Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

September 2020

KATARAK SENILIS MATUR ODS

OLEH :
Gemantri Veyonda Zikry
G1A220013

PEMBIMBING:
dr. Rozy Onesta, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


SMF/BAGIAN MATA RSUD H. ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

KATARAK SENILIS MATUR ODS

DISUSUN OLEH
Gemantri Veyonda Zikry
G1A220013

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior


Bagian Mata RSUD H. Abdul Manap
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Jambi, September 2020


PEMBIMBING

dr. Rozy Onesta, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas kasus pada Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang berjudul “Katarak
Senilis Matur ODS”.
Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Mata RSUD Raden Mattaher Jambi dan RSUD H. Abdul Manap Jambi dan
melihat penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Rozy Onesta, Sp.M selaku preseptor yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga
diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Jambi, September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................8
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................36
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................…38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan


latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat
keduanya. Katarak di klasifikasikan menjadi 3 bagian. Yakni katarak kongenital,
katarak  juvenil, dan katarak senilis. Ringkasnya, katarak adalah setiap kekeurah
yang terjadi dari pada lensa atau kapsula lensa.1,2,3
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut yaitu diatas 50 tahun. Hal ini terjadi karena suatu perubahan degenerasidari
lensa atau karena proses penuaan. Dalam perlangsungannya katarak senilis dibagi
dalam 4 stadium : stadium insipien, imatur, matur, dan hipermatur.1,2,3
Penyebab katarak senilis sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti.Tetapi, seiring dengan meningkatnya usia, maka lensa seseorang
akan mengalami perubahan- perubahan yaitu bertambahnya tekanan dan ketebalan
lensa, serta berkurangnya kekuatan akomodasi dari lensa.4
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan
apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti
glaukoma.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan :
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Tebing Tinggi

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis)


2.2.1 Keluhan Utama
Pandangan kabur pada mata kanan dan kiri secara perlahan sejak ± 5 bulan
SMRS
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang berobat ke poli mata RSUD H.Abdul Manap pada taggal 10
September 2020. Pasien mengeluhkan penglihatan mata kanan dan kiri yang
menjadi kabur secara perlahan sejak + 5 bulan lalu. Pasien mengatakan awalnya
penglihatan kabur dialami mata kirinya lalu mata kanannya. Keluhan menetap dan
memberat perlahan. Pasien mengeluh penglihatan kabur seperti melihat asap atau
berkabut pada mata, lalu lama-kelamaan penglihatan pasien menjadi kabur dan
jarak pandang semakin berkurang. Keluhan ini disertai dengan keluhan mudah
merasa silau saat melihat cahaya. Pandangan berasap dan rasa silau semakin
memberat jika pasien berada di ruang terbuka atau ruang dengan lampu yang
terang..
Riwayat mata merah (+), nyeri pada mata (+), pandangan seperti
terowongan (-), sering menabrak saat berjalan malam hari (-), mual muntah (-).
Riwayat penggunaan kacamata sebelumnya (+), riwayat cedera mata (-), riwayat
minum obat-obatan sebelumnya (-), riwayat merokok (+).

2
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat mengalami keluhan serupa (-)
 Riw. gangguan penglihatan sejak lahir/kecil (-)
 Riwayat trauma pada daerah mata (-)
 Riwayat mata merah (+)
 Riw. penggunaan kacamata (+)
 Riw. penggunaan tetes mata jangka panjang (-)
 Riw. konsumsi obat-obatan jangka panjang (-)
 Riwayat Hipertensi (+)
 Riwayat DM (-)

2.2.4 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


 Riwayat katarak (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)

2.2.5 Riwayat gizi


BB = , TB =
IMT =
Status gizi :

2.2.6 Keadaan sosial ekonomi


Pasien sudah menikah dan memiliki anak dan pasien berobat menggunakan
biaya sendiri. Kesan sosial ekonomi pasien cukup.

3
2.2.7 Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan
Trac. Digestivus : Gastritis
Kardiovaskuler : Hipertensi
Endokrin : Hiperuresemia
Neurologi : Tidak ada keluhan
THT : Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Oftalmologikus
Pemeriksaan Visus dan Refraksi
OD OS
Visus : Visus :
5/60 3/60

Muscle Balance
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palpebra Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
superior sekret mukopurulen (-) sekret mukopurulen (-)

Palpebra Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


inferior sekret mukopurulen (-) sekret mukopurulen (-)

4
Cilia Trikiasis (-), distikiasis (-) Trikiasis (-), distikiasis (-)

Ap. Pembengkakan kelj. dan sakus Pembengkakan kelj. dan sakus


lacrimalis lakrimal (-), hiperemis punktum lakrimal (-), hiperemis punktum
lakrimal sup et inf (-), pus (-) lakrimal sup et inf (-), pus (-)
Conjungtiva Hiperemis (-), anemis (+) Hiperemis (-), anemis (+)
tarsus
superior
Conjungtiva Hiperemis (-), anemis (+) Hiperemis (-), anemis (+)
tarsus inferior
Conjungtiva Injeksi konjungtiva (-), injeksi Injeksi konjungtiva (-), injeksi
bulbi siliar (-), hiperemis (-) siliar (-), hiperemis (-)

Kornea Jernih Jernih

COA Dalam, pus (-), darah (-) Darah, pus (-), darah (-)

Pupil Bulat, isokor, diameter 3 mm, Bulat, isokor, diameter 3 mm,


refleks pupil direct (+) dan refleks pupil direct (-) dan
indirect (+) indirect (-)
Iris Warna Coklat, kripta jelas Warna Coklat, kripta jelas

Lensa Keruh, lensa di tengah, shadow Keruh, lensa di tengah, shadow


test (-) test (-)

Pemeriksaan Slit Lamp dan Biomicroscopy


Tidak dilakukan

Tonometer

5
OD OS
 Manual : N  Manual : N
 Schiotz : -  Schiotz : -
 Non Contact Tonometri: -  Non Contact Tonometri: -

Funduskopi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Visual Field
Terdapat penurunan lapang pandang Terdapat penurunan lapang pandang

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan Tidak dilakukan pemeriksaan
Berat badan Tidak dilakukan Pemeriksaan
Tekanan darah 160/90 mmHg
Nadi Tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu Tidak dilakukan pemeriksaan
Pernapasan Tidak dilakukan pemeriksaan
Kerdiovaskuler Tidak dilakukan pemeriksaan
Traktus gastrointestinal Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru-paru Tidak dilakukan pemeriksaan
Neurologi Tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosis : Katarak Senilis Matur ODS

Anjuran pemeriksaan :
- Biometri ODS
- Funduskopi setelah operasi katarak
Pengobatan :
 Non Medkamentosa:
- Edukasi tentang penyakit katarak
 Pembedahan
Prognosis :
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam: Bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Lensa


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula
(Zonula zinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior
lensa terdapat humour aquos dan disebelah posterior terdapat vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat – serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama kelamaan menjadi kurang elastik.5
Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior.
Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Radius

7
kurvatura anterior 10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa
adalah 9-10 mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat
usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-
80 tahun.5
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki
serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular.5
Selapis epitel subscapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas
dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul. Lensa memiliki kekuatan refraksi 15-10D.5
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein dan sedikir sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah
ataupun saraf di lensa.5
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:5
1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini

8
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel
epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari
sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin.
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial
yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya
pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini
penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh
dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan
berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan
yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek
dapat dipertahankan.

9
Gambar 3.1 Lensa mata5
3.2 Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
meneganggangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris,
zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi.5
3.3 Definisi Katarak
Keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
Kekeruhan itu terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan

10
serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses
degenerasi.1,6
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi penurunan
penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan secara progresif.
Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di dunia saat ini..5

Gambar 3.2 Lensa Katarak1

3.4 Epidemiologi
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%.
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut
hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan
responden tanpa batasan umur.7

3.5 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat memicu
timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut :1

11
a. Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya diabetes melitus,
dislpidemia.
b. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C.
c. Riwayat keluarga dengan katarak
d. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu
e. Pembedahan mata
f. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang
g. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar ultraviolet.
h. Efek dari merokok dan alkohol

3.6 Patogenesis
Konsep Penuaan
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul
lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan
kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang
tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata
akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat
berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak.

Teori Radikal Bebas


Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih
diperdebatkan, tetapi telah semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah
salah satu faktor penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa
internal itu sendiri bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan
bergantung pada keseragaman penampang dari serat-serat ini serta keteraturan dan
kesejajaran letaknya di dalam lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur
ini menghilang dan serat-serat bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi
menyebabkan cahaya terpencar dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan

12
penglihatan yang parah. Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh
radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada
menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan
katarak. Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin
disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat
kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam
tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening.
Sinar Ultraviolet
Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber
radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam
jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi
ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan
mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang
mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat
terjadinya katarak.
Merokok
Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein
lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid.
Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari
semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak
dibanding dengan yang bukan perokok.

3.7 Faktor Resiko


Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu,
lingkungan, dan faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin,
ras, serta faktor genetik. Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan
sinar ultraviolet, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus,
hipertensi, penggunaan steroid, dan obat-obat penyakit gout. Faktor protektif
meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada wanita.2

13
3.8 Klasifikasi
Berdasarkan anatomi katarak dibagi menjadi:

3.3 Klasifikasi katarak berdasarkan anatomi7

1. Katarak Nuklear
Bentuk katarak yang sangat umum. Kekeruhan terutama pada nucleus
yang terletak dibagian sentral lensa. Katarak ini diakibatkan oleh
bertambahnya usia.
2. Katarak Kortikal
Katarak atau kekeruhan lensa yang terbentuknya pada korteks lensa.
Diabetes mellitus akan mengakibatkan katarak kortikal ini. Pemeriksaan
menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran
vakuola dan seperti celah air disebabkan degenerasi serabut lensa, serta
pemisahan lamela korteks anterior atau posterior oleh air. Gambaran
Cortical-spokes seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya
mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat
menggunakan retroiluminasi.
3. Katarak Subkapsular Posterior
Biasanya mulai dibelakang lensa. Bentuk katarak subkapsular sering
ditemukan pada penderita diabetes mellitus, rabun jauh berat, retinitis
pigmentosa atau penderita yang memakai steroid lama. Katarak tipe ini
terletak pada lapisan korteks posterior dan biasanya selalu aksial. Pada
tahap awal biasanya katarak subkapsularis posterior ini masih terlihat
halus pada pemeriksaan slit lamp di lapisan korteks posterior., tetapi pada

14
tahap lebih lanjut terlihat kekeruhan granular dan seperti plak pada korteks
subkapsular posterior. Gejala yang timbul dapat berupa silau, diplopia
monokular dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat jauh.

Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:


1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital digolongkan dalam:
 Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular
dan katarak polaris.
 Katarak Lentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak yang
mengenai korteks atau nukleus lensa saja.
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi pada ibu
seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan riwayat pemakaian
obat selama kehamilan.

2. Katarak Juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun


Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuk
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
seperti:
Katarak metabolik
 Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
 Katarak hipokalsemik (tetanik)

15
 Katarak defisiensi gizi
 Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
 Penyakit Wilson
 Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
Katarak komplikata
 Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
 Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
 Katarak anoksik
 Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin,
busulfan, dan besi).
 Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis imperfekta,
kondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
 Katarak radiasi
3. Katarak Senilis, katarak setelah usia 50 tahun
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarag tidak diketahui
secara pasti. Katarak senil secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.

16
3.4 Gambaran Katarak7
I. Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut Kekeruhan mulai dari tepi
akuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol
mula terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan
ini mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah berbentuk antara
serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa.

3.5 Katarak Insipien9


II. Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis
lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.

17
3.6 Katarak Imatur9
III.Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini biasa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur tidak dikeluarkan,maka cairan lensa akan keluar sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan negatif.

III.7 Katarak Matur9

IV. Katarak hipermatur


Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras
atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan
kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan

18
dengan zonula Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar, korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

3.8 Katarak Hipermatur9


Klasifikasi Katarak Lainnya
a. Katarak Komplikata
Merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor
intraokular, iskemia okular, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin
( hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat
(steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septik dan miotika
antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana
mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapisan korteks,
kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Dapat berbentuk rosete,
retikulum dan biasanya terlihat vakuol.
Dikenal 2 bentuk yaitu:
 Kelainan pada polus posterior mata terjadi akibat penyakit koroiditis,
retinitis pigmentosa, ablasi retina, miopia tinggi dan kontusio retina.
Biasanya kelainan ini berjalan aksial sehingga sering terlihat nukleus

19
lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina
memberikan gambaran agak berlainan.
 Kelainan pada polus anterior mata Biasanya akibat kelainan kornea
berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada katarak
iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior
sedangkan pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak
disiminata pungtata subkapsular anterior.

b. Katarak Diabetes
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit Diabetes Mellitus.
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk:
 Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemi nyata, pada
lensa akan terlihat kekruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan
hilang jika terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
 Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflakes atau
bentuk piring subkapsular.
 Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologi dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.

c. Katarak Sekunder
Terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal,
paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari ekstraksi katarak ekstra
kapsular (EKEK). Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti
disisio katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan
seluruh membran keruh.

3.9 Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Pasien dengan katarak akan mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa:

20
a. Merasa silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana
tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun
dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa
silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang
mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak
kortikal.
b. Melihat halo disekitar sinar
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada
penderita glaucoma.
c. Penglihatan menurun
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-
hole.
d. Berkabut, berasap
e. Sukar melihat di malam hari atau penerangan redup
f. Melihat ganda
g. Melihat warna terganggu

a. Pemeriksaan Fisik
 Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman
penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan dengan
ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat. Peneglihatan menurun tergantung pada
derajat katarak. Katarak imatur  dari sekitar 6/9 - 1/60 pada katarak
matur hanya 1/300 – 1/~.
 Miopisasi

21
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan
dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga
sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan
berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada
kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat
dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

3.10 Diagnosis Banding


 Katarak diabetes
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus.
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan sistemik, seperti salah satunya
pada penyakit diabetes mellitus.
 Katarak komplikata
Merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor
intraocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos,akibat suatu
trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh
penyakit sistemik endokrin(diabetes melitus, hipoparatiroid,galaktosemia,dan
miotonia distrofi) dan keracunan obat ( tiotepa intravena, steroid local lama,
steroid sistemik, oral kontraseptik dan miotika antikolinesterase ). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya
didaerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapay difus,
pungtata, linear, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol. 
 Katarak traumatik
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Untuk
memastikan ada tidaknya retinopati hipertensif adalah melalui pemeriksaan
funduskopi direk. Funduskopi direk digunakan untuk melihat adanya

22
perubahan fundus akibat hipertensi. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk  flame-shape dan -
blot-shape,cotton-wool spots, dan edema papilla.

3.11 Tatalaksana1,8,9
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Operasi katarak
dilakukan dengan cara ekstraksi lensa dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular.
Pengobatan Preoperatif
 Antibiotik topical
 Preparasi pada mata sebelum operasi dilakukan
 Informed consent
 Menurunkan tekanan bola mata (TIO)
 Menjaga agar pupil tetap berdilatasi

Katarak dapat dilakukan tindakan pembedahan :


1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Merupakan tekhnik bedah yang digunakan sebelum adanya bedah katarak
ekstrakapsular. Seluruh lensa bersama dengan pembungkus atau kapsulnya
dikeluarkan. Diperlukan sayatan yang cukup luas dan jahitan yang banyak
(14-15mm). Prosedur tersebut relatif beresiko tinggi disebabkan oleh insisi
yang lebar dan tekanan pada badan vitreus. Metode ini sekarang sudah
ditinggalkan.
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi
limbus superior 140-160 derajat. Masih dapat dilakukan pada zonula Zinn
yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya
adalah tidak akan terjadi katarak sekunder.5
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post
operasi yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang

23
lebih besar 160-180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat,
rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma
yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema kornea
juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini. insisi
yang sangat lebar dan astigmatisma yang tinggi. Resiko kehilangan vitreus
selama operasi sangat besar.

Gambar 3.9 Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)9

2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE)


Merupakan tekhnik operasi katarak dengan melakukan pengangkatan
nukleus lensa dan korteks melalui pembukaan kapsul anterior yang lebar 9-
10mm, dan meninggalkan kapsul posterior.
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui
robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda,
pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah karena kapsul posterior
untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior
serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula
sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang
dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak sekunder.

24
Gambar 3.10 Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE)9

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Pada tekhnik ini insisi dilakukan di sklera sekitar 5.5mm –7.0mm.
Keuntungan insisi pada sklera kedap air sehingga membuat katup dan isi bola
mata tidak prolaps keluar. Dan karena insisi yang dibuat ukurannya lebih
kecil dan lebih posterior, kurvatura kornea hanya sedikit berubah.
4. Phacoemulsification
Merupakan salah satu tekhnik ekstraksi katarak ekstrakapsuler yang
berbeda dengan ekstraksi katarak ekstrakapsular standar (dengan ekspresi dan
pengangkatan nukleus yang lebar). Sedangkan fakoemulsifikasi
menggunakan insisi kecil, fragmentasi nukleus secara ultrasonik dan aspirasi
korteks lensa dengan menggunakan alat fakoemulsifikasi. Secara teori operasi
katarak dengan fakoemulsifikasi mengalami perkembangan yang cepat dan
telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena mempunyai beberapa
kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi setelah operasi yang
ringan, astigmatisma akibat operasi yang minimal dan penyembuhan luka
yang cepat.
Phacoemulsification merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular
karena sama-sama menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi yang

25
diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari
lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan
getaran ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan
kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif
untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
 (Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah
operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli
selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
 Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.

Gambar 3.11 Phacoemulsification9


Pemasangan Lensa Tanam (IOL)
Merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang
dipakai sampai saat ini yaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa
tipe dari IOL berdasarkan metode fiksasinya di mata:
1. Anterior Chamber IOL

26
Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber.
ACIOL ini dapat ditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang
dipakai karena mempunyai resiko tinggi terjadinya bullous Keratopathy.

2. Iris-Supported lense

Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga
telah jarang dipakai karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya
komplikasi post operatif.

3. Posterior chamber lenses


PCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus
siliar atau oleh capsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai:
 Rigid IOL
Terbuat secara keseluruhan dari PMMA
 Foldable IOL
Dipakai untuk penanaman melalui insisi yang kecil(3,2mm) setelah
tindakan phacoemulsifikasi dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel
dan collaner
 Rollable IOL
IOL yang paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada
phakonit teknik, terbuat dari hydrogel.

27
Pseudophakia
Adalah keadaan aphakia ketika sudah dipasang lensa tanam (IOL).
Keadaan setelah pemasangan lensa tanam:
 Emmetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam tepat. Pasien yang demikian
hanya membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekat saja
 Consecutive Myopia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang
demikian membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekatnya
 Consecutive Hypermetropia
Keadaan dimana kekuatan lensa yang ditanam underkoreksi sehingga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan tambahan +2D
dan +3D untuk penglihatan dekatnya.
Tanda-tanda pseudophakia:
 Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus
 Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata
normal
 Iridodonesis ringan
 Purkinje image test menunjukkan empat gambaran
o Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil
maka akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi
dengan mendilatasi pupil.

28
o Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL yang
ditanam.

3.11 Komplikasi5,6,7
Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah operasi.
Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi
komplikasi operasi.
Komplikasi Intraoperatif
1. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat
terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi
yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi
suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan
pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi
aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu
besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan
mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan
vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita
PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya
diposisikan antitrendelenburg.

2. Posterior Capsule Rupture (PCR)


PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering
terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan
vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR
adalah miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan
zonulopati. Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk
mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya
risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO,
dan endoftalmitis postoperatif katarak.

29
3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga
vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat
menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma
sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia
melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%. Faktor
risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia
tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.

Komplikasi Postoperatif
1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,
atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.
Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea
tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang
menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.

2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar,
perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi
suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan
bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang
menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan
tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO

30
menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.

4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak
dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu,
didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang
disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus
inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.
Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi
LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan
LIO.

5. Edema Makula Kistoid (EMK)


EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran
penebalan retina pada pemeriksaan OCT. Patogenesis EMK adalah peningkatan
permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan
pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan
pasca bedah. EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1%
pasca fakoemulsifikasi. Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus
dan uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5%
diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.

6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%
pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca
bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio

31
retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki,
riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit
dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan
kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah.

7. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun
sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat, hilangnya
penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita,
injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam
penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3
sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan endoftalmitis
yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana
pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal
sikloplegik, dan topikal steroid.

8. Toxic Anterior Segment Syndrome


TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius. Tanda dan
gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis, seperti fotofobia, edema kornea,
penurunan penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang disertai TASS
memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi katarak, sedangkan
endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi. TASS juga menimbulkan
keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa penyebab TASS adalah
pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat, penggunaan pembersih
enzimatik, salah konsentrasi detergen, ultrasonic bath, antibiotik, epinefrin yang
diawetkan, alat singleuse yang digunakan berulang kali saat pembedahan.
Meskipun kebanyakan kasus TASS dapat diobati dengan steroid topikal atau
NSAIDs topikal, reaksi inflamasi terkait TASS dapat menyebabkan kerusakan
parah jaringan intraokular, yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.

32
9. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering. Sebuah
penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun
pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme
PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior
lensa, yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior lensa.
Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan
jenis mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan. PCO
dapat efektif diterapi dengan kapsulotomi Nd:YAG laser; beberapa komplikasi
prosedur laser ini seperti ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular edema,
peningkatan tekanan intraokular, perdarahan iris, edema kornea, subluksasi LIO,
dan endoftalmitis. Pencegahan PCO lebih ditekankan. Teknik operasi pada anak-
anak menggunakan kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear
capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan kejadian PCO.
Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari akrilik dan
silikon,
serta penggunaan agen terapeutik seperti penghambat proteasome, juga
menurunkan kejadian PCO.

10. Surgically Induced Astigmatism (SIA)


Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah
topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA
meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan,
derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior
dangkal. AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu
postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan.

11. Dislokasi LIO(Lensa Intra Okuler)


Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%. Dislokasi LIO
dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul (ekstrakapsuler).
Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua haptik terletak di

33
sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup
pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia
tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina. Tatalaksana kasus ini
adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.
st operasi.

A. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik
(toxic lens syndrome).
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
 Fakolitik 
- Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk disudut kamera okulo anterior bagian kapsul
lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anteriro akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
mereabsorbsi substansi lensa tersebut
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma

 Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aquos tidak lancar
sedangkan produksi berjalan terus akibatnya tekanan intraokuler akan
meningkat dan timbul glaukoma
 Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)

34
- Terjadi reaksi antigen antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.

BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah penurunan fungsi


penglihatan pada kedua mata yang menurun perlahan sejak 5 bulan yang lalu
tanpa keluhan mata merah. Penyakit ini masuk dalam kelompok penyakit mata
tenang visus turun perlahan. Dari kelompok ini kemungkinan penyakit adalah
kelainan refraksi, katarak, glaukoma kronis serta kelainan makula dan retina.
Penglihatan buram pasien dideskripsikan seperti berkabut atau berasap pada kedua
mata , pasien juga merasa cahaya/lampu menjadi lebih silau dari
sebelumnya. Keluhan-keluhan ini memberat terutama saat pasien berada di ruang
terbuka saat siang hari atau di dalam ruangan dengan lampu yang terang. Ini
merupakan gejala penurunan visus yang terdapat pada katarak. Pasien mengaku
sebelumnya ada riwayat memakai kacamata, hal ini menunjukan terdapatnya
kelainan refraksi pada pasien ini sebelumnya. Pasien menyangkal mempunyai
keluhan sering menabrak saat berjalan yang menunjukan tidak adanya gangguan
dalam penyempitan lapangan pandang. Pasien mempunyai riwayat hipertensi,

35
Pasien menyangkal mempunyai riwayat pemakaian obat tetes mata atau
konsumsi obat dalam waktu lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90 mmHg. Dari pemeriksaan visus
didapatkan pada mata kanan tajam penglihatannya 5/60, sedangkan mata kirinya
3/60, yang menjelaskan terjadi penurunan tajam penglihatan akibat lensa yang
keruh. Pada pemeriksaan bola mata versi dan duksi baik. Pemeriksaan eksternal
mata, didapatkan lensa keruh dengan shadow test (-). Untuk memprediksi apakah
telah terjadi komplikasi, dilakukan pemeriksaan TIO manual kedua mata teraba
fluktuasi, N (normal). Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta melihat usia
pasien yang berusia 58 tahun maka dapat dikatakan bahwa katarak yang dialami
pasien termasuk kedalam klasifikasi katarak senilis maka pasien didiagnosa
dengan Katarak Senilis Matur Ocular Dextra Sinistra . Untuk penatalaksanaan
pasien bisa direncanakan pembedahan untuk pergantian lensa.

BAB V
KESIMPULAN

Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan
menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan
penderita terganggu secara berangsur. Katarak senilis adalah katarak yang muncul
pada usia lanjut. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti.
Gejala yang timbul pada pasien katarak yaitu adanya penurunan ketajaman
penglihatan secara progresif yang dimana pasien tidak menghiraukan hal tersebut,
adanya penglihatan seperti berasap dan pada pemeriksaan didapatkan lensa keruh.
Satu-satunya terapi untuk katarak adalah dengan jalan operasi. Saat ini dikenal 4
model operasi, yaitu ICCE, ECCE, SICS dan fakoemulsifikasi. Katarak yang
didiagnosis dan ditangani dengan tepat dan segera akan memberikan prognosis
yang lebih baik bagi fungsi penglihatan penderitanya.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Katarak. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi-3.Yuliani


SR.Jakarta;FKUI; 2005
2. Wijaya N. Lensa (Katarak). Ilmu Penyakit Mata FKUI. Edisi-1.Jakarta;FKUI;
1990.Hal. 40-72
3. Ilyas S, Tansil MS, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Edisi-
2.Jakarta;FKUI;2000
4. Nazira A, Kowara RA, Amalia, Yunaidah Aputri RA, Rahayuningtias, dkk.
Katarak Senilis, risiko bagi orang yang berusia lanjut. Jurnal EPTM
Katarak.Makasar.2018;1(2)
5. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi-4. Jakarta; FKUI;2004
6. Riordan-Eva P, Whitcher JP, Vaughan. Oftalmologi Umum.Jakarta;2010
7. Astari P. Katarak : Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi.
Yogyakarta: FKUGM;2018
8. Trithias A. Faktor- Faktor Yang Berhubungan dengan Katarak Degeneratif di
RSUD Budhi Asih. Jakarta; 2011
9. Victor V. Cataract Senile. 2 november 2018. Philippines;2018

37

Anda mungkin juga menyukai