PEMBAHASAN
Dalam khazanah pemikiran islam, istilah guru memiliki beberapa istilah, seperti “ustad”,
“muallim”, “muaddib”, dan “murabbi” beberapa istilah untuk sebutan “guru” itu terkait dengan
beberapa istilah untuk Pendidikan, yaitu “ta’lim”, “ta’dib”, dan “tarbiyah”. Istilah muallim lebih
menekankan guru sebagai pengajar dan penyampaian pengetahuan (knowledge) dan ilmu
(science); istilah muaddib lebih menekankan guru sebagai pembina moralitas dan akhlak peserta
didik dengan keteladanan; sedangkan murabbi lebih menekankan pengembangan dan
pemeliharaan baik aspek jasmaniah maupun ruhaniah. Sedangkan istilah yang umum dipakai dan
memiliki cakupan makna yang luas dan netral adalah Ustad yang dalam Bahasa Indonesia
diterjemahkan sebagai “Guru”. (Marno & M. Idris, 2010, 15)
Mendefinisakan guru sebagai tenaga professional, dalam konteks sematik tentu sangat erat
hubungannya dengan pengetahuan tentang maksud kata profesi itu sendiri. Pemakaian kata
profesi secara sematik sangat konotatif, artinya bisa dipakai dalam berbagai bidang pekerjaan,
salah satu diantaranya bidang Pendidikan atau keguruan. Oleh karena itu, sah saja untuk
pemakaian yang disandarkan pada guru yang mempunyai kemampuan tertentu disebut sebagai
tenaga professional dalam bidang kependidikan dan keguruan. Istilah profesi secara etimologis
dirujuk dari perkataan inggris “Profession” yang berarti jabatan atau pekerjaan yang tetap dan
teratur untuk memperoleh nafkah yang menuntut Pendidikan atau latihan khusus.( Abdul Majid:
2014, 84)
Menurut finch & Crunnkilton (1992), dalam Jamil Suprahatiningrum, competensies those taks
skills, attitude, values, and appreciation thet are deemend critical to success in live or in earning
a living. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan,
sikap, nilai dan apresiasi diberikan dalam kerangka keberhasilan hidup/ penghasilan hidup. Hal
ini diperkuat oleh pernyataan Broke & Stone (1975), yang menyatakan bahwa kompetensi
merupakan gambaran hakikat dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. (Jamil
Suprihatiningrum: 2014, 98)
Muhibbin Syah mengemukakan istilah professional (professional) aslinya adalah kata sifat dari
keta Proffesion (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Sebagai kata
benda, profesioal kurang lebih berarti orang yang melakukan sebuah profesi dengan
menggunakan profesiensi seabagai ata pencaharaian.
Lebih lanjut dalam menjalankan kewenangan profesionalnya guru dituntut memiliki
keanekaragaman kecakapan (conpetencies) yang bersifat psikologis, yang meliputi :
1. Kompetensi kognitif ( kecakapan ranah cipta )
2. Kompetensi afektif ( kecakapan ranah rasa )
3. Kompetensi psikomotorik ( kecakapan ranah rasa ) (Muhibbin Syah: 2016, 229- 230)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional
adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan
profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, guru
profesionalisme dalam hal ini adalah seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusus dalam mengajar anak didik serta telah berpengalaman dalam mengelola kelas dan
mengatur sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan
profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian
1. Tingkat Intelegensi
Dalam pembelajaran untuk membantu siswa yang memiliki perbedaan tingkat kecerdasan ini,
guru bisa melakukan pembagian siswa dalam kelompok (berdasarkan tingkat kecerdasan dan
prestasi), program akselerasi (percepatan bagi anak cerdas).
1. Kreatifitas
Kreatifitas adalah hasil belajar dalam kecakapan kognitif, sehingga untuk menjadi kreatif dapat
dipelajari melalui proses belajar mengajar. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah :
1. Perkembangan Kognitif
Dari beberapa Perbedaan individu diatas harus dipahami oleh para pendidik, dan kepala sekolah
agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif. Dalam hal ini pembelajaran dapat
disesuaikan dengan keberagamanan kondisi dan kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan
atau potensi peserta didik maupun kompetensi lingkungan
Menurut Abdul Majid perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan
kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun
yang lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan
tepat sasaran. (Abdul Majid: 2008, 15)
Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi
pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan
penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah di tentukan. (Abdul Majid: 2008, 17)
Bagi seorang pendidik Sebelum mengajar dikelas, setidaknya telah mempersiapkan silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) hal tersebut bertujuan agar pembelajaran bisa terarah
dan sesuai dengan kompetensi apa yang ingin dicapai. Biasanya dalam RPP mencakup sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian
hasil belajar.