dan Ha Na, tapi …”

“Maafkan aku Naeun, aku—“

“Apa boleh aku menjawab surat itu sekarang? Tapi………….. kalau pun aku bilang aku
menyukaimu, hatimu tetap kepada Ha Na”

“Maaf—“

“Huh, aku benar-benar menyesal. Coba saja aku menyadari perasaanmu sejak awal. Apa
waktu bisa terulang lagi?”

“Naeun….”

“Saat aku bersama Jonghun oppa, rasanya tidak ada sesuatu yang spesial. Tapi saat aku
bersamamu Luhan, itu sangat spesial. Aku tersadar kalau aku sangat menyukaimu, tapi
kamu malah pergi begitu saja”

“Maafkan aku Naeun, tapi saat ini aku…….hanya menganggapmu sebagai sahabatku, tidak
lebih”
Naeun tertawa kecil, air matanya mulai berjatuhan. Aku merasa sangat berdosa sudah
membuat Naeun seperti ini. Mau bagaimana lagi. Aku menyukai Ha Na. Aku tidak ingin
menyakiti perasaan Naeun tapi aku harus tetap memilih.

“Hidupku tidak akan lama, setidaknya sebelum aku pergi, tolong buat hari-hariku jadi
menyenangkan Luhan”

Ah!? Apa? “Apa maksudmu?”

“…………Aku di diagnosa terkena kanker, mungkin hidupku sudah tidak lama lagi”

“Apa!? Sejak kapan!?” apa aku tidak salah dengar? Kanker? Kenapa aku baru tahu ini
semua?

“Saat kamu pergi, aku mulai sakit-sakitan dan kata dokter aku mengidap kanker darah
stadium awal. Mendengar itu rasanya menyakitkan sekali. Tanpamu hari-hariku terasa
berat. Tidak ada yang menghiburku lagi dengan hal-hal konyol seperti yang sering kamu
lakukan, hahaha”

“Naeun, maaf aku tidak ta—“

“Oleh sebab itu, aku mohon jadilah pacarku! Aku mohon padamu Luhan! Aku tahu didalam
lubuk hatimu, kamu masih suka denganku. Jadi kumohon Luhan! Buat aku bahagia disaat-
saat terakhirku ini!”

Ha Na POV

Pemenang best couple tahun ini adalah aku dan Luhan. Aku membawa piala beserta
sebuket bunga untuk diperlihatkan ke Luhan. Sebenarnya setelah ini aku akan mengatakan
perasaanku padanya, aku sudah tidak kuat lagi memendam ini semua. Bagaimana reaksinya
ya? Aku menyusuri taman sekolah. Tapi dia tidak ada disana. Dimana dia? Apa dia dan
Naeun sudah pergi? Aku menghela nafas panjang. Aku terus mencarinya. Di kelas, tidak
ada. Di gedung kesenian, juga tidak ada. Aku tidak pantang menyerah. Aku terus
berkeliling hingga aku menemukan dua bayangan seseorang. Aku mendekati bayangan itu
dan tebak apa yang kulihat. Luhan dan Naeun berciuman!? Jantungku berdetak sangat
kencang, rasanya jantungku sudah tidak kuat lagi menanggung perasaan ini. Tanganku
gemetar, kepalaku sakit sekali. Dadaku sesak. Tak sengaja aku menjatuhkan piala serta
buket bunga itu, mereka berdua berhenti dan Luhan melihatku.

“Ma-ma-maaf” setelah meminta maaf, aku berlari dengan sangat kencang. Air mataku
terus bercucuran. Luhan mengejarku, tapi aku tidak menghiraukannya.
“Ha Na!!!” Luhan terus memanggilku. Aku terus berlari, hingga aku terjatuh dan tidak
mampu untuk bangkit. Luhan memegang tanganku dan membantuku untuk berdiri. Dia
mengusap air mataku, wajahnya terlihat sangat sedih.

“Maafkan aku Ha Na” dia memelukku dengan erat.

“Seharusnya aku yang harus minta maaf sudah menganggu kalian” aku melepas pelukannya
dan mengusap air mataku.

“Ha Na… aku…..”

“Selamat ya, kalian sudah resmi sekarang” aku menjabat tangannya. Aku mencoba
tersenyum walaupun itu susah.

“Ha Na….. apa kamu baik-baik saja?” Aku segera berbalik dan memberikan tanda “OK”
dengan jariku. Aku tidak ingin ia melihatku menangis seperti ini.

Aku berjalan menuju gerbang sekolah dan menemukan Sandeul yang datang menyambutku.

“Noonaa!?” Kenapa noona menangis? Apa yang terjadi?


Aku memeluk Sandeul. Aku menangis terus menerus dipundaknya. “Noona, ada apa?” Siapa
yang membuat noona menangis!?

Aku tidak menjawab. Aku terus menangis dan melampiaskan kesedihanku padanya. Ia
mengelus-elus punggungku. Dan sedikit-demi sedikit aku mulai merasa tenang.

Hari buruk telah terlewati. Aku sempat ragu untuk pergi ke sekolah. Pergi ke sekolah sama
artinya menambah sakit yang kurasa. Tapi aku harus tetap pergi, karena hari ini akan ada
latihan untuk persiapanku di babak semifinal. Semenjak kejadian kemarin, semangatku
untuk melanjutkan kontes itu semakin menipis. Aku tidak yakin saat babak semifinal nanti
aku bisa lolos ke babak selanjutnya. Sekarang alasanku untuk memenangkan kontes itu
sudah tidak ada. Laki-laki yang selalu mendukungku tidak disisiku lagi. Dia dekat tapi jauh.
Apa aku bisa melalui ini semua tanpanya?

Luhan dan Naeun resmi jadian!? Sejak kapan!? Wah mereka terlihat cocok sekali! Lalu
bagaimana dengan Kim Ha Na?
            Sambutan yang sangat buruk bagi aku yang baru saja sampai di sekolah. Aku
melihat Luhan dan Naeun datang bersama sambil bergandengan tangan. Teman-teman
memperhatikan mereka berdua yang terlihat sangat mesra. Luhan sadar akan kehadiranku.
Ia terus memandangiku dengan pandangannya yang sulit ditebak. Aku mencoba untuk tidak
melakukan kontak mata dengannya. Aku segera pergi menuju ruang musik dan memulai
latihanku bersama Ibu Lee. Tapi terjadi masalah lagi.

“Ha Na, ada apa denganmu hari ini? Banyak kesalahan yang kamu lakukan. Kalau begini
terus kamu tidak mungkin lolos ke babak final!” Bu Lee memarahiku. Tentu saja dia akan
marah. Aku tidak serius mengikuti latihan. Kerjaannya hanya melamun dan melamun. Aku
sempat berpikir untuk mengundurkan diri dari kontes menyanyi itu, tapi…. ada sesuatu
dalam lubuk hatiku yang mengatakan jangan.

Aku kembali mengulang menyanyikan lagu yang akan kubawakan di babak semifinal nanti.
Tapi, kesalahan berulang kali ku lakukan. Bu Lee menggelengkan kepalanya. Dia mulai
putus asa akan kemampuanku yang mulai mengendor. Bu Lee pun menyerah dan beliau
menyudahi latihan. Beliau benar-benar kecewa padaku.

Aku kemudian keluar dari ruang musik dan berjalan tanpa tujuan. Aku menyusuri koridor
dan menemukan Sandeul sedang menunggu seseorang.

Itu Noona!! “Noona!!” Sandeul berteriak memanggilku sambil melambai-lambaikan


tangannya.

“Ada apa Sandeul? Apa ada yang ingin kamu bicarakan?”

“Aku hanya ingin mentraktir noona makan siang hari ini setelah pulang sekolah, apa noona
ada waktu?” Noona, aku akan membuatmu semangat lagi.
            “Hmmmmm……” Aku sempat berpikir panjang. Moodku hari ini benar-benar
hancur. Aku tidak yakin bisa pergi makan siang. Tapi setelah kupikir-pikir, Sandeul itu
orangnya sangat baik dan humoris, mungkin dia bisa membantuku untuk melupakan
kejadian kemarin.

“Kumohon noona. Noona~~” Sandeul terus memohon dan mulai mengeluarkan aegyo-
aegyonya. Dia benar-benar seorang penghibur.

“Baiklah” Sandeul kegirangan mendengar jawabanku.

“Horee!! Kalau begitu, ketemu nanti di Pizza Hut ya noona! Aku yang akan bayar!” aku
mengangguk. Sandeul pun pergi dengan girangnya seperti anak kecil yang habis
mendapatkan mainan baru.

Walaupun latihan telah usai, aku berniat tidak kembali ke kelas untuk mengikuti
pelajaraan terakhir. Aku tidak ingin melihat hal yang tidak ingin aku lihat. Sudah cukup
banyak masalah yang terjadi, aku ingin mencari ketenangan sejenak. Aku pergi menuju ke
atap sekolah. Tempat yang penuh dengan kenangan bersamanya. Tempat ini yang biasanya
diramaikan oleh aku dan dia, sekarang menjadi sangat sepi. Tempat yang biasanya
dipenuhi oleh tawaku dan dia, sekarang menjadi tempat pelampiasan kesedihanku.
Mungkin tempat ini akan penuh dengan air mataku.

Angin bertiup sangat kencang. Membawa sebuah gulungan kertas menuju ke arahku. Kertas
ini melayang dan jatuh tepat di tanganku. Kertas apa ini? Aku membuka gulungan kertas
itu. Didalamnya terdapat tulisan seseorang. Aku menemukan nama pembuatnya dan tebak
siapa. Luhan.

Apa kamu menemukan surat ini Ha Na? Kalau surat ini sekarang ada di tanganmu, berarti
Tuhan sedang membantuku. Aku diam-diam melihatmu latihan. Penampilanmu sangat
bagus hanya saja terlihat berbeda. Kamu terlihat sangat sedih. Saat kamu selesai latihan,
aku menunggumu di kelas tapi kamu tidak datang. Padahal aku bermaksud ingin
membantumu, ingin menyemangatimu. Maafkan aku, aku sadar apa yang sedang
kuperbuat padamu. Karena aku, hari-harimu pasti terasa berat. Aku tahu rasanya.
 Terakhir , ada satu hal yang ingin aku katakan padamu. Aku **************
From: Luhan
            Kata-kata terakhir itu basah sehingga sulit dibaca. Aku mencoba membuka
mataku lebar-lebar tetapi tetap saja tidak bisa dibaca. Surat ini membuatku tidak bisa
berhenti mengeluarkan air mataku.

Pelajaran terakhir usai, aku bergegas turun dari atap sekolah dan segera pergi menuju
tempat yang dijanjikan Sandeul. Aku masukkan surat itu didalam saku rokku. Selama
perjalanan, aku terus memastikan kalau surat itu masih ada. Hingga beberapa menit
kemudian, tibalah aku di restauran pizza itu.

“Permisi nona, ada yang bisa saya bantu?” seorang pelayan datang menghampiriku yang
terlihat sedang mencari-cari.

“E-eh saya sedang mencari teman saya, tapi sepertinya dia belum datang”

“Teman? Bisa saya tahu siapa?”

“Sandeul. Lee Sandeul”

“Oh Lee Sandeul, silahkan ikuti saya, teman anda sudah memesan tempat”

Aku mengikuti pelayan itu. Dia menunjukkan sebuah meja dengan dua kursi yang salah satu
kursinya diduduki oleh seseorang. Sepertinya itu Sandeul, begitu pikirku.

“Sandeul, apa kamu menunggu lama?” tepat disaat aku bertanya, orang itu berbalik dan
dia bukan Sandeul melainkan orang itu. Orang yang mengirim surat itu.
Luhan POV

Flashback

Sandeul berjanji akan mentraktirku sepulang sekolah. Kenapa dia mendadak baik? Padahal
hari ini bukan hari ulang tahunku ataupun hari ulang tahunnya. Dia menyuruhku datang
sendirian tanpa Naeun. Aku sempat curiga dengannya, jangan-jangan ada sesuatu yang
direncanakannya. Tapi tidak ada salahnya menerima ajakannya. Mungkin dengan berbicara
empat mata dengan Sandeul tentang masalah yang sedang aku hadapi saat ini, aku dan dia
bisa menemukan jalan keluarnya.

Ha Na belum kembali juga ke kelas. Aku cemas dia akan merasa tertekan akibat latihannya
yang buruk dan juga pastinya karena aku. Aku sadar sudah membuatnya bingung dan
kecewa. Andai saja aku sudah mengatakannya sejak awal kalau aku menyukainya pasti
hubungan kami tidak akan seperti ini.

Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Naeun, aku pun segera pergi ke tempat yang
dijanjikan. Dan ternyata, dia belum datang. Pelayan menyuruhku duduk di tempat yang
sudah dipesan oleh Sandeul. Meja untuk berdua!? Lucu sekali Sandeul! Orang-orang pasti
mengira kami sedang berkencan.

Beberapa menit aku menunggu, dia belum juga datang. Apa dia mengerjaiku? Aku
menghela nafas. Aku mulai bosan. Kemudian, seseorang menepuk pundakku.

“Sandeul, apa kamu menunggu lama?” Suara itu?! Ha Na!? Sedang apa dia disini?

*end of flashback*
           

Ha Na POV

Canggung. Tidak tahu mau bicara apa. Aku terus melihat jam tangan dan bermain dengan
game yang ada di handphoneku untuk menutupi momen canggung ini. Luhan juga sibuk
dengan rubiknya seperti biasa. Sudah satu jam terlewati, Sandeul belum juga datang.

“Permisi, tadi teman anda, Lee Sandeul menghubungi kami, beliau mengatakan  tidak bisa
hadir. Tapi beliau sudah memesan makanan untuk anda, dan sudah membayarnya. Jadi
apa boleh saya membawa pesanannya sekarang?” Kami berdua mengangguk pelan. Lee
Sandeul, kamu benar-benar daebak. Aku tahu dia yang merencanakan ini semua. Dia
mungkin ingin membantuku untuk kembali akrab dengan Luhan. Tapi caranya benar-benar
salah. Ini sama saja artinya menaiki roller coaster. Sama-sama memacu jantung.
Pelayan pun datang membawakan dua gelas minuman dan satu loyang pizza. Di sengaja
atau tidak, tepat setelah diletakkan di atas meja, kami berdua meminum minuman itu
bersamaan.

“Permisi dik, kami ada menu spesial untuk pasangan kekasih, mungkin kalian ingin
mencobanya?” Kekasih!? Perkataan pelayan itu membuat kami tersedak.Pelayan pun panik
melihat kami berdua yang terlihat kesusahan nafas.

“Maaf, maafkan saya sudah membuat kalian kaget” pelayan itu membungkuk dan
memohon maaf. Kami berdua mengacungkan jempol kami, memberi tanda bahwa kami
baik-baik saja. Ia pun pergi dengan paniknya.

Kejadian tadi menambah kecanggungan kami. Selama kami menyantap makanan itu, tidak
ada obrolan atau satu kata pun yang terucap dari bibir kami. Aku tidak kuat lagi. Selesai
menyantap pizza terakhirku, aku beranjak dari kursi bersiap-siap untuk keluar dari momen
canggung ini.

“A-a-ku pergi duluan, sampai jumpa”

Luhan POV

Lagi-lagi dia menghindar dariku. Saking tergesa-gesanya, dia sampai menjatuhkan sebuah
gulungan kertas. Tapi aku merasa mengenal gulungan kertas itu. Benar saja, ternyata itu
adalah surat yang kutulis untuknya. Itu berarti dia sudah membacanya. Tapi ada satu
masalah, kata-kata yang terpenting yang seharusnya dibaca olehnya malah terlihat kabur
akibat terkena air. Sial! Kenapa harus kata-kata itu yang basah!? Tapi terima kasih Tuhan
sudah membawa surat ini padanya.

Saat itu juga, aku segera keluar dan berniat untuk mengikutinya. Aku ingin bicara
dengannya. Aku berlari dan kemudian menemukannya masih belum jauh dari restauran.
Aku memelankan langkah kakiku agar dia tidak sadar akan kehadiranku. Aku tidak ingin ia
menghindar lagi.

Beberapa saat kemudian, Ha Na menghentikan langkahnya di sebuah taman. Ia duduk di


kursi dan memandang sekeliling. Dari belakang aku mendengarnya berulang kali menghela
nafas. Ini waktu yang tepat. Aku pun ikut duduk di sampingnya. Tentu saja, dia sangat
kaget. Kulihat tangannya mulai bergetar. Aku pegang tangannya dan mengajaknya bicara.

“Ha Na, aku minta ma—“

“Terima kasih” Ha Na menjabat tanganku sejenak dan kemudian melepaskannya.


“Untuk apa? Aku tidak pantas menerima ucapan terima kasih itu. Aku hanya pembawa
masalah untukmu”

Ha Na menggelengkan kepalanya. “Tidak, kamu tidak membawa satupun masalah


melainkan… keajaiban untukku. Aku tidak tahu akan seperti apa aku tanpamu. Jadi….
terima kasih Luhan atas segalanya”

Ha Na tersenyum. Senyumnya yang sangat manis itu membuatku tak bisa berhenti
memandanginya.

“Aku tidak tahu cara membalas semua kebaikanmu, aku—-“

“Jadilah pemenang di kontes itu dan jadilah penyanyi profesional, itu cara membalas
semuanya!”

“Ta-tapi a—“

“Kamu pasti bisa, aku yakin itu!”

Ha Na mengangguk. Aku memeluknya dengan erat dan tidak ingin melepasnya. Ha Na tidak
melawan, ia hanya diam dan terlihat tenang.

Kringgg… kringgg…. kringgg. Handphoneku berbunyi. Aku melepas pelukanku dan


mengambil hp yang ada di dalam sakuku. Naeun menelepon.

“Yeobohsehyo?”

“Luhan, tolong temani aku membeli pakaian sekarang, aku tunggu di tempat biasa”

Sekarang!? Aku melihat Ha Na sejenak. Ia tersenyum dan mengangguk, memberi isyarat


bahwa aku harus menemani Naeun.

“Ah baiklah, aku segera kesana” aku menutup telepon.

“Maaf Ha Na, aku harus pergi” Ha Na mengangguk. Aku pun pergi meninggalkannya
sendirian di taman.

Naeun POV

Saat ini, aku sedang berbelanja bersama dengan Luhan. Aku bermaksud membelikan baju
couple untuk kami berdua. Aku pikir itu lucu, kalau kami memakai baju couple di saat
kencan kami. Sekarang merupakan hari kedua kami resmi berpacaran. Benar-benar sangat
menyenangkan walaupun aku tahu, Luhan mau jadi pacarku karena dia kasihan denganku.

Aku mulai memilih baju couple yang dipajang di toko. Banyak yang lucu dan manis sampai-
sampai aku bingung ingin membeli yang mana.

“Hmm Luhan, apa yang ini bagus?”

Dia mengangguk tanpa melihat baju yang kutunjukkan. Dia sibuk membaca katalog yang
disediakan di toko tersebut. Aku merasa dia tidak tertarik sama sekali dengan baju couple
ini.

“Luhan, baju ini sangat cocok denganmu” kali ini dia memperhatikan baju yang kupilih.
Tapi jawabannya hanya anggukan seperti biasa.

“Yah! Jangan mengangguk saja! Ayo di coba!”

“Itu tidak perlu. Rasanya baju itu cukup di badanku jadi tidak perlu dicoba lagi”

“Tidak! Tidak! Aku ingin melihatmu memakainya sekarang!” Luhan pun menyerah. Ia
melepaskan blazernya dan menitipkannya padaku. Ia kemudian pergi ke kamar pas. Sambil
menunggunya, aku membersihkan debu-debu yang menempel di blazernya. Lalu aku
menemukan sesuatu tersimpan di dalam sakunya. Aku penasaran dan mengambil benda
itu. Ternyata hanya sebuah gulungan kertas. Aku membukanya dan membaca isinya. Apa
maksudnya ini? Luhan mengirimi Ha Na surat!?

Luhan POV

Aku benar-benar terlihat aneh memakai baju ini. Sifat kekanak-kanakan Naeun masih
belum berubah. Tapi aku harus tetap memakainya. Aku tidak ingin membuat Naeun
kecewa. Aku ingin membantunya untuk bahagia lagi seperti dulu. Aku berharap semoga dia
cepat sembuh dan pulih. Aku tidak ingin dia berlarut-larut dalam kesedihan.

Aku keluar dari kamar pas dengan mengenakan baju itu.

“Naeun, aku sudah memakainya. Bagaimana?”

Dia tidak menjawab. Dia sibuk membaca sebuah kertas. Tunggu dulu. Kertas!? Itukan
suratku untuk Ha Na. Aku langsung merebut surat itu dari tangan Naeun.

“Yah! Jangan mengambil barang orang lain tanpa izin!”

“Huh!? Orang lain? Aku itu pacarmu, Luhan! Seharusnya aku yang marah, bukan kamu! Apa
maksudnya ini Luhan? Bukannya kamu sudah janji akan menjauhi gadis itu!”
Aku bingung akan menjawab apa. Aku benar-benar ceroboh. Orang-orang di toko mulai
memperhatikan pertengkaran kami.

“Apa salah aku mengirim surat untuk sahabatku!?”

“Huh? Sahabat? Jangan bercanda Luhan! Aku tahu bagaimana perasaanmu padanya!”

“Sudah kubilang, dia cum—“

“Sekarang kamu harus memilih! Aku atau Ha Na?” Apa!? Memilih? Sekarang!?

Luhan POV

“Sekarang kamu harus memilih! Aku atau Ha Na?”Aku terdiam. Tidak bisa menjawab
pertanyaannya. Aku menyukai Ha Na, tapi aku tidak ingin menyakiti perasaan Naeun.
Ditambah lagi dengan kondisinya saat ini. Dia sangat membutuhkanku.
“….Tolong beri aku waktu untuk menjawab”
“Begini saja. Aku dengar dua hari lagi adalah babak semifinal kontes menyanyi itu. Tepat
pada saat itu, keluargaku sedang mengadakan pesta. Kalau kamu memilih aku, kamu
datang ke pestaku, tapi kalau kamu memilih Ha Na, kamu silahkan datang ke kontes itu,
tapi ingat Luhan, jangan buat aku tambah sakit lagi”

Kejadian kemarin terus terngiang-ngiang dikepalaku. Kepalaku pusing. Rasanya mau pecah.
Kenapa makin lama makin rumit saja? Sejak semalam aku tidak bisa tidur. Kantung mataku
makin tebal. Kapan masalah ini akan selesai!?

“Luhan, ayo turun. Nenek sudah membuatkan sarapan untukmu”

“Iya nek” Aku turun menuju ruang makan dan menemukan nenek sedang menyiapkan
sarapan untukku. Aku memeluknya dan mencium pipinya. Aku sangat menyayangi nenekku.
Dia satu-satunya keluargaku. Ibuku sudah lama meninggal. Sedangkan ayahku, aku tidak
tahu ayahku siapa dan dimana dia sekarang. Yang aku tahu dia adalah pria asli Korea yang
menikahi ibuku kemudian meninggalkan ibuku tanpa sebab. Walaupun begitu, dia tidak
melepas tanggung jawabnya. Setiap bulan, aku dan nenek mendapat uang yang dikirim
oleh anak buah ayahku. Nenek bilang kalau ayahku adalah orang kaya. Tapi nenek tidak
pernah cerita tentang siapa dia. Aku dulu sempat ingin mencari tahu tapi nenek
melarangku.

“Luhan. Ada apa denganmu? Wajahmu pucat sekali”

“A-aku hanya kurang tidur saja nek”

“Jangan bohong, nenek tahu kalau kamu sedang ada masalah”


Nenek memang tidak bisa dibohongi. Mau aku akting sebagus apapun, nenek akan tahu
kebenarannya.

*sigh* “Sebenarnya aku memang sedang banyak masalah”

Nenek tersenyum. “Apa masalah tentang perempuan?” Nenek benar-benar hebat. Ia bisa
menebak semuanya hanya dengan melihat wajahku yang pucat ini. Aku pun mengangguk
sambil mengunyah roti.

“Nenek memang sudah tua, tapi nenek juga pernah muda. Nenek mungkin tidak tahu
masalahmu seperti apa, tapi…..”

Aku menelan bulat-bulat roti itu. “Tapi apa nek?”

“Coba sekali-sekali dengarkan isi hatimu yang sesungguhnya, jangan biarkan orang lain
mempengaruhimu”

Sejenak aku mulai meresapi kata-kata nenek. Aku merasa apa yang dibilang nenek ada
benarnya juga. Aku terlalu banyak memikirkan perasaan orang lain tapi tidak pernah
memikirkan perasaanku sendiri. Nenek menepuk-nepuk pundakku dan tersenyum.

“Nenek yakin kamu bisa melewati itu semua”

Ha Na POV

            Hari minggu yang sunyi. Seperti biasa, ibu sudah pergi dan hanya meninggalkan
sebuah pesan di meja makan. Ibu ada keperluan mendadak jadi ibu harus pergi, sarapan
sudah ibu sediakan. Ingat dimakan Ha Na. From: Ibu

Sarapan sendirian lagi. Aku sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Ibuku seorang wanita
karir jadi gak heran kalau dia sibuk sekali. Untung saja hari ini aku tidak seharian diam di
rumah. Siang nanti, ibu Lee mengajakku untuk latihan lagi. Aku harap semoga latihan kali
ini tidak mengecewakan lagi. Aku tidak ingin membuat Ibu Lee dan Luhan kecewa
terhadapku.

Tapi ada satu hal lagi yang sedang aku pikirkan. Apa ibu akan sempat menontonku di babak
semifinal nanti? Sebenarnya aku belum mengatakan apapun tentang kontes menyanyi itu
pada ibuku. Setiap aku ingin bicara, pasti ada saja gangguan. Kali ini aku berharap semoga
ibu bisa mengesampingkan pekerjaannya dan hadir menyaksikanku nanti. Aku ingin dia
melihat perubahanku. Aku bukan Ha Na yang dulu lagi. Aku selalu berdoa pada Tuhan agar
harapanku itu dapat terkabul.

Plok..plok..plok..plok. Ibu Lee menepuki tangannya.

“Bagus Ha Na, ini yang ibu tunggu. Pertahankan seperti ini, jangan mengulangi kesalahan
yang kemarin.” Ibu yakin kamu akan lolos Ha Na!  Latihan kali ini berjalan dengan lancar.
Aku merasa semangatku untuk berlomba telah tumbuh lagi. Ini semua karena Luhan. Dia
sangat menginginkan aku tuk jadi juara. Jadi aku harus menang dan membalas semua
kebaikannya. Aku mencoba melupakan semua hal yang terjadi belakangan ini dan fokus
pada kontes.

Luhan POV

Pukul menunjukkan jam tiga lewat lima menit. Berulang kali aku melihat jam tangan. 1
jam aku sudah menunggu Sandeul di taman tapi dia belum datang juga. Aku berjanji untuk
bertemu dengannya tepat jam dua tapi sampai saat ini batang hidungnya belum terlihat.
Kebiasaan buruk Sandeul adalah suka datang terlambat. Sebenarnya hari ini, aku ingin
mengajaknya bicara mengenai masalah yang sedang aku hadapi saat ini. Sandeul orangnya
sangat enak untuk diajak bicara. Dia adalah pendengar yang baik sekaligus penasehat
terbaik. Jadi memilih Sandeul sebagai teman bicara adalah hal yang sangat tepat.

“Hyung, maaf aku telat. Aku tadi menolong kakek menyeberang jalan, terus ada ibu-ibu
yang menyuruhku membantunya membawa barang lalu—“

“Yaah Sandeul! Alasanmu tidak pernah berubah, aku tahu itu cuma karanganmu saja.
Cukup bilang kamu ketiduran, aku akan mengerti. Cih!”

“Hahaha hyung memang paling tahu kalau aku berbohong, ngomong-ngomong hyung ingin
bicara apa? Apa…… tentang Ha Na noona?”Aku mengangguk. “Hyung, aku sempat kecewa
dengan hyung. Kenapa hyung lebih memilih Naeun sunbae? Bukannya hyung suka dengan
Ha Na noona? Apa hyung dan noona sedang ada masalah?”

“Aku memilih Naeun ada alasannya. Dia saat ini sedang sakit keras. Aku memang menyukai
Ha Na tapi aku tidak ingin menyakiti Naeun. Lalu antara aku dan Ha Na sudah tidak ada
masalah lagi, berkat rencana gilamu kemarin. Apa itu cukup menjawab semua
pertanyaanmu?”

“Hmmm, padahal aku lebih senang kalau hyung dengan Ha Na noona….”

“Tapi………. Ha Na bilang kalau dia sedang menyukai seseorang, aku…..”


“Yah hyung! Apa tangisan noona belum juga cukup jadi bukti? Noona itu suka dengan
hyung! Kalian itu saling menyukai!!”

“Tentang itu…. sebenarnya kemarin…” aku pun menjelaskan semuanya pada Sandeul
tentang kejadian kemarin. Dia terlihat kaget.

“Wah hyung, lalu bagaimana? Apa hyung sudah menentukannya?” aku menggeleng.

“Apa yang harus aku lakukan?”

Sandeul menghela nafasnya. Dia mulai berpikir dengan pose ala conan.

“Aku juga tidak tahu. Tapi hyung, aku hanya bisa mengatakan ini. Cinta itu….. gak bisa
dipaksakan, hyung.”

Ha Na POV

Selesai latihan, aku pun kembali ke rumah. Ternyata ibu sudah pulang. Tidak sendirian, ibu
dirumah bersama kekasihnya, Tuan Choi. Ibu terlihat sedang bersantai di sofa sedangkan
Tuan Choi sedang sibuk dengan laptopnya. Ini waktu yang tepat untuk bicara dengan ibu
mengenai kontes menyanyi itu.

“Ibu, a-a-aku ingin bicara sesuatu”

“Bicara tentang apa sayang?”

“Se-se-sebenarnya, a-aku sedang mengikuti sebuah kontes menyanyi, aku lolos  dan be-
besok  adalah babak semifinalnya. Apa ibu bisa datang untuk mendukungku?”

Hah? Anak ini ikut kontes menyanyi? Apa aku tidak salah dengar? Pikiran jahat dari Tuan
Choi terdengar dengan jelas, menambah kegugupanku.

“Ha Na!? Kamu ikut kontes menyanyi!? Wah ibu tidak tahu kalau kamu bisa bernyanyi. Ibu
bangga sekali denganmu.” Ibu memelukku dengan erat. Aku senang ibu bangga
terhadapku.

Ibu melepaskan pelukannya dan mengelus-eluskan rambutku. “Tapi Ha Na, ibu minta maaf,
sebenarnya—“

“Besok kami berdua sedang ada pertemuan bisnis yang tidak bisa ditunda. Jadi ibumu tidak
bisa hadir.” Anak ini mengganggu saja. Apa!? Pertemuan bisnis?
“A-apa itu benar ibu?” Ibu mengangguk.

“Itu benar….., maafkan ibu ya nak, tapi ibu janji akan mendoakanmu” Emosiku
membludak. Aku benar-benar kecewa. Ibu lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang
aku?! Mataku kembali mengucurkan air matanya. Mulut dan tanganku bergetar, rasanya
ingin teriak sekencang-kencangnya.

“Aku benar-benar kecewa dengan ibu…” aku pun bergegas keluar dari rumah. Aku sudah
tidak kuat lagi.

“Ha Na maafkan ibu” Ibu bermaksud mengejarku tapi Tuan Choi melarangnya.

Aku berlari dan terus berlari. Aku tidak tahu akan kemana. Orang-orang disekitar
memperhatikan aku yang terlihat sangat kacau.  Kenapa anak perempuan itu? Kenapa dia
menangis? Apa dia dikejar oleh penjahat. Dia terlihat sangat sedih.

Matahari mulai tidak nampak. Lelah berlari, aku pun berhenti dan beristirahat dengan
duduk di trotoar. Aku merangkul kedua kakiku dan menundukkan kepalaku. Sontak tiba-
tiba seseorang menepuk pundakku.

“Noona, sedang apa disini? Apa noona menangis?” Kenapa noona bisa ada disini? Noona
selalu terlihat sedih, kasihan noona.

“Ah Sandeul” aku mengusap-usap air mataku. “Tidak kenapa kok, noona hanya sedang
jalan-jalan saja”

“Jangan bohong noona. Noona pasti sedang ada masalah. Kalau noona mau, ceritakan saja
padaku. Aku pasti akan membantu noona.”

Aku terdiam sebentar. “……….ibuku tidak bisa hadir ke babak semifinal besok….dia lebih
memilih bisnisnya ketimbang aku….”

Sandeul mengelus-eluskan punggungku, mencoba untuk menenangkan aku yang mulai


menangis lagi.

“Tenang saja noona, masih ada aku, aku akan hadir dan menjadi pendukung dengan suara
terkeras, jadi noona jangan sedih lagi ya, buing buing~” Lagi-lagi Sandeul mengeluarkan
jurus  aegyonya. Itu cukup membuatku tenang.

“Terimakasih…… Sandeul…..lalu apa Luhan juga akan datang?” Ekspresi wajah Sandeul
mendadak berubah. Gawat, apa yang harus aku katakan?
Aku mulai curiga dengan gerak-gerik Sandeul yang kelihatan kebingungan. Aku pun
mencoba menelaah pikirannya dan menemukan jawabannya. Besok Luhan akan datang ke
pesta di rumah Naeun!? Tidak datang mendukungku!?

“Eh…eh…itu…eh sebenarnya hyung..”

“Sudahlah Sandeul….. aku tahu Luhan tidak akan datang besok, sudah ya, aku harus pergi,
sudah malam. Bye Sandeul” Aku lari lagi meninggalkan Sandeul. Sandeul berteriak
memanggilku tapi aku mencoba untuk pura-pura tidak mendengar. Ibu dan Luhan tidak
datang besok, semangatku sudah hilang. Aku mulai pesimis. Muncul lagi keinginan untuk
mundur dari kontes itu.

Aku kembali ke rumah. Ibu sudah pergi bersama Tuan Choi dengan meninggalkan sebuah
pesan di depan pintu. Ha Na, maafkan ibu tidak bisa hadir mendukungmu besok. Ibu janji
akan datang mendukungmu di babak final, jadi berjuanglah! Pastikan kamu lolos ke babak
final. Hari ini, ibu pergi ke Jepang dan akan tinggal disana beberapa hari untuk urusan
bisnis. Ibu sudah sediakan makanan yang cukup untukmu. Jaga dirimu baik-baik. Ibu
sangat sayang dengan Ha Na From: Ibu

Babak final ya? Aku tidak yakin.

Author POV

Keesokan harinya, semua warga sekolah bersiap-siap untuk menyaksikan babak semifinal
yang akan diikuti oleh Ha Na. Mereka berkumpul di gedung tempat diadakannya kontes
tersebut. Ibu Lee masih sibuk mendandani para penari yang akan mengiringi Ha Na di atas
panggung. Tapi ada satu orang penting yang tidak terlihat. Ha Na. Ibu Lee memerintah
Sandeul untuk menelepon Ha Na, tapi percuma saja, Ha Na tidak mengangkat teleponnya.

“Ha Na, kenapa kamu belum datang juga, sebentar lagi acara akan dimulai” Ibu Lee mulai
panik. Sandeul hanya diam saja. Dia terus mencoba menelepon Ha Na dan mengiriminya
pesan. Tapi hasilnya nol.

Acara babak semifinal akan segera dimulai. Para kontestan sudah bersiap-siap dibelakang
panggung. Kecuali Ha Na. Dia belum datang juga. Ibu Lee mulai tidak tenang, matanya
tidak berhenti memandangi handphonenya. Kring.. kring..kring…

“Ha-halo Sandeul, bagaimana? Apa Ha Na ada dirumahnya?”

“Tidak ada bu, noona tidak ada dirumah.”


“Ya ampun, Sandeul coba cari di taman atau tempat-tempat yang sering dikunjungi Ha Na,
mungkin dia ada disana.”

“Baik bu”

Kemudian salah satu panitia lomba datang menghampiri Ibu Lee.

“Permisi bu, apa murid ibu sudah datang?”

“Ma-maaf, mungkin dia akan terlambat.”

“Hmmm, murid ibu adalah penampil kelima, kalau sampai penampil keempat murid ibu
belum datang, maka dia akan didiskualifikasi”

“Ba-baik, mohon maaf atas keterlambatan ini”

Ha Na POV

Aku merasa bersalah dengan Ibu Lee. Tapi mau bagaimana lagi, aku sudah tidak punya
semangat. Orang-orang yang aku sayangi tidak hadir mendukungku. Untuk apa aku berada
di atas panggung kalau orang yang sangat aku harapkan untuk datang dan mendengar aku
bernyanyi tidak ada di bangku penonton.

Aku diam sendiri di atas atap sekolah. Orang-orang tidak mungkin sadar aku ada disini.
Mereka semua sedang ada di gedung itu untuk menyaksikan babak semifinal. Telepon dari
Sandeul dan Ibu Lee aku acuhkan. Aku sadar yang aku perbuat sekarang akan membuat
semua warga sekolah akan kecewa. Hal yang aku lakukan saat ini benar-benar buruk. Apa
boleh buat, aku benar-benar tidak sedang ingin berlomba. Mood dan semangatku sudah
hancur.

Luhan POV

Dengan pakaian seadanya, aku pergi menuju rumah Naeun. Pestanya benar-benar resmi.
Semua orang mengenakan baju formal. Sepertinya ini pesta untuk para orang-orang kaya.
Mereka mulai memperhatikan aku yang terkesan acak-acakan. Terang saja, rambutku yang
tidak tersisir rapi, ditambah aku hanya memakai baju kaos dengan celana jean panjang
datang ke pesta resmi milik pengusaha kaya.

Naeun belum terlihat di tengah pesta. Aku terus memperhatikan jamku. Babak semifinal
sepertinya sudah dimulai. Aku terus melihat sekeliling tapi belum juga menemukan Naeun.
Dreet…dreet..dreet.. aku mendapatkan sebuah pesan. Pesan dari Sandeul. Isinya benar-
benar mengagetkan aku. Ha Na kabur dari kontes!? Aku mulai panik, aku segera ingin
menyelesaikan misiku datang kesini.

Kemudian seseorang dari belakang menutup kedua mataku dengan tangannya.

“Yah Naeun, aku tahu itu kamu”

“Hahahaha! Luhan, aku senang kamu datang kesini, itu berarti kamu—“

“Eh Naeun, aku—“

“Sudah-sudah jangan banyak bicara, tunggu sebentar akan aku panggil orang tuaku”

“Yah Naeun, dengarkan dulu” Dia sudah pergi sebelum mendengar penjelasanku. Dia
memanggil kedua orang tuanya. Mereka pun datang menghampiriku.

“Appa, Umma, ini Luhan, dia pa—“

“Annyeonghaseyo, saya Xi Luhan, salam kenal.”

“Salam kenal Luhan. Wah tampan sekali, ayo nikmati hidangannya. Jangan sungkan-
sungkan” Ibunya Naeun menyambutku dengan ramah, begitu pula ayahnya. Dia tersenyum
padaku.

“I-iya terima kasih, permisi saya ingin mengajak Naeun bicara” Orang tuanya
mempersilahkan. Aku menarik tangan Naeun dan membawanya ke belakang rumah.

“Kamu ingin bicara apa?”

“Naeun, aku datang kesini ingin menjelaskan sesuatu padamu”

“Sesuatu?”

Aku menghela nafasku untuk bersiap-siap mengatakan sesuatu yang sangat sulit untuk
dikatakan ini. “Maaf….. aku tidak bisa jadi pacarmu lagi. Aku sudah putuskan. Aku memilih
Ha Na. Aku….. sangat menyukainya. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Maafkan
aku. Aku janji, aku akan selalu ada untukmu. Aku harap kita masih bisa jadi sahabat
seperti dulu lagi.”

Naeun tertawa kecil dengan raut wajahnya yang terlihat sangat kecewa. “Hahaha, aku
tahu akan seperti ini.”

“Maafkan aku…….. Naeun”


Naeun tersenyum. “Seharusnya aku yang minta maaf, karena aku terlalu egois, tidak
pernah memikirkan perasaanmu. Aku memang sahabat yang buruk. Aku tersadar selama ini
aku hanya bisa menyusahkanmu. Maafkan aku”

“Tidak, tidak. Kamu tidak perlu minta maaf, aku—“

“Yah, berhenti bicaranya, apa kamu mau terlambat menonton kontes itu?”

“Naeun, aku—“

“Yah, sana cepat! Ha Na akan segera tampil! Aku tidak apa-apa kok” Naeun mendorongku
keluar.

“Aku senang kalau sahabatku senang, maafkan aku sudah memaksamu. Ayo cepat, nanti
acaranya keburu selesai! Jangan buat Ha Na kecewa” Aku mengangguk dan segera pergi.
Dalam perjalanan, aku mencoba menghubungi Sandeul.

“Sandeul, apa Ha Na sudah ditemukan?”

“Belum hyung, aku sudah mencarinya kemana-mana tapi noona tidak ada dimanapun, apa
hyung tahu tempat yang biasa noona kunjungi?”

“Aku tahuu! Biar aku yang cari dia!”

Aku terus berlari hingga sampailah aku di sekolah. Aku punya firasat bahwa Ha Na sedang
bersembunyi di atap sekolah. Aku tahu kalau Ha Na akan pergi kesana disaat dirinya
sedang sedih. Tepat sesuai dugaan, Ha Na sedang duduk terdiam disana.

“Ha Na!!!!”

“Luhan….sedang apa kam—”

“Yah! Apa ini cara kamu membalasnya? Dengan kabur seperti ini!? Apa ini caramu
membalas semuanya!?”

“Luhan… maaf aku…” Ha Na berdiri dan mulai menangis. Aku pun menarik tangannya dan
membuatnya menjadi dekat denganku. Aku menciumnya. Dia mencoba mendorong untuk
menghentikanku tapi aku tetap menciumnya hingga akhirnya dia menyerah. Air mata Ha
Na mulai berjatuhan di wajahku. Aku pun berhenti dan mengusapkan air matanya.

“Ha Na, aku sangat mencintaimu” wajah Ha Na terlihat seperti tidak percaya. “Aku sangat
ingin mengatakan ini dari dulu, tapi.. tidak bisa.”

“Luhan…..”
“Maafkan aku sudah membuatmu kecewa, sedih, marah. Aku memang bodoh. Bisanya
hanya membawa masalah saja. Tolong maafkan aku.”

Ha Na mengangguk dan tersenyum padaku. “Maafkan aku juga… sudah melanggar janji
….aku …juga mencintaimu…” Akhirnya perasaan kami berdua pun tersampaikan. Aku
memeluknya dengan erat hingga aku tersadar bahwa kami sudah terlambat.

“Ha Na, sudah tidak ada waktu lagi! Ayo segera kita pergi dari sini, sebentar lagi adalah
penampilanmu” Tanpa pikir panjang, aku menarik tangan Ha Na dan membawanya lari
bersamaku menuju gedung tempat babak semifinal itu.

Untung saja jarak antara sekolah dengan gedung tersebut tidak terlalu jauh, maka selang
beberapa menit tibalah kami di tempat tujuan.

Ha Na POV

Tapi ternyata tidak semudah yang kami bayangkan. Para petugas keamanan melarang kami
masuk karena kami berdua tidak memiliki tiket. Luhan mencoba menjelaskan apa yang
terjadi tetapi mereka tidak percaya dengan perkataannya. Tapi dia belum menyerah, dia
terus memaksa masuk. Itu hyung dan noona! Aku harus cepat membawa mereka
masuk! Aku mendengar pikiran Sandeul. Aku menoleh sekeliling dan menemukannya
melambai-lambai bermaksud memanggil kami berdua.

“Luhan….” Aku menggoyangkan tangan Luhan dan membuatnya melihatku. Aku


memberikan tanda lewat gerakan mataku untuk memberitahu bahwa Sandeul memanggil
kami.

“Hyung! Noona! Lewat sini!” kata Sandeul dengan suara pelan. Dia melambai-lambaikan
tangannya menyuruh kami untuk mengikutinya. Kami pun segera pergi meninggalkan
petugas tersebut dan berjalan menuju jalan rahasia yang ditunjukkan oleh Sandeul.

Setelah menyusuri jalan yang penuh rintangan itu, sampailah kami di dalam gedung. Para
penonton tengah asyik menyoraki seorang kontestan yang sedang tampil. Tepuk tangan
yang sangat meriah pun terdengar tepat setelah ia selesai menampilkan suaranya yang
sungguh apik. Pembawa acara keluar dari belakang panggung.

“Wah meriah sekali, beri tepuk tangan sekali lagi! Untuk penampilan selanjutnya, kami
mohon maaf sepertinya dia ti—“

“HA NA AKAN TAMPIL!!!!!” Luhan berteriak sangat kencang, membuat pandangan tertuju
padanya. Ha Na kembali!? Ha Na bersama Luhan!!!!??? Ha Na selalu saja membuat
kejutan.Lantas Luhan menyuruhku untuk segera naik ke atas panggung. Ia bertindak
seperti seorang bodyguard, ia menyuruh kerumunan penonton yang sedang berdiri ditengah
gedung untuk memberi jalan untukku. Ibu Lee pun melihat kehadiranku, ia kemudian
menyuruh para penari bersiap-siap. Walau hanya memakai kaos dan celana, aku dengan
percaya diri naik ke atas panggung.

“Baiklah karena penampil kelima sudah datang, mari kita sambut ini dia Kim Ha Na!!”
Teman-teman yang datang kesana pun berteriak mendukungku. Sandeul mulai berubah
menjadi fanboy gila sedangkan Luhan tersenyum dan mengacungkan jempolnya.

Musik pun berbunyi. Penari latar mulai menggerakkan tangan dan kakinya. Kali ini aku akan
menyanyikan lagu Good Day milik IU. Aku bernyanyi dan menari mengikuti irama musiknya.
Penonton pun ikut bernyanyi bersama denganku.

Nunmureun naoneunde hwaljjak useo. Ne apeul makgoseo mak keuge useo


Naega wae ireonueunji bukkeureomdo eomneunji. Jajonsimeun gopge jeobeo haneur wiro
Hanbeondo motaetdeonmal. Eojjeomyeon dasin motal baro geo mal
Naneunyo oppaga. Joheungeol
(Aiku, hanadul) I’m in my dream
(It’s too beautiful beautiful day. Make it a good day. Just don’t make me cry)
Ireoke joheun nal

Luhan POV

Sangat menyenangkan melihat Ha Na bernyanyi dengan riangnya di atas panggung. Sudah


lama aku tidak pernah melihat Ha Na tersenyum semanis itu. Aku berjanji akan
membuatnya tersenyum terus dan membuat hari-harinya lebih menyenangkan lagi. Setelah
selesai bernyanyi, Ha Na turun dari panggung. Ia kemudian berpelukan dengan Ibu Lee
yang sepertinya sangat khawatir dengan Ha Na yang sempat hilang.

“Ha Na, jangan lakukan itu lagi, Ibu sangat panik”

“Iya Ibu Lee, maafkan Ha Na”

Aku sangat senang akhirnya semua masalah telah terselesaikan. Berterimakasih pada nenek
yang sudah memberikanku nasehat. Dan terimakasih pula untuk Sandeul atas bantuannya
selama ini. Dia benar-benar seorang pahlawan.

“Yah Sandeul, terimakasih…..”


“Haha hyung, aku hanya melakukan yang seharusnya. Harusnya aku yang berterimakasih
pada hyung karena hyung sudah banyak membantuku sampai-sampai aku bisa kembali
bersekolah.”

“Tidak, tidak. Kamu yang selama ini banyak menolong hyung. Terimakasih Sandeul”

Babak semifinal telah usai. Tibalah waktunya pengumuman sepuluh kontestan yang akan
lolos ke babak final. Satu persatu nama disebut. Tapi nama Ha Na belum juga disebutnya.
Aku mulai cemas.

“Kontestan kesembilan yang lolos selanjutnya adalah…….. Park Min Ji!” lagi-lagi nama Ha
Na belum disebut. Aku harap yang terakhir ini adalah dia.

“Dan kontestan terakhir yang lolos ke babak final adalah………….” Pembawa acara ini
benar-benar pintar membuat orang penasaran. Ha Na yang berada di sebelahku terlihat
sangat gugup. Aku memegang tangannya dan mencoba menenangkannya.

“Kim Ha Na!!! Selamat!!” Sontak teman-teman yang berada di bangku penonton bersorak
gembira mendengar wakil sekolahnya lolos ke babak selanjutnya. Begitu juga Ibu Lee, dia
terlihat sangat senang dan bangga. Ha Na tak bisa berhenti tersenyum. Aku senang dia bisa
bahagia lagi seperti dulu.

Ha Na POV

The best day ever! Hari ini awalnya memang berat tapi pada akhirnya happy ending juga.
Berjalan bergandengan tangan dengan orang yang kusuka benar-benar sangat
menyenangkan. Dia bukan lagi hanya seorang teman dekat tapi sekarang dia adalah
pacarku.

“Ha Na, setelah ini kita akan kemana?”

“Aku ingin ke taman”

“Ide bagus” Kami berdua berjalan bersama. Tidak pernah aku sebahagia ini sebelumnya.
Hidupku benar-benar berubah semenjak bertemu dengannya. Aku sangat berterima kasih
pada Tuhan karena sudah mempertemukan aku dengannya.

Taman ada di seberang jalan maka kami pun berjalan melalui zebra cross. Saat tengah
malam seperti ini, jalan terlihat sangat sepi jadi hanya ada kami berdua saat itu. Hingga
aku mendengar sesuatu.
Itu dia target. Saatnya menjalankan misi

            Siapa yang berpikir seperti itu? Aku melihat sekeliling tapi tidak ada orang. Aku
mulai mendapat perasaan tidak enak. Jantungku berdetak keras, aku merasa akan terjadi
sesuatu yang buruk. Saat berjalan di zebra cross, aku lihat dari ujung jalan muncul cahaya
yang menyilaukan. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju dengan kencang menuju
Luhan yang berjalan didepanku.

Target bersiap-siaplah! Hahahaha!


            Sekarang aku mengerti. Mobil itu ingin menabrak Luhan. Dengan cepat aku
berlari mendekatinya dan menarik tangan Luhan. Braaaaaaaaaaaakkkkkkkkk. Aku yang
berdiri tepat didepan mobil itu pun tak dapat menghindari tabrakan. Badanku sakit sekali.
Aku mendengar Luhan berteriak memanggilku. Tapi aku tidak mampu bergerak. Dengan
sisa kekuatan yang ada, aku mencoba membuka mataku. Perlahan aku dapat melihat
wajah Luhan yang terlihat sangat panik. Aku mencoba tersenyum untuk membuatnya
tenang. Namun sakit yang kurasa semakin parah. Aku merasakan banyak darah yang
mengalir ditubuhku. Tiba-tiba gelap. Aku tidak bisa merasakan apapun.

Luhan POV

Lampu ruang operasi masih menyala. Aku, Sandeul, Ibu Lee dan teman-teman yang lain
menunggu diluar. Kejadian ini benar-benar buruk sekali. Seharusnya aku yang tertabrak
bukan Ha Na. Ha Na sudah menyelamatkan nyawaku. Aku harap operasinya berjalan
dengan lancar.

Aku tengah sibuk berbicara dengan polisi. Aku memohon agar polisi segera menangkap
penjahat yang sudah menabrak Ha Na. Hanya berbekal sedikit petunjuk dariku, polisi mulai
melacak kendaraan penjahat itu. Ibu Lee terus mencoba menghubungi ibunya Ha Na,
namun tak kunjung dijawab. Sandeul tak henti-hentinya menggigit kuku jari tangannya.
Kakinya tak henti melangkah kesana kemari. Dia tidak sabar menunggu operasi selesai.
Begitu pula teman-teman lain yang datang menjenguk. Mereka terus berdoa agar operasi
Ha Na berhasil.

Satu jam sudah aku menunggu. Seorang suster keluar dari pintu ruang operasi dengan
keadaan sangat panik. Aku yang tidak kalah paniknya dengan dia langsung menghentikan
langkah suster itu dan menanyakan keadaan Ha Na.

“Suster, bagaimana Ha Na? Apa dia baik-baik saja? Tolong jawab aku!!! Apa dia bisa
sembuh? Yaaahhh!!! Jawab!!!”

Suster itu ketakutan untuk berbicara. Sandeul mencoba menenangkanku. Tapi kali ini aku
tidak bisa tenang. Aku butuh penjelasannya sekarang. Aku ingin Ha Na baik-baik saja. Aku
tidak ingin dia meninggalkan impiannya begitu saja hanya karena menyelamatkan aku.
Harusnya aku yang melindunginya bukan dia. Aku merasa sangat tidak berguna sama sekali.

“Ma-maaf tuan, keadaan pasien saat ini sedang kritis. Saya sedang sibuk tolong jangan
ganggu saya.” Suster itu pun pergi dengan terburu-buru kemudian kembali dengan
membawa beberapa kantong darah. Sebenarnya apa yang terjadi? Sekarang aku benar-
benar takut. Sepertinya Ha Na kehilangan banyak darah. Aku melihat baju yang
kukenakan, merah, berlumuran darahnya. Aku sudah tidak bisa lagi menahan air mataku.
Aku menangis tanpa henti. Naeun yang baru saja tiba di rumah sakit langsung memelukku
yang terlihat sangat kacau. Dia turut menangis, begitu pula dengan yang lain. Saat itu,
rumah sakit penuh dengan tangisan kami.

Kemudian seorang suster keluar lagi. “Maaf, apa disini ada keluarga dari pasien?” semua
menggeleng. Aku yang benar-benar panik saat itu langsung menarik tangan suster itu.

“Yaah!! Sebenarnya Ha Na kenapa? Apa yang terjadi? Dia baik-baik saja kan?”

“Anda keluarganya?”

“Yah! Jawab dulu pertanyaanku!”

“Pasien saat ini sedang berjuang dengan hidupnya. Dia membutuhkan banyak sekali darah.
Tapi kantong darah di rumah sakit ini tidak cukup untuknya. Jadi kami membutuhkan
donor darah sekarang juga untuk pasien”

Kebetulan sekali. Aku dan Ha Na sama-sama bergolongan darah O. Langsung saja tanpa
basa-basi lagi, aku langsung mengajukan diri. “Biar aku saja! Golongan darah kami sama.
Aku akan berikan semua darahku kalau perlu!”

“Kalau begitu, ikuti saya, kita harus cepat” aku pun mengikuti suster itu menuju ruang
pengambilan darah. Aku sangat berharap semoga darah dari orang yang tidak berguna ini
dapat menolongnya.

Ha Na POV

Gelap. Tidak ada siapapun disini. Aku ada dimana? Aku takut. Aku tidak tahu aku ada
dimana. Aku terus berjalan mencari orang-orang, tapi tidak ada siapa pun. Hingga aku
melihat sebercak cahaya dari kejauhan. Aku berlari menuju cahaya tersebut. Ternyata
cahaya itu berasal dari sebuah api unggun. Disana aku melihat seseorang duduk
membelakangiku. Aku merasa seperti mengenal orang tersebut. Aku mencoba
mendekatinya dan menepuk pundaknya.
“Permisi, ini dimana ya?” orang itu berbalik. Dia adalah seorang laki-laki paruh baya yang
wajahnya sangat aku kenal. Orang itu adalah orang yang selama ini aku rindukan. Dia
adalah ayahku yang sudah lama meninggal ketika aku masih kecil.

“Ayah!? Ke-kenapa ayah bisa ada disini?  Apa aku.. a-apa aku ada di–?”

Ayah tersenyum. Sudah lama aku tidak melihat senyuman hangatnya. Dulu saat ibu selalu
sibuk dengan pekerjaannya, ayah dengan keadaan tengah sakit pun masih suka bermain
bersamaku. Aku senang sekali bisa bertemu lagi dengannya. Berarti sekarang aku sudah
mati? Lalu bagaimana dengan ibu? Bagaimana juga dengan Luhan?

“Ha Na, ayo duduk disamping ayah, ada banyak sekali yang ingin ayah dengar tentang
masa-masa sekolahmu” aku mengangguk. Waktu pertama kali aku masuk sekolah, ayah
sudah pergi meninggalkanku untuk selamanya, jadi tidak salah ayah bertanya mengenai
kehidupanku di sekolah. Aku pun menceritakan dari awal yang menyedihkan hingga yang
membahagiakan. Ayah sangat senang mendengar perubahan yang terjadi padaku. Beliau
berkata ingin sekali melihatku tampil diatas panggung.Tentu saja aku menceritakan
tentang Luhan padanya. Beliau juga bilang kalau ia ingin sekali bertemu dan mengucapkan
terima kasih pada Luhan. Tapi tidak bisa. Kita tidak bisa bertemu lagi. Tak kusangka aku
meninggalkan Luhan begitu cepatnya. Baru saja kami bersama, ternyata Tuhan sudah
memisahkan kami lagi untuk selamanya.

Tiba-tiba ditengah serunya pembicaraan kami, terdengar bunyi lonceng. Ayah kemudian
berdiri dan bersiap-siap seperti mau pergi.

“Ayah mau kemana? Jangan pergi!” ayah hanya menjawabnya dengan tersenyum. Dia pun
melambaikan tangannya, mengucapkan selamat tinggal.

“Ayah! Jangan pergi! Biarkan aku ikut bersama ayah!”

“Ha Na…. ini belum waktunya. Kamu harus kembali” ayah semakin menjauh. Aku pun
berlari mengikutinya namun sebuah tangan menghentikan lariku.

“Lu-luhan ke-kenapa kamu ada disini?” Luhan tidak menjawab. Ia terus menarikku,
menjauhkan aku dari ayah.

“Luhan, biarkan aku pergi bersama ayah, kamu tidak boleh ada di tempat seperti ini! Ayo
cepat kembali!”

“Yah! Kamu yang seharusnya tidak ada di tempat seperti ini!” dia terus menarikku. Dari
kejauhan aku melihat ayah tersenyum padaku dan berangsur-angsur menghilang.

“Ayah!!!” ayah pergi lagi. Aku belum puas berbicara dan melepas kerinduanku dengannya.
“Sudahlah Ha Na, ayahmu sudah bahagia disana, sebaiknya kita harus cepat, tidak ada
waktu lagi” dia menarikku dengan kencang dan mengajakku berlari menuju sebuah cahaya
yang sangat terang. Perlahan-lahan kami pun semakin dekat dengan cahaya itu. Dan
kemudian…. blitz.

Aku terbangun. Aku memperhatikan sekeliling dan tersadar ternyata aku ada disebuah
kamar di rumah sakit. Apa tadi aku sedang bermimpi? Jadi aku belum meninggal? Aku
masih hidup!?

Luhan tengah tertidur disampingku. Dia tidur dengan posisi duduk dan menjadikan
tangannya sebagai bantal kemudian diletakkan diatas kasur tidurku. Wajahnya terlihat
sangat lemah.

“Nona Ha Na, anda sudah sadar?” seorang suster masuk ke kamar sambil membawa
beberapa makanan serta obat.

“I-iya, se-sebenarnya apa yang terjadi?”

Sambil meletakkan benda-benda yang dibawanya, suster itu berkata “Kemarin nona
mengalami kecelakaan, pacar nona membawa nona ke rumah sakit. Saat itu keadaan nona
sangat parah, sempat kritis tapi pacar nona menyumbangkan banyak darah sehingga nona
dapat diselamatkan” Nona benar-benar beruntung.
Benar juga. Kemarin aku mencoba menolong Luhan dari mobil yang bermaksud
menabraknya. Yang terakhir aku ingat, orang yang ada dimobil itu sempat berpikir Sial!
Ada saja pengganggu! Pasti aku akan dimarahi. Ada seseorang yang mengirim bawahannya
untuk mencelakai Luhan. Kenapa dia ingin membunuh Luhan? Apa salahnya?

“Setelah sarapan, minum obatnya ya nona” aku mengangguk. “Kalau begitu, saya permisi
dulu”

Suster itu pun pergi. Luhan masih lelap tertidur. Aku mengelus-elus rambutnya dan
membiarkannya istirahat. Sempat terpikir kembali mengenai orang yang ingin membunuh
Luhan itu. Untuk apa dia berencana ingin membunuh orang sebaik Luhan? Semakin banyak
aku berpikir, semakin sakit pula kepalaku. Aku mencoba melupakan apa yang terjadi
kemarin tapi kata-kata orang itu terus terngiang-ngiang dikepalaku. Aku yang sangat
gelisah itu membuat Luhan yang tidur disampingku terbangun.

“Ma-maaf, apa aku membangunkanmu?” Luhan terlihat kebingungan. Dia seperti tidak
percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Ha Na, kamu sudah sadar????”


Aku mengangguk dengan kencang untuk meyakinkan dia kalau aku baik-baik saja. Dia
langsung memelukku dengan erat.

“Aku pikir kamu akan pergi meninggalkan aku….”

“…..Tidak akan Luhan… tidak akan…”

Luhan POV

Aku sempat berpikir tidak akan bisa melihat Ha Na lagi. Tidak bisa melihat tawa dan
senyumnya, tidak bisa mendengarnya bernyanyi, tidak bisa memeluknya lagi. Tuhan sudah
sering kali memberi kami banyak cobaan, tapi yang kali ini sungguh sangat berat. Untung
saja kami berdua bisa melewati ini semua. Ha Na benar-benar perempuan yang sangat
kuat.

“Luhan………”

“Iya, ada apa Ha Na?”

“Apa……. ibuku tahu aku ada disini?…..”

Aku tidak tahu akan menjawab apa. Sejak kemarin, ibu Ha Na tidak bisa dihubungi. Tapi
kalau aku menjawab demikian, aku takut Ha Na akan kecewa. Aku sudah mendengar dari
Sandeul mengenai masalah antara Ha Na dengan ibunya. Sekarang aku mengerti kenapa Ha
Na sering terlihat kesepian.

“Eh-eh Ha Na, kamu lapar? Waah lihat sarapan yang dibuat disini kelihatannya enak, lebih
baik dimakan sekarang nanti keburu dingin, mau aku suapi?” aku mengalihkan
pembicaraan. Aku mengambil makanan yang dibawa suster dan menawarkannya pada Ha
Na. Ha Na tertawa dengan cantiknya.

“Hahaha, aku bukan anak kecil lagi, tidak usah disuapi pun aku akan makan”

“Tidak..Tidak..Biar aku suapi, badanmu sedang lemah, sini buka mulutmu” Ha Na


tersenyum ragu. Dan pada akhirnya ia pun membuka mulutnya dan mengunyah makanan
yang aku beri. Semenjak resmi menjadi pasangan kekasih, kami belum pernah melakukan
hal seperti ini sebelumnya. Sedikit canggung tapi kami berdua menikmatinya.

Namun keasyikan kami pun berhenti oleh suara gebrakan pintu yang sangat keras. Braakkk.

“Ha Na!!! Kamu tidak apa-apa sayang? Kamu baik-baik saja kan???” seorang wanita lengkap
dengan pakaian kantornya masuk dengan panik.
“Ibu…..?!” Ha Na yang baru saja selesai menelan makanannya langsung menangis melihat
wanita itu datang. Wanita itu ternyata ibunya Ha Na, aku sedikit kecewa dengannya.
Kenapa dia baru datang sekarang? Kemana saja dia selama ini? Kenapa dia lebih memilih
pekerjaannya ketimbang anaknya? Tapi melihat Ha Na menangis terharu akan kedatangan
ibunya itu, aku tahu dibalik kekesalannya, dia masih menyayangi ibunya itu. Mereka
berdua berpelukan dengan eratnya. Ibunya Ha Na berulang kali meminta maaf sedangkan
Ha Na tak henti-hentinya menangis di pelukan ibunya. Aku jadi ingat kenangan-kenanganku
bersama ibu sewaktu aku kecil. Melihat kedekatan mereka sedikit membuat aku iri. Karena
tidak ingin menganggu mereka berdua, aku pun keluar untuk mencari udara segar.

Bruukk. Aku bertabrakan dengan seorang pria.

“Ah maaf tuan…” aku menunduk berulang kali memohon maaf. Tapi kupikir aku bakal
dimarah tapi yang ada pria itu melihatku dengan wajah yang terlihat sangat kaget. Seperti
melihat hantu. Dia tidak menjawab permohonan maafku dan lari begitu saja. Aneh.

Ha Na POV

Senang sekali melihat ibu datang. Aku pikir ia tidak akan kemari sebelum urusan bisnisnya
usai tapi ternyata ia akhirnya datang. Ibu kali ini terlihat sangat perhatian, aku jadi
teringat sedikit dengan ayah yang juga begitu perhatian padaku. Ibu menyuapiku makanan
yang tadi Luhan berikan. Ngomong-ngomong Luhan kemana? Apa dia pulang? Mungkin
sedang jalan-jalan keluar begitu pikirku.

“Hei Ha Na, apa laki-laki tadi itu pacarmu?” wajahku memerah. Aku mengangguk sambil
menahan malu. Ibu hanya tertawa melihatku seperti itu.

“Hahaha, Ha Na, kamu beruntung sekali punya pacar yang sangat tampan dan perhatian
seperti dia” aku tidak bisa berhenti tersenyum mendengar ibu memuji Luhan. Ibu terus
menggodaku yang membuat wajahku merah seperti tomat. Pembicaraan antara anak dan
ibu inilah yang jarang sekali bisa aku dapatkan. Bercanda gurau bersama ibu seperti ini
membuatku sangat senang. Aku berharap semoga hubunganku dengan ibu akan terus
seperti ini.

“Hmm ibu tidak bersama Tuan Choi?”

“Tadi aku tinggal ia diparkiran, mungkin sebentar lagi dia akan kesini”

Sebenarnya aku sama sekali tidak setuju dengan hubungan ibu dengan Tuan Choi. Karena
menurutku Tuan Choi itu punya sifat yang sangat buruk jadi aku takut dia akan
mempengaruhi ibu untuk berbuat yang tidak baik. Ditambah lagi usia Tuan Choi yang jauh
lebih muda dari ibu. Itu benar-benar membuatku tidak nyaman. Siapa yang mau punya
calon ayah yang beda usianya hanya empat tahun dari anak calon istrinya!? Lebih baik aku
jadikan dia kakak bukan sebagai ayah.

Kemudian seorang dokter dan beberapa suster masuk ke kamar dengan membawa alat-alat
pemeriksaannya.

“Selamat siang Ha Na, bagaimana keadaanmu saat ini?”

“Hmmm, ba-baik dok”

“Benarkah? Coba saya periksa dulu” Dokter pun mulai mengecek mulai dari suhu tubuhku
hingga tekanan darahku. Suhu tubuh normal, lukanya juga sudah mulai mengering,
tensinya bagus, anak ini cepat sekali pulihnya.Tapi bagaimana dengan pi—
            “Jadi dokter apa aku boleh pulang dari rumah sakit?” Tanpa basa-basi lagi,
setelah mendengar pikiran dokter yang mengatakan aku sudah pulih, aku menanyakan
kapan aku akan pulang. Aku tidak bisa lama-lama disini. Masih banyak latihan yang harus
aku jalani. Babak final akan diadakan beberapa hari lagi, aku tidak mungkin membiarkan
waktuku untuk tidur.
“Hmmm, Ha Na…… aku dengar kamu adalah penyanyi di sekolahmu dan akan mengikuti
babak final, tapi….. mungkin kamu harus menyerah dengan impianmu itu?” Hal ini benar-
benar sulit untuk dikatakan, mau gimana lagi. Apa maksudnya? Menyerah katanya!?

“Akibat benturan keras yang kamu dapat mengakibatkan adanya kerusakan pada pita
suaramu, sehingga untuk beberapa waktu kamu harus berhenti menyanyi dan mengikuti
terapi serta pembedahan”

“Haha, ini lelucon kan dok? Pita suaraku baik-baik saja kan? Aku merasa tidak ada yang
aneh dengan suaraku”

“Kalau kamu menggunakan suaramu secara berlebihan, kamu akan merasakannya. Jadi,
demi kebaikanmu juga, istirahatkan dulu suaramu.” Maafkan kami, Ha Na. Ini untuk
kesehatanmu.
            Ibu terlihat menunduk sedih dan tidak berani menjawab apa-apa. Dokter pun
pergi membawa satu berita buruk. Mungkin air mataku akan habis menangisi berita ini.
Apa tidak cukup penderitaan yang kudapat selama ini? Kapan hari bahagia itu akan tiba!?

Luhan POV

Menguping pembicaraan orang memang sangat buruk. Apa lagi kalau menguping hal yang
membuat jantung seperti mau meledak ini. Apa yang aku dengar itu benar? Pita suara Ha
Na rusak!? Dokter yang keluar dari pintu kamar Ha Na pun menepuk-nepuk pundakku yang
terlihat sangat syok.

“Dia akan baik-baik saja, ayo cepat masuk dan hibur dia”

Aku mengangguk dengan mulut yang masih terbuka. Kecelakaan dan sekarang ditambah
dengan ini. Aku mungkin akan segera punya penyakit jantung di usia muda. Aku masuk ke
dalam dan menemukan ibu Ha Na sedang menenangkan Ha Na yang tidak kalah syoknya
denganku. Ibunya Ha Na pun memberikan isyarat melalui matanya, memberi tahuku untuk
mencoba berbicara dengan Ha Na. Kami pun ditinggal berdua. Ha Na mengusap matanya
yang terus mengeluarkan air mata.

“Ha Na, kamu pasti akan sembuh. Aku tahu itu. Kamu perempuan yang sangat kuat. Kamu
pasti bisa melalui ini semua” aku mengelus-elus rambutnya dan tersenyum padanya.

“…..“Menyanyi adalah segalanya bagiku. Suaraku adalah segalanya bagiku. Tapi sekarang
sudah pergi”

“Suaramu belum hilang, Ha Na. Kamu masih bisa sembuh. Jangan pesimis” Ha Na diam.
Pandangannya kosong. Dia pun berhenti menangis dan menarik selimutnya.

“Aku ingin tidur, sebaiknya kamu pulang dan istirahat….”

“Aku… tidak akan pergi kemana-mana. Aku tidak akan meninggalkanmu” Ha Na


memejamkan matanya. Aku tidak tahu apakah dia mendengarku atau tidak. Aku pun
kembali keluar mencoba menenangkan pikiranku. Kulihat ibunya Ha Na sedang sibuk
menerima telepon dari seseorang.

“Iya, aku akan segera kesana… baik.. baik..” sepertinya itu panggilan penting karena
wajahnya terlihat sangat serius.

“Eh Luhan, tolong jaga Ha Na sebentar ya, tante harus pergi ke kantor karena ada
keperluan penting, tante akan segera kembali” aku mengangguk. Ia pun pergi dengan
langkah yang cepat sambil terus memerhatikan jam tangan yang ia kenakan. Lagi-lagi
ibunya Ha Na pergi begitu saja disaat keadaan anaknya sedang tertekan. Aku tidak habis
pikir.

Aku terus berjalan dan terus berjalan tidak tentu arah. Aku bingung memikirkan apa yang
mesti aku lakukan untuk menghibur Ha Na. Kemudian aku mendengar alunan musik piano
tidak jauh dari tempat aku berdiri. Aku mencari sumber bunyi tersebut dan tibalah aku
disebuah teras rumah sakit yang dipenuhi lansia dan anak-anak kecil yang tengah asyik
mendengarkan seorang nenek memainkan piano dengan indah.
Semua orang bertepuk tangan setelah nenek itu selesai. Tiba-tiba muncul sebuah ide. Dan
untuk menjalankan ide ini aku membutuhkan mereka. Jadi aku pergi mengambil mikrofon
untuk menyampaikan rencanaku ini.

“Ha-halo kakek, nenek, dan adik-adik semua, aku Luhan, aku ada permintaan, apa kalian
mau membantuku?”

Ha Na POV

Tidak terasa aku tertidur cukup lama. Hari sudah mulai gelap. Luhan dan ibu tidak ada
dikamar. Mereka kemana? Aku mulai kesepian. Apa Luhan kesal karena aku sempat
menyuruhnya pulang? Apa ibu pergi ke Jepang lagi?

“Noonaaa!!! Noonaa!!!” Sandeul tiba-tiba datang dengan paniknya.

“Lee Sandeul? Ada apa??”

“Luhan hyung kecelakaan!!” Ayo noona kagetlah, rencana ini harus berhasil! Sandeul


berbohong pada orang yang salah. Dia harusnya tidak berbohong dengan aku yang bisa
membaca pikiran orang ini. Pikirannya nakalnya itu sudah merusak rencananya sendiri.
Tapi tidak ada salahnya meladeni rencana apa yang ia dan Luhan buat untukku.
“Sekarang Luhan ada dimana?”
            Reaksi noona kok seperti itu, tidak kaget sama sekali. Apa noona sudah tahu
rencanaku? “Hyung sekarang di rumah sakit ini, sedang dioperasi, ayo noona kita harus
cepat!!” aktingnya Sandeul benar-benar daebak. Kalau dia jadi aktor, ia mungkin akan
memenangkan banyak penghargaan. Dengan membawa infus, aku berjalan menuju tempat
yang ditunjukan oleh aktor hebat ini. Benar saja, bukan ruang operasi yang kami tuju
melainkan teras rumah sakit yang dipenuhi oleh orang-orang.  Kemudian tokoh utama dari
rencana ini berada disebuah panggung kecil ditemani dengan seorang nenek yang sedang
bersiap akan memulai permainan pianonya.

“Yah, apa-apaan ini Sandeul!?”

“Kejutaaaan!!” Sandeul kemudian memberikan isyarat pada orang-orang.

Kakek, nenek, dan anak-anak kecil pun mengangkat sebuah kertas gambar yang berisikan
tulisan-tulisan penyemangat untukku. Kamu pasti bisa, Ha Na. Ha Na Hwaitingg!!!
Suaramu yang paling indah di dunia! Aku tidak tahu akan berkata apa. Ini benar-benar
kejutan yang paling mengharukan selama hidupku.
“Lagu ini akan aku persembahkan buat perempuan yang sedang berdiri disana” Luhan
menunjukku dan tersenyum padaku. Nenek itu pun mulai memainkan pianonya.

Baby don’t cry, tonight.


Eodumi geochigo namyeon.
Baby don’t cry, tonight.
Eobseotdeon iri doel geoya. Mulgeopumi doeneun geoseun niga aniya, . Kkeutnae molla ya
hae deon. So baby don’t cry, cry. Nae sarangi neol jikilteni.

            Ia menyanyikan lagu itu dengan dua bahasa. Korea dan mandarin. Keduanya ia
nyanyikan dengan indah. Aku mengerti kenapa dia menyanyikan lagu ini untukku. Dia tidak
ingin melihat aku menangis lagi.

“Ha Na…. jangan menangis lagi… kita akan lalui semua ini bersama-sama” Kata-kata itu
menjadi penutup dari penampilannya. Semua orang bertepuk tangan sembari ikut
menyemangatiku.

Ibu yang baru saja tiba menepuk pundakku dan tersenyum. “Kamu beruntung sekali
memiliki Luhan, Ha Na….”

“Iya… tentu saja….dia hadiah terbaik yang Tuhan berikan untukku”

Setelah kejutan yang manis itu, para lansia dan anak-anak bernyanyi dengan riang bersama
Luhan dan Sandeul. Mereka menari kesana kemari, menggoyang-goyangkan tubuh mereka
mengikuti alunan musik yang ada. Aku yang masih lemas hanya bisa menonton keakraban
mereka, ditemani ibu yang juga ikut menikmati.

“Ibu, aku membeli minuman sebentar yaa…”

“Biar ibu saja yang belikan untukmu”

“Ah tidak usah, aku juga ingin jalan-jalan”

“Mau ibu temani?”

Aku menggeleng. Akhirnya ibu pun membiarkan aku pergi sendirian. Walau dengan langkah
yang lunglai, aku pergi menuju mesin minuman otomatis. Aku masukkan uang kedalam
mesin dan menekan tombol minuman yang aku pilih.

“Yaaah!! Membunuh satu orang saja kamu tidak becus!? Dasar bodoh!!!” Sial! Dasar tidak
berguna!!
            “Maaf bos, waktu itu ada penganggu, saya janji untuk rencana kedua akan saya
lakukan dengan baik”
            Aku mendengar seseorang berteriak marah-marah. Membunuh? Sepertinya ada
pembicaraan antara penjahat dengan penjahat. Penasaran. Aku pun menguping dan
mengintip orang tersebut yang tengah berdiam diri disebuah ruangan kecil. Dan ternyata
orang yang melakukan pembicaraan kejam itu adalah Tuan Choi. Dia sedang menerima
telepon dari seseorang yang suaranya benar-benar aku kenal. Suara orang itu mirip sekali
dengan suara orang yang akan menabrak Luhan.

Mencoba untuk sedikit lebih dekat agar dapat mendengar dengan jelas tapi yang ada malah
aku menyenggol tempat sampah yang menimbulkan bunyi sangat keras. Hal itu membuat
Tuan Choi menghentikan pembicaraannya dan keluar dari ruangan. Ia menemukan aku
yang berdiri tepat diruangan itu dengan wajah panik.

Mata kami saling bertemu. Kontak itulah yang membuatku mendapatkan penglihatan yang
benar-benar mengejutkan.

Flashback

Author POV

            Tuan Choi sedang menunggu hasil keputusan dari seorang pengacara dan notaris
mengenai warisan ayahnya.

“Baiklah, sesuai dengan pesan almarhum, seluruh harta dan kekayaan yang dimiliki Tuan
Choi Jin Hyuk akan diwarisi kepada…….Tuan muda Xi Luhan”

“Hah? Luhan kau bilang? Bukan aku? Apa ayahku sudah gila? Mewariskan hartanya pada
anak itu!? Yaaah!! Dia bukan anggota resmi keluarga Choi!! Yang benar saja!!”

“Maaf Tuan Choi Min Soo, ini yang tertulis di surat wasiat dan ini tidak bisa diganggu gugat
lagi”

Tuan Choi yang tidak bisa menerima hasil keputusan itu pun keluar dari ruangan. Dia
melemparkan semua benda yang berada didekatnya untuk melampiaskan kekesalannya.
Dia memegang kepalanya dengan erat sepertinya sedang menahan rasa sakit kepala yang ia
alami. Ia terlihat berpikir sangat keras. Hingga munculah rencana jahat. Dengan cepat,
Tuan Choi mengambil handphonenya dan menelpon seseorang.

“Yah Jong Suk, aku dengar kau butuh uang”

“Iya, saat ini aku benar-benar butuh banyak uang, depkolektor terus mencariku, apa
kamu mau meminjamkan aku uang?”
            “Aku akan memberikanmu uang itu dengan cuma-cuma, hanya saja… ada hal
yang harus kamu lakukan…”
“Apa?”
“Bunuh adik tiriku….”
End flashback

Ha Na POV

Apa anak ini mendengar pembicaraanku tadi? Gawat! Tuan Choi terlihat takut dan panik
melihat aku berada didepannya.

“Sedang apa kau disini, cepat kembali atau ibumu akan mencarimu”

“Eh-eh aku hanya ingin membeli minuman”

 Sebaiknya aku harus pergi dari sini, atau anak ini akan curiga denganku. Tuan Choi pun
pergi dengan terburu-buru. Aku tidak menyangka ternyata kekasih ibuku adalah seorang
penjahat. Jadi yang mencelakakan aku dan Luhan adalah bawahan dari Tuan Choi. Tuan
Choi dan Luhan ternyata saudara beda ibu!? Dan Tuan Choi berniat ingin membunuh
Luhan!? Ini tidak bisa dibiarkan!

Anda mungkin juga menyukai