Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-
spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang
secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam
imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang
dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu
mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain
untuk menghancurkan antigen tersebut.

Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan


respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana
merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau
alergi.

Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu


timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen,
sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada
orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat
berlebihan, dapat timbul syok anafilaktik.

Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan


peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan
sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di
permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-ujung serabut
saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang terjadi akibat proses
inflamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat
perubahan fungsi. Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan
sekresi asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang asuhan
keperawatan dengan gangguan hipersensitivitas.
2. Tujuan Khusus
Makalah disusun bertujuan agar :
1) Mahasiswa mengetahui dan memahami penyakit hipersensitivitas
2) Mahasiswa mengetahui konsep keperawatan pada hipersensitivitas

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dibuat
dalam asuhan keperawatan ini adalah bagaimana membangun dan merancang sebuah
sistem pendukung keputusan untuk merekomendasikan menu makanan yang cocok
untuk penderita hipersensitivitas menggunakan metode jaringan semantik secara
otomatis sehingga dapat memfilter makanan apa saja yang mangandung bahan
makanan pemicu alergi.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS PENYAKIT
A. Defenisi
Hipersensitivitas/Alergi adalah respon imunologis yang terjadi secara
konsisten dengan adanya paparan.iritasi dapat terjadi tanpa dapat di prediksi.
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana
tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap
bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia
bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap
asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut
disebut allergen.

B. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :

1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam
lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis
(misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan.
Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin
sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma
kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan
alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya:
ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.

3
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

D. Klasifikasi
1. Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung
atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring,
jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil
hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar
antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga
10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE).
Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi
ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.

Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas


tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur
IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu
penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu
penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat
dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll.
Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I
adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin,
penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau
desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.

2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin
G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan
sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel
atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada
umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel
akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.

4
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi
silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan
kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),
b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk
produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan
menyebabkan lisis sel darah merah), dan
c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus
sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitifitas tipe III


Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun.
Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil
dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi
atau peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang
diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya
fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau
antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan
membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa
asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara
terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada
membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi
beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian
koroid pleksus otak.

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks
imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi.
Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness)
yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun
karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh
paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga

5
menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh
sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A.
fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum
(malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.

4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang
diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena
aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama
dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi
sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah
yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV
adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak
dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type
hipersensitivity, DTH).

E. Manifestasi Klinik
1. Reaksi tipe I
Dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian
antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental)
menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada
pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan
bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan
oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema
laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran
pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang,
dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi
segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat
mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu
sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus
gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan
bronkokonstriksi).

6
2. Reaksi tipe II
Umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia,
eosinofilia dan granulositopenia.

3. Reaksi Hipersensivitas tipe III


1) Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-
lain. gejala sering disertai pruritis.
2) Demam
3) Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
4) Limfadenopati
 Kejang perut, mual
 Neuritis optic
 Glomerulonefritis
 Sindrom lupus eritematosus sistemik
 Gejala vaskulitis lain

4. Hipersensitivitas tipe IV
Dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi pleura.
Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial,
ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi obat.
Adapun Gejala klinis umumnya :
 Pada saluran pernafasan : asma
 Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
 Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam, gatal
 Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

F. Patofisiologi
Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh  seseorang  yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu muncul
maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang  akan memicu aktifnya sel T,
dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk  mengaktifkan antibodi (Ig E).

7
Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh
basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang
sama maka akan terjadi 2 hal  yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah.   Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan
nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun,
kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji kulit :
Sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti
susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi:
Bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik:
Harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari
30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami
infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus:Sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan
IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

8
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

H. PENATALAKSANAAN
Pada reaksi hipersensitivitas akut penatalaksanaan yang dilakukan adalah : Evaluasi
ABC-Airway, Breathing dan Circulation. Selanjutnya apabila ABC stabil kita dapat
memberikan antihistamin dapat berupa dypenhhidramin 10 mg secara intramuskular,
selanjutnya pasien dapat diobservasi selama 4 sampai 6 jam. Apabila keluhan pasien
membaik pasien dapat dipulangkan dan diberi obat oral berupa ceterizine 1x1.
Penanganan Syok Anafilaktik,Apabila keluhan pasien tidak membaik maka pasien
dapat dirawat opname kemudian diberikan steroid dan diobservasi selama 4 jam apabila
kondisi membaik maka pasien boleh dipulangkan. Sedangkan apabila keluhan belum
kunjung hilang maka dicari tau apa penyebabnya, atau apabila terjadi syok anafilaktik
maka dilakukan injeksi epinefrin dengan dosis 0,01 ml/kg/BB sampai mencapai maksimal
0,3 ml subkutan dan diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Seandainnya kondisi
semakin memburuk atau memang kondisinya sudah buruk, suntikan dapat diberikan secara
intramuskuler dan bisa dinaikan sampai 0,5 ml selama pasien diketahui tidak mengidap
penyakit jantung Dosis maksimal epinefrin untuk orang dewasa adalah 0,5 miligram dan
pada anak-anak 0,01 mg/kgBB dimana pemberian epinefrin harus dimonitor secara ketat
pada pasien dengan gangguan jantung serta pasien geriatri.
Pencegahan terhadap paparan alergen merupakan penatalaksanaan terbaik. Untuk
mengetahui secara pasti alergen yang berpotensi menyebabkan hipersensitivitas dapat
dilakukan uji cukit (Skin Prick Test) agar dapat menghindari paparan alergen yang
berpotensi tersebut.
(Markum H.M.S, editor. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2005.)

I. KOMPLIKASI
1. Eritroderma eksfoliativa sekunder
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama (Arief
Mansjoer , 2000 : 121). Etiologi eritroderma eksfoliativa sekunder :
 Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,
sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.

9
 Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis
, pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis
atopik.
 Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma. (Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno
Hasan 2005 : 239)
2. Abses limfedenopati
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran,
konsistensi ataupun jumlahnya. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-
obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol,
captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine,
quinidine, sulfonamida, sulindac). Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh
(generalisata).
3. Furunkulosis
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan
yangdisekitarnya, yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila
furunkelnya lebihdari satu maka disebut furunkolosis. Faktor predisposisi:
 Hygiene yang tidak baik
 Diabetes mellitus
 Kegemukan
 Sindrom hiper IgE
 Carier kronik S.aureus (hidung)
  Gangguan kemotaktik
  Ada penyakit yang mendasari, seperti HIV
 Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi, ekscoriasi, scabies atau pedikulosis
(adanya lesi pada kulit atau kulit utuh bisa juga karena garukan atau sering
bergesekan)
4. Rinitis
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatumediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut (von Pirquet,1986).
5. Stomatitis
Stomatitis Aphtous Reccurent atau yang di kalangan awam disebut sariawan adalah
luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Hingga kini, penyebab dari

10
sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu
atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah:
 Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada
gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga
menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat
makan/mengunyah
  Kekurangan nutrisi,terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
  Stress
 Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa
menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan
terhadap iritasi
 Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita
memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya
sendiri.
 Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan
yang mengiritasi jaringan lunak
 Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas
terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
6. Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah radang atau infeksi pada konjungtiva dimana batasnya dari
kelopak mata hingga sebagian bola mata. Etiologi:
  Infeksi oleh virus
  Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi lainnya
 Kelainan saluran air mata, dll.
7. Kolitis Bronkolitis
8. Hepatomegali

J. PROGNOSIS
Hipersensitivitas dapat kambuh terutama jika bahan alergi tidak dapat diidentifikasi
atau ters menggunakan perawatan kulit tidak sesuai yaitu terus menggunakan bahan
kimia untuk mencuci kulit tanpa pelindng kulit. Semakin lama seseorang megalami
hipersensivitas atau alergi yang parah maka akan semakin lama untuk sembuh.

11
K. Pencegahan
1) Menghindari alergi penyebab reaksi alergi
2) Bagi orang yang sensitif terhadap gigitan dan serangan serangga, yang pernah
mengalami reaksi terhadap makanan atau obat tertentu, dan yang pernah mengalami
reaksi anfilaktik akibat latihan fisik harus selalu membawa kotak emerjensi yang
berisi epinefrin (Epipen)
3) Anamnesa yang cermat mengenai riwayat setiap sensitivitas terhadap antigen yang
dicurigai sebelum memberikan obat apapun
4) Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi
diberikan, terlebih dahulu diberikan kortikosteroid, antihistamin atau epineprin
5) Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatikan bahwa tes kulit
negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut,
tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang
dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya
reaksi 60%, bila tes kulit positif.
6) Bagi pasien yang memiliki predisposisi untuk terjadinya reaksi anafilaksis harus
mengenakan alat identifikasi yang berkaitan dengan alergi obat, seperti gelang Medic-
Alert.
7) Pasien yang alergi terhadap bisa serangga mungkin memerlukan imunoterapi yang
digunakan sebagai terapi pengendalian dan bukan penyembuhan
8) Dilakukan Desensitisasi (usaha mengurangkan atau menghilangkan alergi thd suatu
zat):
9) serangan serangga atau beberapa jenis binatang lain sudah dapat dicegah dengan cara
desensitisasi yang berupa penyuntikan berulang-ulang dari dosis rendah sampai
dianggap cukup dalam jangka waktu yang cukup lama
10) Pasien diabetes yang alergi insulin dan sensitif terhadap penisilin memerlukan
desensitisasi
11) Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan jangka panjang
12) Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian

12
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Biodata klien
Nama : Tn. Ta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir : Denpasar, 26 Juni 1966
Umur : 50 tahun
Alamat : Jalan Tukad Pakerisan Gang V, Denpasar
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Tanggal MRS : 24 Agustus 2016
b. Biodata penanggung jawab
Nama : Ny. L.E
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Ibu rurmah tangga
Hub. Dengan klien : Istri
c. Keluhan utama : bengkak pada kelopak mata kanan
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dalam keadaan sadar dengan keluhan gatal-gatal dirasakan sejak
2 jam di rumah. Keluhan lainnya adalah pasien merasakan gatal dan bentol
kemerahan yang terasa panas di sekujur tubuhnya yakni di bagian perut, wajah,
kedua kaki dan Pasien menyatakan hanya mengoleskan minyak bokashi pada lokasi
bengkak dan kemerahan di kulitnya, namun karena tidak kunjung membaik pasien
memutuskan untuk datang ke UGD RS

Keluhan lain seperti adanya sesak, mual, muntah, nyeri perut disangkal oleh
pasien. Riwayat pingsan juga disangkal oleh pasien.

2) Riwayat Penyakit Sebelumnya

13
Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, penyakit jantung, dan ginjal
disangkal oleh pasien. Untuk riwayat alergi obat disangkal oleh pasien. Pasien
mengatakan pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya yakni gatal-gatal di
kulit serta bentol kemerahan setelah mengkonsumsi telor asin. Namun dulu pasien
hanya membiarkan keluhannya dan mengoleskan minyak bokashi saja, dan
gatalgatal serta bentol kemerahan tersebut hilang setelah kurang lebih satu jam.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Ny.I mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat


penyakit gatal-gatal/kulit sebelumnya. Tn.Ta dan Ny.I didalam keluarganya
sebelumnya sudah ada yang mempunyai penyakit seperti ini ayah Ny. I dan bisa
sembuh setelah diobati.

4) Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien adalah ibu rumah tangga yang sehari-harinya lebih banyak


menghabiskan waktu di dalam rumah.

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik Tn. Ta
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,50C
RR : 16x/mnt
BB : 60 kg
Kepala : Tidak ada benjolan
Rambut : Ada ketubanya
Kulit : Sawo matang, terdapat berintikberintik dikedua tangan
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik,
penglihatan baik
Hidung : Bersih, fungsi penghidu baik
Mulut & tenggorokan : Bersih, tidak berbau, gigi bersih, tidak ada nyeri telan
Telinga : Simetris, pendengaran baik, tidak menggunakan alat bantu
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

14
Dada : Tidak ada wheezing
Perut : Tidak kembung, tidak nyeri tekan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan bentuk
Eliminasi : BAB 1x/hr BAK 4-5x/h

C. Diagnosa

No

1 Ds. Kerusakan integritas kulit Broblitus


Ny. I mengatakan tanganya
gatal-gatal dan sering digaruk-
garuk mengunakan tangan saat
gatal menyerang.
Do. Kulit terlihat terkelupas
dan warnanya putih dan setelah
digaruk-garuk warnaya
menjadi merahmerah disekitar
kulit yang digaruk-garuk
2 Ds. Kurang pengatahuan Penyakit
Klien mengatakan belum tahu
tentang obat yang cocok untuk
penyakitnya
Do
Klien terlihat cemas dengan
penyakitnya

15
D. Intervensi keperawatan

garukan, proses atau sabun untuk kulit


penyembuhan penyembuhan sensitive. Hindari mandi
area kulit yang luka busa.
telah rusak 4. Kolaborasi:
oleskan/berikansalep
atau krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.
Ds. Ny. I Kurang Setelah dilakukan 1. Self-care 1. Ny.I tahu cara
mengatakan pengetahuan keperawatan dengan bathing mengurangi rasa gatal-
belum tahu b.d penyakit criteria hasil 2. Self-care gatal di kedua tangan
cara 1. Ny I akan hygiene 2. Ny. I tahu cara
pengobatan mengetahui cara mencegah rasa gatal-
gatal-gatal merawat kulit gatal timbul
yang 2. Ny. I tahu cara 3. Ny. I tahu cara cuci
dialami cuci tangan tangan yang benar

E. Implementasi keperawatan

16
NO JAM IMPLEMENTASI

1 08.00 Memonitor kulit adanya kemerahan

Memonitor nutrisi
12.00

17.00 Megoleskap salep

2 08:30 Mengkaji verbal dan nonverbal respon pasien terhadap


tubuhnya

09:00 Memonitor frekuensi mengkritik dirinya

Menjelaskan tentang pengobatan, perawatan penyakit


10:00

10:30 Mendorong pasien mengungkapkan perasaannya

3 16:00 Mengkaji apakah klien memahami dan mengerti tentang


penyakitnya

16:30 Menjaga agar klien mendapatkan informasi yang benar,


memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi
17:30 Member tahu cara terapi seperti, mandi dan penggunaan
obat-obatan lainnya.

17:35 Menasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi


juga lingkungan

F. Evaluasi keperawatan

17
S : Ny I (55 tahun) mengatakan tanganya gatal sudah lama sudah membeli obat salap
gatal untuk mengobati gata-gatalnya tapi belum juga kunjung sembuh. Ny I jarang
kumpul dengan tetanga karena gatal yang tidak membuat nyaman rasanya ingin
mengaruknya.
O :Ny I (55 tahun) sering mengunakan baju yang dapat menutupi tubuhnya karena Ny T
merasa minder dengan rasa gatal-gatal tang ada di tubuhnnya terutama ke-2 tangan
dan kaki.
A :kerusakan intergritas kulit
P: lanjutkan intervensi
a. gunakan salap gatal setelah mandi
b. mencuci tangan mengunakan air bersih serta mengunakan sabun
c. jaga kebersihan tubuh

BAB III

18
PENUTUP

A.Kesimpulan

Hipersensitivitas/Alergi adalah respon imunologis yang terjadi secara konsisten


dengan adanya paparan.iritasi dapat terjadi tanpa dapat di prediksi.
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan
terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya.
Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen.
Klasifikasi Hipersensitifitas terbagi menjadi 4 yaitu hipersensifitas tipe I,II,III dan
tipe IV.hipersensitifitas dapat dicegah dengan menghindari penyebab reaksi alergi serta
anamnesa reaksi alergi yang terjadi.
C. Saran
Kami tentnya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesemprnaan.Kami akan memperbaiki makalah dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

19
PENYIMPANGAN KDM

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.
www.medikaholistik.com
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi
6.Jakarta:EGC.
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi
6.Jakarta:EGC.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..

21

Anda mungkin juga menyukai