Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENERAPAN KOMUNIKASI / KONSELING PADA : IBU NIFAS DAN AKSEPTOR


KB
Bd 6.205
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI
KONSELING
DOSEN PENGAMPU :
UTIN SITI CANDRA SARI, APP., MPH
NURMALA SARI, SST, M.Tr. Keb
DIANNA, M.Keb

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8 :


1. Ajeng Sukma Karira ( 201091001 )
2. Nabila Badriatud Duja (201091024)
3. Irfani Hasanah ( 201091019 )
4. Paskaria Yeyen ( 201091034 )
5. Saryani ( 201091042 )

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena hanya dengan izin,
rahmat dan kuasa-Nyalah kami masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Komunikasi
Konseling yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita khususnya mengenai Komunikasi Konseling. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari
apa yang diharapkan.
Untuk itu, kami berharap dan kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

Pontianak, Maret 2021


Penyusun

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penerapan Komunikasi / Konseling Pada Ibu Nifas........................................................3
2.2 Penerapan Komunikasi / Konseling Pada Akseptor KB................................................22
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................25
3.2 Saran...............................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di negara maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi
terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan
kematian baca selengkapnya ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca
persalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di
samping ketidak tersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas
kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas.
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya
keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang kuat
terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pascapersalinan.
Oleh karena itu, pelayanan pascapersalianan harus terselenggara pada masa
nifas atau puerperium untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi
upaya pencegahan, deteksi dini pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin
terjadi, serta pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan
nutrisi bagi ibu.
Bantuan konseling pada ibu nifas meliputi adaptasi padfa masa nifas, teknik
menyusui dan perawatan payudara atau manajemen laktasi. Pemahaman klien
terhadap keadaan dirinya perlu memperoleh bantuan, hal tersebut karena klien
masih dalam keadaan lelah akibat persalinan, adanya perasaan nyeri setelah
bersalin, engorgement, proses involusi, proses lokhea, laktasi. Pelaksanaan asuhan
kebidanan dengan rawat gabung (rooming in) yang artinya pelaksanaan rawat
gabung ibu dan bayinya. Dalam keadaan tersebut, ibu diajak untuk mulai
memperhatikan bayinya dan mulai melakukan kedekatan antar ibu dan bayinya.
Dalam proses konseling, bidan sebagai konselor harus mampu
mendengarkan klien dan melaksanakan bimbingan dan pelatihan kepada ibu dalam
rangka memandirikan ibu dalam rangka merawat dan memenuhi kebutuhan
bayinya. Bidan memeriksa keadaan fundus uteri dengan penuh kelembutan
perabaan serta melakukan komunikasi dengan klien dan menerima segala
keluhan klien. Bidan membimbing klien dalam melaksanakan proses menyusui
1
yang baik pada proses rawat gabung. Bidan mencontohkan cara memegang bayi
dengan kasih sayang penuh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan komunikasi / konseling pada ibu nifas ?
2. Bagaimana penerapan komunikasi / konseling pada akseptor KB ?
1.3 Tujuan
1. Umum
Mengetahui pandangan Komunikasi / Konseling ke dalam ilmu kesehatan
terutama kebidanan.
2. Khusus
a. Mengetahui bagaimana penerapan komunikasi / konseling pada ibu nifas.
b. Mengetahui bagaimana penerapan komunikasi / konseling pada akseptor KB.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penerapan Komunikasi / Konseling Pada Ibu Nifas
Komunikasi merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
asuhan. Bidan perlu memahami dan mengaplikasikan konsep dan proses komunikasi
untuk meningkatkan hubungan saling percaya dengan klien yang akan membantu
perubahan perilaku klien kearah yang positif. Penggunaan komunikasi yang tepat saat
bidan berinteraksi dengan tim kesehatan lain akan memengaruhi hasil pelayanan
kesehatan yang dilakukan.
Konseling kebidanan adalah suatu proses pembelajaran, pembinaan hubungan
baik, pemberian bantuan, dan bentuk kerja sama yang dilakukan secara profesional
(sesuai dengan bidangnya) oleh bidan kepada klien untuk memecahkan masalah,
mengatasi hambatan perkembangan, memenuhi kebutuhan klien.
A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya
bayi dan parous yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan. Masa
nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta serta selaput yang
diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil
dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8
minggu (Rukiyah, 2013).
B. Tujuan Komunikasi / Konseling Pada Masa Nifas
1. Memfasilitasi perubahan tingkah laku klien
2. Meningkatkan kemampuan klien untuk menciptakan dan memelihara hubungan.
3. Mengembangkan keefektifan dan kemampuan klien untuk memecahkan masalah
4. Meningkatkan kemampuan klien untuk membuat keputusan
5. Memfasilitasi perkembangan potensi klien
6. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
7. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya

3
8. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB,
cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari
9. Memberikan pelayanan KB
C. Langkah-Langkah Konseling
1. Menyatakan Kepedulian
2. Membentuk Hubungan
3. Menentukan tujuan dan eksplorasi perasaan
4. Menangani masalah
5. Menumbuhkan kesadaran
6. Merencanakan cara bertindak
7. Melakukan penilaian hasil dan mengakhiri konseling
D. Konseling Ibu Nifas
Masa nifas adalah masa setelah melahirkan, biasanya ibu merasa lelah,
pendampingan harus tetap diberikan oleh bidan karena 12jan pertama dapat terjadi
perdarahan. Setelah pemeriksaan, lakukan komunikasi interpersonal dan konseling
dengan ibu tentang informasi yang berkaitan dengan masa nifas. Ciptakan suasana
yang nyaman dan bina hubungan baik dengan ibu agar ibu merasa nyaman.
Konseling Untuk Ibu Nifas
1. Proses Masa Nifas
a. Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa
ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri.
Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode Early Post Partum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode lat post partum (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB.
2. Keluhan Umum Masa Nifas
4
a. Suhu
Suhu badan dapat mengalami peningkatan setelah persalinan, tetapi
tidak lebih dari 38°C. Bila terjadi peningkatan melebihi 38°C selama 2 hari
berturut-turut, maka kemungkinan terjadi infeksi. kontraksi uterus yang diikuti
HIS pengiring menimbulkan rasa nyeri-nyeri ikutan (after pain) terutama pada
multipara, masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan
endomentrium serta sisa dari implantasi plasenta yang disebut lochea.
b. Pengeluaran lochea
Pengeluaran lochea terdiri dari :
1) Lochea rubra ( hari ke 1 – 2)
Terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa ketuban, sel-sel desidua, sisa-
sisa vernix caseosa, lanugo, dan meconium
2) Lochea sanguinolenta (hari ke 3 – 7 )
Terdiri dari : darah bercampur lendir, warna kecoklatan.
3) Lochea serosa ( hari ke 7 – 14)
Berwarna kekuningan.
4) Lochea alba ( hari ke 14 – selesai masa nifas)
Hanya merupakan cairan putih, lochea yang berbau busuk dan terinfeksi
disebut lochea purulent.
c. Payudara
Pada payudara terjadi perubahan atropik yang terjadi pada organ
pelvix, payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali
jika laktasi supresi payudara akan lebih menjadi besar, kencang dan lebih nyeri
tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya
laktasi. Hari kedua post partum sejumlah colostrums cairan yang disekresi
oleh payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi dapat diperas
dari puting susu. Colostrums banyak mengandung protein, yang sebagian
besar globulin dan lebih banyak mineral tapi gula dan lemak sedikit.
d. Traktus Urinarius
Buang air sering sulit selama 24 jam pertama, karena mengalami
kompresi antara kepala dan tulang pubis selama persalinan. Urine dalam
jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan.
5
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air
akan mengalani penurunan yang mencolok, keadaan ini menyebabkan diuresis.
e. System Kardiovarkuler
Normalnya selama beberapa hari pertama setelah kelahiran, Hb,
Hematokrit dan hitungan eritrosit berfruktuasi sedang. Akan tetapi umumnya,
jika kadar ini turun jauh di bawah tingkat yang ada tepat sebelum atau selama
persalinan awal wanita tersebut kehilangan darah yang cukup banyak. Pada
minggu pertama setelah kelahiran , volume darah kembali mendekati seperti
jumlah darah waktu tidak hamil yang biasa, setelah 2 minggu perubahan ini
kembali normal seperti keadaan tidak hamil.
3. Tanda-Tanda Kegawatan Masa Nifas
a. Perdarahan karena retensio plasenta
Persalinan terbagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, ibu hamil
akan mengalami kontraksi, yang memicu pembukaan pada leher rahim.
Kemudian, ibu hamil memasuki tahap kedua atau proses persalinan. Pada
tahap ini, ibu mulai mendorong bayi keluar. Setelah bayi lahir, plasenta akan
keluar beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Proses keluarnya plasenta ini
adalah tahap ketiga atau tahap terakhir. Umumnya persalinan normal akan
melalui 3 tahapan tersebut. Akan tetapi pada ibu dengan retensi plasenta,
plasenta tidak keluar dari dalam rahim bahkan hingga lewat dari 30 menit.
Plasenta adalah organ yang terbentuk di dalam rahim ketika masa
kehamilan dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi dan oksigen
untuk janin, serta membuang limbah sisa metabolisme dari darah.
Gejala Retensi Plasenta
Tertahannya sebagian atau seluruh plasenta di dalam tubuh hingga
satu jam setelah proses persalinan usai, merupakan gejala utama retensi
plasenta. Bila plasenta masih tertinggal di dalam rahim, gejala lain akan
muncul sehari setelah persalinan, yaitu berupa:
 Perdarahan hebat.
 Nyeri yang berlangsung lama.
 Demam.
 Keluar cairan dan jaringan berbau tidak sedap dari vagina.
6
Penyebab Retensi Plasenta
Berdasarkan penyebabnya, retensi plasenta dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
 Placenta adherens. Placenta adherens terjadi ketika rahim tidak cukup
kuat berkontraksi dan mengeluarkan plasenta. Kondisi ini disebabkan
perlekatan sebagian atau seluruh plasenta pada dinding rahim. Placenta
adherens adalah jenis retensi plasenta yang paling umum terjadi.
 Plasenta akreta. Plasenta akreta terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu
dalam di dinding rahim. Umumnya kondisi ini disebabkan oleh kelainan
pada lapisan rahim, akibat menjalani operasi caesar atau operasi rahim.
 Trapped placenta. Trapped placenta adalah kondisi ketika plasenta sudah
terlepas dari dinding rahim, tetapi belum keluar dari rahim. Kondisi ini
terjadi akibat menutupnya leher rahim (serviks) sebelum plasenta keluar.
Faktor Risiko Retensi Plasenta
Retensi plasenta lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa
faktor berikut:
 Hamil saat berusia di atas 30 tahun.
 Melahirkan di bawah usia kehamilan 34 minggu (kelahiran prematur).
 Mengalami proses persalinan kala 1 atau kala 2 yang terlalu lama.
 Persalinan dengan janin mati dalam kandungan.
Diagnosis Retensi Plasenta
Dokter akan memeriksa plasenta yang keluar dari rahim, untuk
memastikan plasenta telah keluar sepenuhnya. Walaupun demikian, tetap
berisiko ada bagian plasenta yang tertinggal di dalam rahim. Pada kondisi ini,
pasien akan menunjukkan gejala seperti yang telah dijelaskan di atas. Bila
diperlukan, dokter akan menjalankan pemeriksaan USG panggul untuk melihat
kondisi rahim.
Komplikasi Retensi Plasenta
Retensi plasenta menyebabkan pembuluh darah yang melekat pada
plasenta terus mengalirkan darah. Selain itu, rahim tidak dapat menutup
sempurna, sehingga tidak bisa menghentikan perdarahan. Bila plasenta tidak

7
keluar hingga 30 menit setelah persalinan, akan terjadi perdarahan yang
signifikan dan dapat mengancam nyawa pasien.
Pengobatan Retensi Plasenta
Penanganan retensi plasenta bertujuan untuk mengeluarkan plasenta
dari dalam rahim, menggunakan sejumlah metode antara lain:
 Mengeluarkan plasenta dari rahim menggunakan tangan. Prosedur ini
harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat meningkatkan risiko infeksi.
 Menggunakan obat-obatan. Beberapa obat bentuk suntik
seperti ergometerine, methylergometrine  atau oksitosin, dapat digunakan
untuk membuat rahim berkontraksi, sehingga bisa mengeluarkan plasenta.
Selain dua metode di atas, dokter akan menyarankan pasien untuk
sering berkemih. Hal ini karena kandung kemih yang penuh dapat mencegah
keluarnya plasenta. Dokter juga akan menyarankan pasien agar segera
menyusui, untuk memicu pelepasan hormon yang dapat meningkatkan
kontraksi rahim dan membantu plasenta keluar. Bila semua metode di atas
tidak berhasil mengeluarkan plasenta dari rahim, dokter akan menjalankan
prosedur bedah. Langkah ini merupakan pilihan terakhir.
Pencegahan Retensi Plasenta
Sebagai tindakan antisipasi, dokter akan merekomendasikan langkah
pencegahan selama tahap atau kala 3 persalinan, seperti:
 Pemberian obat-obatan seperti oksitosin, untuk merangsang kontraksi rahim
dan mengeluarkan plasenta.
 Menjalankan prosedur controlled cord traction (CCT) setelah plasenta
terlepas dari rahim. Dokter akan menjepit kemudian menarik tali pusar bayi
sambil menekan perut ibu.
 Melakukan pijatan ringan di area rahim sesudah bayi lahir, untuk
mengembalikan ukuran rahim, merangsang kontraksi, dan membantu
menghentikan perdarahan.
b. Perdarahan karena atonia uteri
Atonia uteri adalah kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi
kembali setelah melahirkan. Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan
pascapersalinan yang dapat membahayakan nyawa ibu. Atonia uteri atau
8
kegagalan rahim untuk berkontraksi adalah penyebab paling umum perdarahan
postpartum atau perdarahan setelah persalinan yang menjadi salah satu faktor
utama penyebab kematian ibu.
Jika terjadi atonia uteri, perdarahan yang terjadi akan sulit berhenti.
Akibatnya, ibu bisa kehilangan banyak darah. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya detak jantung, menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada
punggung.
Risiko untuk Mengalami Atonia Uteri
Penyebab atonia uteri belum diketahui dengan pasti. Namun,
beberapa faktor selama kehamilan dan proses melahirkan diduga berkontribusi
terhadap terjadinya kondisi ini. Faktor tersebut di antaranya adalah:
 Rahim yang terlalu teregang akibat polihidramnion
 Kehamilan kembar
 Kehamilan dengan bayi berukuran besar
 Persalinan yang sangat cepat atau persalinan yang sangat lama
 Persalinan dengan induksi
 Penggunaan obat-obatan seperti obat bius umum ataupun oksitosin selama
persalinan
Seorang wanita juga lebih berisiko mengalami atonia uteri jika ia
hamil di atas usia 35 tahun, mengalami obesitas, telah melahirkan beberapa
kali, dan memiliki riwayat persalinan macet. Selain kelelahan, anemia, dan
hipotensi ortostatik karena perdarahan, atonia uteri juga dapat menimbulkan
komplikasi syok hipovolemik, yaitu syok karena kurangnya volume darah
yang dapat mengancam nyawa ibu.

9
Langkah Pencegahan Atonia Uteri
Atonia uteri kadang tidak bisa dicegah. Namun, risiko seseorang
untuk mengalami kondisi ini bisa diprediksi, walaupun mungkin sulit karena
hanya berdasarkan riwayat dan pemeriksaan umum kehamilan. Tidak
seperti kelainan pada plasenta, tanda-tanda atonia uteri tidak dapat terlihat
sebelum persalinan.
Pemberian oksitosin setelah seluruh plasenta keluar dan teknik
pemijatan rahim yang benar dapat merangsang kontraksi rahim dan
mengurangi risiko terjadinya atonia uteri. Selain itu, pemantauan denyut nadi,
tekanan darah, jumlah darah yang keluar secara ketat dapat mendeteksi
perdarahan lebih dini, sehingga penyebab perdarahan bisa segera dicari. Ibu
hamil juga perlu menjaga kesehatan dengan baik dan mengonsumsi suplemen
kehamilan secara teratur agar tubuhnya tetap fit hingga akhir kehamilan dan
persalinan bisa berjalan dengan lancar.
Penanganan Atonia Uteri
Atonia uteri akan menyebabkan perdarahan dan bisa menjadi keadaan
serius yang perlu mendapatkan penanganan darurat. Prinsip penanganan atonia
uteri adalah merangsang rahim untuk berkontraksi, menghentikan pendarahan,
dan mengganti volume darah yang hilang. Berikut adalah rinciannya:
Memasang infus dan transfusi darah
Petugas medis akan sesegera mungkin memasang infus dan transfusi
darah. Infus dipasang terutama untuk memberikan obat penghenti pendarahan,
sedangkan transfusi darah diberikan untuk menggantikan darah yang hilang.
Merangsang kontraksi rahim
Dokter akan memberikan obat perangsang kontraksi rahim,
seperti oksitosin, prostaglandin, dan methylergometrine, untuk membantu
rahim agar lebih cepat berkontraksi. Dokter juga bisa merangsang kontraksi
rahim dengan melakukan pijatan pada rahim. Tindakan ini dilakukan dengan
satu tangan berada di dalam rahim dan tangan lain memijat rahim dari luar.
Melakukan tindak embolisasi pembuluh darah rahim
Jika langkah di atas tidak membuahkan hasil, dokter dapat melakukan
embolisasi pembuluh darah rahim, yaitu menyuntikkan suatu zat untuk
10
menyumbat aliran darah ke rahim. Dokter juga bisa melakukan operasi untuk
mengikat pembuluh darah rahim.
Apabila seluruh upaya telah dilakukan, namun masih belum dapat
mengatasi perdarahan akibat atonia uteri, terpaksa dilakukan
operasi pengangkatan rahim untuk menyelamatkan nyawa ibu.
Kadang atonia uteri tidak dapat dicegah, apalagi jika riwayat
kesehatan kehamilan saat ini ataupun sebelumnya tidak diketahui dengan jelas.
Oleh karena itu, setiap ibu hamil perlu berkonsultasi secara rutin dan
memberikan riwayat kesehatan atau kehamilan yang lengkap
kepada dokter agar komplikasi saat melahirkan bisa dicegah.
Tidak hanya itu, dokter kandungan juga dapat menyarankan rumah
sakit yang bisa menunjang persalinan dengan baik, terutama bagi yang
berisiko untuk mengalami atonia uteri. Pasalnya dengan fasilitas penunjang
yang baik, penanganan atonia uteri yang didapat juga akan lebih maksimal.
c. Demam, cairan darah berbau dari jalan lahir
Infeksi nifas dapat terjadi karena disebabkan berkembang biaknya
kuman dari vagina ke dalam rahim akibat kebersihan yang tidak terjaga pada
area kewanitaan. Di samping itu, terdapat kemungkinan lainnya, yakni
berbagai alat yang tidak steril yang digunakan selama persalinan maupun
proses persalinan, misalnya plasenta yang tertinggal di rahim berpotensi
mengakibatkan pembusukan dan pertumbuhan di dalam rahim. Infeksi nifas
umumnya ditandai dengan demam yang tinggi, rasa nyeri di bagian perut
bagian bawah terutama daerah rahim, darah nifas berbau menyengat, dan
darah berwarna kekuningan karena campuran nanah, hingga terjadinya
kelumpuhan pada otot rahim.
Selama masa nifas, Ibu akan mengeluarkan cairan berasal dari rahim
yang disebut dengan lokia. Pada hari pertama dan kedua, lokia rubra atau lokia
kruenta keluar dari vagina Ibu berupa darah segar bercampur sisa selaput
ketuban. Pada hari berikutnya lokia sanguinolenta akan keluar yang berupa
darah bercampur lendir. Setelah satu minggu, disebut lokia serosa sebab sudah
tidak mengandung darah melainkan berwarna kuning. Setelah dua minggu,
disebut lokia alba yang hanya berupa cairan putih. Berikut ini terdapat
11
sejumlah cara yang perlu Ibu lakukan untuk menghindari infeksi pada masa
nifas:
 Menjaga kondisi kesehatan selama kehamilan dengan melakukan
pemeriksaan secara rutin kepada bidan atau dokter kandungan.
 Ibu perlu mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi demi
menghindari anemia. Konsultasikan keluhan Ibu selama hamil kepada ahli
medis, apabila dibutuhkan akan diberikan suplemen tambahan yang
mengandung zat besi.
 Pilihlah tenaga medis yang profesional sehingga lebih mampu menjaga
Ibu dalam menjaga kesterilan proses persalinan.
 Perhatikan asupan cairan Ibu, cukupi kebutuhan dengan mengonsumsi
setidaknya delapan gelas air putih dalam satu hari.
 Menjaga kebersihan organ intim setelah persalinan untuk menghindari
infeksi kuman dan bakteri berbahaya yang berasal dari luar.
4. Tanda-Tanda Komplikasi Masa Nifas
Komplikasi pada masa nifas, antara lain :
1. Infeksi masa nifas
2. Perdarahan dalam masa nifas
3. Infeksi saluran kemih
4. Masalah dalam pemberian ASI
a. Putting susu lecet
b. Payudara bengkak
c. Saluran susu tersumbat
d. Mastitis
e. Abses payudara
5. Kebersihan dan Perawatan Ibu
Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai
berikut : Rawat gabung ( roming in ). Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan
bersama-sama. Tujuannya agar terbentuk ikatan antara ibu dan bayinya dalam
bentuk kasih sayang             ( bounding attachment ), sehingga ibu lebih banyak

12
memperhatikan bayinya, memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI
terjamin.
a. Pemeriksaan umum meliputi kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah
persalinan.
b. Pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan fisik, tekanan darah, nadi, suhu,
respirasi, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
c. Payudara
Perawatan payudara sudah dimulai sejak hamil sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya. Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu
merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oxitosin
dikeluarkan oleh hipofisis. Produksi akan lebih banyak dan involusi uteri akan
lebih sempurna.
d. Lochea; lochea rubra, lochea sanguinolenta
e. Luka jahitan
Luka jahitan apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda infeksi ( kalor,
dolor, turbor, dan tumor ).
f. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kiri dan kekanan serta
diperbolehkan untuk duduk, atau pada hari ke – 4 dan ke- 5 diperbolehkan
pulang.
g. Diet
Makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayuran dan buah-buahan.
h. Miksi
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya, paling tidak 4
jam setelah kelahiran. Bila sakit, kencing dikaterisasi.

i. Defekasi
Buang air besar dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila sulit bab dan
terjadi obstipasi apabila bab keras dapat diberikan laksans per oral atau
perektal. Jika belum biasa dilakukan klisma.
13
j. Kebersihan diri
Anjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, membersihkan
daerah kelamin dengan air dan sabun, dari vulva terlebih dahulu dari depan ke
belakang kemudian anus, kemudian mengganti pembalut setidaknya dua kali
sehari, mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan kelamin.
k. Menganjurkan pada ibu agar mengikuti KB sendini mungkin setelah 40 hari
(16 minggu post partum)
l. Imunisasi
Menganjurkan ibu untuk selalu membawa bayinya ke RS, PKM, posyandu
atau dokter praktek untuk memperoleh imunisasi.
6. Kolostrum dan Pemberian Asi
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam organik yang di sekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu,
sebagai makanan utama bagi bayi.
Pada hari pertama dan kedua, bayi mulai banyak menangis dan ingin
menyusu, kondisi ini kerap membuat ibu dan keluarga frustasi, dan tergoda untuk
memberikan susu formula sebagai pengganti ASI, padahal jika ASI sedikit dan
hanya keluar setetes demi setetes merupakan hal yang wajar di hari pertama
sampai ketiga. ASI dalam bentuk kolostrum sudah di produksi sejak kehamilan
usia 12 -16 minggu. Jumlahnya selama 3 hari pertama bervariasi, sekitar 2-20 ml
setiap kegiatan menyusui. Memang tidak banyak, tapi itulah yang paling sesuai
dengan kebutuhan bayi saat ini. Kolostrum dapat membersihkan usus bayi. BAB
bayi ikut serta dalam pembuangan bilirubin, untuk mencegah kadarnya terlalu
tinggi dalam tubuh bayi. Bedasarkan Undang – Undang No 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 33 Tahun
2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, Peraturan Bersama Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, Menteri Kesehatan, Nomor: 48/MEN.PP/XII/2008,
Nomor: PER.27/MEN/XII/2008, dan Nomor: 177/MENKES/PB/XII/2008 tentang
Peningkatan Pemberian ASI selama Waktu Kerja di Tempat Kerja, disebutkan
bahwa pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan sebesar 30,2 %,
sedangkan target nasional 75 %. Bedasarkan dari hasil Riskesdas pada tahun 2018

14
di Provinsi Jawa Tengah yaitu 92,5 diberikan semua, 3,9 dibuang sebagian, dan
1,4 dibuang semua.
Data SDKI (2012) menunjukkan presentasi bayi yang menerima ASI
Eksklusif di Indonesia yaitu 42% dan menurun menjadi 30,2% pada tahun 2013.
Pada tahun 2013, cakupan Asi Eksklusif 61,17 % di tahun 2014 turun menjadi
59,3%, dan angka ini menunjukan bahwa cakupan ASI Eksklusif di kabupaten
Kebumen masih di bawah target nasional 80 %. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan Ibu tidak memberikan kolostrum bagi bayinya, dan penyebab masih
rendahnya praktik pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Kebumen adalah
kurangnya tingkat pengetahuan Ibu mengenai manfaat kolostrum bagi bayi, dan
beberapa persepsi yang salah mengenai kolostrum, yang dipandang sebagai ASI
yang kotor, sehingga tidak patut diberikan pada bayi. Kandungan kolostrum yang
tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu di masa setelah persalinan tidak
memberikan kolostrum pada bayi baru lahir karena pengetahuan tentang
kandungan kolostrum itu tidak ada.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan
November 2019 di Klinik Permata Ibu Kebumen, dari hasil wawancara dengan 8
ibu nifas yang bersalin secara normal, dimana dari jumlah tersebut terdapat 5 ibu
nifas yang belum mengetahui tentang manfaat kolostrum dan tidak memberikan
kolostrumnya secara penuh dengan alasan ASI pada hari pertama belum lancar
dan masih keluar sedikitsedikit, sehingga disambung dengan susu formula,
sedangkan 3 orang ibu nifas sudah mengetahui informasi kolostrum yaitu pada
saat bidan memberikan konseling, dan ibu telah memberikan kolostrumnya secara
penuh untuk bayinya, meskipun kolostrum baru keluar sedikit pada hari pertama
postpartum. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh antara konseling pada
ibu nifas terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di Klinik Permata
Ibu, Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen.
7. Teknik menyusui
a. Pembentukan dan Persiapan ASI
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada
kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air, lemak serta
berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan
15
sakit. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan, perkembangan
dan persiapan untuk memberikan ASI makin tampak. Payudara
makin besar, puting susu makin menonjol, pembuluh darah makin
tampak, dan aerola mamae makin menghitam.
Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan
jalan :
1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga
epitel yang lepas tidak menumpuk.
2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol
untuk memudahkan isapan bayi.
3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu
atau dengan jalan operasi.
b. Posisi dan Perlekatan Menyusui
Menurut Varney (2007), hal yang harus diperhatikan dalam posisi
menyusui adalah sebagai berikut:
1. Posisi menggendong, bayi berbaring miring, menghadap ibu. Kepala,
leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada lengan bawah lateral
payudara. Ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang
payudara jika diperlukan.
2. Pada posisi menggendong-menyilang, bayi berbaring miring,
menghadap ibu. Kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada
telapak kontralateral dan sepanjang lengan bawahnya. Ibu
menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika
diperlukan.
3. Posisi mengapit, bayi berbaring miring atau punggung
melingkar antara lengan dan samping dada ibu. Lengan
bawah dan tangan ibu menyangga bayi, dan ibu
menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara
jika diperlukan.
4. Posisi berbaring miring, ibu dan bayi berbaring miring saling
berhadapan. Posisi ini merupakan posisi paling nyaman bagi
ibu yang menjalani penyembuhan dari pelahiran melalui
16
pembedahan.
Menurut Purwanti (2004) posisi yang nyaman saat
menyusui sangat penting. Lecet pada puting susu dan payudara
merupakan kondisi tidak normal saat menyusui. Penyebab lecet
yang paling umum adalah perlekatan yang tidak benar pada
payudara.
c. Langkah-Langkah Menyusui Yang Benar
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusui menurut
Perinasia (2004), adalah :
1. Sebelum menyusui, Cuci tangan yang bersih dengan sabun,
perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting, duduk dan
berbaring dengan santai.Cara ini memiliki manfaat sebagai
desinfektan dan menjaga kelembapan puting susu.
2. Payudara dipegang dengan menggunakan ibu jari dibagian
atas (corpus) dan jari yang lain menopang. Jangan menekan
puting susu atau aerolanya saja.
3. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah
seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja,
kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu,
sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu,
dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke
puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka
lebar.
4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting
reflex) dengan cara menyentuh ujung pipi dengan puting
susu atau menyentuh sisi mulut.
5. Setelah bayi membuka mulut, sesegera mungkin kepala bayi
didekatkan ke arah payudara ibu dengan puting serta aerola
dimasukkan ke mulut bayi.
6. Usahakan sebagian besar aerola dapat masuk ke dalam
mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-
langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
17
penampungan ASI yang terletak di bawah areola.
7. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang
atau disangga lagi.
8. Melepas isapan bayi dengan cara :
Setelah menyusui pada payudara sampai terasa kosong,
sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang lain. Cara
melepas isapan bayi yaitu dagu bayi ditekan ke bawah atau
jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut
mulut.
9. Menyusui berikutnya mulai dari payudara yang belum
terkosongkan (yang dihisap terakhir).
10. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada puting susu dan aerola sekitarnya.
11. Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara
dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh-Jawa)
setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi :
1. Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu
kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan,
2. Bayi tidur tengkurap dipangkuan ibu, kemudian
punggungnya ditepuk perlahan-lahan.
d. Lama dan Frekuensi Menyusui
Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan
menyusui bayi dilakukan setiap saat apabila bayi membutuhkannya. Ibu
harus menyusui bayinya jika bayi menangis bukan karena sebab yang lain
misalnya buang air besar, buang air kecil, kepanasan atau kedinginan.
Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7
menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada
walnya bayi tidak memiliki jadwal pola menyusui secara teratur dan akan
mempunyai jadwal pola menyusui tertentu setelah 1-2 minggu kemudian
(Perinasia, 2004).
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena
18
isapan bayi akan sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI
selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai dengan kebutuhan bayi
akan mencegah timbulnya masalah dalam menyusui.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara sebaiknya
setiap kali menyusui harus menggunakan kedua payudara secara
bergantian. Anjurkan kepada ibu agar menyusui sampai payudara terasa
kosong, agar produksi ASI menjadi baik. Selama masa menyusui
sebaiknya ibu menggunakan penyangga dada yang tidak terlalu ketat
(Budiasih, 2008).
e. Tanda Bayi Menyusui Dengan Benar
Menyusui dengan teknik yang tidak benar akan mengakibatkan
putting susu lecet, ASI tidak keluar secara optimal sehingga dapat
mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau menyebabkan bayi menjadi
enggan menyusu (Perinasia, 2004).
Menurut Suryoprajogo (2009) apabila bayi telah menyusu dengan
benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Mulut bayi seluruhnya tertangkup di puting dan payudara
2. Dahi bayi menyentuh payudara
3. Payudara tidak nyeri ketika disusui
4. Apabila ibu dapat melihat daerah aerola, maka ibu seharusnya
5. Melihat aerola lebih banyak masuk ke dalam mulut bayi
6. Pipi bayi tidak tertekan
7. Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
8. Kepala agak menengadah
9. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
10. Apabila sudah selesai menyusu maka bayi akan
melepaskan putting dengan sendirinya (Proverawati dan
Rahmawati, 2010).
8. Kebutuhan Ibu Pada Masa Nifas
Kebutuhan ibu pada masa nifas antara lain :
1. Kebutuhan nutrisi dan cairan
2. Kebutuhan ambulasi Kebutuhan eliminasi
19
a. Buang air kecil
b. Buang air besar.
3. Kebutuhan personal hygiene
4. Kebutuhan istirahat dan tidur
5. Kebutuhan aktivitas seksual
9. Aktivitas ibu pada masa nifas
10. Hubungan senggama masa nifas dan program KB
Sebaiknya berhubungan seksual sesudah masa nifas. Masa nifas itu sendiri
terjadi selama sekitar 6 minggu. Pada masa nifas, rahim sedang dalam proses
penyembuhan sehingga jika melakukan hubungan intim akan berisiko seperti :
1. Iritasi organ intim
2. Peradangan pada panggul
3. Emboli udara / masuknya udara ke pembuluh darah karena masih
adanya luka terbuka pada rahim
4. Nyeri hebat
5. Saat menyusui keluar hormone prolactin yang menghambat
terjadinya ovulasi.
6. Kehamilan bisa saja terjadi
11. Perubahan Emosi Ibu
Perubahan psikologis yang terjadi pada masa nifas, antara lain :
6. Taking in period
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih
mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, serta
kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
7. Taking hold period
Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap
perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga
membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan
yang dialami ibu.
8. Letting go period
20
Dialami setelah ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan menyadari atau merasa
kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya
12. Kunjungan
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat
kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan
ibu nifas maupun bayinya. Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan
kunjungan masa nifas.
Kunjungan masa nifas terdiri dari empat kunjungan yaitu :
1. Kunjungan pertama
Kunjungan pertama yaitu dilakukan pada waktu 6-8 jam setelah
persalinan dengan tujuan :
a. Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas karena persalinan atonia
uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan
rujukan bila perdarahan berlanjut.
c. Mendirikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
e. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga agar bayi tetap hangat dan sehat dengan cara mencegah
hipotermia.
2. Kunjungan kedua
Kunjungan yang kedua yaitu dilakukan pada waktu enam hari setelah
persalinan dengan tujuan :

21
1. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilikus, tidak adanya perdarahan abnormal dan tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca
melahirkan, seperti perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara
merawat tali pusat, dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.
3. Kunjungan ketiga
Kunjungan yang ketiga yaitu dilakukan pada waktu dua minggu
setelah persalinan dengan tujuan yang sama seprti kunjungan yang dilakukan
pada waktu enam hari setelah melahirkan yaitu :
1. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca
melahirkan.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda
penyulit.
5. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara
merawat tali pusat, dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.
4. Kunjungan ke empat
Kunjungan yang keempat yaitu dilakukan setelah enam minggu
persalinan dengan tujuan :
1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami ibu atau
bayinya.
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
E. Konseling Untuk Bayi
1. Tanda-tanda kegawatan pada bayi
2. Kebersihan bayi
3. Perawatan tali pusat
4. Imunisasi
22
5. Status kesehatan bayi
6. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan bayi
1.2 Penerapan Komunikasi / Konseling Pada Konseptor KB
Bidan dapat membantu klien untuk memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi
yang akan digunakan. Jika menggunakan teknik konseling yang baik dan memberikan
informasi yang tepat, maka klien akan lebih yakin dan merasa lebih puas dalam
menentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan.
Sikap Bidan Sebagai Konselor
• Memperlakukan klien dengan baik
• Interaksi dengan klien
• Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
• Menyediakan metode yang diinginkan klien
• Membantu klien mengerti dan mengingat
Langkah-langkah Konseling KB (SATU TUJU)
• SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan.
• Berikan perhatian sepenuhnya kepada klien dan berbincan-bincang ditempat yang
nyaman serta terjamin privasinya.
• Yakinkan klien untuk membangun rasa percaya diri
• Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang
dapat diperolehnya
• Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai
pengalaman KB dan kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan, serta
keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya.
• Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh klien.
• Berikan perhatian kepada klien, apakah yang disampaikan klien sesuai dengan kata-
kata, gerak isyarat dan caranya.
• Coba tempatkan diri di dalam diri klien. Perhatikan bahwa bidan sebagai konselor
mampu memahami kliennya.
• Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan kontrasepsi yang
paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi.
• Bantulah klien pada jenis kontrasepsi yang paling diinginkan klien, serta jelaskan
jenis-jenis alternatif kontrasepsi lain yang ada
23
• BanTUlah klien menentukan pilihannya.
• Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya.
• Dukungan klien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.
• Tanggapilah secara terbuka
• Bidan sebaiknya membantu klien untuk mempertimbangkan kriteria dan keinginan
klien terhadap setiap jenis kontrasepsi
• Tanyakan juga apakah pasangan akan memberi dukungan dengan pilihan klien.
• Yakinkan bahwa klien telah mengambil keputusan yang tepat
• Jelaskan secara lengkap kepada klien bagaimana menggunakan kontrasepsi
pilihannya.
• Setelah klien memilih jenis kontrasepsi, apabila diperlukan perhatikan alat
kontrasepsinya.
• Jelaskan bagaimana alat kontrasepsi tersebut digunakan dan bagaimana cara
penggunaannya
• Sekali lagi, dukung klien untuk bertanya dan jawablah secara jelas dan terbuka.
• Perlunya kunjungan Ulang
• Diskusikan dan buat kontrak dengan klien untuk melakukan pemeriksaan lanjutaan
atau permintaan kontrasepsi apabila dibutuhkan
• Ingatkan pula untuk melakukan pemeriksaan apabila terjadi permasalahan tentang
kontrasepsi pilihannya

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bantuan konseling pada ibu nifas meliputi adaptasi padfa masa nifas, teknik
menyusui dan perawatan payudara atau manajemen laktasi. Pemahaman klien terhadap
keadaan dirinya perlu memperoleh bantuan, hal tersebut karena klien masih dalam
keadaan lelah akibat persalinan, adanya perasaan nyeri setelah bersalin, engorgement,
proses involusi, proses lokhea, laktasi. Pelaksanaan asuhan kebidanan dengan rawat
gabung (rooming in) yang artinya pelaksanaan rawat gabung ibu dan bayinya. Dalam
keadaan tersebut, ibu diajak untuk mulai memperhatikan bayinya dan mulai melakukan
kedekatan antar ibu dan bayinya.
3.2 Saran
Makalah yang kami susun semoga bisa membantu kita lebih memahami tentang
landasan dan tujuan penerapan komunikasi / konseling pada : ibu nifas dan akseptor KB.
Mohon permakluman dari semuanya jika dalam makalah kami ini masih terdapat banyak
kekeliruan baik bahasa maupun pemahaman.

25
DAFTAR PUSTAKA
Marmi. 2011. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Maryunani.
2015. Asuhan ibu nifas dan asuhan ibu menyusui. Bogor : In Media
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2013. Asuhan kebidanan patologi kebidanan. Jakarta :
Trans Info Media. Saleha, Sitti. 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta :
Salemba Medika Wulandari, Diah. 2012. Komunikasi Dan Konseling Dallam Praktek
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. (2010). Asuhan kebidanan IV (patologi kebidanan). Jakarta:
Trans Info Media.
Zuliyanti, N. I., & Febriana, A. (2021). Pengaruh Konseling pada Ibu Nifas terhadap
Pemberian Kolostrum pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kebidanan Harapan Ibu
Pekalongan, 8(1), 46-50.
SANDI, R. W. (2019). PENGARUH KONSELING TERHADAP AKSEPTOR KB DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALAT KONTRASEPSI PADA MASA NIFAS DI
KLINIK PRATAMA NIAR TAHUN 2018.
Tyastuti, S. 2008. Komunikasi dan Konseling dalam Pelayanan Kebidanan. Fitramaya
Press: Jogjakarta.
Basuki, D. R., & Soesilowati, R. (2017). Pengaruh Pengetahuan Mengenai Program KB
Terhadap Kemantapan Pemilihan Alat Kontrasepsi Di RSIA Aprillia
Cilacap. Sainteks, 12(2).
Mulianda, R. T., & Gultom, D. Y. (2019). Pengaruh Pemberian Konseling Kb terhadap
Pemilihan Kontrasepsi Jangka Panjang (Mkjp) di Kelurahan Belawan Bahagia Tahun
2018. Jurnal Ilmiah Kebidanan Imelda, 5(2), 651-654.
Rahayu, E. W., & Rusminingsih, R. (2015). Pengaruh Konseling Keluarga Berencana
terhadap Tingkat Pengetahuan dan Minat Menjadi Akseptor Keluarga Berencana
Pasca Persalinan di Puskesmas Mlati II Yogyakarta (Doctoral dissertation,
STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).
Ramadhan, F., & Fajarini, Y. I. (2018). PENGARUH KONSELING TENTANG
KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
WANITA USIA SUBUR (WUS) DESA JENDI KECAMATAN GIRIMARTO
KABUPATEN WONOGIRI. STIKES DUTAGAMA KLATEN, 10(2), 59-69.

26

Anda mungkin juga menyukai