September 2020
OLEH :
Gemantri Veyonda Zikry
G1A220013
PEMBIMBING:
dr. Rozy Onesta, Sp.M
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
DISUSUN OLEH
Gemantri Veyonda Zikry
G1A220013
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas kasus pada Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang berjudul “Katarak
Senilis Matur ODS”.
Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Mata RSUD Raden Mattaher Jambi dan RSUD H. Abdul Manap Jambi dan
melihat penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Rozy Onesta, Sp.M selaku preseptor yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga
diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................8
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................36
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................…38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mengalami keluhan serupa (-)
Riw. gangguan penglihatan sejak lahir/kecil (-)
Riwayat trauma pada daerah mata (-)
Riwayat mata merah (+)
Riw. penggunaan kacamata (+)
Riw. penggunaan tetes mata jangka panjang (-)
Riw. konsumsi obat-obatan jangka panjang (-)
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat DM (-)
3
2.2.7 Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan
Trac. Digestivus : Gastritis
Kardiovaskuler : Hipertensi
Endokrin : Hiperuresemia
Neurologi : Tidak ada keluhan
THT : Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan
Muscle Balance
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palpebra Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
superior sekret mukopurulen (-) sekret mukopurulen (-)
4
Cilia Trikiasis (-), distikiasis (-) Trikiasis (-), distikiasis (-)
COA Dalam, pus (-), darah (-) Darah, pus (-), darah (-)
Tonometer
5
OD OS
Manual : N Manual : N
Schiotz : - Schiotz : -
Non Contact Tonometri: - Non Contact Tonometri: -
Funduskopi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visual Field
Terdapat penurunan lapang pandang Terdapat penurunan lapang pandang
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan Tidak dilakukan pemeriksaan
Berat badan Tidak dilakukan Pemeriksaan
Tekanan darah 160/90 mmHg
Nadi Tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu Tidak dilakukan pemeriksaan
Pernapasan Tidak dilakukan pemeriksaan
Kerdiovaskuler Tidak dilakukan pemeriksaan
Traktus gastrointestinal Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru-paru Tidak dilakukan pemeriksaan
Neurologi Tidak dilakukan pemeriksaan
Anjuran pemeriksaan :
- Biometri ODS
- Funduskopi setelah operasi katarak
Pengobatan :
Non Medkamentosa:
- Edukasi tentang penyakit katarak
Pembedahan
Prognosis :
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam: Bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
7
kurvatura anterior 10 mm dan radius kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa
adalah 9-10 mm dan ketebalan lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat
usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-
80 tahun.5
Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior
iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di
sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki
serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat
zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
mengelilingi lensa secara sirkular.5
Selapis epitel subscapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas
dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul. Lensa memiliki kekuatan refraksi 15-10D.5
Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein dan sedikir sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah
ataupun saraf di lensa.5
Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:5
1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
8
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel
epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari
sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin.
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial
yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya
pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini
penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh
dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan
berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan
yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek
dapat dipertahankan.
9
Gambar 3.1 Lensa mata5
3.2 Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
meneganggangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris,
zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi.5
3.3 Definisi Katarak
Keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya.
Kekeruhan itu terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan
10
serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses
degenerasi.1,6
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi penurunan
penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan secara progresif.
Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di dunia saat ini..5
3.4 Epidemiologi
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%.
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut
hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan
responden tanpa batasan umur.7
3.5 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat memicu
timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut :1
11
a. Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya diabetes melitus,
dislpidemia.
b. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C.
c. Riwayat keluarga dengan katarak
d. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu
e. Pembedahan mata
f. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang
g. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar ultraviolet.
h. Efek dari merokok dan alkohol
3.6 Patogenesis
Konsep Penuaan
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul
lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan
kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang
tua nukleus ini menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata
akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat
berkurang. Dengan bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak.
12
penglihatan yang parah. Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh
radikal bebas dapat mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada
menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan
katarak. Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia mungkin
disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi sangat
kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di dalam
tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa bening.
Sinar Ultraviolet
Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber
radikal bebas penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam
jumlah besar di dalam sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi
ultraviolet menghasilkan radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan
mata yang transparan sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang
mempunyai riwayat terpajan sinar matahari untuk waktu lama dapat mempercepat
terjadinya katarak.
Merokok
Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein
lensa. Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid.
Kita tahu bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari
semua ini, tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak
dibanding dengan yang bukan perokok.
13
3.8 Klasifikasi
Berdasarkan anatomi katarak dibagi menjadi:
1. Katarak Nuklear
Bentuk katarak yang sangat umum. Kekeruhan terutama pada nucleus
yang terletak dibagian sentral lensa. Katarak ini diakibatkan oleh
bertambahnya usia.
2. Katarak Kortikal
Katarak atau kekeruhan lensa yang terbentuknya pada korteks lensa.
Diabetes mellitus akan mengakibatkan katarak kortikal ini. Pemeriksaan
menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran
vakuola dan seperti celah air disebabkan degenerasi serabut lensa, serta
pemisahan lamela korteks anterior atau posterior oleh air. Gambaran
Cortical-spokes seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya
mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat
menggunakan retroiluminasi.
3. Katarak Subkapsular Posterior
Biasanya mulai dibelakang lensa. Bentuk katarak subkapsular sering
ditemukan pada penderita diabetes mellitus, rabun jauh berat, retinitis
pigmentosa atau penderita yang memakai steroid lama. Katarak tipe ini
terletak pada lapisan korteks posterior dan biasanya selalu aksial. Pada
tahap awal biasanya katarak subkapsularis posterior ini masih terlihat
halus pada pemeriksaan slit lamp di lapisan korteks posterior., tetapi pada
14
tahap lebih lanjut terlihat kekeruhan granular dan seperti plak pada korteks
subkapsular posterior. Gejala yang timbul dapat berupa silau, diplopia
monokular dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat jauh.
15
Katarak defisiensi gizi
Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
Penyakit Wilson
Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
Katarak komplikata
Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
Katarak anoksik
Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol,
triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin,
busulfan, dan besi).
Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis imperfekta,
kondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
Katarak radiasi
3. Katarak Senilis, katarak setelah usia 50 tahun
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarag tidak diketahui
secara pasti. Katarak senil secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.
16
3.4 Gambaran Katarak7
I. Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut Kekeruhan mulai dari tepi
akuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol
mula terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan
ini mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah berbentuk antara
serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa.
17
3.6 Katarak Imatur9
III.Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa.
Kekeruhan ini biasa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur tidak dikeluarkan,maka cairan lensa akan keluar sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan negatif.
18
dengan zonula Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar, korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks
lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
19
lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina
memberikan gambaran agak berlainan.
Kelainan pada polus anterior mata Biasanya akibat kelainan kornea
berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada katarak
iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior
sedangkan pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak
disiminata pungtata subkapsular anterior.
b. Katarak Diabetes
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit Diabetes Mellitus.
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk:
Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemi nyata, pada
lensa akan terlihat kekruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan
hilang jika terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflakes atau
bentuk piring subkapsular.
Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologi dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
c. Katarak Sekunder
Terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal,
paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari ekstraksi katarak ekstra
kapsular (EKEK). Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti
disisio katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan
seluruh membran keruh.
3.9 Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Pasien dengan katarak akan mengeluh, gangguan penglihatan dapat berupa:
20
a. Merasa silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana
tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun
dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa
silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang
mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak
kortikal.
b. Melihat halo disekitar sinar
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada
penderita glaucoma.
c. Penglihatan menurun
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-
hole.
d. Berkabut, berasap
e. Sukar melihat di malam hari atau penerangan redup
f. Melihat ganda
g. Melihat warna terganggu
a. Pemeriksaan Fisik
Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman
penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan dengan
ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat. Peneglihatan menurun tergantung pada
derajat katarak. Katarak imatur dari sekitar 6/9 - 1/60 pada katarak
matur hanya 1/300 – 1/~.
Miopisasi
21
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan
dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga
sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan
berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada
kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat
dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
22
perubahan fundus akibat hipertensi. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan -
blot-shape,cotton-wool spots, dan edema papilla.
3.11 Tatalaksana1,8,9
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Operasi katarak
dilakukan dengan cara ekstraksi lensa dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular.
Pengobatan Preoperatif
Antibiotik topical
Preparasi pada mata sebelum operasi dilakukan
Informed consent
Menurunkan tekanan bola mata (TIO)
Menjaga agar pupil tetap berdilatasi
23
lebih besar 160-180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat,
rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma
yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema kornea
juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini. insisi
yang sangat lebar dan astigmatisma yang tinggi. Resiko kehilangan vitreus
selama operasi sangat besar.
24
Gambar 3.10 Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE)9
25
diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari
lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan
getaran ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan
kecil, kemudian dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif
untuk katarak senilis yang padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
(Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah
operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli
selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.
26
Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber.
ACIOL ini dapat ditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang
dipakai karena mempunyai resiko tinggi terjadinya bullous Keratopathy.
2. Iris-Supported lense
Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga
telah jarang dipakai karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya
komplikasi post operatif.
27
Pseudophakia
Adalah keadaan aphakia ketika sudah dipasang lensa tanam (IOL).
Keadaan setelah pemasangan lensa tanam:
Emmetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam tepat. Pasien yang demikian
hanya membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekat saja
Consecutive Myopia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang
demikian membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekatnya
Consecutive Hypermetropia
Keadaan dimana kekuatan lensa yang ditanam underkoreksi sehingga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan tambahan +2D
dan +3D untuk penglihatan dekatnya.
Tanda-tanda pseudophakia:
Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus
Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata
normal
Iridodonesis ringan
Purkinje image test menunjukkan empat gambaran
o Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil
maka akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi
dengan mendilatasi pupil.
28
o Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL yang
ditanam.
3.11 Komplikasi5,6,7
Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah operasi.
Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi
komplikasi operasi.
Komplikasi Intraoperatif
1. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat
terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi
yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi
suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan
pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi
aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu
besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan
mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan
vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita
PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya
diposisikan antitrendelenburg.
29
3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga
vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat
menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma
sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia
melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%. Faktor
risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia
tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.
Komplikasi Postoperatif
1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,
atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.
Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea
tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang
menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.
2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar,
perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi
suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan
bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang
menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan
tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO
30
menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.
4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak
dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu,
didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang
disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus
inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.
Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi
LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan
LIO.
6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%
pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca
bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio
31
retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki,
riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit
dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan
kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah.
7. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun
sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat, hilangnya
penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita,
injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam
penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3
sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan endoftalmitis
yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana
pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal
sikloplegik, dan topikal steroid.
32
9. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering. Sebuah
penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun
pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme
PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior
lensa, yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior lensa.
Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan
jenis mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan. PCO
dapat efektif diterapi dengan kapsulotomi Nd:YAG laser; beberapa komplikasi
prosedur laser ini seperti ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular edema,
peningkatan tekanan intraokular, perdarahan iris, edema kornea, subluksasi LIO,
dan endoftalmitis. Pencegahan PCO lebih ditekankan. Teknik operasi pada anak-
anak menggunakan kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear
capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan kejadian PCO.
Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari akrilik dan
silikon,
serta penggunaan agen terapeutik seperti penghambat proteasome, juga
menurunkan kejadian PCO.
33
sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup
pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia
tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina. Tatalaksana kasus ini
adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.
st operasi.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aquos tidak lancar
sedangkan produksi berjalan terus akibatnya tekanan intraokuler akan
meningkat dan timbul glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
34
- Terjadi reaksi antigen antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
BAB IV
ANALISIS KASUS
35
Pasien menyangkal mempunyai riwayat pemakaian obat tetes mata atau
konsumsi obat dalam waktu lama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90 mmHg. Dari pemeriksaan visus
didapatkan pada mata kanan tajam penglihatannya 5/60, sedangkan mata kirinya
3/60, yang menjelaskan terjadi penurunan tajam penglihatan akibat lensa yang
keruh. Pada pemeriksaan bola mata versi dan duksi baik. Pemeriksaan eksternal
mata, didapatkan lensa keruh dengan shadow test (-). Untuk memprediksi apakah
telah terjadi komplikasi, dilakukan pemeriksaan TIO manual kedua mata teraba
fluktuasi, N (normal). Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta melihat usia
pasien yang berusia 58 tahun maka dapat dikatakan bahwa katarak yang dialami
pasien termasuk kedalam klasifikasi katarak senilis maka pasien didiagnosa
dengan Katarak Senilis Matur Ocular Dextra Sinistra . Untuk penatalaksanaan
pasien bisa direncanakan pembedahan untuk pergantian lensa.
BAB V
KESIMPULAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan
menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan
penderita terganggu secara berangsur. Katarak senilis adalah katarak yang muncul
pada usia lanjut. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti.
Gejala yang timbul pada pasien katarak yaitu adanya penurunan ketajaman
penglihatan secara progresif yang dimana pasien tidak menghiraukan hal tersebut,
adanya penglihatan seperti berasap dan pada pemeriksaan didapatkan lensa keruh.
Satu-satunya terapi untuk katarak adalah dengan jalan operasi. Saat ini dikenal 4
model operasi, yaitu ICCE, ECCE, SICS dan fakoemulsifikasi. Katarak yang
didiagnosis dan ditangani dengan tepat dan segera akan memberikan prognosis
yang lebih baik bagi fungsi penglihatan penderitanya.
36
DAFTAR PUSTAKA
37