Anda di halaman 1dari 19

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Siklus Hidrologi


Air yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses yang
membentuk daur. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air yang menguap ke
udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan kembali jatuh ke
bumi (Gambar 3.1). Kejadian ini disebut presipitasi yang dapat berbentuk hujan,
salju, atau embun. Peristiwa perubahan air menjadi uap air dan bergerak dari
permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan penguapan air dari
tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-sama
maka disebut evapotranspirasi (Soemarto, 1995).

Gambar 3.1 Daur Hidrologi

3.1.1 Presipitasi
Preipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan atmosfer ke permukaan bumi, sumber
dari peripitasi adalah laut, udara membawa titik – titik uap air laut bergerak
menuju daerah dataran tinggi yang dapat menyebabkan air mendingin sampai
dibawah titik embun dan menyebabkan presipitasi berupa air hujan, salju dan
bentuk presipitasi lainnya. Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, bentuk
presipitasi yang paling penting adalah hujan. Jika membicarakan tentang data
hujan, ada 5 buah unsur yang harus ditinjau, yaitu (C.D. Soemarto, 1999) :
1. Intensitas (i), adalah laju curah hujan sama dengan tinggi air persatuan waktu,
misalnya mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu atau durasi (t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit
atau jam
3. Tinggi curah hujan (d) adalah banyaknya hujan yang dinyatakan dalam
ketebalan air diatas permukaan datar, dalam mm
4. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan, biasanya dinyatakan
dengan waktu ulang (T), misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan (A)

3.1.2 Infiltrasi
Infiltrasi adalah aliran air kedalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri.
Laju infiltrasi actual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada setiap
waktu dengan gaya – gaya kombinasi gravitasi, vikovitas dan kapilaritas (Fac).

3.1.3 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi
adalah proses pertukaran molekul air di permukaan menjadi molekul uap air di
permukaan menjadi molekul uap air di atmosfer akibat panas, sedangkan
transpirasi adalah proses penguapan pada tumbuh – tumbuhan melalui sel – sel
stomata. Faktor – faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah :
 Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas
memerlukan panas (penyinaran matahari secara langsung)
 Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.
 Kelembapan relative dan suhu
 Jenis tumbuhan, karena evapotranpirasi dibatasi oleh persediaan air yang
memiliki oleh tumbuh – tumbuhan serta ukuran stomata.
 Jenis tanah, karena kadar kelembapan tanah membatasi persediaan air
yang diperlukan tumbuhan.

III - 2
Menurut Ven T.C, David R.M dan Larry W.S (1988) Evapotranspirasi dapat
dihitung dengan rumus Turc sebagai berikut :

Dimana :
ET = Evapotranspirasi
P = Curah hujan tahunan rata – rata (mm/tahun)
T = Temperatur rata – rata (0C)
L(T) = Fungsi Suhu
= 300 + 25(T) + 0,05(T3)

3.2 Curah Hujan


Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air di
atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem penyaliran
tambang kini lebih ditujukan dalam penanganan air permukaan, ini karena air
yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air hujan. Air
tambang akan ditampung dalam kolam (sump), selanjutnya dikeluarkan dengan
pompa melalui jalur pemompaan ke kolam pengendapan (settling pond). Air
limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi tambang atau
ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow) dibersihkan secara
berkala. Terdapat beberapa alat pengukur curah hujan, diantaranya: ombrometer
biasa, ombrometer observatorium, alat pengukur hujan Hellman. Alat pengukur
hujan yang digunakan di PT BA adalah alat pengukut hujan otomatis Hellman
(Gambar 3.2).

III - 3
Gambar 3.2 Alat Pengukur Hujan Otomatis Hellman

Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran,
karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang
yang harus diatasi. Penentuan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan
curah hujan rencana dimana berguna untuk menjadi dasar perencanaan sistem
penyaliran tambang yang akan dibuat.

3.2.1 Curah Hujan Rencana


Penentuan data ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya yang
penulis pakai adalah metode Gumbell, yaitu teori yag digunakan untuk penentuan
distribusi curah hujan rencana yang dilakukan menggunakan cara Partial dengan
data curah hujan maksimum atau yang didasarkan atas distribusi normal
(distribusi harga ekstrim). Cara partial yaitu data yang diambil dari data curah
hujan yang nilainya melebihi data lainnya.

Persamaan Gumbell :
𝑋𝑟 = 𝑥¯ + 𝑆𝑥 (𝑌𝑟 - 𝑌𝑛) atau 𝑋 = 𝑥¯ + 𝑘. 𝑆𝑑
𝑘 = (𝑌𝑟 - 𝑌𝑛)/𝑆𝑛
Keterangan:
Xr : Curah Hujan Rencana Maksimum (mm/hari) dengan periode ulang hujan
(PUH) tertentu (tahun).
𝑥¯ : Curah Hujan Rata-rata (mm/hari)

III - 4
Sd : Standard Deviation
Sn : Reduced Standard Deviation
Yr : Reduced Variate
Yn : Reduced Mean

a. Reduced Mean (Yn).


Nilai reduced mean didapatkan dengan menggunakan rumus:
  (n  1  m) 
Yn   ln  ln  
  n  1 
Keterangan :
n = Jumlah sampel
m = Urutan sampel (1,2,3,...) dari nilai terbesar ke terkecil

b. Reduce Variate (Yr).


Nilai reduced variate dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Yt =

Keterangan :
T = Periode ulang

c. Reduced Standard Deviation (Sn)


Nilai dari Reduced Standard Deviation dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :

  Yni  Yn 
2

Sn 
n 1

d. Perhitungan Standard Deviation (Sd)


Nilai dari Standard Deviation dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Sd 
  Xi  X  2

n 1

III - 5
3.2.2 Periode Ulang Hujan
Curah hujan biasanya akan berulang pada suatu periode tertentu, yang dikenal
dengan Periode Ulang Hujan. Periode ulang hujan dapat diartikan dengan periode
(tahun) dimana suatu hujan dengan intensitas hujan yang sama kemungkinan akan
dapat terjadi lagi pada tahun berikutnya. Penentuan Periode Ulang Hujan
bergantung pada berapa lama umur tambang kan berlangsung dan menghitung
resiko hidrologi dan dapat dihitung menggunakan distribusi normal dengan
konsep peluang.

Tabel 3.1 Periode Ulang Hujan Rencana


Periode Ulang Hujan
Wilayah
(Tahun)
Sarana Tambang 2–5
Lereng Tambang dan Penimbunan 5 – 10
Sumuran Utama 10 – 25
Penyaliran Keliling Tambang 25
Pemindahan Aliran Sungai 100
Sumber : Kite, G.W. 1997

Variabel-variabel di atas apabila dimasukkan ke dalam persamaan maka menjadi:

Keterangan:
Pt = Resiko Hidrologi (kemunkginan suatu kejadian akan terjadi minimal
satu kali pada periode ulang tertentu)
Tt = Periode ulang (dalam rancangan ini digunakan periode ulang tahun).
TL = Umur tambang (Tahun).

Untuk penetapan periode ulang hujan lebih ditekankan pada masalah kebijakan
dan resiko yang perlu di ambil sesuai perencanaan.

III - 6
3.2.3 Intensitas Hujan (I)
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Perhitungan intensitas menggunakan persamaan Mononobe yaitu:
2/3
R  24 
I  24  
24  t 

Keterangan:
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
t = lamanya hujan (jam)

Tabel 3.2 Keadaan curah hujan dan Intensitas curah hujan


Keadaan Intensitas Curah Hujan
1 Jam 24 Jam
Curah Hujan Kondisi
Hujan Sangat Ringan <1 <5 Tanah Agak Basah
Hujan Ringan 1-5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan Normal 5 - 10 20 – 50 Bunyi curah hujan terdengar
Hujan Lebat 10 - 20 50 – 100 Air tergenang di seluruh permukaan
tanah dan bunyi terdengar dari
genangan
Hujan Sangat Lebat >20 >100 Hujan seperti tumpahan
Sumber : Suryono Sosrodarsono dan Takeda K., 1983

3.2.4 Air Limpasan


Air limpasan yaitu bagian dari curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah,
sungai, danau, hingga laut. Aliran itu terjadi akibat curah hujan yang jatuh ke
permukaan tidak terinfiltrasi semua karena disebabkan oleh intenitas curah hujan
atau faktor lereang dan kekompakan batuan di daerah tersebut. Aspek-aspek yang
berpengaruh yaitu curah hujan, tanah, tutupan, dan luas daerah aliran.
1. Perkiraan debit air limpasan
Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal di gunakan rumus rasional,
yaitu :
Q = 0,278. C. I. A

III - 7
Keterangan :
Q = Debit air limpaan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

2. Koefisien limpasan (C)


Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan antara perbandingan
besarnya limpasan permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada
tiap – tiap daerah tangkapan hujan (Cacthment Area). Koefisien limpasan setiap
daerah berbeda dalam penentuan koefisien limpasan faktor-faktor yang harus di
perhatikan adalah :

Tabel 3.3 Koefisien Limpasan (Suwandhi, 2004)


Kemiringan Jenis lahan C

< 3% (datar) Sawah, rawa 0,2


Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
3% - 15% (sedang) Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7
>15% (curam) Hutan 0,6
Perumahan 0,7
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka daerah tambang 0,9

3.3 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)


Catchment area menurut Suwandhi (2004) merupakan suatu areal atau daerah
tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik
elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup yang mana
polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti kecenderungan
arah gerak air. Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan setiap
debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi yang terendah pada

III - 8
catchment area tersebut. Pembatasan catchment area biasanya dilakukan pada
peta topografi, dan untuk perencanaan sistem penyaliran di anjurkan dengan
menggunakan peta rencana penambangan dan peta situasi tambang agar
didapatkan hasil yang lebih baik.

3.4. Sistem Penyaliran


Sistem penyaliran tambang merupakan sebuah upaya untuk melakukan
pengontrolan air permukaan dan air bawah tanah yang berpotensi mengganggu
aktivitas penambangan. Sasaran dari rancangan penyaliran suatu tambang terbuka
adalah untuk meminimalkan air yang akan masuk ke dalam pit dengan cara
mencegah limpasan dari luar pit masuk ke dalam pit, mengoptimalkan
penanganan air yang masuk ke dalam pit, mengelola aliran air tambang (mine
water management), dan mengendalikan dampak lingkungan. Khusus untuk
tambang terbuka, sistem penyaliran air dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Mine Drainage
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya atau mengalirnya air
dari luar ke dalam area aktivitas penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk
menangani air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan (sungai,
danau, rawa, dsb). Untuk menangani air permukaan ada beberapa bentuk upaya
yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Pembuatan saluran paritan (open channel) di area pit sepanjang daerah
berpotensi untuk mencegah masuknya air limpasan ke dalam pit.
b. Pembuatan sumuran di luar pit (out sump) sebagai tempat penampungan
sementara dari aliran air limpasan baik aliran langsung dari topografi maupun
dari open channel di luar pit yang sengaja dialirkan kesana. Untuk selanjutnya
bisa dilakukan upaya pemompaan agar air pada sump tidak meluap dan masuk
ke dalam pit.

2. Mine Dewatering

III - 9
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam area
aktivitas penambangan. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Pembuatan saluran paritan (open channel) di dalam pit yang menuju sump
(in sump)
b. Pembuatan sumuran di dalam pit (in sump) yang kemudian dilakukan
pemompaan air dari sumuran ke luar pit.
c. Pembuatan control sump
Rancangan sistem penyaliran pada umumnya menganalisis mengenai dimensi
dan posisi paritan (open channel), sumuran (sump), gorong-gorong (culvert),
analisis jenis dan jumlah pompa dan pipa, serta rancangan kolam pengendapan
(settling pond).

3.5 Sump (Kolam Penampungan)


Menurut Suwandhi (2004) sump merupakan kolam penampungan air yang dibuat
untuk penampung air limpasan, yang dibuat sementara sebelum air itu
dipompakan, serta dapat berfungsi sebagai pengendapan lumpur. Pengaliran air
dari sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan
dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang. Berdasarkan
tata letak kolam penampung (sump), sistem penirisan tambang dapat dibedakan
menjadi (Suwandhi, 2004):
a. Sistem Penirisan Memusat
Pada sistem ini sump akan ditempatkan di setiap jenjang tambang (bench),
dengan sistem pengalirannya dari jenjang paling atas menuju jenjang
dibawahnya sehingga akhirnya air dipusatkan di main sump untuk kemudian
dipompakan keluar tambang.
b. Sistem Penirisan Tidak Memusat
Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman tambang relatif dangkal dengan
keadaan geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan air
langsung dari sump keluar tambang.
Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu
(Suwandhi, 2004):

III - 10
1. Travelling Sump
Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah
untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini
relatif singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang.
2. Sump Jenjang
Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun
volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di
bagian lereng tepi tambang.
3. Main Sump
Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya
sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.

3.6 Pumping (Pemompaan)


Untuk memindahkan zat cair keluar dari tambang diperlukan kegiatan
pemompaan dengan bantuan gaya tekan yang dihasilkan dari sebuah alat pada
pompa dimana dapat mengangkat zat cair dari tempat yang lebih rendah ke tempat
yang lebih tinggi. Pemasangan pompa dapat dilakukan dengan cara seri dan
paralel. Pemasangan pompa secara seri dilakukan karena head pompa yang
digunakan tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu.
Pemasangan pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan
tidak mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa
atau lebih yang dipasang secara paralel.

3.6.1 Jenis Pompa


Pompa adalah suatu mesin/alat yang berfungsi untuk memindahkan air dari level
rendah menuju level yang lebih tinggi. Pada tambang, pompa dipakai untuk
mengeluarkan air dari sumuran di lantai pit paling rendah menuju keluar pit yang
letaknya lebih tinggi. Menurut Sularso dan Tahara (2000), pompa dibagi atas 4
jenis, yaitu :
a. Pompa Torak, adalah pompa yang energi pemompaannya dihasilkan secara
periodik oleh gaya berupa torak.

III - 11
b. Pompa Aliran Campur, pompa ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Pompa Aliran Campur jenis Volut, yaitu pompa yang menggunakan rumah
Volut untuk menampung langsung aliran yang keluar dari Impeller.
2. Pompa Aliran Campur jenis Difuser, yaitu pompa yang menggunakan rumah
diffuser untuk menampung langsung aliran yang keluar dari impeller.
c. Pompa Sentrifugal, adalah jenis pompa yang memiliki impeller (baling - baling)
untuk memindahkan air. Pompa jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Pompa Volut, yaitu pompa dimana aliran yang keluar dari impeller
ditampung dalam volute (rumah siput), yang selanjutnya akan dialirkan ke
output nozzle.
2. Pompa Difuser, yaitu pompa yang memiliki diffuser yang dipasang
mengelilingi impeller. Difuser berfungsi menurunkan kecepatan aliran yang
keluar dari impeller, sehingga energi kinetik aliran dapat diubah menjadi
energi tekanan secara efisien.
d. Pompa aliran Aksial, merupakan pompa yang alirannya mempunyai arah aksial
dan biasanya digunakan untuk julang yang rendah.

3.6.2 Head Pompa


Untuk perhitungan head pompa digunakan prinsip Bernoulli. Bentuk persamaan
Bernoulli untuk aliran tak-termampatkan menurut Sularso, dkk (2000) ditunjukan
dalam persamaan dibawah ini:

dimana :
P = tekanan (bar)
γ = berat spesifik (kN/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/s2)
Z1 = elevasi hisap (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

III - 12
Bentuk persamaan head total pompa menurut Sularso, dkk (2000) dapat ditulis
sebagai berikut:

dimana:
H = Head total pompa (m)
ha = Head statis total (m), Δhp = Perbedan head tekan yang bekerja pada kedua
permukaan air (m)
hl = Beberapa keruguian head di pipa, katup, belokan, dambungan, dll (m)
Vd = kecepatan aliran rata-rata dititik keluar pipa (m/s)

Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pemompaan persatuan waktu
menurut Sularso, dkk (2000) dapat ditulis sebagai berikut:

dimana:

Pw = Daya air (kW)


H = Head total pompa (m)
Q = Debit (m3/detik)
= Berat spesifik (kN/m3)
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama
dengan daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa. Dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut ini menurut Sularso, dkk (2000):

dimana:

= Effisiensi pompa

Pw = Daya air (kW)

III - 13
3.7 Hosting (Pemipaan)
Pipa (hosting) digunakan untuk keperluan pemompaan dalam aktivitas
penambangan. Sistem pemipaan akan sangat berhubungan erat dengan head
kerugian yang dihasilkan oleh pipa. Menurut Sularso, dkk (2000) perhitungan
besarnya head loss pada pipa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Hazen-William yaitu sebagai berikut:
1. Head loss pada pipa panjang

dimana :
HL = Head loss pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Konstanta Hazen-Williams (Tabel 3.4)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)

Tabel 3.4 Konstanta Hazen – Williams Berbagai Jenis Pipa (Sularso dkk, 2000)
No JENIS PIPA NILAI C
1 Pipa besi cor baru 130
2 Pipa besi cor lama 100
3 Pipa besi cor lama / permukaan dalam kasar 70
4 Pipa baja baru 130
5 Pipa baja sedang / setengah pakai 100
6 Pipa baja lama 80
7 Pipa Plastik "Polyethylene" 140

2. Head loss pada katup hisap


v2
H v = fv
2g

Dimana :

III - 14
Hv = kerugian head katup (m)
v = kecepatan rata-rata di penampang masuk katup (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
f = koefisien kerugian katup (Tabel 2.8)

3. Head loss pada ujung pipa keluar


v2
Hf = f
2g

dimana :
f =1
v = kecepatan rata-rata pada pipa keluar

Tabel 3.5 Koefisien Kerugian Dari Berbagai Katup (Sularso dkk, 2000)

DIAMETER (mm)
JENIS KATUP

100 150 200 250 300 400 500 600 700 800 900 1000
Katup Sorong 0,14 0,12                    
Katup kupu – kupu 0,6 - 0,16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameter)
Katup Putar 0,09 - 0,026 (bervariasi menurut diameter)
Katup cegah jenis ayun     1,2 1,15 1,1 1 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88
Katup cegah tutup
    1,2 1,15 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
cepat jenis tekanan
Katup cegah jenis
1,44 1,39 1,34 1,3 1,2              
angkat bebas
Katup cegah tutup-
7,3 6,6 5,9 5,3 4,6              
cepat jenis pegas
Katup kepak 0,5
Katup isap saringan 1,97 1,91 1,84 1,78 1,72              
Katup pintu     0,4              
Reducer     0,03              

3.8 Saluran Terbuka (Ring Canal)


Bentuk penampang saluran terbuka umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe
material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air
dengan penampang persegi empat atau segitiga umumnya debit kecil sedangkan
penampang trapesium untuk debit yang besar. Faktor – faktor yang harus
diperhatikan dalam perencanaan saluran tambang antara lain :

III - 15
1. Penampang Saluran
Bentuk penampang saluran tambang pada umumnya dipilih berdasarkan debit
air yang masuk, tipe material pembentuk dinding saluran serta mudahnya
dalam pembuatan dan perawatan. Ada beberapa bentuk penampang saluran air
antara lain bentuk segitiga, segi empat dan trapezium. Bentuk penampang
segitiga dan segi empat umumnya untuk kapasitas aliran yang kecil, sedangkan
penampang trapezium untuk debit yang besar.
2. Jagaan saluran
Jagaan saluran adalah jarak vertical dari puncak saluran ke permukaan air pada
kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atau
kenaikan muka air yang melimpah ke tepi. Besarnya jagaan saluran terbuka
umumnya berkisar antara 5 % - 30 % dari kedalaman air.
3. Kemiringan Saluran
Kemiringan saluran terutama tergantung pada jenis bahan yang digunakan.
Dalam perencanaan saluran, kemiringan dinding saluran sesuai dengan bahan
pada tubuh saluran. Berikut adalah tabel kemiringan dinding saluran yang
sesuai untuk berbagai jenis bahan :

Tabel 3.6 Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan.
No Bahan Kemiringan ( Horizontal:Vertikal )
1 Batu Hampir tegak lurus
2. Tanah gambuk (peak), rawa (muck) ¼:1
3 Lempung tenguh atau tanah berlapis beton ½ : 2 sampai 1 : 1
4 Tanah berlapis batu atau tanah bagi saluran lebar 1:1
5 Lempung kaku atau tanah bagi parit kerikil 1½:1
6 Tanah berpasir lepas 2:1
7 Lempung berpasir atau lempung berpori 3:1

Tabel 3.7.Sifat-sifat Hidrolik pada Saluran Terbuka

III - 16
Kemiringan Rata-rata Kecepatan Rata-rata
Dasar Saluran (%) (m/detik)
Kurang dari 1 0,4
1–2 0,6
2–4 0,9
4–6 1,2
6 – 10 1,5
10 – 15 2,4
(Sumber :Awang Suwandhi, Ir., M.Sc, Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang)

Untuk menentukan dimensi saluran terbuka, dilakukan perhitungan dengan


menggunakan rumus manning. Penentuan dimensi penampang saluran penyaliran
berdasarkan rumus Manning, yaitu :
Q = A . 1/n . S1/2 . R2/3

Keterangan :
Q = Debit pengaliran (m3/detik)
A = Luas penampang basah (m2)
S = Kemiringan dasar saluran (%)
R = Jari-jari hidrolis (m)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran menurut Manning.
Harga koefisien kekasaran ring canal yaitu 0,03 karena tipe dinding saluran tanah.
Berikut tabel koefisien dinding saluran untuk persamaan Manning :

Tabel 3.8 Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Untuk Persamaan Manning


Tipe dinding saluran n
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanam 0,025 – 0,040

Beberapa macam penampang saluran :


1. Bentuk segi empat

III - 17
Gambar 3.3 Saluran terbuka bentuk segi empat

2. Bentuk setengah lingkaran

Gambar 3.4 Saluran terbuka bentuk setengah lingkaran

3. Bentuk Trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapezium dengan luas makimum
hidrolis, luas penampang basah saluran (A), jari – jari hidrolik (R), Kedalaman
penampang aliran (d), lebar dasar saluran (b), penampang sisi saluran dari
permukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding saluran (m),
mempunyai hubangan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
R = 0,5.d
B = b + 2m . d
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m)
a = d/sinα
Penambahan tinggi jagaan adalah 20 % dari d
Penampang saluran buatan biasanya direncanakan berdasarkan bentuk geometris
yang umum. Bentuk saluran yang paling sering digunakan dan dipakai adalah
bentuk trapezium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien dan mudah
dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindinggnya dapat disesuaikan
menurut keadaan daerah. Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapezium
dengan luas penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan 60°, maka :

III - 18
z = 1/tg α
= 1/tg 60°
= 0,58
Sehingga harga b/d adalah :
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m}
b = 1,152d
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang
membentuk tubuh saluran . Kemiringan dinding saluran yang saluran yang sesuai
dengan bahan yang membentuk tubuh saluran.

Gambar 3.5 Saluran terbuka berbentuk trapesium

Keterangan :
a = panjang sisi saluran dasar permukaan
b = lebar dasar saluran
B = lebar permukaan saluran
h = tinggi saluran
x = tinggi jagaan
d = kedalaman aliran
α = sudut kemiringan saluran

III - 19

Anda mungkin juga menyukai