Anda di halaman 1dari 9

INSUFISIENSI VENA KRONIK

Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik adalah stadium lanjut dari
penyakit venosa yang dapat disebabkan oleh kejadian patologis yang menyebabkan gangguan
venous return atau aliran balik vena, yang dapat terjadi pada vena-vena superfisialis ataupun
profunda. Hal ini disebabkan disfungsi katupkatup vena yang menyebabkan aliran darah vena
terganggu, sehingga terjadi refluks darah dalam vena. CVI terjadi pada vena ekstremitas
bawah dengan manifestasi nyeri pada tungkai bawah, bengkak, edema, perubahan kulit, dan
ulserasi. Gangguan ini biasanya berlangsung progresif selama beberapa tahun.

Chronic venous insufficiency (CVI) pada tungkai bawah yaitu kelainan dengan hipertensi
vena, yang disebabkan oleh perubahan abnormal pada struktur dan fungsi vena; baik vena
tepi dan atau system vena dalam termasuk varises serta komplikasinya. Chronic venous
insufficiency adalah kondisi dimana pembuluh darah tidak dapat memompa oksigen dengan
cukup (poor blood) kembali ke jantung yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada
tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh perubahan primer pada dinding vena serta katup-
katupnya (valve incompetence) dan perubahan sekunder disebabkan oleh thrombus
sebelumnya dan kemudian mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. Kelainan
kongenital jarang menyebebkan CVI. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.

Klafisikasi

Klasifikasi chronic venous insufficiency Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan


kondisi, pengobatan, serta akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala
penilaian. Klasifikasi CEAP berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab (Etiologic),
Anatomic, dan Pathophysiology. Klasifikasi etiologi memisahkan penyakit berdasarkan sifat
congenital, primer, atau sekunder. Anatomi berdasarkan vena yang terkena termasuk vena
superfisial, profunda, atau perforantes. Sedang klasifikasi patofisiologi mengidentifikasikan
refluks pada system-sistem superficial, communicantes, atau profunda, serta obstruksi
outflow. Kekurangan utama system ini adalah karena sifatnya yang statis, klasifikasi jenis ini
sulit dipakai untuk menilai perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap terapi yang telah
diberikan.
CEAP – an international consensus conference initiated the Clinical-EtiologyAnatomy-
Pathophysiology classification.

Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). System penilaian ini diambil dari
klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk menilai perkembangan
penyakitnya. Ada tiga komponen system penilaian ini, yaitu:

1. Venous Disability Score (VDS). Sistem ini menilai apakah pasien mampu untuk
bekerja selama 8jan dengan atau tanpa alat penyokong eksternal, dengan diberi nilai
0-3. Nilai totalnya mewakili tingkat disability yang disebabkan oleh penyakit vena.
2. Venous Segmental Disease Score (VSDS). Sistem ini menggunakan klasifikasi
anatomic dan patofisiologik sistem CEAP untuk menghasilkan nilai yang berdasarkan
refluks atau obstruksi vena. Nilainya didapat dengan mengambil gambar vena
menggunakan phlebography atau duplex Doppler.
3. Venous Clinical Severity Score (VCSS). Sistem ini memakai 9 tanda-tanda utama
penyakit venosa yang diberi nilai dari 0-3. Sistem ini dapat dipakai untuk menilai
repons terhadap terapi.

Etiologi

Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 yaitu, kongenital, primer dan sekunder.

 Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan dimana katup
yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak terbentuk sama sekali
(aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai
malformasi vena, dan kelainan lainnya yang baru diketahui setelah penderitanya
berumur.
 Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik dari
dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlalu panjang (elongasi)
atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab
yang diketahui. Keadaan daun katup yang panjang melambai (floppy, rebundant)
sehingga penutupan tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna)
yang mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga
aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan
perbaikan katup (valve repair) dengan operasi untuk mengembalikan katup menjadi
berfungsi baik kembali.
 Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder) disebabkan
oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat adanya penyumbatan
trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam.
Pada keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun
paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-
trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat
inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan
juga akan menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan daun katup), perforasi
kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan
penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang primer, dan
yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat
terjadi pada satu penderita yang sama.

Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis kelamin, riwayat varises
dalam keluarga, obesitas, kehamilan, menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai.
Terdapat juga faktor lingkungan atau perilaku terkait dengan CVI, seperti berdiri dan
duduk ter- lalu lama.2,4 Gangguan vena menahun tidak mungkin disebabkan karena
menyilangkan tungkai atau pergelangan kaki, meskipun hal ini dapat memperburuk
kondisi varises yang telah ada.

Patofisiologi

Vena mempunyai daun katup untuk mencegah darah mengalir mundur (retrograde atau
refluks aliran). Pompa vena otot tungkai mengembalikan darah ke jantung (mekanisme
pompa otot betis) melawan efek gravitasi. Jika pembuluh darah menjadi varises, katup
vena tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup).

Patologi vena terjadi jika tekanan vena meningkat dan kembalinya darah terganggu
melalui beberapa mekanisme. Hal ini dapat terjadi akibat inkompetensi katup vena dalam
aksial atau superfisial, atau kombinasi keduanya. Faktor ini dapat dieksaserbasi oleh
disfungsi pompa otot pada ekstremitas bawah; mekanisme ini dapat menyebabkan
hipertensi vena khususnya saat berdiri atau berjalan. Hipertensi vena yang berlanjut dapat
menyebabkan perubahan pada kulit hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan, dan
akhirnya dapat terjadi ulkus.
Kegagalan katup vena dalam dapat menyebabkan volume darah dipompa ke luar
ekstremitas, dan diisi kembali oleh aliran darah arteri dan aliran vena retrograde
patologis. Tekanan vena segera setelah ambulasi dapat sedikit meningkat atau normal,
tetapi vena terisi kembali dengan cepat disertai terjadi peningkatan tekanan vena tanpa
kontraksi otot. Disfungsi atau inkompetensi katup system vena superfisial juga
menyebabkan aliran retrograde darah dan peningkatan tekanan hidrostatik.

Kegagalan katup dapat primer akibat kelemahan dinding pembuluh darah atau daun
katup yang sudah ada, sekunder terhadap cedera langsung, flebitis superfisial, atau
distensi vena berlebihan akibat efek hormonal atau tekanan yang tinggi. Kegagalan katup
vena yang berlokasi di saphenofemoral junction dan saphenopopliteal junction,
menyebabkan tekanan tinggi pada vena superfisial, sehingga terjadi dilatasi vena dan
varises yang menyebar dari proximal junction ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup
perforator juga dapat menyebabkan darah mengalir dari vena dalam balik ke belakang ke
sistem superfisial dan bersama transmisi tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh pompa
otot betis, menyebabkan dilatasi vena berlebihan dan kegagalan sekunder katup vena
superfisial. Obstruksi aliran vena tampaknya mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis CVI. Pompa otot dapat menyebabkan aliran vena dari ekstremitas distal
menjadi tidak efektif, seperti yang sering terjadi pada refluks atau obstruksi berat.

Disfungsi pompa otot tampaknya merupakan mekanisme utama terjadi inkompetensi vena
superfisial dan komplikasinya, seperti ulkus vena. Perubahan hemodinamik vena besar
ekstremitas bawah dapat ditransmisikan ke dalam mikrosirkulasi dan menyebabkan
terjadinya mikroangiopati vena, meliputi pemanjangan, dilatasi, dan berkelak- keloknya
kapiler, penebalan membran basalis dengan peningkatan serat kolagen dan elastin,
kerusakan endotel dengan pelebaran ruang interendotel, serta peningkatan edema
perikapiler dengan pembentukan “halo”. Kelainan kapiler dengan peningkatan
permeabilitas dan tekanan vena yang tinggi menyebabkan akumulasi cairan,
makromolekul,dan ekstravasasi sel darah merah ke ruang interstisial. Selain itu,
fragmentasi dan destruksi mikrolimfatik juga dapat mengganggu drainase dari
ekstremitas, dan disfungsi saraf lokal dapat menyebabkan perubahan mekanisme regulasi.
Varises dibedakan dari vena retikuler (vena biru) dan telangiektasia (spider veins) yang
juga melibatkan insufisiensi katup, dari ukuran dan lokasi pembuluh darah yang terkena.

Manifestasi klinis

Gejala insufisiensi vena kronik dapat meliputi :

 Bengkak di kaki atau pergelangan kaki


 Kaki terasa berat atau pegal, panas dan gatal
 Nyeri saat berjalan yang berhenti saat istirahat
 Perubahan warna kulit
 Varises
 Ulkus kaki
Kelainan Fisik

Tanda-tanda fisik yang paling sering ditemukan pada insufisiensi vena adalah pitting edema
atau pembengkakan pada kaki yang jika ditekan oleh jari akan membekas seperti bentuk jari
yang menekan dan lama kembalinya, terutama pergelangan kaki; edema system limfatik;
perubahan warna kulit., hiperpigmentasi, dermatitis venosa, selulitis kronis, atrophie blanche,
serta ulserasi.

Ulserasi yang tidak kunjung sembuh. Ini dapat disebabkan oleh insufisiensi vena superficial
ataupun profunda, insufisiensi arteri, gangguan rematologis, kanker, atau penyebab lainnya
yang lebih jarang. Selain itu juga terlihat adanya distensi vena-vena kaki dan pergelangan
kaki, kadang di fossa poplitea juga. Pembesaran vena diatas pergelangan kaki biasanya
menandakan adanya proses patologis pada vena.

Penyakit ini juga akan menurunkan kualitas hidup, karena akan menyebabkan rasa nyeri,
gangguan fungsi fisik, dan gangguan mobilitas. Juga akan menyebabkan depresi dan isolasi
social. Gangguan pada kelas C5 dan C6 CEAP juga berhubungan dengan gagal jantung.

Diagnosis

Diagnosis CVI terutama didiagnosis dengan pemeriksa- an fisik. Akurasi pemeriksaan fisik
dapat ditingkatkan dengan bantuan alat Doppler, sehingga pemeriksa dapat mendengarkan
aliran darah. Namun, pemeriksaan paling akurat dan rinci adalah dengan venous duplex
ultrasound yang dapat memberikan gambaran vena, sehingga adanya hambatan akibat bekuan
darah atau gangguan fungsi vena dapat dideteksi. Pada awalnya pemeriksaan teknik
pencitraan dilakukan hanya jika ada kecurigaan klinis insufisiensi vena dalam, jika terjadi
berulang, atau jika melibatkan sapheno-popliteal junction. Namun, saat ini semua pasien
dengan varises harus diperiksa mengguna- kan duplex Doppler ultrasound.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang

 Duplex Doppler ultrasonography


Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh darah, aliran darah serta
struktur vena-vena kaki.
 Venogram
Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan intavena (IV) pewarna kontras. Ini untuk
memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras menyebabkan pembuluh darah
muncul suram yang memudahkan untuk memvisualisasikan pembuluh darah yang
dievaluasi.
 Magnetic resonance venography (MRV)
Adalah alat yang paling sensitive dan spesifik untuk mengevaluasi gangguan sistem
superficial dan profunda pada ekstremitas inferior dan pelvis. Dan juga dapat
mendeteksi penyebab nonvaskuler nyeri dan edema pada kaki.
 Tes fisiologis
Mengukur fungsi vena, dapat dilakukan dengan mengukur Venous Refilling Time
(VRT) atau waktu yang dibutuhkan untuk betis agar dipenuhi dengan darah setelah
pompa otot betis telah mengosongkan pembuluh darah kaki semaksimal mungkin,
normalnya adalah paling tidak 2 menit; Maximum Venous Outflow (MVO) test. Ini
dipakai untuk mendeteksi adanya obstruksi outflow vena dari betis, apapun
penyebabnya. Hasilnya akan mencerminkan kecepatan darah dapat mengalir keluar
dari betis yang kongesti ketika tourniquet dip aha dilepas; Calf Muscle Pump Ejection
Fraction (MPEF) atau kemampuan pompa otot betis untuk mengeluarkan darah dari
betis. Pada pasien normal, dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau beridiri dengan jari
kaki untuk mengosongkan vena-vena betis.
 Uji Trendelenberg
Ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang disebabkan oleh refluks
vena superficial dengan kegagalan sistem vena profunda.

Tatalaksana

Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah usaha
memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan elevasi tungkai
sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam
posisi duduk atau berbaring dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan
posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang
berkelok-kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara
subjektif penderita akan merasa keluhannya berkurang dengan cepat. Beberapa
penetalaksanaan lain yang dapat dilakukan yaitu:

a) Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik


dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30
mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan
sekitar 37-47 % pasien yang menggunakan kaus kaki kompresi selama 1 tahun
setelah menderita DVT mencegah terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan penggunaan
kaos kaki adalah harga yang relative mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan
kosmetik yang kurang baik.
b) Medikamentosa, beberapa jenis obat dapat digunakan untuk mengobati insufisiensi
vena kronis. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan.
Pentoxifylline untuk meningkatkan aliran darah melalui pembuluh darah, dapat
dikombinasikan dengan terapi kompresi untuk membantu menyembuhkan ulkus kaki.
Terapi antikoagulan dapat direkomendasikan untuk orang-orang yang memiliki
masalah belulang dengan pembuluh darah di kaki.
c) Sclerotherapy, digunakan pada pasien dengan usia lanjut, Caranya dengan
menginjeksi bahan kimia kedalam pembuluh darah sehingga tidak berfungsi lagi.
Darah kemudian kembali ke jantung melalui vena lain dan tubuh menyerap pembuluh
darah yang terluka.
d) Operasi, pembedahan dapat digunakan untuk mengobati chronic venous insufficiency
meliputi :
 Ligasi
Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati vena tersebut. Jika vena
atau katup rusak berat, pembuluh darah akan diangkat (vein stripping).
 Surgical repair
Vena atau katup diperbaiki dengan operasi, melalui sayatan terbuka atau
dengan penggunaan kateter.
 Vein Transplant
Mengganti pembuluh darah yang rusak dengan pembuluh darah sehat dari
bagian tubuh yang lain.
 Subfascial endoscopic perforator surgery
Prosedur invasive minimal dilakukan dengan endoskopi. Vena perforator
dipotong dan diikat. Hal ini memungkinkan darah mengalir ke pembuluh
darah yang sehat dan meningkatkan penyembuhan ulkus.
Daftar Pustaka

1. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6]. Available
from:http://www.summitmedicalgroup.com/library/adult_health/aha_venous_insuffic
iency/
2. Eberhardt RT, Raffetto JD. Chronic venous insufficiency. Circulation 2005;111:2398-409.
3. Faiz, Omar and David Moffat, Anatomy at a Glance, diterjemahkan oleh dr. Annisa Rahmalia,
(Jakarta: Erlangga, 2004)
4. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://vasculardisease.org/chronic-venous-insufficiency-cvi/
5. Understanding varicose veins - the basics [Internet]. 2014 [cited 2014 June 6].
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/understanding-varicoseveins-
basics.
6. Varicose vein [Internet]. 2010 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://www.webcitation.org/5r1PRrJul.
7. Weiss RA, Weiss MA. Doppler ultrasound findings in reticular veins of the thigh subdermic
lateral venous system and implications for sclerotherapy. J Dermatol Surg Oncol.
1993;19(10):947-51.
8. Blomgren L, Johansson G, Emanuelsson L, Dahlberg-Åkerman A, Thermaenius P, Bergqvist D.
Late follow-up of a randomized trial of routine duplex imaging before varicose vein
surgery.Br J Surg.2011;98(8):1112-6.
9. Curri SB. Changes of cutaneous microcirculation from elasto-compression in chronic venous
insufficiency. In: Davy A, Stemmer R, editors. Phlebology. Montrouge, France: John Libbey
Eurotext; 1989
10. Jusi dan Djang, 2010. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima. Jakarta: FKUI. Hal : 85,
204-255

Anda mungkin juga menyukai