PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ahkamul huruf adalah hubungan antara huruf yang mana ahkamul huruf ini di bahas didalam ilmu tajwid beserta hal yang
berkaitan dengannya yaitu makhorijul huruf, ahkamul waqo’ wal iftida’dan yang lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ahkamul huruf?
2. Apa saja istilah yang berkaitan dengan ahkamul huruf?
3. Apa yang dinaksud dengan hukum nun mati dan tanwin?
4. Apa yang dimaksud dengan hukum mim mati ?
5. Apa yang dimaksud dengan hukum nun dan mim musyaddadah?
6. Apa yang dimaksud dengan hukum ra?
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ahkamul huruf serta menjelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengannya,dan juga
mengetahui hukum nun mati dan tanwin serta hukum mim mati dan nun dan mim musyaddadah serta hukum ra.
BAB II
PEMBAHASAN
Ahakmul huruf berasal dari dua kata yaitu ahkam dan huruf, ahkam berarti hubungan dan huru yaitu huruf, jadi ahkamul huruf adalah
hubungan antara huruf, atau pembahasan yang membahas hubungan antar huruf seperti ketika alif lam ta’rif menghadapi huruf hijaiyah,
maka ada yang dibaca idzhar ada pula yang diidghomkan. Dan yang berhubungan dengan ahkamul huruf ini yaitu Ahkamul maddi wal qasr
yaitu panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan dalam tiap ayat Al-Quran, dan juga Ahkamul waqaf wal ibtida’ yaitu mengetahui
huruf yang harus mulai dibaca dan berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid.
Hukum nun mati atau tanwin adalah ketika suatu bacaan nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf hijayiyah yang
menghasilkanseperti Izhar, Ikhfa, Idgham, dan iqlab.
1. Izhar Halqi
Disebut Izhar halqi apabila bertemu dengan salah satu huruf izhar maka cara melafazkan atau mengucapkannya harus jelas, apabila
nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf Halqi (tenggorokan) misalnya : alif atau hamzah()ء, ha’ ()ح, kha’ ()خ, ‘ain ()ع, ghain ()غ, dan ha’
()ﮬ. Izhar Halqi ini mempunyai arti dibaca jelas.
Contoh : َع ْن ُه , ِّمِنْ اَي
2. Ikhfa’ haqiqi
Hukum bacaan ini apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf-huruf seperti ta’()ت, tha’ ()ث, jim ()ج, dal ()د, dzal ()ذ,
zai ()ز, sin ()س, syin ()ش, sod ()ص, dhod ()ض, , fa’ ()ف, qof ()ق, dan kaf ()ك, maka ia harus dibaca samar-samar (antara Izhar dan Idgham).
3. Idgham
Idhgam adalah memasukkan atau meleburkan bunyi nun mati atau tanwin kepada salah satu huruf idgam bighunnah atau idgham bila
ghunnah.
a. Idgham bighunnah mempunyai arti (dilebur dengan disertai dengung) Yaitu memasukkan atau meleburkan salah satu huruf nun mati atau
tanwin ( ْن / )ًـٍـٌـkedalam huruf sesudahnya dgn disertai (ber)dengung, jika bertemu dgn salah satu huruf empat ini yaitu: ي و م ن
b. Idgham Bilaghunnah mempunyai arti (dilebur tanpa dengung) Yaitu memasukkan atau meleburkan huruf nun mati atau tanwin ( / ًـٍـٌـ
ْ)نkedalam huruf sesudahnya tanpa disertai dengung, jika bertemu dgn salah satu huruf lam atau ra (ل ،)ر
Contoh: ْ َمن لَ ْم
Pengecualian
Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi ditemukan di dalm satu kata, contohnya ,اَ ُّد ْنيَا , ٌُب ْن َيان
ٌقِ ْن َوان, dan ٌصِ ْن َوان, maka nun mati atau tanwin tersebut harus dibaca jelas
4. IqlabHukum bacaan ini terjadi apabila ada huruf nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ba’ ()ب. Di dalam bacaan ini,
bacaan nun mati atau tanwin berubah menjadi bunyi mim ()م Contohh:]1[.) فَا َ ْنبَ ْتنَا,() َكِرَ م بَر
Hukum bacaan mim dan nun tasydid adalah wajib al-ghunnah yang memiliki makna bahwa orang yang membacanya di wajibkan
untuk mendengungkan bacaannya. Atau huruf yang memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki oleh huruf lain, yaitu sifat ghunnah, yang
artinya dengung. Maka jelaslah yang bacaan bagi kedua-duanya adalah didengungkan. Hukum ini berlaku bagi setiap huruf mim dan nun
yang memiliki tanda syadda atau bertasydid ( ّﻡ dan ّ)ن.
Cara membacanya:
· Huruf Mim dan Nun bertasydid yang terdapat diawal dan ditengah suku kalimah, didengungkan bunyinya dengan dengung sempurna,
selama dua harkat, sebelum membaca huruf berikutnya.
· Huruf Mim dan Nun bertasydid yang terdapat di akhir suku kalimah, dan si pembaca bermaksud hendak wakaf di kalimah itu, harus
disengungkan bunyinya dengan dengung yang sempurna selama dua harkat, sebelum memutuskan nafas.[3]
Contoh: اِنَّهَا, اَنَّا, َواَ َّما
E. Hukum Bacaan Tajwid (ra’)
Hukum ra’ adalah hukum bagaimana membunyikan huruf ra’ di dlm bacaan. Terdapat tiga cara yaitu, tafkhim atau tebal, tarqiq
atau tipis, wajhain boleh memakai tafkhim boleh juga memakai tarqiq.
3. Bacaan ra’ yg harus di kasarkan dan ditipiskan adalah apabila setiap ra’ yang berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah dan
kemudian berjumpa dengan salah satu huruf isti’la’.
Contoh: ﻓِﺮْ ﻕ
Isti’la’ ()ﺍﺳﺘﻌﻼ ﺀ: terdapat tujuh huruf yaitu kha’ ()خ, sod ()ص, dhad ()ض, tha ()ط, qaf ()ق, dan zha ()ظ.[4]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam ilmu tajwid terdapat pembahasan yaitu ahkamul huruf yang mana di dalamnya dibahas hubungun antar huruf,yang berkaitan
di dalmnya yaitu hal yang berkaitan dengan hukum bacaan nun mati atau tanwin, hukum bacaan mim mati serta juga hukum bacaan nun
atau mim musyaddah ( tasydid), dan hukum bacaan pada huruf ra, yang mana hukum bacaan nun mati atau tanwin menghasilkan 4 hukum
bacaan yaitu, izdhar halqi, ikhfa hakiki, idqham( bighunnnah dan bila ghunnah) dan iqlab, sedangkan hukum mim matimenghasilkan 3
hukum bacaan yaitu, idghan mimmi atau idgham mutamatsilain, ikhfa syafawi, dan izhar syafawi, dan seterusnya hukum bacaan ra’ yang
menghasilkan 3 hukum bacaan yaitu, tafkhim ( ditebalkan), tarqiq ( ditipiskan), wajhain (boleh 2 macam), maksud ditebalkan atau ditipiskan
disisni adalah bunyi bacaannnya.
B. SARAN
Sebagai manusia biasa, pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu
pemakalah memohon maaf kepada pembaca atas kekurangan yang terjadi dan mengharapkan kritikan yang membangun dari pembaca.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pemakalah sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan Kitab Suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan Kitab yang sarat akan
makna. Untuk mendapatkan pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an, maka perlu mempelajari cara membaca Al-Qur’an tersebut. Cara
membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu Tajwid.
Menurut KH. Imam Zarkasyi dalam muqaddimah buku Pelajaran Tajwid menyatakan bahwa “mudah-mudahan maksud saya dan maksud
Ilmu Tajwid dalam berkhidmat memperbaiki atau memelihara pembacaan Al-Qur’an, daat tercapai dengan keridhaan Ilahi”. Dengan kata
lain Ilmu Tajwid menjadi jalan untuk menyempurnaan bacaan Al-Qur’an demi keridhaan Ilahi.
Saat ini, meskipun pembelajaran Tajwid sudah banyak dilakukan di sekolah atau madrasah, tidak sedikit yang kemampuan membaca Al-
Qur’annya kurang menerapkan pengajaran Ilmu Tajwid. Sehingga perlu pembelajaran lebih mendalam pada beberapa materi dalam Tajwid.
Salah satunya adalah materi tentang huruf Qalqalah.
Hingga kini masih banyak yang belum memahami dan menerapkan hukum bacaan Qalqalah tersebut tiap kali membaca Al-Qur’an, yang
lambat laun mengkhawatirkan akan terjadinya perubahan makna akibat kesalahan tilawah. Seperti kurang jelasnya bunyi huruf qalqalah
ketika waqaf karena tidak dipantulkan. Untuk menghindari itu semua, maka kami menyusun makalah ini untuk lebih memahami maksud
dari Qalqalah dan penerapannya dalam tilawatil Qur’an. Sehingga dapat memperbaiki bacaan Qalqalah yang kurang benar
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qalqalah (Getaran Suara)
Berkata Imam Ibnu Jazariy Rmh. :
…………..َّطبُ َجد ْ ُ قَ ْلقَلَةُ ق+..............
ْ ُ ق. Qalqalah artinya goncangan suara keras atau pantulan
Ya’ni : Huruf yang bersifat qalqalah ada 5 terhimpun di dalam perkataan طبُ َج ّد
(kembalian) dari suara kuat yang tersumbat di dalam makhrojnya. Di muka sudah dimengerti bahwa huruf 5 ini bersifat jahr dan syiddah. Di
mana jahr adalah nafasnya tercegah dan syiddah suaranya terhambat. Maka huruf 5 ini kalau hanya dibaca dengan sifat jahr dan syiddahnya
saja masih menghasilkan bacaan yang samar, tidak bisa dimengerti huruf apa yang dibaca. Maka untuk menghasilkan bacaan huruf 5 ini ,
wajib diqolqolahkan. Ya’ni memantulkansuara yang keras dengan membuka makhrojnya yang tersumbat itu. Dan caranya dengan seketika,
jangan terpisah lama-lama antara syiddah dan qolqolahnya. Dan juga jangan dicampuri desisan nafas (Jim menjadi seperti Ca, Qof menjadi
Kaf) karena huruf-huruf ini tidakbersifat Hams. Rajanya huruf qalqalah adalah Qaf karena kuatnya tekanan makhrojnya an isti’laknya.
Sebagaimana tho’ menjadi rajanya huruf Ithbaq.
Sebaliknya, bagi huruf-huruf yang tidak bersifat qalqalah jangan digoncagkan pembacaannya seperti قَا َل,ْ َوإِ ْذء, ْ َمحْ فُوظء.
Yang sering terjadi kalau membaca Dhod sukun seperti
فِ ْي تَضْ لِيْل, ِمنْ فَضْ لِ ِه.
Contoh:
َ يَ ْقطَعُوْ ن: ق
َُط ِفعُوْ نْ ي:ط
إِ ْب َرا ِه ْي َم: ب
يَجْ َع ُل: ج
َ يُد ِْخلُوْ ن: د
2. Qalqalah Kubra ()قَ ْلقَلَةٌ ُكب َْرى
Kubra artinya besar. Qalqalah kubra menurut istilah ialah:
ف فَ ِه َي ُك ْب َري ِ َارضًا فِ ْي ال َو ْق ِ إِنْ َكانَ ُس ُكوْ نُهَا ع
Jika huruf qalqalah bersukun ‘aridh karena diwaqafkan, maka ia dinamakan qalqalah kubra.
Kemudian dalam kitab Al-Qaulus Sadid diterangkan pengertian qalqalah kubra yang lain, yaitu:
آخ ِر ال َكلِ َم ِة يُ َس َّمي قَ ْلقَلَةٌ ُك ْب َري
ِ َو َما َس َكنَ ِم ْنهَا فِ ْي
Apabila huruf qalqalah tersebut bersukun di akhir kalimat, maka ia dinamakan qalqalah kubra.
Dalam buku Pelajaran Ilmu Tajwid terdapat definisi lain tentang Qalqalah Kubra.
Qalqalah Kubra artinya Qalqalah yng lebih besar. Yaitu apabila ada salah satu huruf: qaf, thaa’, baa’, jiem, dan dal ( ق ط ب ج د ) dari
sebab waqaf (berhenti) atau titik koma, maka hukum bacaannya disebut : Qalqalah Kubra.
Contoh:
ِمنْ َخلَ ْق: ق
ْ َس َوا َءالص َِّر: ط
اط
ْ اُوْ لُوْ األَ ْلبَاب: ب
ْت البُرُوْ ج ِ َوال َّس َمآ ِء َذا: ج
ماَي ُِريْد: د
Berdasakan dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa qalqalah kubra terjadi apabila huruf qalqalah:
a. Bersukun ‘aridh karena diwaqafkan. Dengan kata lain, huruf tersebut asalnya berharakat tetapi menjadi bersukun karena dibaca waqaf.
b. Bersukun di akhir kalimat.
Memantulkan dengan ringan, apabila huruf Qalqalahnya bersukun asli, yang terletak di tengah kata. Contoh:
ضبْحًا َ ت ِ ََوال َع ِدي
Memantulkan dengan berat/jelas, apabila huruf qalqalahnya bersukun karena waqaf dan terletak di akhir bacaan.
Contoh:
قُلْ ه َُو هَّللا أَ َح ٌد
C. Membaca Contoh Bacaan Yang Mengandung Huruf Qalqalah
Membacanya dengan bergoncang/berpantul. Dengan memantulkan suara yang keluar dari penucapan huruf tersebut di atas. Qalqalah
shughra cara membacanya dengan pantulan hurufnya sedikit, sedangkan Qalqalah Kubra membacanya dengan pantulan hurufnya cukupan
atau sangat.
Contoh:
Pantulan hurufnya sedikit: َح ْب ُل
Pantulan hurufnya cukupan: َْوقَب
Pantulan hurufnya sangat: ْ ِعقَاب.
D. Menulis Contoh Bacaan Yang Mengandung Huruf Qalqalah
Cara menulis di tengah : ببْب
Cara menulis di akhir: ْبب
Cara menulis sesudah mad: ْبا ب
Cara menulis dengan ditasydid: ّبب.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qalqalah merupakan huruf-huruf yang pengucapannya dengan jahr dan syiddah. Sehingga pengucapannya yang kurang tepat menjadikan
huruf qalqalah tersebut tidak nampak atau samar. Sehingga untuk menjelaskan bunyi huruf qalqalah tersebut perlu dipantulkan. Huruf
ْ ُق.
qalqalah tersebut adalah Qaf, Tho’, Ba’, Jim, dan Dal. Atau diringkas menjadi طبُ َج ّد
Qalqalah dibagi menjadi 2, yaitu: Qalqalah Shughra dan Qalqalah Kubra. Qalqalah Shughra adalah huruf qalqalah yang bertanda sukun asli
َ Sedangkan Qalqalah Kubra adalah huruf qalqalah yang sukun akibat waqaf. Seperti ْ ِعقَابyang pada
dari kalimat tersebut. Seperti ح ْب ُل.
awalnya bukanlah bertanda baca sukun.
Cara membaca huruf qalqalah adalah dengan dipantulkan. Bisa dipantulkan sedikit seperti pada qalqalah shughra atau dipantulkan cukupan
sampai sangat pada qalqalah kubra.
Cara penulisan huruf qalqalah adalah sama dengan cara penulisan huruf hijaiyah bersambung pada umumnya, hanya saja cara membacanya
yang berbeda.
B. Saran
Dengan ini semoga dapat menjadi ilmu bermanfaat yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya ketika tilawatil Qur’an.
Juga dapat diajarkan pada orang sekitar. Karena sebaik-baik orang yang belajar Al-Qur’an adalah yang juga mengajarkan Al-Qur’an.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamnya mengandung berbagai macam
ilmu, hukum, teologi, sosial, dan sebagainya. Untuk itu perlu mengetahui dan memahami perbedaan bacaan al-quran serta implikasinya
terhadap makna dari lafal itu sendiri.
Al-Qur’an dipelajari untuk memahami makna atau pesan dibalik teks. Maka untuk mendapatkan makna yang sesuai dengan Al-
Qur’an perlu memahami qira’at dan cara membaca Al-Qur’an dengan benar, cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar bisa dipelajari
dengan ilmu tajwid hukum bacaan mad dan waqaf.
B. Tujuan
Disusunnya makalah ini yang berjudul “Hukum Bacaan Mad dan Waqaf” bertujuan untuk :
1. Mengetahui tentang pengertian mad dan waqaf
2. Mengetahui tentang hukum bacaan mad dan waqaf
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mad menurut bahasa artinya panjang. Sedangkan menurut ilmu tajwid mad adalah memanjangkan bunyi huruh hijaiyah kerena
adanya sebab-sebab tertentu.. Yaitu huruh yang berharakat fathah dan bertemu dengan huruf alif, huruf yang berharakat dhomah dan
bertemu dengan huruf wau sukun dan huruf hijaiyah berharakat kasrah yang bertemu dengan huruf ya’ sukun.
Menurut bahasa waqaf artinya berhenti. Sedangkan menurut ilmu tajwid waqaf adalah: Bagaimana cara membunyikan kalimat
ketika berhenti, atau berhenti sebentar memutus suara untuk bernafas, pada akhir kata atau pada akhir kalimat.
B. Saran
Saran yang mampu diberikan penulis yaitu hendaknya setiap hukum-hukum bacaan pada Alqur’an ditaati sesuai dengan
ketentuan atau hukum ilmu tajwid mengetahui hukum bacaan mad dan waqaf. Sehingga makna ada arti yang terkandung di dalam Al-
Qur’an sesuai dengan wahyu yang telah Allah turunkan kepada baginda Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Warohmah. 2013. Hukum bacaan la dan Ra http://warohmah.com/hukum-bacaan-lam-jalalah/2013. Diakses tanggal 17 Desember 2015.
Pukul 17.20 wita.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang tanda waqaf (tanda-tanda berhenti dan tempatnya) dan ibtida’ (memulai bacaan) berperan penting di dalam tatacara
membaca al-Qur’an, dalam rangka menjaga validitas makna ayat-ayat al-Qur’an, dan menghindari kesamaran serta agar tidak jatuh ke dalam
kesalahan. Dan pengetahuan ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu bahasa Arab (dengan berbagai macam cabangnya),
ilmu Qiro’at, dan ilmu Tafsir, sehingga tidak merusak makna ayat.
Seorang pembaca al-Qur’an diibaratkan sebagai seorang musafir, dan titik-titik atau tempat di mana seorang pembaca berhenti diibaratkan
sebagai tempat peristirahatan baginya.
Manusia berbeda-beda dalam hal waqaf. Di antara mereka ada yang menjadikan tempat waqaf sesuai dengan panjang nafasnya. Sebagian
yang lain menjadikannya pada setiap penghujung ayat. Dan yang paling pertengahan adalah bahwa terkadang waqaf berada di tengah ayat,
sekalipun yang lebih dominan adalah di akhir-akhir ayat. Dan tidak setiap akhir ayat ada waqaf (tempat untuk berhenti), akan tetapi yang
dijadikan ukuran adalah makna dan nafas mengikutinya.
Dan seorang pembaca, apabila sampai pada tempat waqaf sedangkan nafasnya masih kuat untuk sampai pada tempat waqaf berikutnya maka
boleh baginya untuk melewatinya (tidak berhenti) dan berhenti pada waqaf setelahnya. Namun jika nafasnya tidak sampai ke waqaf
berikutnya maka hendaknya ia tidak melewati waqaf tersebut (hendaknya berhenti pada tempat waqaf pertama)
Seperti seorang musafir, jika menemukan tempat persinggahan yang subur, teduh, banyak makanan dan dia tahu bahwa jika ia melewatinya
(tidak singgah di sana) ia tidak akan sampai pada persinggahan berikutnya, dan ia perlu untuk singgah di tempat yang tandus, yang tidak ada
apa-apanya (tidak teduh, tidak ada makanan dll), maka yang lebih baik bagi orang itu adalah ia tidak melewati persinggahan yang subur
tersebut. Maka jika seorang pembaca al-Qur’an tidak mampu meneruskan bacaan disebabkan pendeknya nafas, atau ketika waqaf pada
tempat yang dimakruhkan untuk waqaf maka hendaknya dia memulainya dari awal kalimat (ayat) supaya maknanya bersambung antara satu
dengan yang lain, dan supaya mulainya bacaan setelahnya tidak mengakibatkan kerancuan (makna yang kurang tepat).
ْ ُ( }لَّقَ ْد َس ِم َع هّللا ُ قَوْ َل الَّذِينَ قَال181)
{وا
”Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan:”….” (QS. Ali ‘Imraan: 181)
Maka jika seseorang memulai bacaan dengan:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waqaf
Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan
memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan.
Kata al-Waqaf biasa dipakai untuk dua makna, makna yang pertama adalah titik atau tanda di mana seseorang yang membaca al-Qur’an
diam (menghentikan bacaannya) pada tanda tersebut.Makna yang kedua adalah tempat-tempat (posisi) yang ditunjukkan oleh para imam
ahli Qir’at. Dengan demikian setiap tempat (posisi) dari tempat-tempat tersebut dinamakan waqaf, sekalipun seorang pembaca al-Qur’an
tidak berhenti di tempat (posisi) tersebut.
Waqaf juga bisa diartikan memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran) sebentar pada suatu kalimat untuk mengambil (menarik)
nafas dengan niat untuk melanjutkan bacaan al-Qur’an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-Qur’an sama sekali.
Perlu kita mengenal istilah-istilah terkait dengan membaca Al-Qur’an dan menghentikan bacaan sebagai berikut :
1. Iftitah [ ] اِ ْفتِتَـــــــاح adalah pembukaan dalam bacaan Al-Qur’an yang diawali dengan membaca
isti’adzah, basmalah, lalu diteruskan dengan membaca ayat.
2. Waqaf [ ْ ] َوقَفadalah menghentikan bacaan atau suara sejenak pada akhir suku kata untuk mengambil nafas dengan maksud
hendak melanjutkan bacaan pada ayat berikutnya.
3. Ibtida’ [ ] اِ ْبتِدَاءadalah memulai bacaan kembali sesudah waqaf dari awal suku kata pada ayat berikutnya.
4. Qatha’ [ ] قَطَ ْعadalah mengakhiri bacaan Al-Qur’an dengan memotong bacaan sama sekali. Dan apabila hendak membuka bacaan
kembali sesudah melakukan qatha’, disunahkan membaca isti’adzah lagi.
1. WAQAF IKHTIBARI (menguji atau mencoba). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan untuk menguji qari’ atau
menjelaskan agar diketahui cara waqaf dan ibtida’ yang sebenarnya. Waqaf ini dibolehkan hanya dalam proses belajar
mengajar, yang sebenarnya tidak boleh waqaf menurut kaidah ilmu tajwid.
2. WAQAF IDHTHIRARI (terpaksa). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan dalam keadaan terpaksa, mungkin
karena kehabisan nafas, batuk atau bersin dan lain sebagainya. Apabila terjadi waqaf ini, hendaklah mengulang dari
kata tempat berhenti atau kata sebelumya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat.
3. WAQAF INTIZHARI (menunggu). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang diperselisihkan oleh
ulama’ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf. Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu
adanya kesepakatan, sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak merusak arti
yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan sampai tanda waqaf berikutnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat
yang berbeda itu.
4. WAQAF IKHTIARI (pilihan). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata yang dipilih, disengaja dan
direncanakan, bukan karena ada sebab-sebab lain.
a. Waqaf Tam (sempurna). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah sempurna, baik
menurut tata bahasa maupun arti. Pada umumnya terdapat pada akhir ayat dan di akhir keterangan,
cerita atau kisah. Dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan ayat berikutnya. Seperti waqaf pada
َ ْال ُم ْفلِحُوْ نdalam ayat berikut :
- Waqaf Tam bisa terjadi sebelum habisnya ayat, seperti waqaf pada kata اَ ِذلَّ ٍةdalam ayat :
- Waqaf Tam terkadang terjadi pada pertengahan ayat, seperti waqaf pada kata اِ ْذ َجا َء ِن ْيdalam
ayat :
- Dan waqaf Tam dapat terjadi pula sesudah habis ayat tambah sedikit, seperti waqaf pada kata
َو ِباللَّ ْي ِلdalam ayat :
]138 – 137 : َواِنَّ ُك ْم لَتَ ُمرُّ وْ نَ َعلَ ْي ِه ْم ُمصْ بِ ِحيْنَ ☼ َوبِاللَّيْلْ وقف اَفَالَ تَ ْعقِلُوْ نَ [ الصفات
b. Waqaf Kafi (cukup). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa sudah
dianggap cukup, tetapi dari segi arti, cerita atau kisah masih ada kaitannya dengan ayat berikutnya.
Seperti waqaf pada ☼ َ يُوْ قِنُوْ نdalam ayat berikut :
َ☼ اُولئِكَ َعلَى هُدًى ِّمنْ َّربِّ ِهم َواُولئِكَ هُ ُم ْال ُم ْف ِلحُوْ ن
َ☼ َوالَّ ِذيْنَ يُؤْ ِمنُوْ نَ بِ َما اُ ْن ِز َل اِلَيْكَ َو َما اُ ْن ِز َل ِمن قَ ْبلِكَ ج َوبِاألَ ِخ َر ِة هُ ْم يُوْ قِنُوْ ن
[ [ 5 – 4 : البقرة
3. Waqaf Hasan (baik). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang sudah dianggap baik menurut tata bahasa, tetapi masih
ada kaitan dengan ayat berikutnya, baik dari segi arti maupun tata bahasa. Seperti waqaf pada ☼ ْال َعالَ ِمـيْنdalam ayat berikut :
ك يَوْ ِم ال ِّديْن ِ ْاَ ْل َح ْمـ ُد هللِ رَبِّ ْال َعـالَ ِمـيْنَ ☼ اَلرَّح
ِ ِمـن ال َّر ِحي ِْـم ☼ َمـال
5. Waqaf Qabih (buruk). Maksudnya adalah waqaf pada akhir suku kata yang menurut tata bahasa tergolong buruk dan
َ لِ ْل ُمdalam ayat berikut :
bahkan merusak arti atau maksud dari makna ayat yang sebenarnya. Seperti waqaf pada ☼ صلِّيْن
َ فَ َو ْي ٌل لِ ْل ُم
َ ْصلِّيْنَ ☼ الَّ ِذيْنَ هُ ْم َعن
َصالَ ِت ِه ْم َساهُوْ ن
َ ِل ْل ُمakan merusak arti atau maksud ayat. Maksud dari ayat adalah : “Neraka itu untuk orang-orang yang melalaikan
Waqaf pada ☼ َصلِّيْن
shalat” Ketika waqaf pada ☼ صلِّيْن َ ِل ْل ُم, maka maksud ayat lalu berubah menjadi :
“Neraka itu untuk orang-orang yang mengerjakan shalat”
C. Cara Berwaqaf
Waqaf dalam membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut, yaitu :
1. Akhir suku kata dimatikan dalam bacaan apabila berharakat fathah, kasrah, dhammah, kasratain atau dhammatain [ َـ ِـ
] ُـ ٌـ ٍـContoh :
2. Akhir suku kata dimatikan [ ] ْـdalam bacaan apabila berharakat : Fathah, kasrah atau dammah yang sebelumnya ada
Alif [ُ ] ا ـ َ ـِ ـseperti :
- َ يُ ْنdibaca ☼ ْصرُوْ ن
Fathah sebelumnya ada Wa [ َ ] وْ ـseperti : ☼ َصرُوْ ن َ يُ ْن
- Fathah, kasrah atau dhammah sebelumnya ada Ya’ mati, [َ ] يْ ـ ُ ـِ ـ, seperti :
- Dhammatain atau kasratain sebelumnya ada Ya’mati, [ٍ ] يْ ـ ٌ ـseperti : َحلِ ْي ٌم ☼ َحلِي ٍْم dibaca َحلِ ْي ْم
- Dhammatain atau kasratain sebelumnya ada Waw mati [ٍ ] وْ ـ ٌ ـseperti : َغفُوْ ٌر ☼ َغفُوْ ٍر dibaca َْغفُوْ ر
3. Akhir suku kata berharakat fathatain dan sesudahnya ada huruf Alif [ ]ًـ اdibaca fathah []َـ ا, seperti : َح ِك ْي ًما dibaca
َح ِك ْي َما
- Atau akhir suku kata terdiri dari huruf Hamzah berharakat fathatainn [ ] ًءdibaca fathah [ ] َء,
seperti : َما ًء dibaca َمائَا
- Atau akhir suku kata terdiri dari Alif maqshurah dan sebelumnya berharakat fathatain [ ] ًـ ى
dibaca fathah [ ]َـ ى, seperti : ُم َس ّمًىdibaca ُم َس َّمى
4. Akhir suku kata terdiri dari Ta’ Marbuthah [ ] ـة ـ ةdimatikan dan bunyinya berubah menjadi bunyi Ha’ [ ] ـ ْه ـ ْه,
seperti :
ٌَحا ِميَة dibaca َحا ِميَ ْه
5. Akhir suku kata yang terdiri dari huruf Ha’ berharakat kasrah atau dhammah [ ُ ] ـ ِه ـ ـهdimatikan [ ] ـ ْه ـ ـ ْه, seperti :
6. Akhir suku kata terdiri dari huruf Mad atau huruf mati, dibaca apa adanya tanpa ada perubahan, seperti :
اَ ْقفَالُهَاtetap dibaca ْ اَ ْقفَالُهَا,
فَ َسقُوْ اtetap dibaca فَ َسقُوْ ا,
َعلَ ْي ِه ْمtetap dibaca طغَى ْ َلَي
َعلَ ْي ِه ْمtetap dibaca طغَى ْ َلَي
7. Akhir suku kata terdiri dari huruf hidup, sedangkan sebelumnya terdapat huruf mati seperti dalam kurung [ ْـ ُـ/ ْـ ِـ/ ] ْـ َـ
maka huruf akhir suku kata itu dimaitkan seperti dalam kurung [ ْـ ْـ/ ْـ ْـ/ ] ْـ ْـsehingga ada dua huruf mati. Cara
mewaqafkan, cukup sekedar bunyi akhir suku kata itu didengar sendiri atau oleh orang yang berdekatan sebagai
isyarat bahwa ada huruf mati, sehingga waqaf seperti ini disebut “waqaf isyarat”. Contoh :
8. Akhir suku kata bertasydid dimatikan tanpa menghilangkan fungsi tasydidnya, seperti : َِّم ْنـهُن dibaca ِم ْنـه ُّْن
9. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ] ؤdimatikan bila waqaf, dan dibaca pendek bila washal, seperti :
يَـتَـفَـيَّـؤُاbila Waqaf dibaca ْ – يَـتَـفَـيَّـأdan bila Washal dibaca ُ( يَـتَـفَـيَـؤُا ِظالَلُهQS.An-Nahl [16] : 48)
- يَـعْـبَــؤُاbila Waqaf dibaca ْ – يَـعْـبَـأdan bila Washal dibaca ( يَـعْـبَـؤُا ِبـ ُك ْمQS.Al-Furqan [26] : 77)
Demikian pula dalam QS.Yusuf [12] : 84 تَـ ْفـتَـؤُا, - dalam QS. Thaha َـو َّكـؤُا
َ اَت18 : ]20[ يَـد َْرؤُا,- dan dalam QS. An-Nur [24] : 8
10. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ] ؤbila waqaf dimatikan sesudah membaca panjang huruf
sebelumnya, dan bila washal hamzah dibaca pendek seperti :
Tulisan – عُـلَـمـؤُاbila Waqaf dibaca ْ – عُـلَـ َمـاءdan bila Washal dibaca عُـلَـمـؤُا بَنِ ْي اِس َْرائِي َْلQS. Asy-Syu’araa’ : [26} :197
Demikian pula dalam QS.Fathir [35] : 28 عُـلَـمـؤُا,- QS. Ibrahim : الضُّ ـ َعـفـؤُا,- QS.Yunus [10] : [14] : 21 ,- dan Al-Mu’min [40] : 47 ُشـفَـعــؤُا
ُشـ َركـؤُا,- QS.Ar-Ruum [30] :13 28
D. Tanda-Tanda Waqaf
NO
TANDA
NAMA
PENJELASAN
1
م
WAQAF LAZIM [ ]وقَفْ ال َِز ْم َ
Tanda mesti berhenti.
2
ال
LA WAQFA [ َ] الَ َو ْقف
Tanda tidak boleh berhenti.
3
ط
WAQAF MUTHLAQ
[ طلَ ْقْ ] َوقَفْ ُم
Tanda sempurna berhenti.
4
ج
WAQAF JAIZ [ ] َوقَفْ َجائِ ْز
Tanda boleh berhenti dan boleh terus.
5
ز
WAQAF MUJAWWAZ
[ ] ُم َجو َّْز
Tanda boleh berhenti, terus lebih baik.
6
ص
WAQAF MURAKH-KHASH [ ْ] َوقَفْ ُم َر َّخص
Tanda diringankan (di bolehkan) berhenti karena mempunyai nafas pendek, terus lebih baik.
7
قف
WAQAF MUSTAHAB
[ ْ] َوقَفْ ُم ْستَ َحب.
Tanda berhenti lebih baik, tidak salah kalau terus.
8
قلى
WAQAF AULA [] َوقَفْ اَوْ لَى.
Tanda berhenti lebih baik.
9
ق
QILA WAQAF [ ْ] قِ ْي َل َوقَف
Sebagian pendapat, tanda boleh berhenti.
10
صلى
WASHAL AULA [صلْ اَوْ لَىَ ]و
َ
Tanda terus lebih baik.
11
ك
ٌ ِ] َك َذالِكَ ُمطَاب
Kadza lika Muthabiq lima qablahu [ُق لِ َما قَ ْبلَه
Tanda berhenti seperti tanda waqaf sebelumnya.
12
WAQAF MU’ANAQAH
[ ] َوقَفْ ُم َعانَقَ ِة
Tanda boleh berhenti pada salah satu titik tiga.
13
سكت/س
SAKTAH [ ] َس ْكتَ ْة
Tanda berhenti sejenak tanpa ambil nafas.
Pengertian Ibtida’ adalah Memulai kembali membaca Al-Qur’an setelah berhenti atau setelah wakaf. Pada umumnya ibtida’ dibagi menjadi
dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Ibtida’ yang derbolehkan. Ibtida’ ini adalah ibtida’ yang memulai bacaan pada kalimat al-Qur’an
yang menerangkan makna/ maksud secara sempurna. Contonya:
b. Ibtida’ yang tidak diperbolehkan. Yaitu ibtida’ (memulai suatu kalimat) yang membuat maknanya
berubah dan menjadi makna/arti yang tidak sebenarnya. Contohnya:
ً( اتخذ هللا ولداpada ayat aslinya) ًوقالوا اتخذ هللا ولدا
( يد هللا مغلولةpada ayat aslinya) وقالت اليهود يد هللا مغلولة
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian Waqaf adalah memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran) sebentar pada suatu kalimat untuk mengambil (menarik) nafas
dengan niat untuk melanjutkan bacaan al-Qur’an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-ur’an sama sekali.
Pengertian Ibtida’ adalah Memulai kembali membaca Al-Qur’an setelah berhenti atau setelah wakaf.
Mengenai tanda tanda waqaf ulama’ yang sepuluh banyak yang tidak sama (khilaf) jadi kita bisa mengikuti salah satunya.
Untuk lebih baiknya kita ikuti ulama’ yang masuk pada mutawattir, begitu juga dalam qiroatnya, lebih baik kita ikuti yang mutawattir saja,
atau diwaktu kita bersama orang lain (banyak orang) gunakanlah yang mutawattir, hal ini untuk menjaga salah persepsi orang yang
mendengarkan kita.