net/publication/273125519
CITATIONS READS
3 842
3 authors:
Andi Febrisiantosa
Indonesian Institute of Sciences
25 PUBLICATIONS 138 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
IN-VITRO, IN-VIVO STUDIES THE ADHERENCE ABILITY OF INTESTINAL MUCOSA OF LACTIC ACID BACTERIA AND YEAST CONCORTIA OF BROILER CHICKEN View project
All content following this page was uploaded by Satriyo Krido Wahono on 05 March 2015.
Abstrak
Kabupaten Belu di Propinsi NTT adalah salah satu daerah di wilayah perbatasan dengan pola hidup
budaya masyarakat yang kental dengan hewan ternak, salah satunya adalah ternak sapi. Jenis ternak
sapi yang banyak dikembangkan adalah jenis ternak sapi bali (Bos javanicus). Kotoran ternak sapi bali
di UPT Kapitan Meo Kabupaten Belu telah dimanfaatkan untuk dikonversi menjadi sumber energi
melalui teknologi biogas. Digester biogas yang dibuat bertipe floating roof berkapasitas 27.000 liter
yang dapat menghasilkan gas sebanyak rata-rata 4000 liter gas per hari pada tekanan 4 cmH2O.
Pemanfaatan yang rutin dipergunakan oleh masyarakat sekitar adalah untuk menyalakan kompor
dengan kebutuhan gas sebanyak 16,9 liter gas/menit. Dalam rangka peningkatan performa biogas yang
dihasilkan, maka pada biogas tersebut diterapkan teknologi pemurnian metana menggunakan filter
biogas untuk mengurangi gas – gas pengotor. Penggunaan teknologi pemurnian metana tersebut dapat
meningkatkan kadar metana dalam biogas sebesar 5,27 % yang berarti nilai energi biogas juga
mengalami peningkatan. Hasil ujicoba pemanfaatan biogas untuk memasak menunjukkan bahwa telah
terjadi peningkatan performa biogas sebesar 16,67 % dibandingkan tanpa pemurnian.
Abstract
Belu District at NTT Province is one area in the border regions with the pattern of strong community
culture with livestock, one of which is cattle. A type of cattle that has been developed is a kind of Bali
cattle (Bos javanicus). Bali cattle dung in UPT Kapitan Meo at Belu District has been used to convert
a source of energy through biogas technology. Biogas digester made of a type floating roof at capacity
of 27.000 liters produced an average of 4000 liters of gas per day at a pressure of 4 cmH2O. Utilization
of routinely used by people around is to burn a stove with gas needed as much as 16,9 liters of
gas/minute. In order to improve the performance of biogas, then at the biogas purification technology
applied methane biogas using filters to reduce gas impurities. The use of methane purification
technology can enhanced the levels of methane in the biogas of 5,27% which means the energy value
of biogas is also increased. The results of testing the use of biogas for cooking show that has been an
increase in the performance of biogas at 16,67% compared to without purification.
Pendahuluan
Kabupaten Belu mempunyai wilayah 2.445,57 km2, jumlah penduduk 362.191 jiwa, dan
tingkat kepadatan penduduk 148 jiwa/km2, pendapatan perkapita Kabupaten Belu pada tahun 2000
mencapai Rp 1.258.351,00 (www.atambua-ntt.go.id). Iklim di Kabupaten Belu, Propinsi NTT
dipengaruhi angin muson kering dari Australia yang berakibat wilayah tersebut hanya mengalami
musim hujan 3 sampai 4 bulan sehingga hampir 47% dari luas lahan di NTT adalah padang
pengembalaan dan 34.8% adalah lahan pertanian kering. Indonesia sebagai negara dengan kekayaan
biodiversity yang beranekaragam memiliki potensi dan peluang untuk mengembangkan berbagai
505
Prosiding Semnas 2009
”Pengembangan Teknologi Berbasis Bahan Baku Lokal”
teknologi untuk menghasilkan sumber energi terbarukan (Febrisiantosa et al., 2007). Wilayah Belu
sebagai salah satu kawasan di perbatasan Indonesia memiliki potensi sapi bali yang besar yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik dan sumber energi terbarukan.
Memperhatikan kepadatan penduduk dan luas wilayah Kabupaten Belu, pengembangan
agribisnis sebaiknya berorientasi kepada kewilayahan (green estate). Kewilayahan tersebut meliputi
manajemen air, pemilihan komoditi sesuai dengan jenis dan kesuburan tanah, sebaran ternak,
ketersediaan pupuk organik dan lain sebagainya (Julendra et al., 2008). Untuk itu perlu dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara konsisten dan terintegrasi yang bertujuan meningkatkan
produktivitas sumber daya manusia dan sumber daya alam di Kabupaten Belu. Teknologi tersebut
telah dikembangkan UPT BPPTK LIPI dengan model pertanian terintegrasi (Integrated Farming
System) menggunakan sapi bali sebagai pabrik pupuk organik dan sumber energi dari biogas. Biogas
yang dihasilkan merupakan sumber energi alternatif di kawasan marginal dan ketersediaan pupuk
organik dapat mengurangi beban lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia.
UPT Kapitan Meo adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Peternakan Kabupaten Belu yang
merupakan unit pemeliharaan ternak sapi bali dengan area pertanian dan hijauan di sekitarnya. Melalui
pemanfaatan kotoran sapi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi sumber daya bagi kegiatan
pertanian di area tersebut sebagai upaya pengembangan aplikasi pertanian terpadu di wilayah
Kabupaten Belu. Dalam sistem pertanian terpadu yang telah dibuat, unit biogas telah dimanfaatkan
oleh masyarakat di sekitar khususnya untuk memasak. Digester biogas tersebut bertipe floating roof
berkapasitas 27000 liter. Kapasitas tampung gas holder adalah 15.000 liter berbahan plat besi. Input
bahan baku berupa kotoran sapi dialirkan dari kandang ternak. Setiap 2 hari dialirkan kotoran sapi
yang berasal dari 9 ekor sapi jenis sapi bali (Bos javanicus) dengan berat rata-rata setiap sapi 350 kg.
Bahan yang masuk ke digester adalah campuran kotoran sapi dan air dengan perbandingan 1 : 2,
sehingga rata-rata input harian adalah 540 kg bahan (Febrisiantosa dan Julendra, 2008).
Dalam rangka meningkatkan performa biogas yang telah dimanfaatkan dapat dilakukan
pemurnian biogas dengan menggunakan absorber/filter biogas dengan bahan penyerap berupa zeolit
termodifikasi dan teraktivasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan performa biogas
yang dihasilkan di UPT Kapitan Meo Kabupaten Belu setelah memanfaatkan filter biogas.
Metode
Langkah Kerja
Instalasi biogas yang akan dimurnikan biogasnya ada UPT Kapitan Meo, Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur. Biogas yang dihasilkan disalurkan dari digester menuju kompor yang ada di kawasan
pemukiman dengan jarak + 300 meter. Sebelum masuk ke kompor, biogas dilewatkan terlebih dahulu
ke absorber/filter biogas yang berisi zeolit termodifikasi dan teraktivasi sebagai penyerap gas. Ujicoba
peningkatan performa biogas yang telah dimurnikan dilakukan melalui dua cara yaitu untuk bahan –
bakar kompor dan menghidupkan gen-set. Kedua cara pengujian tersebut dilakukan dengan
membandingkan antara menggunakan filter dan tidak menggunakan filter. Selain itu juga dilakukan
pengambilan sampel biogas yang melalui filter dan tidak melalui filter yang kemudian dianalisa
menggunakan instrumen gas kromatografi.
Komponen utama biogas adalah metana berkisar 40 – 75 % dan berbagai gas pengotor lainnya
dengan komposisi lengkap seperti pada Tabel 1, selain itu biogas mengandung uap air. Keberadaan
pengotor gas selain metana menyebabkan fungsi biogas tidak optimal baik untuk kegiatan memasak
atau untuk bahan bakar gen-set. Penggunaan teknologi pemurnian metana/filter biogas dengan bahan
dasar penyerap berupa zeolit termodifikasi – teraktivasi bertujuan untuk mengurangi kadar gas – gas
506
Prosiding Semnas 2009
”Pengembangan Teknologi Berbasis Bahan Baku Lokal”
pengotor dalam biogas. Zeolit memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemurnian biogas karena
mampu menyerap semua gas pengotor utama yaitu uap air, CO2 dan H2S, namun tidak menyerap gas
utama yang ingin dimurnikan yaitu CH4 (Wahono, 2008). Hasil ujicoba penggunaan filter biogas pada
digester biogas di UPT Kapitan Meo, Kabupaten Belu seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan biogas tanpa filter dan dengan filter di UPT Kapitan Meo, Belu
No Parameter Tanpa Filter Dengan Filter Peningkatan Performa
1 Waktu memasak 312 detik 260 detik 52 detik ~ 16,67 %
air 200 cc
2 Uji coba nyala api Warna api biru Warna api biru Pembakaran lebih sempurna
dengan campuran bersih sehingga mengurangi jelaga
merah – kuning
3 Gambar uji nyala Peningkatan nilai energi / nilai
api kalor biogas karena
berkurangnya gas – gas
pengotor
Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dilihat adanya peningkatan performa dari biogas yang
dilewatkan filter dibandingkan tanpa filter baik secara kualitatif atau kuantitatif. Secara kualitatif dapat
dilihat dari nyala api yang lebih biru yang mengindikasikan pembakaran yang terjadi lebih sempurna
(Tabel 2 poin 2 dan 3). Pembakaran dapat terjadi dengan lebih sempurna karena gas-gas pengotor dan
uap air yang ada dalam biogas berkurang komposisinya karena sebagian terserap oleh filter, sehingga
metana yang dibakar jumlahnya lebih banyak. Dengan komposisi metana lebih besar berarti panas
yang dihasilkan pun lebih tinggi sehingga mempercepat proses pemasakan saat diaplikasikan sebagai
bahan bakar kompor. Sedangkan untuk aplikasi sebagai bahan bakar gen-set secara kualitatif tidak
dapat dilihat perbedaannya secara langsung karena dalam ujicoba kedua gen-set dapat dihidupkan
(Tabel 2 poin 4), namun keberadaan filter biogas tersebut dapat mengurangi potensi korosi mesin gen-
set dalam jangka waktu yang lebih lama karena penyebab korosi potensial berupa asam (H2S) dan uap
air tereduksi melalui proses penyerapan filter.
Secara kuantitatif, dalam ujicoba filter ini dilakukan pengambilan data berupa lama proses
pemasakan dan kadar metana dalam biogas tersebut (Tabel 2 poin 1 dan 5). Dari hasil pengambilan
sampel biogas yang kemudian dianalisis menggunakan instrumen gas kromatografi diperoleh hasil
bahwa terjadi peningkatan kadar metana setelah melalui filter sebesar 5,27% yang berarti nilai energi
biogas juga mengalami peningkatan. Peningkatan kadar metana dalam biogas tersebut memberikan
pengaruh terhadap waktu yang diperlukan untuk proses pemasakan. Waktu yang diperlukan oleh
biogas dengan filter untuk pemasakan air 200 cc lebih cepat 52 detik atau 16,67% lebih cepat jika
dibandingkan waktu pemasakan menggunakan biogas tanpa filter. Sehingga secara kuantitatif
507
Prosiding Semnas 2009
”Pengembangan Teknologi Berbasis Bahan Baku Lokal”
penggunaan filter biogas khususnya untuk aplikasi biogas sebagai bahan bakar kompor dapat
meningkatkan performa biogas sebesar 16,67%.
Kesimpulan
Berdasarkan sistem yang telah dikembangkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Penggunaan
teknologi pemurnian metana dapat meningkatkan performa biogas untuk aplikasi bahan bakar kompor
berdasarkan waktu pemasakan sebesar 16,67 % dibandingkan tanpa pemurnian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penulisan ini, khususnya kepada Tim Pengembangan Energi Alternatif UPT BPPTK LIPI
Yogyakarta dan Tim Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu UPT BPPTK LIPI di kawasan
Atambua – NTT.
Daftar Pustaka
508