Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik adalah stadium lanjut dari
penyakit venosa yang dapat disebabkan oleh kejadian patologis yang menyebabkan gangguan
venous return atau aliran balik vena, yang dapat terjadi pada vena-vena superfisialis ataupun
profunda. Hal ini disebabkan disfungsi katupkatup vena yang menyebabkan aliran darah vena
terganggu, sehingga terjadi refluks darah dalam vena. CVI terjadi pada vena ekstremitas
bawah dengan manifestasi nyeri pada tungkai bawah, bengkak, edema, perubahan kulit, dan
ulserasi. Gangguan ini biasanya berlangsung progresif selama beberapa tahun.
Chronic venous insufficiency (CVI) pada tungkai bawah yaitu kelainan dengan hipertensi
vena, yang disebabkan oleh perubahan abnormal pada struktur dan fungsi vena; baik vena
tepi dan atau system vena dalam termasuk varises serta komplikasinya. Chronic venous
insufficiency adalah kondisi dimana pembuluh darah tidak dapat memompa oksigen dengan
cukup (poor blood) kembali ke jantung yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada
tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh perubahan primer pada dinding vena serta katup-
katupnya (valve incompetence) dan perubahan sekunder disebabkan oleh thrombus
sebelumnya dan kemudian mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. Kelainan
kongenital jarang menyebebkan CVI. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.
Klafisikasi
Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). System penilaian ini diambil dari
klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk menilai perkembangan
penyakitnya. Ada tiga komponen system penilaian ini, yaitu:
1. Venous Disability Score (VDS). Sistem ini menilai apakah pasien mampu untuk
bekerja selama 8jan dengan atau tanpa alat penyokong eksternal, dengan diberi nilai
0-3. Nilai totalnya mewakili tingkat disability yang disebabkan oleh penyakit vena.
2. Venous Segmental Disease Score (VSDS). Sistem ini menggunakan klasifikasi
anatomic dan patofisiologik sistem CEAP untuk menghasilkan nilai yang berdasarkan
refluks atau obstruksi vena. Nilainya didapat dengan mengambil gambar vena
menggunakan phlebography atau duplex Doppler.
3. Venous Clinical Severity Score (VCSS). Sistem ini memakai 9 tanda-tanda utama
penyakit venosa yang diberi nilai dari 0-3. Sistem ini dapat dipakai untuk menilai
repons terhadap terapi.
Etiologi
Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 yaitu, kongenital, primer dan sekunder.
Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada kelainan dimana katup
yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak terbentuk sama sekali
(aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai
malformasi vena, dan kelainan lainnya yang baru diketahui setelah penderitanya
berumur.
Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan intrinsik dari
dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlalu panjang (elongasi)
atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab
yang diketahui. Keadaan daun katup yang panjang melambai (floppy, rebundant)
sehingga penutupan tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna)
yang mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga
aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan
perbaikan katup (valve repair) dengan operasi untuk mengembalikan katup menjadi
berfungsi baik kembali.
Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena sekunder) disebabkan
oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat adanya penyumbatan
trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam.
Pada keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun
paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut sindroma post-
trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat
inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan
juga akan menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan daun katup), perforasi
kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan
penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang primer, dan
yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan komplikasi post-trombotic), dapat
terjadi pada satu penderita yang sama.
Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis kelamin, riwayat varises
dalam keluarga, obesitas, kehamilan, menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai.
Terdapat juga faktor lingkungan atau perilaku terkait dengan CVI, seperti berdiri dan
duduk ter- lalu lama.2,4 Gangguan vena menahun tidak mungkin disebabkan karena
menyilangkan tungkai atau pergelangan kaki, meskipun hal ini dapat memperburuk
kondisi varises yang telah ada.
Patofisiologi
Vena mempunyai daun katup untuk mencegah darah mengalir mundur (retrograde atau
refluks aliran). Pompa vena otot tungkai mengembalikan darah ke jantung (mekanisme
pompa otot betis) melawan efek gravitasi. Jika pembuluh darah menjadi varises, katup
vena tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup).
Patologi vena terjadi jika tekanan vena meningkat dan kembalinya darah terganggu
melalui beberapa mekanisme. Hal ini dapat terjadi akibat inkompetensi katup vena dalam
aksial atau superfisial, atau kombinasi keduanya. Faktor ini dapat dieksaserbasi oleh
disfungsi pompa otot pada ekstremitas bawah; mekanisme ini dapat menyebabkan
hipertensi vena khususnya saat berdiri atau berjalan. Hipertensi vena yang berlanjut dapat
menyebabkan perubahan pada kulit hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan, dan
akhirnya dapat terjadi ulkus.
Kegagalan katup vena dalam dapat menyebabkan volume darah dipompa ke luar
ekstremitas, dan diisi kembali oleh aliran darah arteri dan aliran vena retrograde
patologis. Tekanan vena segera setelah ambulasi dapat sedikit meningkat atau normal,
tetapi vena terisi kembali dengan cepat disertai terjadi peningkatan tekanan vena tanpa
kontraksi otot. Disfungsi atau inkompetensi katup system vena superfisial juga
menyebabkan aliran retrograde darah dan peningkatan tekanan hidrostatik.
Kegagalan katup dapat primer akibat kelemahan dinding pembuluh darah atau daun
katup yang sudah ada, sekunder terhadap cedera langsung, flebitis superfisial, atau
distensi vena berlebihan akibat efek hormonal atau tekanan yang tinggi. Kegagalan katup
vena yang berlokasi di saphenofemoral junction dan saphenopopliteal junction,
menyebabkan tekanan tinggi pada vena superfisial, sehingga terjadi dilatasi vena dan
varises yang menyebar dari proximal junction ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup
perforator juga dapat menyebabkan darah mengalir dari vena dalam balik ke belakang ke
sistem superfisial dan bersama transmisi tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh pompa
otot betis, menyebabkan dilatasi vena berlebihan dan kegagalan sekunder katup vena
superfisial. Obstruksi aliran vena tampaknya mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis CVI. Pompa otot dapat menyebabkan aliran vena dari ekstremitas distal
menjadi tidak efektif, seperti yang sering terjadi pada refluks atau obstruksi berat.
Disfungsi pompa otot tampaknya merupakan mekanisme utama terjadi inkompetensi vena
superfisial dan komplikasinya, seperti ulkus vena. Perubahan hemodinamik vena besar
ekstremitas bawah dapat ditransmisikan ke dalam mikrosirkulasi dan menyebabkan
terjadinya mikroangiopati vena, meliputi pemanjangan, dilatasi, dan berkelak- keloknya
kapiler, penebalan membran basalis dengan peningkatan serat kolagen dan elastin,
kerusakan endotel dengan pelebaran ruang interendotel, serta peningkatan edema
perikapiler dengan pembentukan “halo”. Kelainan kapiler dengan peningkatan
permeabilitas dan tekanan vena yang tinggi menyebabkan akumulasi cairan,
makromolekul,dan ekstravasasi sel darah merah ke ruang interstisial. Selain itu,
fragmentasi dan destruksi mikrolimfatik juga dapat mengganggu drainase dari
ekstremitas, dan disfungsi saraf lokal dapat menyebabkan perubahan mekanisme regulasi.
Varises dibedakan dari vena retikuler (vena biru) dan telangiektasia (spider veins) yang
juga melibatkan insufisiensi katup, dari ukuran dan lokasi pembuluh darah yang terkena.
Manifestasi klinis
Tanda-tanda fisik yang paling sering ditemukan pada insufisiensi vena adalah pitting edema
atau pembengkakan pada kaki yang jika ditekan oleh jari akan membekas seperti bentuk jari
yang menekan dan lama kembalinya, terutama pergelangan kaki; edema system limfatik;
perubahan warna kulit., hiperpigmentasi, dermatitis venosa, selulitis kronis, atrophie blanche,
serta ulserasi.
Ulserasi yang tidak kunjung sembuh. Ini dapat disebabkan oleh insufisiensi vena superficial
ataupun profunda, insufisiensi arteri, gangguan rematologis, kanker, atau penyebab lainnya
yang lebih jarang. Selain itu juga terlihat adanya distensi vena-vena kaki dan pergelangan
kaki, kadang di fossa poplitea juga. Pembesaran vena diatas pergelangan kaki biasanya
menandakan adanya proses patologis pada vena.
Penyakit ini juga akan menurunkan kualitas hidup, karena akan menyebabkan rasa nyeri,
gangguan fungsi fisik, dan gangguan mobilitas. Juga akan menyebabkan depresi dan isolasi
social. Gangguan pada kelas C5 dan C6 CEAP juga berhubungan dengan gagal jantung.
Diagnosis
Diagnosis CVI terutama didiagnosis dengan pemeriksa- an fisik. Akurasi pemeriksaan fisik
dapat ditingkatkan dengan bantuan alat Doppler, sehingga pemeriksa dapat mendengarkan
aliran darah. Namun, pemeriksaan paling akurat dan rinci adalah dengan venous duplex
ultrasound yang dapat memberikan gambaran vena, sehingga adanya hambatan akibat bekuan
darah atau gangguan fungsi vena dapat dideteksi. Pada awalnya pemeriksaan teknik
pencitraan dilakukan hanya jika ada kecurigaan klinis insufisiensi vena dalam, jika terjadi
berulang, atau jika melibatkan sapheno-popliteal junction. Namun, saat ini semua pasien
dengan varises harus diperiksa mengguna- kan duplex Doppler ultrasound.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang
Tatalaksana
Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah usaha
memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan elevasi tungkai
sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam
posisi duduk atau berbaring dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan
posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang
berkelok-kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara
subjektif penderita akan merasa keluhannya berkurang dengan cepat. Beberapa
penetalaksanaan lain yang dapat dilakukan yaitu:
1. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6]. Available
from:http://www.summitmedicalgroup.com/library/adult_health/aha_venous_insuffic
iency/
2. Eberhardt RT, Raffetto JD. Chronic venous insufficiency. Circulation 2005;111:2398-409.
3. Faiz, Omar and David Moffat, Anatomy at a Glance, diterjemahkan oleh dr. Annisa Rahmalia,
(Jakarta: Erlangga, 2004)
4. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://vasculardisease.org/chronic-venous-insufficiency-cvi/
5. Understanding varicose veins - the basics [Internet]. 2014 [cited 2014 June 6].
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/understanding-varicoseveins-
basics.
6. Varicose vein [Internet]. 2010 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://www.webcitation.org/5r1PRrJul.
7. Weiss RA, Weiss MA. Doppler ultrasound findings in reticular veins of the thigh subdermic
lateral venous system and implications for sclerotherapy. J Dermatol Surg Oncol.
1993;19(10):947-51.
8. Blomgren L, Johansson G, Emanuelsson L, Dahlberg-Åkerman A, Thermaenius P, Bergqvist D.
Late follow-up of a randomized trial of routine duplex imaging before varicose vein
surgery.Br J Surg.2011;98(8):1112-6.
9. Curri SB. Changes of cutaneous microcirculation from elasto-compression in chronic venous
insufficiency. In: Davy A, Stemmer R, editors. Phlebology. Montrouge, France: John Libbey
Eurotext; 1989
10. Jusi dan Djang, 2010. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima. Jakarta: FKUI. Hal : 85,
204-255